Erlangga menatap mata bulat Melissa yang kini menatap tajam ke arahnya, pandangan keduanya terkunci satu sama lain. Untuk sepersekian detik Erlangga berpikir untuk mengatakan semua kebenaran yang selama ini ia sembunyikan dari gadis itu. Namun seperti kecepatan cahaya, pria itu dengan cepat mengurungkan niatnya tersebut. Perasaannya kembali goyah, ia selalu bertekad untuk memberitahukan Melissa semua kebenaran yang ia sembunyikan tetapi ia tak ingin memberitahu gadis itu dalam keadaan seperti ini. Perasaan khawatir dan takut terus membayangi Erlangga. Ia tahu bahwa perasaan seperti itu akan hilang hanya bila ia mengatakan semua kebenaran yang ia sembunyikan. Ia hanya ingin dengan perlahan menjelaskan pada Melissa semua kesalahpahaman yang telah ia buat.Dengan wajah tenang, pria itu mengalihkan pandangannya pada foto-foto dan kertas yang berserakan di lantai. Erlangga berjongkok dan mulai memunguti satu per satu benda-benda tersebut. Melissa menatap Erlangga dengan bingung, wajah pria
“Lepaskan aku! Kau pembohong besar. Berhenti menjadi semakin brengsek dengan terus berbohong, ! Walaupun saya tidak tahu apa yang Anda sembunyikan, tapi saya tahu Anda berbohong. Kita memang belum lama saling mengenal satu sama lain tapi saya tahu kata mana yang jujur dan mana yang tidak!” teriak Melissa.“Aku tidak berbohong!” bentak Erlangga yang justru terdengar oleh Melissa seperti sebuah permainan. Pria itu memang berbohong.“Terserah kamu! Aku tidak mau peduli lagi. Keputusanku sudah bulat. Aku tak bisa tinggal di sini lagi. Melihat semua foto-foto itu membuatku benci pada diriku sendiri, itu menjijikan. Bagaimana bisa kau melakukan semua itu? Kau melukaiku!” ucap Melissa dengan isak tangis. Melihat foto-foto itu membuat saya ingat bagaimana malam itu jatuh dalam permainan Erlangga dan bagaimana pria itu membatasinya keesokan harinya.Cengkraman Erlangga perlahan semakin mengendur, ia menatap Melissa yang kini menangis sesenggukan. Ia bisa melihat tatapan putus asa dan ketakutan
A Morning09.30 AM Erlangga membaca beberapa file di tangannya, tubuhnya memang berada di ruang kerjanya ini tetapi tidak dengan pikiran dan jiwanya. Pikirannya terus berkecamuk. Setelah pertengkaran kemarin dengan Melissa ia belum bicara dengan gadis itu. Belum lagi mimpi buruk yang membuatnya terlonjak bangun dari tidurnya pagi ini. Dalam mimpi itu ia melihat Melissa terjatuh dari tangga rumahnya, tubuh gadis itu bersimbah darah. Mimpi itu terlalu nyata bagi Erlangga hingga ia berteriak dari tidurnya. Ia tak pernah bermimpi buruk seperti itu. Ia ingat dalam mimpi tersebut sebelum Erlangga jatuh dari tangga keduanya sempat bertengkar hebat karena Erlangga akhirnya tahu semua kebenaran yang ia sembunyikan.“Ya Tuhan. Perasaan apa ini?” gumam Erlangga.Segera setelah bangun tidur pagi tadi, ia mengurung diri di dalam ruang kerjanya. Ia tahu Melissa sudah pasti tak ingin berbicara dengan dirinya, ia hanya menyempatkan diri untuk melihat Melissa sebentar. Gadis itu tengah men
Living room 11.00 AM Melissa menatap TV di depannya dengan pandangan kosong, ia tak menikmati sama sekali tayangan di hadapannya. Pikirannya terus berputar pada kejadian kemarin, mengapa Erlangga tega melakukan hal seperti itu padanya. Melissa menatap pintu kaca yang langsung menampakkan halaman belakang rumah Erlangga, rumah ini begitu mewah dan luas namun Melissa tak merasa bahagia berada di sini. Ia justru semakin ingin pergi dari sini. Ia ingin bertemu Raga dan menghubungi Shinta. Ia merindukan sahabatnya itu, bagaimana keadaan Shinta sekarang? Apakah pria itu memikirkannya juga? Melissa mengusap perutnya dengan lembut, ia tak pernah membayangkan akan menjadi ibu secepat ini. Seharusnya ia berada di universitas dan sedang belajar. Tidak seharusnya ia memikirkan semua beban ini. Tapi ia tak pernah menyesali kehadiran janin di dalam kandungannya sama sekali. Ia mencintai janin di dalam kandungannya. “Siapa kau?” suara seorang wanita menghentikan lamunan Melisa. Melissa dengan cep
Mobil yang dikendarai Raga dan Shinta memasuki daerah perumahan elit milik Erlangga selang beberapa menit setelah mobil Erlangga meninggalkan kawasan elit tersebut. Segera setelah mendapat data-data yang dikirimkan oleh rekan Irie, Shinta dengan emosi yang meluap-luap bergegas menuju rumah Erlangga. Apa yang ia duga benar, Erlangga yang membawa pergi Melissa. Shinta tak mengerti mengapa Erlangga melakukan semua itu pada adiknya. Apa kesalahan yang telah ia lakukan sebenarnya. Sepanjang perjalanan ia tak bisa tenang, rasa rindu dan khawatir terhadap Melissa berkumpul jadi satu. Akhirnya sebentar lagi ia bisa melihat sahabatnya kembali.Raga menekan klakson mobil dengan keras agar penjaga membuka pagar rumah Erlangga. Pagar akhirnya terbuka, mobil Raga bergerak masuk hingga ke halaman rumah Erlangga. Shinta segera turun dari mobil dan berlari menuju pintu rumah. Dengan tidak sabar pria itu menekan bel rumah Erlangga.CEKLEK!Pintu rumah terbuka dan menampakan seorang wanita paruh baya
Shinta berdiri di seberang jalan dan menatap adik semata wayangnya itu dengan kerinduan yang mendalam. Ketika akan berbelok memasuki gerbang rumah sakit, ia melihat seorang gadis berlarian di sepanjang jalan. Sekali lihat saja ia yakin itu Melissa. Tak diragukan lagi itu Melissa. Shinta memutuskan menghentikan mobilnya dan keluar lalu memanggil Melissa. Ia tak menyangka akhirnya bisa melihat Melissa kembali.“Shinta!” teriak Melissa histeris, ia merasa begitu senang. Semua kesedihan dan kebahagiaan berkumpul jadi satu. Ia ingin berlari ke arah Shinta dan menumpahkan semua kesedihan dan ketakutannya.“Tunggu di sana!” teriak Shinta pada Melissa memperingati, pria itu bersiap akan menyebrang namun kendaraan terlalu kencang melaju. Pria itu benar-benar tak sabar untuk menghampiri adiknya. Melissa masih berdiri di seberang jalan menunggu kendaraan mereda.“Melissa!” Melissa menolehkan kepalanya dan menatap Erlangga yang berjalan ke arahnya, gadis itu memundurkan langkahnya panik. Ia menat
Lampu masih berwarna merah tanda operasi masih berlangsung. Shinta belum beranjak dari posisinya sejak beberapa jam lalu. Pria itu duduk pada bangku panjang dengan kepala yang terus menunduk, ia terus berdoa di dalam hati memohon keselamatan Melissa. Tak pernah ia merasa setakut ini, tak ada tanda-tanda pintu ruang operasi akan terbuka membuat Shinta semakin frustrasi. Ia tak ingin kehilangan Melissa.Shinta menolehkan kepalanya ke arah lorong rumah sakit di mana seorang pria dengan gambaran tak kalah putus asa sama sepertinya tengah duduk di lantai rumah sakit. Erlangga duduk dengan kedua kaki yang tertekuk seolah mendekap tubuhnya, kepalanya tertunduk di antara tekukan kakinya, sementara tangannya bertumpu pada kedua lututnya. Shinta menatap Erlangga tanpa emosi, ia ingin sekali berlari dan menerjang pria itu tapi emosi dan energinya seolah surut begitu saja. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya berdoa dan memohon untuk keselamatan Melissa.“Minumlah, Shinta.” Suara Raga membuyarkan
A Morning National University Hospital09.45 AMSudah hampir empat hari dan Melisa belum menunjukan tanda-tanda akan terbangun, tubuh gadis itu penuh dengan perlatan medis yang menunjang kehidupannya. Shinta sama sekali tak meninggalkan ruang perawatan Melissa, pria itu selalu berada di dekat sahabatnya itu. Ia ingin menjadi orang pertama yang melihat Melissa tersayangnya itu bangun.“Kau tidak mau bangun? Apakah mimpimu benar-benar indah sampai kau tak mau bangun?” tanya Shinta pada Melissa terbaring lemah. Wajah gadis itu begitu pucat seolah tak ada aliran darah di sana.Shinta menggenggam tangan Melissa dengan sayang, pria itu mengecup punggung tangan gadis itu seolah memberi gadis itu kekuatan untuk bangun.“Melissa, aku benar-benar merindukanmu. Bangunlah Melissa sayang, maafkan aku. Aku tak akan meninggalkanmu lagi, aku mohon, aku akan membantumu, aku akan menjadi saudaramu sekarang…” ucap Shinta pilu. Pria itu benar-benar mengharapkan Melissa untuk bangun, ia tak suka melihat