“Bukan begitu–”“Aku masih bisa menafkahimu, Melissa.” Ucap Erlangga serius.Melissa mengembuskan napasnya lalu menatap Erlangga dengan serius. “Dengar, aku tidak mau kita berdebat lagi. Bukan maksudku begitu, aku punya tanggung jawab bekerja. Selain aku tidak akan digaji nantinya, aku juga akan menyulitkan pekerjaan di sana karena tidak ada pekerja lain lagi.” Ucap Melissa mencoba memberi pengertian. Sejujurnya dia tak ingin bergantung pada Erlangga.“Kalau begitu berikan aku nomor rekeningmu.” Ucap Erlangga.Erlangga memutar bola matanya kesal. Ia lalu memilih untuk mengalah saja. “Baik, besok saja oke. Sekarang kita berlatih dulu.” Balas Melissa.Erlangga menganggukkan kepalanya lalu kembali melangkahkan kakinya menuju Melissa. Langkah Erlangga mulai terlihat stabil meskipun pria itu membutuh waktu beberapa detik untuk melangkahkan kakinya.“Erlangga, melihat latihanmu hari ini, aku jadi curiga besok kau mulai bisa berlari.” Ucap Melissa.“Jangan membuatku besar kepala.” Ucap Erlan
“Selamat pagi.”“Pagi.”Melissa dan Erlangga saling membocorkan satu sama lain, Melissa masih bermasalah di tempat tidur sedangkan Erlangga seperti biasa menikmati secangkir kopi di atas kursi rodanya.“Bagaimana tidurmu?” tanya Erlangga.“Nyenyak seperti biasanya.” Balas Melissa.“Baguslah…”“Kita selalu memulai hari dengan aku yang baru bangun dan kau yang sudah lebih dulu bangun…” ucap Melissa.“Tidak juga ketika, saya tidak menemukanmu bangun tidur.” Balas Erlangga.“Apa kau tidak bosan? Banyak pria di luar sana yang ingin mereka bangun dengan secangkir kopi kemudian berdandan cantik,” ucap Melissa.“Mungkin itu pria lain, kalau aku tidak peduli dengan hal-hal seperti itu. Aku lebih senang melihat istriku bangun dengan rambut acak-acakan dan wajah bengkak.” Balas Erlangga.“Kau menyindirku, hah?” tanya Melissa dengan tawa kecil.“Aku tidak menyindirmu, aku sedang membicarakanmu.” Ucap Erlangga.“Sialan,” ucap Melissa lalu melempar bantal ke arah Erlangga. Erlangga dengan cepat men
“Kau datang dengan siapa? Rio tidak punya mobil semahal itu.” Ucap Mila.“Temanku.” Balas Melissa ringan.“Teman yang mana? Rata-rata temanmu semua pergi ke mana-mana dengan bus.” Ucap Mila.“Teman baruku, kami baru bertemu beberapa kali.” Ucap Melissa.“Pria?” tanya Mila lagi.“Kau ini ingin tahu saja.” Balas Melissa.“Jangan pernah mengkhianati Rio, dia pria baik.” Ucap Mila lalu berbalik meninggalkan Melissa yang berdiri terdiam di tempatnya.Jangan pernah mengkhianati Rio, dia pria baik.Jangan pernah mengkhianati Rio, dia pria baik.Jangan pernah mengkhianati Rio, dia pria baik.Kata-kata itu terniang niang di kepalanya Melissa.“Hei! Kau tidak akan bekerja?” suara Mila membuat Melissa tersadar dari lamunannya.“Iya! Maafkan aku!” teriak Melissa lalu bergegas menuju loker untuk mengganti pakaiannya dengan seragam pegawai.***Perusahaan ErlanggaErlangga turun dari mobil menggunakan kursi roda dibantu oleh supir dan asistennya. Erlangga menatap lobi perusahaan dengan penuh kerind
Di tempat kerja MellisaMelissa mengelap meja bekas pelanggan terakhir mereka malam ini. Dia membentak jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dia tidak menepati janjinya pada Erlangga. Sebenarnya dia ingin pulang cepat tapi salah satu karyawan di kafe harus pulang lebih awal karena ibunya sakit. Ega meminta Melissa untuk menggantikan karyawan tersebut.“Dia marah sepertinya,” ucap Melissa sambil menatap layar ponselnya. Dia sudah mengirim pesan pada Erlangga dan menjelaskan semua alasan kenapa dia tak bisa pulang cepat tapi Erlangga tidak membalasnya sama sekali.“Selesaikan pekerjaanmu, ini sudah malam! Jangan melamun saja, Melissa” teriak Ega dari pintu dapur.“ Tidak!” balas Melissa keras.“Aku punya roti panggang untukmu!” teriak Ega.“ Tidak! Aku akan cepatttt!” ucap Melissa dengan semangat, dia selalu suka semua kue atau roti buatan Ega. Rasanya seperti sedang memakan kue atau roti buatan ibunya.“ Ah ibu …” ucap Melissa, dia merindukan wanita itu. Tiba-
Melissa mengangkat kepalanya dan menatap Rio dengan dalam. Dia mencari keseriusan di wajah pria itu. Dia menyelesaikan segalanya. Mulai dari masa depannya bersama Rio, kedua orang tuanya, dan pernikahannya bersama Erlangga. Dia memejamkan matanya dan yang muncul di benaknya adalah Rio. “Sudahlah… jangan dipikirkan.” Ucap Rio. “Ya, aku mau.” ucap Melissa tenang. “ Serius ? Kenapa ?” tanya Rio awalnya dia hanya mencoba keberuntungan saja. “Aku lelah dan butuh kepastian. Aku tidak melihat adanya sebuah masa depan dari pernikahanku dengan Erlangga. Aku tidak ingin terus hidup seperti ini. Aku harus membuat pilihan. Tidak, sebenarnya sejak awal aku tidak perlu membuat sebuah pilihan, ini kehidupanku. Aku tidak ingin hidup bersama pria itu karena hubunganku dan ibuku akan terus memburuk walaupun aku melakukan apa pun yang ibu perintahkan. Mungkin dengan aku pergi, aku bisa merubah segalanya secara perlahan. Ibu tidak akan membenciku dengan alasan yang tak tentu, dan aku hanya ingin hidu
“Iya,” balas Melissa.Melissa menatap jarum jam, waktu sudah menujukan hampir larut malam. Dia menatap layar ponselnya dan mendapati beberapa pesan dari Erlangga. Melissa memilih untuk tidak membuka semuanya. Dia mematikan ponselnya lalu memasukkannya ke dalam tas. Sekali lagi dia menatap Rio, dia masih tidak percaya Rio mengajaknya melakukan semua ini.“Kenapa? Sejak tadi kau menatapku?” ucap Rio yang sibuk mengemudi.“Tidak apa-apa. Kenapa kau merencanakan semua ini?” tanya Melissa.“Karena aku begitu mencintaimu. Rasanya hatiku remuk setiap kali melihatmu memasuki rumah keluarga Erlangga. Aku tidak ingin melihatmu selalu bersedih karena pernikahan bodoh ini.” ucap Rio.“Terima kasih. Kau selalu menyelamatkanku sejak kecil. Aku kadang berpikir apa yang sudah kulakukan di masa lalu sampai-sampai aku bisa memiliki kekasih sepertimu. Aku ingat ketika aku dan Marissa terjatuh dari sepeda hanya kau yang menolongku. Ketika semua orang sibuk menolong Marissa, kau justru datang dan membantu
Erlangga turun dari mobil dengan ketenangan yang membuat supir dan asistennya justru bergidik ngeri. Mata Erlangga menatap lurus ke mobil Rio, bola matanya bergerak mencari istrinya yang duduk di sebelah Rio. Gadis itu sudah berjanji untuk pulang cepat dan makan malam di rumah tapi nyatanya dia justru mengambil lembur tiba-tiba dengan alasan salah satu karyawan kafe harus pulang karena ibunya sakit.Awalnya Erlangga tak terlalu mempermasalahkan batalnya Melissa pulang cepat ke rumah namun setelah menunggu hingga pukul sepuluh malam, Melissa tak juga menunjukkan tanda akan pulang. Semua panggilan dan pesan yang Erlangga kirim tak mendapat balasan sama sekali. Erlangga menjadi khawatir dan memutuskan untuk menjemput gadis itu di tempat kerjanya. Sial mengungkapkan mendapati Melissa dan Rio justru pergi meninggalkan kafe bersama. Erlangga pikir mereka mungkin akan pulang dengan mengendarai mobil, namun setelah di ikuti, mobil Rio justru melaju menuju jalan tol.“Beraninya kau Melissa,” u
“Teganya kau menggunakan kelemahannya,” desis Rio, ada rasa kecewa dalam hatinya tetapi sepenuhnya dia menyadari kecerobohannya yang tanpa pikir panjang hendak membawa Melissa pergi. Dia tahu Melissa mencintai kedua orang tuanya melebihi apa pun. Seharunya dia membiarkan Melissa mempertimbangkan lagi ajakannya.“Aku yang tega atau dirimu, pak Rio? Teganya kau hendak membuat dia menjadi anak yang akan dibenci oleh orang tuanya? Kau hanya akan membuat dia bersedih sepanjang hidupnya.” ucap Erlangga dengan sinis.“Aku tahu kau tidak sepeduli itu dengan dirinya, kau tidak peduli dia dibenci oleh orang tuanya atau tidak. Yang kau pedulikan adalah harga dirimu. Egomu tidak membiarkan dia melakukan hal yang sama seperti apa yang Marissa lakukan padamu.” ucap Rio berang.“Aku tidak akan menyangkal semua ucapanmu. Sekali lagi hal seperti ini terjadi, aku tidak akan bersikap lunak Pak Rio. Kalau kau ingin dia kembali, lakukan apa yang aku tawarkan.” ucap Erlangga kemudian berlalu dari hadapan R