Luna tampak biasa saja, atau lebih tepatnya mencoba bersikap biasa. Perempuan itu lantas menyuapkan ramen ke mulut. Berikutnya adalah ekspresi terkejut karena rasanya yang lezat. "Hmmm!! ini enak sekali!" "Jangan terlalu dipikirkan." Luna jadi menoleh begitu Aiden berujar. "Ucapan Ibu jangan terlalu dipikirkan." Aiden menambahkan. Ia tidak ingin Luna menjalani harinya dengan paksaan. Maksudnya, jika belum diberi keturunan tidak masalah. "Tujuan pernikahan tidak hanya untuk meneruskan keturunan."Luna mengelus senyumnya. Bibirnya yang jadi berkilat sebab minyak dari ramen yang ia makan. "Nanti kita buat lagi ya!""Hahahaha.. tentu sayang. Aku paling senang bagian itu." Aiden jadi tidak sabar menantikan malam panasnya lagi hari ini.******Luna mengenakan dress panjang tanpa lengan berwarna silver. Rambutnya tergerai indah dengan ikal. Aiden yang melihatnya dari pantulan cermin tidak dapat bosan-bosannya tersenyum. Sangat mengangumi istrinya. Luna mendatangkan penata rias artis. Un
Oliver langsung menatap Luna dengan ekspresi tak terbaca. Laki-laki itu hanya diam dan mengamati. Mungkin berita ini akan ia sampaikan juga pada keluarga Wilson yang lain. Giselle memeluk Luna memberinya selamat. Kemudian keluarga Ellworth menghampiri Luna untuk memberikan selamat juga. Senyum Luna mengembang, hatinya berbunga. Hidupnya kini penuh kasih dan cinta. Riuh tepuk tangan tamu undangan menjadi pertanda Aiden telah turun dari panggung. Aiden berjalan menghampiri istrinya. Memeluknya erat dan mencium kening Luna."Sekali lagi happy birthday." Aiden berujar membuat Luna langsung memeluk leher laki-laki itu. Oliver memasukkan satu tangannya ke dalam saku. Tangan lainnya masih memegang gelas wiski yang baru diteguk sekali. Matanya nyalang menatap suami istri yang sedang berbahagia saat ini. Mungkin jika Selena tidak menuruti nafsunya dan bercinta dengan kekasih miskinnya itu, ia juga akan ikut mengurus Luxurious Lagoon Resort saat ini. Dan aset ini terlalu besar jika jatuh ke
"Kalian bereskan kekacauan ini. Aku tidak akan marah jika yang aku terima tidak sesuai dengan yang aku ucapkan. Laporan itu, sudah tertulis semua lengkap dengan tanda tangan Pak Simon. Jadi mohon pertanggungjawabannya. Kirim mutasi rekening semua, pada tanggal yang tertera. Aku tunggu sampai jam empat nanti." Aiden meninggalkan titah. Dengan suara yang lantang itu tidak menginginkan ada interupsi atau bantahan. Aiden tidak suka berbasa-basi. Laporan yang tertulis dan ucapan Simon sangat berbeda. Daripada berdebat, yang Aiden butuhkan adalah bukti. Aiden berbalik menuju ke lift dan Yulio mengikuti dari belakang. Kejadian ini hanya baru kali ini terjadi. Aiden juga memahami ada raut bingung pada wajah Simon dan Levin. Entah apa yang terjadi, yang terpenting kali ini Aiden memerlukan bukti yang kuat atas elakkan laporan tadi.Dalam diamnya, kaki Aiden melangkah masuk ke ruangan. Laki-laki itu kembali melanjutkan pekerjannya. Pada berkas yang belum selesai diperiksa sebab laporan keuang
"Kau bisa pergi sekarang. Luna bersamaku." Aiden berujar dengan nada dingin dan tajam. Zack yang melihat perbedaan dari intonasi bicara sahabatnya itu hanya dapat mengangguk dan menurut. "Oke, aku pergi sekarang. See you Aiden." Zack masih bersikap ramah meski Aiden tidak membalasnya lagi. Kedua alis Zack menyatu, kembali menoleh ke arah suami istri itu dengan bingung. Kemudian masuk ke mobilnya. Berlalu tanpa membunyikan klakson. Aiden melihat sebotol air di tangan Luna. Laki-laki itu segera merebutnya dan membuangnya tepat di tepat sampah yang ada di pinggir trotoar. "Kenapa dibuang? Airnya masih ada." Luna kebingungan. "Akan ku belikan lagi jika kau masih haus. Ayo kembali bersamaku. Mobilmu biar pihak bengkel yang mengurusnya." Aiden menarik pergelangan tangan Luna. Membawa istrinya itu berjalan ke mobil. "Sebentar Aiden-"Aiden menghentikan langkahnya menoleh pada Luna."Tas ku masih di mobil." Luna melanjutkan kalimatnya. "Masuk mobil dulu. Aku yang akan ambil."Luna men
Luna meneguk ludah, melihat pagar menjulang tinggi di belakang Selena. Yakin dapat memanjatnya, tapi tidak yakin melewati ujung yang runcing itu."Apa ada jalan lain?"Selena yang mendengar itu memutar bola matanya. "Pergilah, atau tidak sama sekali." Pasalanya tidak ada jalan aman lagi yang berhasil terhindar dari dua penjaga Luna.Luna menghembuskan napasnya. "Terima kasih Selena. Kau bisa meninggalkanku disini."Selena mengangguk. Tanpa berkata-kata lagi langsung melangkah meninggalkan tempat.Luna melingkis lengan kemejanya. Tidak lupa menguncir rambut sebab tidak mau ada yang menganggu pada aksi memanjatnya nanti. Perempuan itu berjalan menghampiri pagar, melepas sepatunya dan menaruhnya lebih dulu keluar melalui sela pagar. Berikut tasnya juga agar mudah ketika memanjat.Barulah setelah itu ia mengambil ancang-ancang. Menaiki satu demi satu pijakan pada model pagar yang untungnya tidak berjauhan.Kurang satu pijakan lagi dan melewati ujung pagar is telah berhasil keluar. Namun b
Luna tidak dapat bergerak dan bicara sampai Aiden mendekat untuk menarik lanyard di lehernya. Mata Aiden menatap jeli semua huruf yang tertuliz disana."Kau..?" Sungguh Aiden tidak dapat menterjemahkan apa yang ada dipikirannya. Ini benar Luna istrinya yang tadi pagi ia antar ke rumah sakit. Aiden juga telah mempekerjakan dua penjaga untuk Luna. Kemudian mata Aiden jatuh pada robekan di ujung kemeja Luna."Aiden aku.. bisa jelaskan." Luna membuka mulutnya dengan terbata. Jantungnya berdetak tak karuan kepalang panik.Tapi sebuah nada dering panggilan menginterupsi keduanya. Aiden menjawab telepon dari Andreas.Luna memejamkan mata, sekarang hidupnya akan ia pertaruhkan disini. Mungkin ia akan dibunuh? Atau langsung diceraikan oleh Aiden.Aiden tidak menghiraukan Luna. Laki-laki itu justru berlalu meninggalkan Luna dengan telepon yang menempel pada telinga.Tapi entah kenapa hati Luna terasa lebih sesak kala Aiden bahkan tidak melihatnya sama sekali. Apa sudah dimulai sekarang? Apa sud
"Terkadang aku juga lelah olehmu." Itu adalah kalimat terakhir Aiden sebelum akhirnya berlalu dari hadapan Luna. Aiden lebih dulu masuk lift dan menutupnya tanpa menunggu Luna.Sampai di unit Apartemen, Aiden juga mengabaikan Luna. Laki-laki itu tidak makan malam, langsung membersihkan diri dan tidur. Luna sampai tidak berani mengganggunya. Perempuan itu hanya diam, menangis tanpa suara dan ikut merebahkan dirinya di samping Aiden yang memunggunginya.Luna tidak berani lagi mengusik Aiden melihat tangan laki-laki itu menghindar darinya tadi.Keesokan harinya Luna sudah tidak menjumpai Aiden di samping. Rasanya seperti mimpi. Bahkan Luna merasa kejadian kemarin hanya lalu saja dan menganggap semua baik-baik saja. Sampai ia tidak lagi menjumpai keberadaan Aiden. Luna menolek pada lemari sepatu, dari kaca transparannya Luna melihat ada satu pasang sepatu Aiden yang tidak ada. Laki-laki itu sudah berangkat lebih dulu. Sepagi ini. Luna yakin mataharipun masih bersembunyi.Krekk.Benar saja
Ini semakin menarik. Tidak pernah ada sesuatu yang menarik Robert seperti ini. Bahkan sejak bertemu dengan Luna ia sudah menaruh curiga pada perempuan itu. Jadi begitu temannya, Aiden meminta mencari sesuatu tentang Luna dengan senang hati Robert menerimanya.Dengan melempar godaan dan candaan Robert berkata di telepon, "Kenapa kau mencari sesuatu tentang istrimu pada orang lain?"Aiden tampak geram disebrang sana. Sepertinya memang sedang tidak bisa diajak bicara. "Jika tidak bisa aku akan berikan pada orang lain-""Hahahaha..." Tawa Robert seketika menggelegar. "Apa yang ingin kau tahu darinya?""Apapun yang dapat kau temukan tentangnya." Aiden berujar dengan nada serius.Robert mengangguk walau ia tahu Aiden tidak dapat melihatnya. "Oke. Nanti aku kabari."Dengan begitu panggilan telepon langsung terputus. Aiden melanjutkan lagi pekerjaannya hingga seseorang masuk mengusiknya."Aku dapatkan proyeknya." Zack berjalan mendekat dengan map yang langsung ia letakkan di meja Aiden.Jika