Selamat membaca."Ku mohon!" Aku menangis menatapnya. "Lepaskan aku. Ba-baginda!" Aku berjalan mundur, berharap pada pria itu agar tetap diam di tempatnya tak mengapa aku. Tak menahanku.***Tetapi ku dapatkan adalah rasa sakit. Ia menarik rambutku ke belakang dengan kasar. Sampai membuat aku tersungkur di tanah. Hiksss! "Sakit. Jangan sembuhkan!" Mataku membelalak dengan lebarnya saat luka pada kaki dan tanganku mulai membaik dengan sendirinya. "Ba-baginda….""Ku bilang tetap hidup! APAKAH SULIT EMABELL?!" Aku ketakutan. Dia mencekik leherku dengan satu tangannya, sedangkan tangannya yang lain menarik kuat rambutku ke belakang. "KAMU MENCINTAIKU!" tekannya. aku menggelengkan kepalaku sambil tersedu-sedu. Menelan Saliva, menahan sakit, mencoba untuk bernafas saat melihat Baginda sebagai neraka yang hidup. "IYA. KAMU MENCINTAIKU!""Ba-baginda!"Ribuan getaran tak bisa ku jelaskan dari suaraku yang semakin parau. Air mata ini, menghangatkan pipiku. Bibirku gemetar, sulit untuk bicara.
Selamat membaca.Remuk.Aku menangis di tepi kasur sembari memeluk kedua lututku, menatap melemas ke arah jendela yang membawa sinar matahari masuk ke dalam. Menembus beberapa bagian tubuhku samar-samar. Dengan Dress indah pilihannya."Tak ingin kehilanganku, tetapi menyakitiku."Tangan kekarnya mengelus wajahku yang tutupi helai rambut dengan lembut, menatapku dengan tatapan merasa bersalah—tetapi terus mengekangku dengan statusnya. Serta menolak pilihanku. Aku tidak sembuh, aku semakin sakit. Begitu pula dengan dunia ini!"Kamu menginginkan kedamaian, tetapi menentangku!" balas Baginda dengan nadanya yang lembut, seolah tak peduli pada tubuhku yang dibuatnya seperti malam yang harus selalu ku ingat. "Lihat, kamu tidak lemah. Jadi berhentilah memperlakukan dirimu lemah Emabell!"Aku marah pada setiap perkataannya yang terdengar seperti sebuah perintah, yang tak boleh ku tolak. Karena akibatnya bisa sangat fatal. "Kamu mengerti Emabell?""Ya. Baginda."Kamu berhasil membuatku tak berd
Selamat membaca.Malam itu, ketika semuanya terasa baik-baik saja. Telah diperbaiki, saling memaafkan dan melindungi dalam diam. Istana tiba-tiba saja diserang oleh pihak tak di kenal.BRAK! Pintu didobrak, dan menampakan Sirrius dengan sabitnya. Menatap ke arahku dengan tatapan tak peduli. "Pergi, selagi memiliki kesempatan?""Kau ingin membunuhku? Sayangnya aku tidak boleh mati ditempat lain!" Tegasku menatapnya dengan tatapan setengah takut, setengah berani—sebab Baginda menyuruhnya melindungiku, tetapi dia malah…tunggu! "Apa ini rencana B yang dimaksud?"Dia tersenyum sinis. "Selamat Anda benar. Tetapi berkatmu, Baginda harus melawan kaumnya sendiri. Bangsa Utara. E.ma.bell!" dia tersenyum sinis padaku. "Lihatlah bagaimana kamu memulai kehancuran!""Sekarang pergilah!"Tetapi jika aku pergi. Maka konsekuensinya Sirrius akan mendekat di penjara bawa tanah atas dasar ketidaksetiaan. Dan aku tidak ingin itu terjadi. Aku tidak suka ini, para tetua itu…ceroboh sekali."APA YANG KAU PIK
Selamat membaca.Tiga hari, saat salju mulai turun bersama dengan amarah Baginda yang bercampur menjadi satu. Bahkan daerah yang harusnya tak bersalju, malah kedatangan tamu tak diundang, angin dari Utara bertiup membawa segala murka dan kesedihan Baginda.Aku berhasil melepaskan diri dari Utara, tetapi aku tidak berhasil membuat Killian tetap hidup. Meski berbohong dia bohong, aku sudah mengetahuinya jauh sebelum ia mengatakan yang sebenarnya."Wah, kau sudah gila Emabell!" ucap Nike, sembari menggelengkan kepalanya menatap ke arahku yang diam menatap ke arah pegunungan Utara yang masih sama, dari tempat yang sama. Jembatan yang menghancurkan dunia, beribu-ribu tahun yang lalu."para tetua dari Utara mengecualikan Clossiana Frigga dari kuasa yang mulia Darka dengan syarat kalau mereka tidak akan menyentuhmu. Tapi aku tidak tahu, kalau akan sekacau ini!"Aku tersenyum padanya. "Kau benar-benar gadis yang tidak bisa diatur.""Benarkah?" tanyaku. Nike menganggukan kepalanya sebagai jawa
Selamat membaca."BI…"BYURRR!Aku membulatkan mataku dengan lebarnya saat melihat ekspresi bibi, tersenyum padaku setelah mendorongku? Kenapa? Bukankah tadi bibi bilang mau membantuku?!Aku mencoba untuk mengayunkan kakiku, aku ingin berenang kembali ke permukaan tetapi mengapa? Hatiku mengatakan kalau ini benar, tetapi tidak dengan otakku. 'aku tidak mau kembali lagi ke Utara' pikirku, mencoba mengerjakan kakiku untuk berenang. Sampai….'tidak!' arus dari mana ini? Membawaku melayang-layang dalam air, berputar-putar sampai rasanya paru-paruku kini terisi penuh oleh air dan tenagaku perlahan menghilang—membiarkan tubuh ini terombang-ambing sebelum kegelapan menyapaku.***Beberapa saat kemudian, aku berhasil membuka mataku tetapi aku. Masih berada di dalam air, di atas terumbu karang bernafas! Tetapi tak bisa bicara? Tak bisa berpikir jernih. Seolah ada pelindung di sekitarku yang memberikan oksigen.Dari bawah sini semuanya tampak nyaman, aku bisa melihat matahari yang menyinari lau
Selamat membaca.Sudah lewat seminggu, sejak pertama kali aku datang di kerajaan ini. Irlanga yang membuatku merasa hidup. Orang-orangnya juga ramah dan baik, kebanyakan dari mereka menghabiskan hidup di dalam air. Menjaga agar para hewan laut jahat tak merusak ekosistem bawah laut mereka, dan katanya lagi laut Irlanga melindungi setiap makhluk hidup yang tinggal dan yang jatuh."Jadi air di kerajaan ini hidup?"Aku menyentuh air yang hanya air biasa, tak bergerak dan tak bicara. Duduk di tepian, bersama dengan Edanosa. Satu-satunya teman yang kumiliki di kerajaan ini. "Bagaimana cara membedakannya?!" ucapku bingung karena setiap hulu sungai saling sambung menyambung. Mengerutkan keningku bingung, aku masukkan tanganku ke dalam air. Tapi tak ada yang berbeda. "Aneh!'"Itu namanya keajaiban, muncul di waktu kamu membutuhkan saja guru." Dia menatapku dalam. "Mau berenang? Melihat tumbuhan obat?!""Tidak mau.""Kenapa?""Kalau aku tiba-tiba terbawa arus bagaimana? Masih untung bisa terda
Selamat membaca.Aku menunggu. Tetapi pria itu tak kunjung datang, aku marah karena dia tidak menepati janjinya. Meski hanya seorang manusia biasa, Edanosa begitu menghornatiku. Dan tak pernah sekalipun ia bermain dengan pikiran kotor akan diriku. Dia tak ingin memanfaatkanku, dia hanya ingin berteman denganku—dan itu adalah hal yang membuat aku bertanya-tanya, tentang bagaimana orang-orang memandangnya. Di pasar. Meski seorang pangeran, Edanosa tak mendapatkan sapaan. Semua orang hanya membukukan badan mereka hormat. Tapi aku tak melihat rasa takut? ***Di penginapan. "Aku akan pergi ke istana, mungkin dia menungguku disana." Aku berbicara pada ibu penginapan yang terlihat cemas. Pasalnya, hari sudah malam dan keluar tanpa seorangpun. "Tenang saja, aku tahu dunia ini berbahaya. Bagi orang sepertiku, tetapi aku masih mempercayai keajaiban Irlanga lebih dari apapun. Sama seperti di dasar laut, di darat pun Irlanga akan melindungi siapapun yang membutuhkan pertolongan."Ibu itu tiba-t
Selamat membaca.Tidak ada pilihan. "Maaf Baginda!" ucapku sembari mengerutkan keningku ke atas menatapnya dengan mata yang berbinar, menahan air mata yang sebentar lagi akan jatuh bersama dengan perang yang akan pecah karenaku. "Aku tidak bisa kembali ke Utara!" Sambungku."Kalau begitu kapan?""Eh?" Aku menggelengkan kepalaku ringan, alisku masih saling bertautan. Menatap mata Baginda dalam-dalam. "A-aku tak punya waktu untuk memikirkan hal itu!" jawabku jujur karena waktu mulai habis, dan aku masih tidak tahu kapan aku akan meninggal dan dimana tubuhku akan dimakamkan nantinya.Ini tidak akan berhasil. Aku mengenal Baginda, dia selalu punya cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Tapi sekarang bukan waktunya untuk mengalah, aku harus kuat.Tangannya turun ke bawah. Dan tepat saat itu juga, beberapa orang dengan pakaian serba putih masuk yang semakin lama, semakin banyak. Mereka mengepung setiap tempat, dari sini. Aku bisa mencium aroma darah. Tetapi dari ekspresi pangeran yang