Rayyan berjalan ke arah wastafel dan membuka lemari barang yang ada di sebelahnya, pria itu kemudian melihat pengering rambut berwarna biru.Setelah mengambilnya dia berbalik dan melihat banyak pakaian yang tergantung di sana. Dan yang paling mencolok adalah Bra berwarna merah muda dan celana dalam berwarna senada yang tergantung.Setelah tertegun sejenak, Rayyan tiba-tiba mengerti alasan kenapa tadi Evelyn tidak membiarkannya masuk, ternyata bukan karena marah, tapi karena malu.Rayyan mengusap bagian tengah alisnya, bibirnya mengulas senyum tak berdaya. Dia keluar dan langsung melihat gadis yang sedang sakit itu sedang membenturkan kepalanya di dinding dengan pelan. Terlihat konyol sekaligus sangat menggemaskan.Evelyn benar-benar tenggelam dalam perasaan malunya, sampai tidak sadar kalau Rayyan sudah keluar dia masih membentur-membenturkan kepalanya di dinding berulang kali.Tapi detik berikutnya dahinya tiba-tiba saja menempel di sesuatu yang hangat dan lembut.“Hah!”Evelyn mendo
Pagi hari ketika Rayyan sudah berada di kantor, dia mendapatkan pesan dari Amara. Yang mengatakan jika dirinya kangen dan ingin bertemu sebentar saja. Jadi pada saat ada kesempatan waktu, Rayyan pun pulang ke kediaman Brahmana.Baru saja langkah kakinya masuk sebelah di pintu, Rayyan sudah di serbu oleh para wanita penghuni rumah itu. Yang paling depan adalah Arumi tentunya.Tetapi belum sempat Arumi mengeluarkan kata-kata, Wulan sudah terlebih dahulu mendahului.“Tarik dia dan suruh dia memberi penjelasan pada kita. Jangan biarkan dia kabur!”“Nenek, aku tidak akan kabur. Tenanglah.” Rayyan dengan santai melangkah kan kaki untuk menuju ke arah anak tangga.“Aku harus menemui Amara dulu, setelah itu baru aku memberi kalian penjelasan.”Tiga wanita di bawah tangga itu, hanya bisa bengong menatap langkah lebar Rayyan yang menuju kamar Amara.Beberapa kali mengetuk pintu barulah pintu terbuka. Amara masih terlihat pucat, dia juga masih harus minum obat rutin dan juga dikontrol secara rut
Rayyan pun akhirnya berdiri, dia menatap Ibunya dengan tatapan yang hangat lalu dia berbicara dengan nada santai,“Sudah kukatakan tadi, ada beberapa alasan yang belum bisa aku ceritakan pada kalian. Jika waktunya sudah tepat, maka aku akan membawanya pada kalian. Tenang saja, saat kalian melihat gadis itu pasti tidak perlu waktu lama untuk kalian akan langsung menyukainya. Baiklah, masih banyak pekerjaan. Aku harus pergi dulu.”Rayyan bahkan tidak menyambut tangan Ibunya atau memeluk dan menciumnya seperti anak lain memperlakukan Ibunya, Dia malah berbalik dan mengambil tangan neneknya, mencium dengan takzim memeluk dan mencium keningnya.“Nenek, aku pergi dulu ya?” Setelah mengatakan itu Rayyan melirik Ega sebentar.Ega hanya mengangkat kedua alisnya seperti berkata jika dia akan selalu memberi dukungan padanya.Selama ini pendapat Ega dan Azam memang berbeda. Jika Azam masih sering khawatir dan berhati-hati dengan Rayyan, tetapi justru Ega selalu percaya pada Rayyan dan selalu meng
Di kediaman keluarga Lewis.Setelah Evelyn turun dari mobil, Roy pun ikut turun dan mengeluarkan hadiah yang dibawah dari bagasi.“Nyonya biar aku saja yang mengantar masuk. Meskipun kado ini tidak banyak, tapi aku takut nanti tangan Nyonya bisa sakit. Jika itu sampai terjadi maka akibatnya Anda akan mengalami kesulitan untuk melukis, bahkan ditakutkan hasil karya yang dihasilkan akan jelek nantinya.” Ucap Roy sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Evelyn menatap Roy sedikit heran, jika dicermati kata-katanya itu, terkesan sangat tidak masuk akal bahkan dapat dikatakan terlalu berlebihan. Tapi Evelyn mengabaikan semua prasangka itu, dan melangkah masuk ke kediaman keluarga Lewis.Sebenarnya niat ucapan Roy bukan seperti itu, ini adalah alasannya saja. Karena sebelum mereka berangkat tadi Tuanya lah yang sudah menyuruh Roy untuk selalu mengikuti sang Nyonya, semua Itu bertujuan untuk menjaga agar sang Nyonya tidak ada yang mengganggu.Sesaat setelah Nenek Lewis menerima telepon d
Lalu tanpa sedikit rasa ragu ia berkata dengan tegas pada Anesa,“Dia adalah Suamiku, dan kita adalah pasangan Suami Istri yang menikah dengan sah dimata hukum dan agama. Apa kamu masih punya pertanyaan lain?”Alis Rayyan langsung mengendur, tatapannya jatuh pada kedua tangan mereka yang saling bertautan. Ekspresi Anesa menegang, dia tidak menyangka jika Evelyn yang biasanya terlihat seperti pengecut, kini mendadak berubah menjadi seekor singa betina yang berlidah tajam.Seketika saja wajah Anesa memerah sorot matanya langsung menatap tajam kearah Evelyn menunjukan ketidak sukaan atas jawaban yang sudah diberikan Evelyn barusan.“Hei, aku tadi kan hanya bertanya, kenapa kamu menjawab pertanyaan ku marah-marah seperti ini?”Setelah itu dia memandang Rayyan, kemudian dia menatap Evelyn lagi.“Kamu bilang dia suamimu, tapi mengapa kamu tidak pernah memperkenalkan siapa dia kepada orang-orang disekitarmu? Apa karena kamu tidak menghormatinya atau jangan-jangan kamu sengaja menyembunyikan
Sementara itu Evelyn melepaskan genggaman tangannya pada Rayyan setelah mobil melaju. Dia menatap keluar jendela dengan kepala menunduk tanpa mengatakan apa-apa. Hatinya sedang diselimuti awan gelap. Mungkin tepatnya saat ini dia sedang merasa cemburu.Rayyan tidak mengerti kenapa Evelyn tiba-tiba kembali terlihat murung. Dia memijat alisnya pelan, tidak tahu alasan kenapa Evelyn murung dan tidak tahu harus bagaimana membujuknya.Suasana di dalam mobil itu begitu hening, Evelyn menekuk jari jarinya. Dia memikirkan tatapan mata Anesa pada Rayyan tadi. Rasa-rasanya Evelyn ingin sekali menelan perempuan itu hidup-hidup. Hatinya sangat membara sepertinya dia betul-betul terbakar cemburu.Tentu saja Evelyn tahu kalau itu bukan salah Rayyan, wajar saja rasanya jika pesona dan ketampanan dari seorang Rayyan Miga bisa memikat hati gadis-gadis yang memandangnya.Jika diperhatikan wajah Anesa tidak terlalu cantik. Tapi karena dia sangat pintar merawat tubuh dan merias wajah serta berpakaian bag
Mia hanya fokus membaca bagian kalimat awal tanpa membaca bagian bonus Arka yang akan dipotong, dia mendadak menjadi buta dan tidak bisa melihat bagian itu. Evelyn ragu-ragu, dia menggigit bibirnya sambil mengetik.[Mia, Aku ingin mengejar Rayyan. Apa menurutmu aku bisa?]Mia sedang mengetik ketika pesan itu terkirim, tapi beberapa saat kemudian dia memutuskan untuk mengirimkan pesan suara saja.Karena berada di tempat umum, Evelyn pun memutar pesan suara itu dengan volume suara rendah. “Aaa… Evelyn sayangku! Tidak aku sangka akhirnya kamu bisa tersadar secepat ini, dan memutuskan ingin bercinta dengan Rayyan!”Meskipun volumenya sangat rendah tapi karena suasana restoran sangat tenang dan sepi, maka tetap terdengar keras. Evelyn terkejut dan buru-buru mengecilkan volume suara ponselnya.Untung saja tidak banyak orang di sekitarnya saat ini, jika tidak, dia pasti akan melompat dari lantai 36 ini saking malunya.[Aku bilang, ingin mengejar, Mia…! Bukan bercinta dengan nya!][Tidak ada
Jujur sajak Robi tidak berani untuk mengungkapkan identitas Evelyn sesuka hatinya, tapi dia juga tidak ingin mengabaikan pertanyaan dan rasa penasaran karyawan yang sudah bertanya kepadanya, setelah cukup berpikir Robi membalas komentar yang ada di grup itu.[Dia adalah adik perempuan Manajer Arka.][Oh...]Semua orang di grup akhirnya mengerti, Manajer Arka dan Tuan Rayyan memang teman baik, jadi wajar jika Tuan Rayyan memperlakukan adiknya dengan baik juga. Beberapa asisten pria yang masih lajang mendadak menjadi bersemangat, menanyakan berapa umur adik manajer Arka.Mereka bahkan berkata bisa menunggunya beberapa tahun lagi jika saat ini adik dari Manajer Arka masih dibawah umur.Ingin rasanya Robi mengatakan jika mereka jangan terlalu berharap lebih, akan tetapi dia tidak tega menghancurkan harapan mereka itu, jadi Robi memilih untuk tidak membalas komentar itu lagi.‘Jangankan untuk menunggu beberapa tahun lagi, bahkan sampai kalian punya kesempatan untuk terlahir lagi kalian t
Arka menghela nafas, menarik wajah Amara dan mengusapnya."Semua orang tua, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaan putrinya. Tapi, sebagai anak, kamu juga tidak boleh membuat orang tuamu sampai bersedih. Jangan membebani mereka dengan keinginan kita." ucap Arka dengan sangat hati-hati."Aku tidak membebani mereka, Kak Arka. Aku hanya bertanya apa papa akan membantu kita? Papa jawab, tentu saja. Itu artinya papaku merestui hubungan kita!" sahut Amara, matanya membulat."Ah iya. Baiklah. Jangan marah lagi." Arka meraih kedua tangannya. Menatap wajah Amara yang mulai berseri kembali."Kita akan menikah kan, kak Arka?"Arka mengangguk lagi. "Iya. Kita akan menikah."Amara tersenyum senang. Menarik tengkuk Arka untuk mencium keningnya dan kembali memeluknya."Aku bahagia. Akhirnya kita akan menikah.""Amara!"Keduanya sama-sama tersentak saat mendengar suara seseorang memanggil nama Amara dan menoleh cepat ke arah yang sama.“Kak Rayyan?"“Rayyan?”Rayyan sudah berjalan ke arah merek
Hampir setengah harian ini Amara mengurung diri di kamar. Dia kecewa kepada Arka karena tidak memberi jawaban pasti padanya. Padahal kedua orang tuanya sudah menyetujui permintaannya, pamannya Azam pun begitu.Azura dan Arka sudah beberapa kali mengetuk pintu untuk mencoba membujuknya. Tetapi Amara tetap tidak mau membuka pintu kamarnya."Sebenarnya ini ada apa lagi?" Amar bertanya pada Azura.“Aku tidak tahu. Sepertinya Amara …. “ Azura menggantung kalimatnya, kemudian dia menoleh pada Arka yang ada di samping sana.Arka hanya bisa menunduk, dengan perasaan yang tidak nyaman. Dia sama sekali tidak pernah bermimpi jika harus terlibat dengan keluarga Brahmana seperti ini.Amar kemudian menatapnya dan bertanya,"Arka, apa kamu tidak ingin mengatakan sesuatu pada kami? Saya yakin jika kamu pasti tahu, penyebab kenapa Amara mengurung diri di kamar seperti ini?”Arka menghela nafas cukup panjang, kini dia melangkah dan duduk di hadapan Amar yang sudah duduk di ruangan tengah."Nona Amara …
Linda yang juga melihat siaran langsung pesta pernikahan itu tidak dapat menahan diri, seketika dia menyambar remote tv dan mematikan televisi itu kemudian melempar remote secara sembarangan.Dadanya bergemuruh ia benar-benar kesal lalu melangkah dengan cepat untuk menuju ke dalam kamar.Wajahnya terlihat menggerutu kesal, kini mereka sekeluarga hanya bisa merenungi nasib keluarga mereka yang sedang berada di ambang kehancuran.Dulu dirinya begitu sombong dan angkuh menganggap jika keluarga Limanto tidak satu derajat dengan status mereka, dan alasan ini lah yang menjadi dasar dia tidak merestui hubungan Evelyn dan putranya.Namun kini takdir mengubah segalanya. Perusahaannya bangkrut, kehidupan dan masa depan putra-putrinya tidak jelas arah tujuan, dengan keadaan yang seperti ini tentunya status mereka sudah sangat tertinggal jauh di bawah keluarga Limanto.Keadaan yang sama juga terjadi pada Tomi Lewis, saat ini ia juga sedang meratapi nasib di kantornya. Dia tidak peduli adanya siar
Tetapi untuk menyuruh Amara pulang, rasanya Rayyan tidak tega. Bukankah sejak dulu gadis itu sangat menginginkan pergi ke negara itu bahkan, Rayyan juga sudah jauh-jauh hari menyusun rencana dan menghabiskan waktu serta pikiran untuk mengurus semuanya demi bisa mewujudkan mimpi dari adiknya itu. Tapi baru saja berapa hari dia di sana, sudah akan disuruh pulang.Namun Rayyan kembali berpikir jika apa yang dikatakan oleh ayahnya semua benar, jika Amara di sana sendirian di sana pasti akan sangat mengkhawatirkan. Jadi pada akhirnya Rayyan memutuskan untuk menyuruh Amara pulang dan kembali ke sini.Mengenai Arka, tentu saja dia harus ikut pulang. Karena yang pertama tugas Arka sudah selesai dan yang kedua tidak ada yang perlu diawasi lagi oleh Arka. Kemudian mereka semua memang harus berkumpul di hari bahagia mereka.Rayyan pada akhirnya mengatakan iya ada ayahnya, kemudian dia segera menghubungi sekretaris Robi dan meminta Robi untuk segera mengatur kepulangan Amara dan Arka.Kabar renca
Sofyan bergegas untuk pulang ke rumah, rasanya ia betul-betul tidak sabaran, untuk memberitahu kabar gembira yang tadi baru saja dia dapat kepada istrinya.Tapi begitu dia sampai di rumah bukannya dia yang memberi kejutan untuk kabar kabar baik yang ada, justru dia sendiri yang disambut oleh senyuman lebar dari istrinya, belum sempat dia berkata atau bertanya Laras sudah menariknya menuju ruangan tengah.“Lihat, apa itu?” Laras menunjuk tumpukan hadiah. Mata Sofyan terbelalak melihatnya. Ia terkejut saat melihat begitu banyak barang-barang mewah yang tersusun di ruangan rumahnya.“Laras, itu semua kamu dapatkan dari mana?” tanya Sofyan, dia terheran-heran. Selama ini dia mengenal istrinya ini adalah sosok seorang wanita yang super pengiritan dan tidak boros, tetapi kenapa tiba-tiba banyak barang mewah di rumahnya?“Semua ini dari keluarga Brahmana. Tadi Nyonya Brahmana datang kemari dan membawa hadiah yang katanya semua ini adalah hadiah lamaran yang tertunda.”Sofyan tertegun, betap
Saat dia tengah termenung, perwakilan dari grup Brahmana itu sudah berada di depan pintu ruangan kerjanya, mengetuk pintu dan memberi salam dengan sopan."Pak Sofyan, apa saya boleh masuk? Saya adalah utusan dari, Tuan Rayyan.” tutur utusan itu sopan.Sofyan mendongak dan menatap ke arah wajah pria itu, dia merasa tidak asing lagi dengannya. Beberapa kali dia pernah melihat pria tersebut datang ke rumahnya. "Tuan Robi, bukan?"Pria itu tersenyum lembut dan mengangguk, "Iya, Pak Sofyan. Saya Robi, sekretaris utama perusahaan grup Brahmana. Saya datang kemari atas perintah Tuan Rayyan untuk membahas suatu hal dengan Anda.""Oh, mari silahkan masuk dan duduk," ujar Sofyan sambil mengajak Robi untuk duduk.“Sebelumnya kalau saya boleh tahu, kira-kira apa yang ingin dibahas oleh Tuan Rayyan dengan saya? Apakah ini masalah putri saya?” tanya Sofyan.Robi mengerutkan alisnya. "Oh, tentu saja bukan. Tidak mungkin jika masalah keluarga akan dibahas di kantor, bukan? Dan tentu saja tidak mungk
Tubuhnya sampai gemetaran handphone di tangannya pun hampir terjatuh, namun cepat-cepat diambil oleh Anesa dan memberikannya lagi pada Linda.“Kenapa bisa begitu? Kenapa kamu bisa kalah? Tidak mungkin kamu kalah, kamu hanya bercanda kan? Kamu ingin memberi surprise kepada ibumu kan? Ya ampun Revan, jangan seperti itu. Ibu nanti bisa jantungan loh.” Linda seperti masih kurang percaya, dia masih berharap jika Revan ini sedang hanya bercanda padanya dan ingin memberinya kejutan saja.Terdengar suara lesu dari Revan kembali, “Tidak Bu, Revan tidak sedang bercanda. Ini benar. Revan kalah, Bu, tidak bisa memenangkan proyek itu bahkan paman tidak bisa membantuku.”Emosi Linda kian tersulut nada suaranya kian tinggi, “Revan! Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu bodoh sekali,” belum selesai Linda memarahi putranya panggilan sudah dimatikan oleh sepihak.Linda terlihat benar-benar seperti orang linglung, dia menoleh pada Anesa yang menatapnya dengan cukup khawatir.“Ibu, ada apa? Apa yang dikata
Saat ini terlihat Laras masih membeku dan cenderung seperti orang linglung, Arumi menoleh ke arahnya, lalu bertanya pada Laras, "Besan kalau boleh aku tau, wanita itu siapa? Apa dia kerabat kalian?"“Dia itu … Eh bagaimana menjelaskannya ...." Laras tampak bingung untuk memulai menjelaskan, lalu dia berkata ragu-ragu, "Sebenarnya dia itu, Nyonya Lewis."Tanpa perlu dijelaskan lebih lanjut oleh Laras, Arumi langsung paham karena sebelumnya putranya memang sudah menjelaskan, dan Evelyn, sang menantu, juga sudah pernah sedikit bercerita tentang bagaimana mereka bertemu dan siapa bagian dari masa lalunya."Kalau begitu, mengapa tidak kamu perkenalkan saja besan kamu ini, pada mantan calon besan yang sombong itu!" Arumi berkata dengan nada sindiran."Eh, iya ...." Awalnya Laras terlihat takut namun setelah mendengar ucapan Arumi, wajah langsung ceria kemudian ia langsung menoleh pada Linda. "Nyonya Lewis, kamu tadikan sangat penasaran dengan suami Evelyn? Nah kebetulan sekali ini dia ibu
Pagi ini di kediaman Limanto. Mereka dikejutkan oleh kedatangan Linda dan Anesa. Awalnya mereka datang masih sedikit sopan, akan tetapi ketika Bu Linda mulai menanyakan dimana keberadaan Evelyn dan Arka, dan Laras menjawab jujur jika Evelyn sudah diboyong ke keluarga suaminya sedangkan Arka sedang berada di luar negeri dengan urusan bisnis, Linda mulai melihatkan ekspresi iri hatinya.Terlebih Linda mulai sadar jika saat ini dirumah itu hanya ada Laras dan Bibi Leni saja. Sedangkan pak Sofyan sudah pergi ke tempat kerja dan Nenek Limanto sendiri sudah kembali ke rumah sakit.“Laras, sebenarnya apa kalian sengaja ingin mempersulit kami ya? Atau memang kalian menaruh dendam pada kami karena batalnya perjodohan dua keluarga kita? Padahal jelas di sini, Evelyn sama sekali tidak dirugikan. Dia sudah bahagia. Kenapa kalian begitu kejam, membuat kami menjadi kacau! Apa sebenarnya yang kalian inginkan?”Laras mengerutkan keningnya, dia tidak mengerti dengan semua ucapan Nyonya Lewis ini.Kemu