Selamat membaca."ABELL!"Rubia menahan serangan Abell, temannya dengan mata sendu. Saling adu kekuatan dan juga perasaan—tetapi Abell sudah seperti orang yang kerasukan setan. Matanya bahkan tak merespon tatapan berair Rubia. "Ku mohon, sadarlah!""Ini bukan kekuatan Gazelle. Di roh pelindung tanah Gazelle, roh yang menyerang hati yang lemah!" Almosa menjelaskan.Sedangkan Sirrius yang tampak terengah-engah paham, kalau Emabell pasti tahu apa yang Bagindanya pikirkan. Dan apa yang akan terjadi hari ini.Semua mengepalkan tangannya kuat, sebab dendam Emabell tercipta bukan karena orang lain. Tetapi karena dirinya sendiri—ketidakberdayaannya mengendalikan keinginannya dan mengorbankan orang lain membuat Emabell membenci dirinya sendiri dan rela melakukan apa saja demi tujuan besarnya.Mereka akhirnya mengerti."Lalu apa yang harus kita lakukan? Membunuhnya, atau menyelamatkannya?!" Tanya Damor mulai emosi karena racun bahkan tak bisa menyentuh Abell. Sosok yang tercipta karena Emabell.
Selamat membaca.Awalnya, terikat dengannya adalah sebuah kutukan. Adalah sebuah hukuman yang tak pernah berhenti mengejar, tidak ada rasa suka dan tidak cahaya. Tetapi waktu mengubahnya menjadi ribuan berkat dan anugerah yang luar biasa. Mengenalnya adalah sebuah keberuntungan yang mungkin tak akan datang untuk kedua kalinya.Mengingat ia selalu ada disaat sedih, dan selalu menopang di saat hati dan pikiran tidak sejalan. Tanpa sadar, aku telah memilihnya menjadi milikku cintaku, Bagindaku. Kehidupanku."Bukan berarti kau bisa melakukan semuanya sendiri karena tidak memiliki alasan berada bersama denganku Emabell." Baginda melirikku yang tenggelam dalam pikiranku selama beberapa saat yang lalu.Dalam gendongannya, aku tersenyum tulus. "Kau benar kita tidak terikat lagi…."Ehem. Almosa berdehem, maju selangkah tetapi tidak melewati batas kelancangan. Lalu ia berkata, "maaf menyela, tetapi yang saya lihat. Kalian terikat dalam darah, raja dan ratu. Hanya tidak dibenarkan secara hukum d
Selamat membaca."Mereka datang!"Matahari Bahkan belum terbit, tetapi ada nyawa yang tidak pernah berhenti mengintai. Bahkan tak berkedip sedikitpun meski terkena angin.Aku sudah bangun dan sekarang berada dalam pelukan Baginda, dia bahkan tak ingin melepaskanku atau membiarkan aku yang lemah ini bersembunyi.Dan ketika ribuan bayangan tampak begitu jelas di langit dalam jarak yang cukup jauh, tetapi mendekat dengan kekuatan luar biasa yang membinasakan. Aku menelan salivaku kasar—sekarang, aku sudah tidak punya kekuataan apapun lagi.Namun saat mereka semakin mendekat. Muncul gerbang di tengah-tengah awan, seperti ada portal penghubung. Lalu dari atas sana, keluarlah mahkluk-mahkluk seperti kuda dengan sayap hitam dan badan hitam perkara. Mata kuda-kuda itu menyala seperti nyala api.Jumlah yang fantastis. Aku merinding. "Ba-baginda…." Sadar kalau kekuataan itu berasal dari Baginda. Matanya dan mata kuda-kuda itu, semuanya sama. Berlari seperti tornado, menembus pasukan yang sedan
Selamat membaca.Esok. Seperti telah menghilang, ketika mata penuh dengan air mata. Pandanganku membuat memburam, hatiku sakit. Seperti waktu telah usai…sama seperti saat itu. Aku menjadi alasan kuat hilangnya orang-orang yang ku cintai."Baginda,"Hanya bisa menyebut namanya tanpa tahu apa yang ia pikirkan. "Mengapa kau tersenyum begitu padaku?" Tanyaku, marah melihat darahnya mengalir di tanganku sendiri. Seakan ada ribuan penyesalan yang coba kuungkapkan dalam diam.Aku kalah. Lagi. Baginda…."Tidak apa-apa. Emabell, mau berjanji padaku?""Tidak.""Hei."Ia mengelus wajahku dengan tangannya yang kasar karena sebuah pedang penuh kekuataan yang ia ayunkan beberapa saat yang lalu. Untukku, untuk Utara dan yang ia dapat adalah pengkhinatan."Emabell, tunggulah aku. Bertahanlah sebentar saja…."Bagaimana, bagaimana dia bisa berkata begitu saat Racun Damor menyebar pada seluruh darahnya. Dan tidak ada obat, sebab aku tidak sakit. Jadi, apakah aku akan membiarkan Baginda pergi. Haruskah?
Selamat membaca."DIA TIDAK PANTAS MEMILIKIMU!"Entah hanya perasaanku atau bukan, tapi daratan yang saat ini kupijaki. Seakan berubah warna, menjadi sangat kelam. Bersama dengan tanaman dan hewan-hewan yang juga berubah menjadi lebih menyeramkan dari sebelumnya.Aku juga tidak bisa melihat apapun. Hanya kamu, Baginda.Kak Tara menarik lenganku kasar, membuatku bangkit. Menjauh dari Baginda. "Emabell bukan ini yang kuinginkan."Mataku berkaca-kaca, dan alisku mengkerut ke atas. Mengecap bibir. Aku berkata, "ini adalah janji yang ku buat untuk mendapatkan kedamaian. Setiap malam kak, setiap malam. Bahkan sebelum mengenalnya pun janji ini sudah.""Emabell….""Aku akan memberikan segalanya demi mendapatkan impianku. Kak…aku memiliki memiliki banyak kesalahan. Ini juga kesalahan, tapi untuk menyesal…." Aku menggelengkan kepalaku sembari tersenyum pada kak Tara. "Aku tidak akan menyesalinya."Kak Tara terkejut. Sama terkejutnya dengan Vardiantura, dari jarak 10 kaki. Vardiantura menatapku
Selamat membaca.Di sungai Clossiana Frigga yang terhubung langsung dengan laut utama Rulyria. Aku akhirnya bisa menyentuh air tanpa sembunyi-sembunyi lagi, ini adalah kehidupan yang aku inginkan tapi mengapa. Semuanya berbeda saat tidak ada kalian.Tap!Tap!Tap!Suara langkah kaki mendekat. Dan mataku sontak melirik ke arah samping tapi tidak menoleh pada sumber suara VARDIANTURA. Aku tahu, itu pasti dia."Kau marah pada Edanosa? Kau menantangnya Emabell.""Tidak.""Lalu?""Aku hanya bercanda."'hah' ku dengar ia menghembuskan nafasnya kasar. Meratapi sikapku yang sepenuhnya berubah dari kata seorang manusia—tapi inilah kehidupan. Jika bukan orang yang kau cintai, maka maka waktulah yang akan mengubahmu."Dan sejak kapan, candanya seorang Emabell. Berubah menjadi kata-kata jahat yang penuh penyesalan." Jelasnya—itu pasti aduan Rubia."Penyesalan?" Ulangku."Kau ingin dunia ini hancur.""Aku hanya bercanda Var, mengapa menanggapinya dengan serius? Lagi pula," aku Menjeda. Menyipitkan
Selamat membaca.cermin yang sedang berada di depanku dengan bayangan wajah seorang manusia biasa yang tertidur dengan nyenyak seolah tak sedang terjadi apa-apa semalam.Brak!"Emabell!"Aku tersentak kaget. Dan kepalaku langsung menoleh ke arah pintu masuk—yang menampakan Rubia dengan wajah kelelahan. sekaligus kaget melihat ke arahku ."ada apa?" tanyaku cemas."Pangeran Edanosa...Vardiantura...Emabell..." alis Rubia mengerut....Hosh!Hosh!Hosh!Aku dan Rubia buru-buru berlari ke arah rumah ibuku. Dan yap. disana sudah ada banyak sekali yang berkumpul sampai di depan rumah. Dan wajah mereka terlihat binggung saat menyadari keberadaanku. Perlahan aku mendekat.Mereka membukakan jalan. Namun mereka terlihat berubah-ubah. Dan suara hati mereka bertabrakan seperti benang yang kusut—kepalaku sakit, tapi masih bisa ku tahan.Tap! Tap! Tap....Langkah ku sontak terhenti. Mata dan bibirku bergetar dengan hebat saat melihat sosok yang sedang berdiri jauh dari kerumunan. Menyisahkan temp
Selamat membaca.Benar—sejak awal. Hanya ada pertentangan, mereka tidak benar-benar menerimaku tanpa alasan yang kuat. 'kehidupan' ternyata mereka jika punya tujuan yang kuat. Aku yang terlambat mengerti."Emabell." Tangan kokoh itu memapah wajahku yang tertunduk, menatap buram ke arah tanah. Berkaca-kaca, ingin menangis. Tetapi tidak bisa "jangan menangis."Kami sekarang berada di Utara. Hutan Utara, sebab istana telah hancur dan butuh waktu untuk memperbaiki istana—aku memutuskan untuk ikut Baginda karena aku tak sanggup menghadapi Edanosa dan juga Vardiantura saat mereka terbangun nanti.Ini jelas salahku. "Kau menyalahkan dirimu lagi?" Tebak Baginda. Mencoba membaca ekspresi dan apa yang aku pikirkan—yang ternyata tepat sasaran. "Emabell….""Hm?" Aku tersenyum menatap matanya. "Senang kau tidak mati."Dan dari tangannya muncul bongkahan es berbentuk hati, jamur langkah berwarna hitam pekat dari Hutan pinus yang terbungkus es. "Indah." Pujiku. Sesaat sebelum Baginda menyodorkan bo
Selamat membaca. Tabir pelindung yang terbentuk di atas dunia Elydra itu mampu menyerap setiap api kemarahan Darka, meski terlambat. Tapi kekuataan itu begitu besar sampai setiap kaki yang berdiri akhirnya tak mampu lagi untuk berdiri—semua mahkluk akhirnya menghormati Emabell, bahkan para tetua yang tersisa menundukan kepalanya.Bukan karena kekuataan lagi. Tapi karena pengorbanan seorang manusia biasa pada dunia yang dengan hebatnya menolaknya sebagai ratu, tapi dengan sangat luar biasanya ia bela dengan mengorbankan nyawanya sendiri."Mungkin agak terlambat, tapi kini kau akan menjadi ratu kami. Satu-satunya ratu kami, Emabell kami."Aku menang. Tapi tunggu, aku kewalahan karena menahan kekuataan Darka. Keringat dingin memenuhi tubuhku, tapi tidak apa-apa. Ini bukan pertama kalinya aku di panggang!WUSH!Lenyap. Ah, rupanya aku juga tumbang. Baginda…tolong aku?!Gelap.***Beberapa hari kemudian, akhirnya aku sadar. Seolah tersadar dari mimpi, atau terbangun di dalam mimpi.Aku me
Selamat membaca.Raja dan Ratu, dan setiap makhluk yang mengisi aula utama Gratarus yang mengag dan indah saling tatap. Mereka kebingungan dengan alis yang mengerut sempurna—bagaimana tidak, pasalnya aku yang sudah seperti kehilangan kendali akan dirinya sendiri tiba-tiba saja menjadi tenang."Kau baik-baik saja Nak?" tanya ayah. Melirik ke arahku yang sedang berjalan menuju altar. "Emabell?""Ya ayah? Aku baik. Sangat baik." ucapku sembari tersenyum. Meski hatiku sangat ragu sekarang—"ternyata benar ya ayah, memilih itu sangat mudah. Yang susah itu, adalah bertahan." Kataku sambil mengumbar senyuman khas seorang Emabell dari Clossiana Frigga.Dan yah. Mata ayahku berbinar, dapat ku rasakan kalau hatinya tergetar atas perkataanku yang sepertinya sangat menyentuh hatinya. "Kau a-akhirnya mengerti Emabell?""Iya.""Ayah bangga padamu."Aku tersenyum. "Ayah akan semakin bangga. Karena kini aku mencintai Dunia Elydra.""Kenapa?" Karena dunia ini mencintai Bagindaku, rajaku, pilihan hatiku
Selamat membaca.Kau mengurungku. Lalu memintaku untuk melangsungkan upacara pernikahan yang tidak seharusnya terjadi Vardiantura? Baik, lakukan. "Aku akan mengukur waktu!"Mataku berubah warna menjadi keemasan, dan darah keluar dari mataku meski hanya sedikit. Itu karena Sakana mencoba melakukan lelepati denganku yang ternyata berhasil—baginda, hanya menyuruhku untuk menunggu sampai ia datang."Kalau kau tidak bisa bersabar, Baginda bersumpah akan memperkosaku setiap malam dan membunuh kami di depanmu! Jadi jangan lakukan hal gila. Kau mengerti!" tegas Sakana mengingatkan.Mataku membulat sempurna. Dan dengan susah payah aku menelan salivaku, "iya a-aku mengerti." jawabku.Karena semakin pusing. Jadi Sakana memutuskan telepati.Setelahnya, aku menatap ke arah pintu. Tapi percuma, pintu itu dikunci dari depan. 'hah' aku tidak suka di paksa—runtukku dalam hati.***-sementara itu, istana hitam. Utara yang membeku. Terjadi penangkapan besar-besaran di empat wilayah di Utara. Kota Devika
Selamat membaca.Berkat kecurigaan yang sepenuhnya benar. Aku di sidang di hadapan raja Vardiantura, di temani pangeran Edanosa dan Raja Nesessbula sebagai saksi atas kesalahanku."Bagaimana bisa rasa rindu menjadi kesalahan? Rindu itu tidak menyakitiku maka itu bukanlah sebuah kesalahan." Aku membela diriku sendiri. Tidak peduli seberapa hebatnya para ratu serta ibu dan ayahku yang terus memberiku kode agar aku diam saja tak mengatakan apapun—maaf tapi dia bukan Bagindaku, dan aku tidak akan pernah tunduk padanya."Berarti kamu berkomunikasi dengannya." ucapnya dingin."Itu hakku!" "Sejak kapan kamu memiliki hak Emabell?""Dan sejak kapan kau memiliki hak untuk bertanya padaku?" balasku tak ingin kalah. karena aku benar, ini adalah hakku.Edanosa menatapku dengan alis yang mengerut ke atas lagi. Tapi aku tidak bisa diam lagi, aku menatapnya sekali lalu tersenyum padanya seolah mengatakan kalau aku akan baik-baik saja meski hasilnya."Lihat aku!" Titah Vardiantura. Dan aku menatapnya
Selamat membaca.Gartarus. Kerajaan yang yang akan menjadi yang utama setelah Utara, indah, asri dan sangat nyaman namun sedikit mencekam.Orang-orangnya berkulit sawo matang dan hampir dari 99% warganya adalah pengendali tumbuh-tumbuhan. Merekalah yang membuat tumbuhan dapat bergerak, tapi ada juga tumbuh-tumbuhan yang sudah memiliki nyawa sejak lahir.Dedaunan yang jatuh bahkan bisa terbang kembali ke udara seperti ribuan burung-burung.Mereka ramah, dan alami saat tersenyum padaku."Huh! Senang rasanya melihat semua saling bahu membahu dalam mengurus kerajaan. Tamu tak diundang bahkan di sambut dengan baik," Ucapku sambil tersenyum manis menghirup udara segar menyambut hari pernikahanku. "Anehnya hanya Raja Nesessbula yang berbeda." Tambahku."Apa maksud Anda Emabell?!""Kau seperti orang mati, berkulit pucat, dingin dan terlihat seperti bukan berasal dari wilayah ini."Dia tersenyum smirk. "Timur. Tidak selalu tentang warna kulit. Dan lagi, aku adalah keturunan asli kerajaan Grata
Selamat membaca.Akhirnya hari itu tiba juga. Aku dan gaun pengantin di hadapanku, perhiasan bahkan mahkota yang akan ku kenakan terpajang dalam lemari kaca yang begitu mewah.Pernikahanku dan Vardiantura. Mereka berpikir kami akan menjadi 'lawan mencintai lawan' harusnya begitu. Tapi aku sudah mencintai lawanku yang sebenarnya—pria brengsek itu bukan Vardiantura tapi Baginda.Aku tersenyum membayangkan. "Kau tersenyum?" Edanosa muncul di sampingku. "Kau suka gaunnya?""Ya.""Aku mengenal guruku Emabell, dia memiliki dua senyuman. Yang satunya tulus, dan yang satunya lagi tulus dengan rencana.""Hm?" Ku kerutkan keningku pada pangeran Edanosa yang ada di sampingku. Sebelum tersenyum padanya. "Benarkah? Jadi, apa arti senyumanku ini?!" "Tulus dengan rencana." Aku tersenyum senang. "Emabell. Aku mohon!" Dia mengerutkan keningnya padaku. Mengandeng tanganku dengan mata berkaca-kaca."Lepas.""Alasan kau koma, bukan karena kekuataan misterius yang membutakan. Tapi karena…." Aku buru-bu
Selamat membaca.Aku tersenyum senang. Lalu menatap ke arah Nesessbula yang ingin menyampaikan informasi ini. "Sekalian, katakan padanya, aku masih menunggu." Terangku yang membuat Sih Vardiantura sialan itu tersenyum sinis."Apa yang kau harapkan?""Sampaikan saja!" Potongku. Tak peduli pada wajah angkuh seakan tak terkalahkan padahal cuma mayat hidup, aku jadi merindukan dia yang ku ciptakan dalam benakku. "Ini perintah!" Deg!"Kau….""Kau ingin aku menjadi ratu, akan ku lakukan sesuai yang kau inginkan. Dan kalian akan hidup!" Tegasku sembari tersenyum sampai mataku tidak lagi terbuka—meski artinya adalah sindiran.Mereka saling tatap. Tersenyum satu sama lainnya. "kau mau menikah denganku?" tanya Vardiantura."Hm." Jawabku sembari terus mengunyah."Kau mau menjadi ratu kami tanpa Baginda tercinta mu itu?""Hm." "Kau ingin memberikanku cinta.""Tentu.""Bagaimana dengan keturunan.""Tidak buruk."Mereka semakin bingung. "Kau masih waras Emabell?""Tidak. Setengah gila. YAH WARASL
Selamat membaca.Aku berjalan seperti orang bodoh diantara dinginnya malam, menikmati luasnya taman yang di bangun hanya untukku. Emabell dari Clossiana Frigga, bahkan nama taman ini adalah namaku. TAMAN EMABELL. Semuanya lengkap, kasih sayang, cinta, perhatian bahkan makanan sudah tersedia. Hanya saja, mengapa? Aku terus menatap ke arah tembok raksasa yang menghalangi duniaku."Baginda?" Sadar kalau ada langkah yang terus mengikutiku sedari tadi—Kubiarkan karena Baginda juga diam saja sedari tadi.Tiba-tiba. Ia memelukku dari belakang. "Tidak dingin?" tanyanya—Bisa kurasakan dengan jelas hembusan nafasnya yang menyentuh leher jenjangku. "Em.""Em?" Ulangnya.Aku tidak bersemangat sampai aku bisa membaca isi pikirannya. "Baginda mereka mengadakan pertemuan dan akhirnya Utara diundang….""Kita tidak akan pergi!""Mereka memilihku sebagai perwakilan." Aku sangat bersemangat sampai lupa akan sesuatu. "Ini…" tak melanjutkan ucapanku, kepalaku malah tertunduk ke bawah. Dan tak kusadari k
Selamat membaca.Ribuan panah amarah penuh penolakan di tengah kedamaian tanpa Utara. Dari orang-orang yang pernah tersenyum padaku—Tetapi Dia, Baginda. Dengan cepat menerjang ribuan anak panah itu seperti meteor yang kembali naik ke atas langit tanpa rasa takut.WUSH!Angin berhembus menerpa ku dengan sangat kuat, membuat surai dan pakaian kami beterbangan ke mana-mana. Tapi mata kami seakan menatap biasa saja ke arah Baginda.Zurra menatapku. "Nah Emabell, kita pulang?" Ia mengulurkan tangannya. Membuat aku tergetar, tersentak kagum. Melihat senyuman mereka yang berdiri di hadapanku, dengan ribuan prajurit Utara yang mendekat. Seolah menjemput kami untuk kembali pulang.Meski hanya kumpulan tengkorak dan mayat hidup. Mengapa rasanya bisa sangat hangat? Kegerian dan ketakutan yang pernah ada, sekarang ada dimana? Dan tekad untuk pulang ke Clossiana Frigga yang membuat banyak sekali rasa sakit. Terbang ke angkasa mana?"Ayo kita pulang." Senyumku sembari meraih tangan Zurra.Namun seb