Saat dia membuka mata, Rayyan telah menatapnya dengan lembut sambil memegang sebuah selimut. Rayyan hendak menyelimutinya, tapi belum sempat selimut itu menutupi tubuhnya tiba-tiba Evelyn sudah membuka matanya dengan ekspresi wajah yang sangat terkejut.“Apa aku sudah membuatmu terbangun?”Evelyn tertegun, menatap Rayyan.Kemudian Rayyan menyelimuti tubuh Evelyn hingga leher, menutup bahu, perut dan tubuh bagian bawah.Evelyn teringat pada mimpinya barusan. Rayyan yang tidak memakai baju dengan wajah yang merah dan penuh keringat panas yang mengalir dari dagunya.Wajah Evelyn langsung tersipu, kulitnya juga langsung memerah sepanjang leher hingga telinga. Bahkan tangan kecilnya pun tampak berwarna merah muda, dia mencengkeram erat selimut itu lalu menarik ke atas sampai menutupi separuh wajahnya, kemudian menggelengkan kepalanya perlahan.Melihat wajah Evelyn yang terlihat tidak biasa, Rayyan jadi merasa khawatir.“Kenapa wajahmu merah sekali? Apa kamu sedang sakit?” Tanyanya sambil m
Ruangan CEO, lantai 65, di gedung perkantoran Group Brahmana.Robi saat ini baru saja selesai melaporkan opini publik di internet pada Rayyan. Saat dia akan keluar dan berbalik, dia melihat Arka yang menerobos masuk dengan raut wajah penuh emosi.Padahal dia masih mengenakan kartu karyawan dan tangannya juga masih menggenggam secangkir minuman.“Manajer Arka.. Manajer Arka! Ada apa?” Melihat kondisi amarah Arka yang tengah meledak-ledak, Robi pun siap menghentikan Arka, tapi dia malah didorong sampai terpental menabrak pintu. Robi hanya bisa mengumpat dalam hati, “Dasar bawahan tidak tahu malu!”“Rayyan! Bajingan kamu!” Arka langsung melemparkan cangkir di tangannya dengan marah ke tubuh Rayyan.Rayyan yang masih duduk di kursinya hanya diam tanpa perlawanan. Dia membiarkan Cangkir itu mendarat di dadanya, menyebabkan air yang ada di dalamnya tumpah membasahi seluruh tubuhnya, sebelum akhirnya Cangkir itu jatuh ke lantai dengan keras hingga hancur berkeping-keping .Robi jadi terkej
Sementara itu di villa bunga mawar,Entah mengapa Evelyn merasa sia-sia mengambil libur selama seminggu ini. Jadi setelah beristirahat sepanjang pagi, akhirnya dia kembali ke kampus di sore hari.Para mahasiswa juga membicarakan tentang berita yang tersebar di internet. Beberapa ada yang tidak percaya sampai konfirmasi langsung pada Evelyn pas jam kelas selesai.Sebelum Evelyn sempat menjawab, suara tidak senang dari Mia sudah terdengar lebih dulu. “Itu bukan urusan kalian semua. Jangan kepo!”Mia memang satu tahun lebih tua dari mereka keluarganya kaya dan dia juga memiliki peran penting di kampus ini, jadi tidak ada yang berani menyinggungnya. Mereka semua langsung mencari alasan untuk melarikan diri ketika melihatnya masuk.“Mia..!” Evelyn tersenyum tipis saat melihatnya.Mia berjalan ke arahnya dan duduk. Kemudian berkata dengan nada menggoda,“Luar biasa. Evelyn berani pergi ke luar negeri untuk mendaftarkan pernikahan!”“Mereka tidak tahu, kamu juga tidak tahu! Aku dan Rayyan me
Evelyn dan Rayyan jarang bertemu setelah mereka kembali dari Irlandia. Evelyn tidak tahu bagaimana harus menghadapi Rayyan sejak menyadari dirinya telah tertarik pada pria itu.Apalagi setiap melihat Rayyan dia tidak bisa menahan diri untuk tidak memikirkan mimpi erotis yang berhasil membuatnya begitu malu.Sebagai orang yang cerdas, bagaimana mungkin Rayyan tidak tahu kalau Evelyn sengaja menghindarinya. Gadis itu selalu membuat alasan untuk tidak sarapan atau makan malam bersama dengannya, Evelyn sengaja berangkat lebih awal dan pulang terlambat agar tidak bertemu dengannya.Rayyan juga memikirkannya dengan hati-hati, tapi tetap saja dia tidak tahu apa yang membuat Evelyn bersikap seperti itu padanya. Selain itu, ada banyak hal yang terjadi di perusahaan selama dua hari ini, jadi dia menyampingkan masalah itu dulu untuk sementara waktu.‘Jangan gerasah-gerusuh, jika suatu hari nanti kamu menghadapi masalah tentang wanita.’ Rayyan mengingat semua pesan yang perna diucapkan kakek untu
Wajah Evelyn terasa merona, tubuhnya mendadak membeku.Rayyan kemudian mengusap dahinya, “Sepertinya kamu memang demam. Kepala pelayan, tolong ambilkan kotak obat.”Kepala pelayan pun bergegas mengambil kotak obat. Rayyan membimbing Evelyn yang di tengah menunduk ke sofa ruang tamu.Dia semakin khawatir saat melihat pipi Evelyn yang memerah.Kepala pelayan dengan cepat kembali sambil membawa kotak obat dan menyerahkan termometer air raksa kepada Rayyan.“Sebaiknya dicek dulu, Tuan.” Katanya.Rayyan mengangguk, mengguncangkan benda itu dua kali lebih dulu. Dia merasa ragu untuk sesaat, sebelum akhirnya menatap Evelyn.“Letakkan di bawah ketiakmu.”Dengan pandangan yang masih menunduk, Evelyn lalu mengambil termometer itu. Hari ini dia mengenakan sweater berwarna kuning, dengan kerah yang sempit. Jadi tangannya tidak bisa menjangkau lebih dalam dan hanya bisa menyelipkannya sedikit di ujung ketiak saja.Ketika sedikit bagian ujung dari bajunya terangkat, sebagian kulit putih dan mulusn
Rayyan berjalan ke arah wastafel dan membuka lemari barang yang ada di sebelahnya, pria itu kemudian melihat pengering rambut berwarna biru.Setelah mengambilnya dia berbalik dan melihat banyak pakaian yang tergantung di sana. Dan yang paling mencolok adalah Bra berwarna merah muda dan celana dalam berwarna senada yang tergantung.Setelah tertegun sejenak, Rayyan tiba-tiba mengerti alasan kenapa tadi Evelyn tidak membiarkannya masuk, ternyata bukan karena marah, tapi karena malu.Rayyan mengusap bagian tengah alisnya, bibirnya mengulas senyum tak berdaya. Dia keluar dan langsung melihat gadis yang sedang sakit itu sedang membenturkan kepalanya di dinding dengan pelan. Terlihat konyol sekaligus sangat menggemaskan.Evelyn benar-benar tenggelam dalam perasaan malunya, sampai tidak sadar kalau Rayyan sudah keluar dia masih membentur-membenturkan kepalanya di dinding berulang kali.Tapi detik berikutnya dahinya tiba-tiba saja menempel di sesuatu yang hangat dan lembut.“Hah!”Evelyn mendo
Pagi hari ketika Rayyan sudah berada di kantor, dia mendapatkan pesan dari Amara. Yang mengatakan jika dirinya kangen dan ingin bertemu sebentar saja. Jadi pada saat ada kesempatan waktu, Rayyan pun pulang ke kediaman Brahmana.Baru saja langkah kakinya masuk sebelah di pintu, Rayyan sudah di serbu oleh para wanita penghuni rumah itu. Yang paling depan adalah Arumi tentunya.Tetapi belum sempat Arumi mengeluarkan kata-kata, Wulan sudah terlebih dahulu mendahului.“Tarik dia dan suruh dia memberi penjelasan pada kita. Jangan biarkan dia kabur!”“Nenek, aku tidak akan kabur. Tenanglah.” Rayyan dengan santai melangkah kan kaki untuk menuju ke arah anak tangga.“Aku harus menemui Amara dulu, setelah itu baru aku memberi kalian penjelasan.”Tiga wanita di bawah tangga itu, hanya bisa bengong menatap langkah lebar Rayyan yang menuju kamar Amara.Beberapa kali mengetuk pintu barulah pintu terbuka. Amara masih terlihat pucat, dia juga masih harus minum obat rutin dan juga dikontrol secara rut
Rayyan pun akhirnya berdiri, dia menatap Ibunya dengan tatapan yang hangat lalu dia berbicara dengan nada santai,“Sudah kukatakan tadi, ada beberapa alasan yang belum bisa aku ceritakan pada kalian. Jika waktunya sudah tepat, maka aku akan membawanya pada kalian. Tenang saja, saat kalian melihat gadis itu pasti tidak perlu waktu lama untuk kalian akan langsung menyukainya. Baiklah, masih banyak pekerjaan. Aku harus pergi dulu.”Rayyan bahkan tidak menyambut tangan Ibunya atau memeluk dan menciumnya seperti anak lain memperlakukan Ibunya, Dia malah berbalik dan mengambil tangan neneknya, mencium dengan takzim memeluk dan mencium keningnya.“Nenek, aku pergi dulu ya?” Setelah mengatakan itu Rayyan melirik Ega sebentar.Ega hanya mengangkat kedua alisnya seperti berkata jika dia akan selalu memberi dukungan padanya.Selama ini pendapat Ega dan Azam memang berbeda. Jika Azam masih sering khawatir dan berhati-hati dengan Rayyan, tetapi justru Ega selalu percaya pada Rayyan dan selalu meng
Mereka paham akan maksud dari ucapan Amara, mereka juga mengerti kegelisahan yang Amara rasakan.Pada akhirnya Amar pun menepuk pundak Arka, “Ada baiknya memang seperti itu Arka, kamu tidak keberatan kan, atas permintaan Amara?”Arka mengangguk, “Ya, Paman. Jika itu permintaan Amara, aku pasti akan menurutinya.”Amar kemudian keluar, dia menemui pihak rumah sakit untuk mengutarakan niatnya. Dokter tidak mempermasalahkan itu dan mengizinkan. Beberapa orang juga pernah melakukan hal yang sama seperti yang akan mereka lakukan. Menikah di rumah sakit, karena saat salah satu dari pasangan dari mereka kritis. Bahkan ada yang meninggal setelah mereka menikah. Dokter mengerti dan tidak mempersulit semua itu.Amar menghubungi Rayyan dan mengatakan hal ini. Lalu Rayyan menghubungi mertuanya dan menyampaikan apa yang dikatakan Amar.Siang ini di ruangan rawat inap tempat dimana Amara dirawat, nampak ramai orang. Tetapi mereka masih tetap menjaga ketenangan dan jarang yang berbicara. Sekali berbi
Evelyn menceritakan semuanya tentang kakaknya. Laras bukan tidak khawatir, dia bahkan menangis membayangkan jika hampir saja dia akan kehilangan putra satu-satunya milik mereka.Arka menoleh pada Azura, calon ibu mertuanya itu mengangguk. Dan mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh ibunya. Akhirnya Arka pun menurut.“Baiklah Bu, aku akan pulang.” Pada akhirnya Arka pun berpamitan pada Azura dan Amar untuk pulang dahulu.Ketika dia memasuki pintu, Laras dan Sofyan sudah berdiri menunggunya. Laras menatap putranya itu berjalan dengan lesu ke dalam rumah dengan wajah yang kusut dan pucat. Penampilan Arka sangat berantakan. Tetapi wajahnya tersirat sebuah kedewasaan. Jauh berbeda dengan Arka sebelum ini. Hati Laras sakit rasanya melihat keadaan putranya seperti itu. Langsung berlari dan memeluk Arka serta menangis tersedu-sedu.“Arka, jangan khawatir lagi. Semua akan baik-baik saja. Cinta kalian pasti akan bersatu.”Arka mendorong lembut tubuh ibunya kemudian mengangkat dagu
Pintu ruangan dimana Amara dirawat terbuka, beberapa suster masuk dan hanya memerlukan waktu sekitar dua menit, mereka sudah keluar dengan mendorong tubuh Amara.Semua orang mengikuti, namun langkah mereka harus terhenti ketika pintu ruangan operasi tertutup, menyisakan cahaya lampu halogen dan lampu LED yang sinarnya menembus kaca jendela. Tapi itu hanya beberapa detik saja, cahaya lampu di dalam ruangan itu menghilang karena tirai jendela telah ditutup dengan rapat.Amar merengkuh tubuh Azura dan membawanya ke ruang tunggu, sementara Rayyan merengkuh tubuh Arka dan membawanya ke ruangan tunggu juga, Rayyan memperlakukan Arka seperti memperlakukan anak kecilnya saja, bahkan dia melupakan istrinya yang bengong melompong melihat suaminya yang bukannya merengkuh dirinya justru malah merengkuh kakaknya.Sejenak Evelyn tertegun kemudian dia langsung tersadar. Dia ikut menyusul mereka dengan berlari kecil, lalu duduk di samping Arka.Dia segera memeluk Arka kembali, menyisihkan tangan Ray
Suasana kembali hening. Kembali tidak ada suara dari mereka, kembali tidak ada yang beranjak dari tempatnya. Mata mereka hanya terfokus pada satu titik saja yaitu ke arah dimana Dokter membawa Arka.Ingin rasanya mereka berlari menyusul kemudian berteriak memanggil Arka. Namun mereka menahan keinginan itu dengan sekuatnya. Bahkan cenderung dengan berat hati hanya bisa pasrah menghargai keinginan dan pengorbanan Arka.Sambil terus menekan dadanya, membayangkan apa yang sedang dilakukan para Ahli medis di dalam sana pada tubuh Arka. Membelah dadanya dan mengeluarkan jantungnya hidup-hidup? Atau Arka di bius dulu hingga mati kemudian diambil Jantungnya?Semua orang hanya bisa membisu ngeri dan menahan sakit dalam hati.Hingga beberapa saat lamanya, di tengah-tengah ketegangan yang meraja, seorang perawat berlari mendekati mereka. Semua berdiri."Tuan Rayyan, Dokter memanggil Anda. Mari silahkan ikut saya.""Aku ikut." Evelyn cepat ikut bangun."Mohon maaf Nyonya. Hanya Tuan Rayyan saja.
Suasana semakin Pilu dan terasa sangat mencekam saat Arka menandatangani surat itu.Tidak ada yang tidak mengeluarkan air mata. Pengorbanan Arka saat ini sungguh tidak bisa dikatakan main-main. Arka akan menyerahkan jantungnya untuk kelangsungan hidup Amara. Dia akan mati, demi Amara bisa hidup."Ikut lah bersama kami." Dokter melangkah. Arka mengikutinya."Kak Arka!" Evelyn yang sejak tadi membeku kini tidak bisa lagi menahan diri. Dia memanggil Arka sambil menarik lengannya.Arka menghentikan langkahnya kemudian dia menoleh.“Kak Arka, apa kamu akan meninggalkan kami?”Arka membalikkan badannya dia menatap lekat wajah adiknya yang teramat ya sayangi itu. Kemudian tangannya terulur untuk mengusap air mata Evelyn ini yang sejak tadi sudah membasahi pipinya.“Kak Arka tidak pernah pergi. Kak Arka akan tetap ada di hati kalian.” Dia meraih kedua tangan Evelyn kemudian menggenggamnya dengan erat.“Evelyn dengarkan kakak, tanpa Kakak, kamu akan tetap hidup lebih baik asalkan ada Rayyan di
Tidak perlu menunggu waktu lama, seseorang yang dihubungi oleh Rayyan itu langsung mengangkat panggilan teleponnya.[Robi, segera mungkin hubungi semua tim kita, untuk bergerak keseluruh rumah sakit atau kemana saja untuk mencari seseorang yang bisa mendonorkan Jantungnya untuk Amara. Berapapun harganya, kita akan membayarnya! Dengar berapapun, itu aku tidak peduli!]Tanpa bertanya, Robi sudah paham dengan maksud dari perintah yang diutarakan oleh Rayyan dan cepat mengiyakan.Baru saja Rayyan mengakhiri panggilannya, Seorang Perawat masuk dan berseru."Dokter! Nona Amara kritis!"Tanpa bertanya, Dokter pun segera berlari menyusul langkah perawat itu yang dengan sigapnya disusul juga oleh yang lainnya.Dokter segera masuk ke dalam ruangan tempat Amara berbaring."Amar, kondisi Amara, Putri kita memburuk! Dia tidak sadarkan diri lagi!" Azura langsung menubruk tubuh Amar dan menangis histeris saat sang suami muncul di hadapannya.Amar cepat membawa tubuh Azura ke luar ruangan mengikuti i
Sudah hampir tiga jam lamanya, Tim medis dari rumah sakit ternama di kota mereka itu menangani Amara di ruangan ICU.Saat ini, Rayyan dan Evelyn sudah berada di rumah sakit, Amar yang sudah menghubungi mereka. Saat Rayyan mendapatkan kabar jika kondisi Amara kritis seketika saja ia langsung membawa serta Evelyn untuk bergegas menuju rumah sakit.Mereka sempat tidak percaya dengan berita yang mereka dengar, karena baru beberapa jam yang lalu suami dari Bibinya itu baru saja mengabarkan jika kesehatan Amara sudah membaik, bahkan hari ini Amara sudah dinyatakan boleh pulang ke rumah dan menjalankan berobat jalan saja.Akan tetapi semuanya terasa seperti mimpi, mendadak kondisi Amara menjadi kritis seperti saat ini. Semua orang dipenuhi rasa kekhawatiran. Menatap penuh harap ke arah pintu ruangan ICU tempat Amara sedang ditangani secara intensif oleh tim medis.Tak ada satupun suara yang terdengar, mereka hanya terdiam dan memanjatkan doa didalam hati mereka masing-masing. Hingga akhirnya
Epilog.Pagi-pagi, Amar dan Azura sudah terlihat melangkah menuju ruangan dimana Amara dirawat dengan wajah penuh ketenangan."Pagi sayang!" Azura menyapa berbarengan dengan membuka pintu ruangan."Pagi Mama, Papa." Amara menyambut dengan mata yang berbinar bahagia.Mata Azura langsung fokus pada tangan Arka yang sedang menyisir rambut Amara.'Wajar saja kalau Amara jatuh cinta pada pria itu. Dia begitu perhatian.' batinnya.Arka cepat mengangguk pada mereka berdua lalu kembali pada rambut Amara. Dia mengikat rapi rambut Amara keatas. Kemudian segera beranjak untuk menyisih."Bagaimana keadaan Amara, Arka?" tanya Amar pada Arka."Kata Dokter, aku sudah diperbolehkan pulang hari ini, Pa!" seru Amara.Amar tersenyum. "Papa sudah tahu. Dokter sudah menelpon Papa semalam, jika pagi ini kamu sudah boleh kembali ke rumah.""Paman, kalau begitu aku akan segera mengurus administrasi dulu." ucap Arka.Amar mengangguk."Kak Arka, kamu mau kemana?" tanya Amara."Arka harus mengurus biaya adminis
Hari ini, Amar menepati janji.Sepulang dari menjenguk Amara di rumah sakit, dia langsung menghubungi Rayyan untuk membahas rencana persiapan pernikahan Amara dan Arka.Rayyan pun segera datang bersama dengan Evelyn ke rumah besar keluarga Brahmana untuk membahas hal ini di sana.Setelah mereka berdiskusi akhirnya mereka memutuskan untuk mengunjungi rumah orang tua Evelyn yaitu kediaman keluarga Limanto. Sebelum menuju rumah orang tuanya tidak lupa Evelyn memberi kabar pada ibunya supaya Ayahnya jangan dulu berangkat kerja, agar saat mereka tiba di kediaman keluarga Limanto, sang Ayah masih berada di rumah karena keluarga Brahmana akan datang ke sana.Laras tidak tahu apa yang akan mereka bahas, Dia mengira jika keluarga besar Brahmana hanya mengunjungi mereka sekedar untuk bersilaturahmi saja.Jadi dia pun memberitahu suaminya agar jangan pergi dulu ke kantor.Ketika semua orang sudah berkumpul di ruangan tengah kediaman keluarga Limanto, Laras dan Sofyan sedikit terkejut karena yang