"Kenapa kamu mengajakku bertemu di sini?" tanya Santi yang penasaran ketika Fika mengajaknya bertemu, ia meletakkan tasnya di atas meja dan duduk di hadapan Fika."Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu, Santi," jawab Fika serius. "Kamu mau memesan minuman dulu?" tawarnya.Santi menggelengkan kepala. "Tidak perlu, aku tidak haus. Jadi, apa sebenarnya yang ingin kamu bicarakan?" Santi semakin penasaran dengan alasan Fika mengajaknya bertemu di kafe ini.Fika menghela napas sebelum berkata, "Baiklah, aku hanya ingin tahu bagaimana hubunganmu dengan Steven. Apa kalian berdua baik-baik saja?" tanyanya, mencoba membaca ekspresi wajah Santi.Santi terkejut dengan pertanyaan itu, ia lalu menjawab, "Hubungan kami baik-baik saja. Apa ada yang salah?""Apa kalian masih berpacaran?" tanya Fika lebih jauh, ia hanya ingin memastikan kebenarannya."Tentu saja," jawab Santi tanpa ragu.Fika bergeming. Bagaimana mungkin Santi mengaku masih berpacaran dengan Steven, padahal ia tahu bahwa Steven sud
Dalam perjalanan menuju angkringannya, Steven merasa sangat khawatir. Ia tak mengerti bagaimana tempat kerjanya bisa terbakar, padahal baru beroperasi selama beberapa minggu. Angkringan tersebut merupakan satu-satunya sumber penghasilan Steven saat ini. Setelah mendengar kabar dari Aryo tentang kebakaran tersebut, ia bingung harus berbuat apa.Setelah 15 menit yang panjang, Steven akhirnya tiba di tempat kerjanya. Ia melihat banyak orang yang sudah berbondong-bondong membantu memadamkan api yang melahap bangunan tersebut, bersama dengan bantuan petugas pemadam kebakaran.Steven menghampiri Aryo, sahabatnya, dengan rasa penasaran yang tidak tertahankan. "Aryo, bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Steven dengan suara yang bergetar.Aryo menoleh ke arah Steven yang berdiri di sampingnya. Wajahnya cukup tenang mengingat situasi yang mereka hadapi. "Apinya sudah mulai padam, untung saja petugas kebakaran datang tepat waktu. Jadi, apinya tidak merambat ke toko yang lainnya," jawab Aryo.Me
Aira memasuki rumah orang tuanya dengan hati yang hancur, ia hanya berharap ayahnya akan membantunya mengatasi kesusahan yang dihadapinya.Widya, ibu mertua Aira, tersentak melihat wajah menantunya terasa flat dan muram. "Aira, apa yang terjadi, Sayang?" tanyanya dengan keheranan.Menantu kesayangannya itu menatap ke sekitar, mencari keberadaan ayahnya. "Bu, apakah Papa ada di rumah?" tanya Aira dengan nada berat.Widya menjawab, "Pak Anwar ada di taman belakang, Aira." Dengan cepat, Aira melangkah menuju taman, ekspresi wajahnya menunjukkan kepedihan dan kepasrahan. Dia mendambakan pertemuan dengan ayahnya untuk mengungkapkan situasi buruk yang mereka hadapi.Ketika sudah berada di taman belakang, Aira melihat ayahnya yang sedang duduk santai di kursi taman sambil membaca koran. Aira memutuskan untuk berbicara dengan ayahnya. "Papa," serunya dengan suara lembut.Ayahnya menoleh, ia melihat putrinya yang tengah berjalan ke arahnya. "Aira." Ia lalu meletakkan koran dengan perlahan di
Anwar melayangkan tangannya di udara, kesal dengan sifat Aira yang tak bisa diatur, emosinya sudah meluap. Namun, ketika tangan Anwar akan menyentuh wajah Aira, ada sebuah tangan kekar yang menghalanginya."Tolong jangan kasar kepada istri saya," ucap Steven, lelaki itu datang tepat waktu ketika istrinya akan ditampar. Ia takkan membiarkan siapapun menyakiti istrinya, terkecuali Anwar, ayah dari istrinya sendiri.Anwar menghempaskan tangan Steven, lalu menatap lelaki itu dengan penuh amarah. Ia tak tahu mengapa Steven tiba-tiba muncul di rumahnya."Apa yang kamu lakukan di sini, Steven?" gerutu Anwar dengan rona wajah yang begitu masam."Saya ke sini untuk menjemput istri saya, tapi saya malah melihat Anda akan menyakitinya," jawab Steven dengan tegas.Anwar merasa semakin geram, tak suka dengan campur tangan Steven dalam urusan keluarganya. "Kamu tidak punya hak apa-apa di sini. Ini urusan keluarga kami sendiri.""Saya paham, Pak Anwar. Tapi sekarang Aira adalah istri saya, saya tida
5 Tahun Kemudian.Aira duduk termenung di teras apartemennya yang berada di pusat kota. Ia tak henti-hentinya mengingat kembali perjalanan hidupnya lima tahun yang lalu yang penuh dengan liku-liku dan hambatan dalam mencapai mimpinya. Namun, sekarang ia sudah berhasil mencapai cita-citanya menjadi model terkenal.Aira berasal dari keluarga yang memang terbilang memiliki segalanya. Akan tetapi, kehidupannya berubah ketika ia lebih memilih hidup bersama dengan Steven. Kehidupan mereka begitu sangat sederhana, dan hanya tinggal di kontrakan yang begitu kumuh. Awal mulanya ia memang tak suka dengan tempat tersebut. Akan tetapi, karena cinta yang diberikan Steven begitu tulus. Aira pun mampu menepikan egonya. Ia menerima segala kekurangan dan kelebihan Steven.Aira mendengar ponselnya berbunyi. Ia segera meraihnya dan mengangkat panggilan tersebut."Halo Aira, bagaimana kabarmu?" tanya Mira, asisten pribadinya dari seberang sana."Halo, kabar baik. Ada apa?" jawab Aira."Aira, ada job baru
Aira memasuki kamarnya ketika sudah selesai memasak, meskipun mereka sudah memiliki asisten rumah tangga. Akan tetapi, ia tak pernah lupa akan tugasnya untuk menjadi seorang istri. Meskipun pekerjaannya sebagai model kadang menyita waktunya dan jarang sekali berada di rumah. Namun sebisa mungkin, Aira menyempatkan diri untuk pulang."Sayang, apa hari ini kamu akan ke tempat kerja?" tanya Aira ketika melihat Steven sedang mengenakan kemejanya."Iya, hari ini aku akan pergi ke restoran, ada banyak hal yang harus aku urus di sana," jawab Steven sambil mengancingkan kemejanya.Aira berjalan ke arah Steven, ia membantu mengancingkan kemeja suaminya. "Apa Veline sudah bersiap?" tanya Steven sambil memandangi Aira yang menyematkan kancing kemejanya.Aira mengangguk sambil fokus dengan kemeja suaminya. "Sudah, dia sudah selesai mandi dan mengenakan seragam sekolahnya.""Baguslah, hari ini aku yang akan mengantarnya.""Baiklah, aku juga harus cepat-cepat ke kantor," kata Aira yang sudah menye
Mata Aira hampir meloncat keluar saat melihat siapa yang datang, seseorang dari masa lalunya, yang pernah dekat dengannya, dan juga orang yang telah menghancurkan hidupnya sekarang berdiri di hadapannya."Michael," gumam Aira pelan. Dia tidak pernah membayangkan akan bertemu mantan kekasihnya lagi setelah 5 tahun berlalu. Lelaki yang sudah menorehkan luka yang begitu dalam, tak pernah ia bayangkan kini akan hadir kembali dalam hidupnya.Aira merasa jantungnya terasa berdebar kencang. Michael adalah mantan kekasihnya, dan mereka telah berpisah dengan cara yang tidak menyenangkan. Tentu saja dia tidak ingin melihatnya lagi, tetapi di sini, lelaki itu berdiri tepat di depannya, seperti hantu dari masa lalu yang kembali muncul."Aku mendengar bahwa ada seseorang yang ingin tahu siapa pemilik dari sabun kecantikan itu. Aku adalah Michael William Bradley, pemilik sabun kecantikan dari perusahaan AM, dan kita akan bekerja sama dengan Emily Model Agency," kata Michael dengan senyum menyeringa
Tidak lama kemudian, Michael mendengar pintu ruangan terbuka. Ia segera meletakkan bingkai tersebut kembali di atas meja.Mata Aira sontak membulat ketika melihat kehadiran Michael di ruangannya. "Sedang apa kamu di sini?" tanyanya dengan nada tajam.Michael berjalan mendekati Aira, dan menatapnya dengan tatapan yang sama tajamnya. "Apa ada masalah kalau aku ada di sini, Nona Aira Putri Adiwijaya?""Ini ruangan milikku, dan aku tidak mengizinkan siapapun masuk, terkecuali kamu!" Aira berdesis, sambil mengepalkan tangannya dan menahan emosi yang mungkin sebentar lagi akan meletus dari dalam dirinya.Michael hanya tersenyum sinis melihat reaksi dari mantan kekasihnya itu. "Kamu belum berubah, selalu saja jadi orang yang emosional, Aira.""Aku tidak peduli, pergi dari sini sekarang juga!" Aira menunjuk pintu, berharap agar Michael bisa segera pergi dari ruangannya. Namun, Michael justru hanya bersedekap dada."Tunggu sebentar, Aira," ucap Michael sambil menyentuh kedua bahu Aira."Jangan