Dua bulan sudah Melissa menghilang, Rangga sudah mencari ke mana pun yang ia bisa, sudah menyewa detektif swasta untuk melacak keberadaan Melissa tapi hasilnya masih nihil. Rangga sudah prustasi, pekerjaannya banyak yang terbengkalai, Untung Ayahnya langsung menghandle pekerjanya. Tiga mingguan setelah hilangnya Melissa, kebenaran tentang fhoto-fhoto yang di kirim orang tidak di kenal pun terungkap kalau itu semuanya adalah rekayasa. Melissa di jebak, Erlangga kian kecewa karena Lee sahabatnya ternyata pengkhianat. Kini, Erlangga hanya bisa menyesali perbuatannya yang gegabah. Kata-katanya yang buruk malam itu. Setiap malam Erlangga selalu berada di gudang penyimpanan wine. Ia selalu mengingatkan kata-kata terakhir Melissa. Apakah Melissa benar-benar hamil saat itu? Arrrgggghhh.... Rangga prustasi. Sedangkan di tempat lain, Melissa menikmati masa-masa kehamilan mudanya, setelah puas makan apa yang ia minta tadi dari Shinta kini ia di disibukkan dengan muntah-muntah di kamar ma
Erlangga tersadar dari lamunannya. Ia memperhatikan Melissa yang saat ini terbaring di atas sebuah ranjang. Wajah cantiknya tidur dengan tenang dan damai. Erlangga duduk di sofa panjang terletak di samping ranjang Melissa. Satu jam yang lalu Erlangga membawa Melissa untuk makan bersama. Tapi setelah selesai makan Melissa, merasakan dia amat mengantuk dan terkulai tidur di meja makannya. Erlangga hanya memperhatikan Melissa. Ekspresi amat datar dan dingin. Erlangga yang sudah mendapatkan panggilan atas Marissa merasakan kekhawatiran akan kembalinya Marissa dan juga kemarahan atas hubungan Rio dan Melissa.Erlangga membawa Melissa ke pavilium pribadinya. Tatap mengerikan Erlangga menghiasi wajahnya. Ia menatap wajah Melissa, ada kebimbangan dan rasa iba yang ia rasakan tapi ia membunuh rasa itu dengan segera. Pengkhianatan Marissa dan perbuatan-perbuatan perselingkuhan Marissa membuat Erlangga gelap mata. Ia langsung bangkit dari duduknya dan meraih ransel hitam. Meskipun masi
Erlangga menatap mata bulat Melissa yang kini menatap tajam ke arahnya, pandangan keduanya terkunci satu sama lain. Untuk sepersekian detik Erlangga berpikir untuk mengatakan semua kebenaran yang selama ini ia sembunyikan dari gadis itu. Namun seperti kecepatan cahaya, pria itu dengan cepat mengurungkan niatnya tersebut. Perasaannya kembali goyah, ia selalu bertekad untuk memberitahukan Melissa semua kebenaran yang ia sembunyikan tetapi ia tak ingin memberitahu gadis itu dalam keadaan seperti ini. Perasaan khawatir dan takut terus membayangi Erlangga. Ia tahu bahwa perasaan seperti itu akan hilang hanya bila ia mengatakan semua kebenaran yang ia sembunyikan. Ia hanya ingin dengan perlahan menjelaskan pada Melissa semua kesalahpahaman yang telah ia buat.Dengan wajah tenang, pria itu mengalihkan pandangannya pada foto-foto dan kertas yang berserakan di lantai. Erlangga berjongkok dan mulai memunguti satu per satu benda-benda tersebut. Melissa menatap Erlangga dengan bingung, wajah pria
“Lepaskan aku! Kau pembohong besar. Berhenti menjadi semakin brengsek dengan terus berbohong, ! Walaupun saya tidak tahu apa yang Anda sembunyikan, tapi saya tahu Anda berbohong. Kita memang belum lama saling mengenal satu sama lain tapi saya tahu kata mana yang jujur dan mana yang tidak!” teriak Melissa.“Aku tidak berbohong!” bentak Erlangga yang justru terdengar oleh Melissa seperti sebuah permainan. Pria itu memang berbohong.“Terserah kamu! Aku tidak mau peduli lagi. Keputusanku sudah bulat. Aku tak bisa tinggal di sini lagi. Melihat semua foto-foto itu membuatku benci pada diriku sendiri, itu menjijikan. Bagaimana bisa kau melakukan semua itu? Kau melukaiku!” ucap Melissa dengan isak tangis. Melihat foto-foto itu membuat saya ingat bagaimana malam itu jatuh dalam permainan Erlangga dan bagaimana pria itu membatasinya keesokan harinya.Cengkraman Erlangga perlahan semakin mengendur, ia menatap Melissa yang kini menangis sesenggukan. Ia bisa melihat tatapan putus asa dan ketakutan
A Morning09.30 AM Erlangga membaca beberapa file di tangannya, tubuhnya memang berada di ruang kerjanya ini tetapi tidak dengan pikiran dan jiwanya. Pikirannya terus berkecamuk. Setelah pertengkaran kemarin dengan Melissa ia belum bicara dengan gadis itu. Belum lagi mimpi buruk yang membuatnya terlonjak bangun dari tidurnya pagi ini. Dalam mimpi itu ia melihat Melissa terjatuh dari tangga rumahnya, tubuh gadis itu bersimbah darah. Mimpi itu terlalu nyata bagi Erlangga hingga ia berteriak dari tidurnya. Ia tak pernah bermimpi buruk seperti itu. Ia ingat dalam mimpi tersebut sebelum Erlangga jatuh dari tangga keduanya sempat bertengkar hebat karena Erlangga akhirnya tahu semua kebenaran yang ia sembunyikan.“Ya Tuhan. Perasaan apa ini?” gumam Erlangga.Segera setelah bangun tidur pagi tadi, ia mengurung diri di dalam ruang kerjanya. Ia tahu Melissa sudah pasti tak ingin berbicara dengan dirinya, ia hanya menyempatkan diri untuk melihat Melissa sebentar. Gadis itu tengah men
Living room 11.00 AM Melissa menatap TV di depannya dengan pandangan kosong, ia tak menikmati sama sekali tayangan di hadapannya. Pikirannya terus berputar pada kejadian kemarin, mengapa Erlangga tega melakukan hal seperti itu padanya. Melissa menatap pintu kaca yang langsung menampakkan halaman belakang rumah Erlangga, rumah ini begitu mewah dan luas namun Melissa tak merasa bahagia berada di sini. Ia justru semakin ingin pergi dari sini. Ia ingin bertemu Raga dan menghubungi Shinta. Ia merindukan sahabatnya itu, bagaimana keadaan Shinta sekarang? Apakah pria itu memikirkannya juga? Melissa mengusap perutnya dengan lembut, ia tak pernah membayangkan akan menjadi ibu secepat ini. Seharusnya ia berada di universitas dan sedang belajar. Tidak seharusnya ia memikirkan semua beban ini. Tapi ia tak pernah menyesali kehadiran janin di dalam kandungannya sama sekali. Ia mencintai janin di dalam kandungannya. “Siapa kau?” suara seorang wanita menghentikan lamunan Melisa. Melissa dengan cep
Mobil yang dikendarai Raga dan Shinta memasuki daerah perumahan elit milik Erlangga selang beberapa menit setelah mobil Erlangga meninggalkan kawasan elit tersebut. Segera setelah mendapat data-data yang dikirimkan oleh rekan Irie, Shinta dengan emosi yang meluap-luap bergegas menuju rumah Erlangga. Apa yang ia duga benar, Erlangga yang membawa pergi Melissa. Shinta tak mengerti mengapa Erlangga melakukan semua itu pada adiknya. Apa kesalahan yang telah ia lakukan sebenarnya. Sepanjang perjalanan ia tak bisa tenang, rasa rindu dan khawatir terhadap Melissa berkumpul jadi satu. Akhirnya sebentar lagi ia bisa melihat sahabatnya kembali.Raga menekan klakson mobil dengan keras agar penjaga membuka pagar rumah Erlangga. Pagar akhirnya terbuka, mobil Raga bergerak masuk hingga ke halaman rumah Erlangga. Shinta segera turun dari mobil dan berlari menuju pintu rumah. Dengan tidak sabar pria itu menekan bel rumah Erlangga.CEKLEK!Pintu rumah terbuka dan menampakan seorang wanita paruh baya
Shinta berdiri di seberang jalan dan menatap adik semata wayangnya itu dengan kerinduan yang mendalam. Ketika akan berbelok memasuki gerbang rumah sakit, ia melihat seorang gadis berlarian di sepanjang jalan. Sekali lihat saja ia yakin itu Melissa. Tak diragukan lagi itu Melissa. Shinta memutuskan menghentikan mobilnya dan keluar lalu memanggil Melissa. Ia tak menyangka akhirnya bisa melihat Melissa kembali.“Shinta!” teriak Melissa histeris, ia merasa begitu senang. Semua kesedihan dan kebahagiaan berkumpul jadi satu. Ia ingin berlari ke arah Shinta dan menumpahkan semua kesedihan dan ketakutannya.“Tunggu di sana!” teriak Shinta pada Melissa memperingati, pria itu bersiap akan menyebrang namun kendaraan terlalu kencang melaju. Pria itu benar-benar tak sabar untuk menghampiri adiknya. Melissa masih berdiri di seberang jalan menunggu kendaraan mereda.“Melissa!” Melissa menolehkan kepalanya dan menatap Erlangga yang berjalan ke arahnya, gadis itu memundurkan langkahnya panik. Ia menat