Aryo menepuk bahu Steven, kemudian menunjuk ke arah seseorang yang berada di depan toko percetakan menggunakan dagunya.Steven melihat ke arah yang ditunjuk oleh Aryo dan mengetahui bahwa Santi sudah berada di sana, membawa makanan untuknya."Lihat, sudah ada Santi, sepertinya dia begitu antusias membawakanmu bekal setiap hari," gumam Aryo.Steven hanya bisa menarik napas gusar. Setiap hari, Santi memang selalu membawakan bekal untuknya, meskipun ia sudah menolak, wanita itu terus saja membawakan bekal seperti itu. Keteguhan hati Steven untuk menjelaskan situasi sebenarnya terkendala oleh rasa terima kasih dan kebaikan hati Santi."Apa kamu tidak mau memberitahunya tentang pernikahanmu dengan Aira? Mungkin itu bisa membantu menghentikan kebiasaannya," saran Aryo.Steven menggeleng pelan. "Aku sudah mencoba memberitahunya, tapi sepertinya dia tidak percaya. Dia terus saja membawakan bekal ini setiap hari.""Aira tahu tentang bekal ini?" tanya Aryo.Steven mengangguk. "Iya, tapi dia tida
"Aira!" teriak Steven ketika melihat Aira yang langsung pergi. Dia merasa khawatir dan bingung, tidak mengerti kenapa Aira ada di sini. Tanpa berpikir panjang, Steven pun langsung berlari mengejar Aira."Aira, berhenti!" teriak Steven lagi, berharap Aira akan berhenti dan mendengarkannya. Namun, Aira terus berlari, seolah-olah dia tidak mendengar apa yang Steven katakan.Steven merasa putus asa, tapi ia tidak berhenti. Dia terus berlari, berusaha mengejar Aira. Steven harus berbicara dengan Aira, harus mencoba memahami apa yang sedang Aira rasakan."Berhenti Aira!" Steven menahan tangan Aira dengan lembut."Lepas, Steven! Jangan ikuti aku, aku ingin sendiri!" Aira berucap dengan nada tinggi, menepis tangan Steven yang menahannya.Aira berusaha melepaskan diri, tapi Steven tidak melepaskannya sama sekali. "Aira, kenapa kamu seperti ini? Apa kamu marah kepadaku? Aku minta maaf, aku tidak tahu mengapa Santi tiba-tiba menciumku," ujar Steven dengan suara penuh penyesalan.Dia merasa bersa
Ketika Steven memeluk Aira, dia merasa Aira tak berkutik lagi. Tiba-tiba, tubuh Aira terasa berat di pelukannya, membuat Steven merasa khawatir."Aira," kata Steven, suaranya penuh dengan kekhawatiran. Dia melepaskan pelukannya dan melihat Aira yang tampaknya tidak sadarkan diri."Aira, Aira bangun, Aira!" teriak Steven yang sudah panik. Dia merasa takut, tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Dia merasa bingung dan tidak berdaya, melihat Aira yang tidak sadarkan diri di pelukannya.Dalam pelukan Steven, Aira terasa begitu lemah. Tubuhnya terasa berat dan dia tidak memberikan respons apa pun. Steven merasa panik dan khawatir melihat kondisi Aira."Aira," ucap Steven dengan suara gemetar, mencoba membangunkannya. "Bangun, Aira! Tolong, buka matamu!"Namun, Aira tetap tidak merespons. Steven merasa hatinya hancur melihat Aira yang terbaring tak berdaya. Dia merasa bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.Steven akhirnya menggendong Aira ala bridal style, membawanya menuju mobil Ar
"Malam ini, aku mau menginap di rumah kamu, boleh, kan?" ujar Fika dengan antusias."A-apa?" Aira terkejut dengan permintaan tersebut, tidak menyangka bahwa Fika ingin menginap di rumahnya.Saat ini, Aira sedang berada di rumah sakit, terlebih Aira sudah tidak tinggal di rumahnya lagi, tepatnya rumah orangtuanya."Kenapa Aira?" tanya Fika, ia bingung, sepertinya Aira merasa terkejut atas permintaannya."S-sepertinya tidak bisa, Fika. Maaf ..." jawab Aira dengan rasa penyesalan."Kenapa memangnya? Padahal aku malas banget di rumah sendirian," keluh Fika."Memangnya Tante dan Om ke mana?" tanya Aira."Lagi keluar kota. Ya udah deh kalau gak boleh, nanti aku nginap di rumah Nita kalau gak Santi." Fika berujar dengan sedikit kecewa."Iya, sekali lagi aku minta maaf." Aira berkata dengan suara lembut, merasa bersalah karena tidak bisa memenuhi permintaan Fika.Aira berharap Fika dapat memahami situasinya dan menemukan tempat lain untuk menginap. Dia ingin fokus pada pemulihannya dan ia seng
"Apa? Maksud Papa, sekarang Papa sedang berada di luar negeri?" Aira terkejut mendengar kabar tersebut.Anwar menjelaskan dengan senang hati, "Iya, Aira. Kami sedang berlibur di luar negeri bersama kakak iparmu juga Dimas dan keluarganya. Kami merasa butuh waktu bersama setelah semua yang terjadi. Tapi jangan khawatir, kami akan kembali dalam waktu dekat."Aira merasa sedih. Di satu sisi, dia senang mendengar bahwa keluarganya sedang berlibur dan bahagia. Namun, di sisi lain, dia merasa sedih karena mereka tidak ada di dekatnya saat dia sedang mengalami masa sulit."Apa? Kenapa Papa tidak memberi tahu Aira?" Aira terdengar kecewa dan sedikit marah."Sudahlah, Aira. Percuma juga papa memberitahu kamu. Suami kamu mana mampu membawa kamu ke luar negeri," jawab Anwar dengan nada cuek.Tapi Aira tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. "Tapi, Pa! Seharusnya Papa memberitahu Aira terlebih dahulu jika ingin pergi ke luar negeri. Aira ini masih keluarga kalian, bukan?" Namun, Anwar hanya meng
Aira dan Steven terkesiap melihat siapa yang tiba-tiba datang begitu saja. Mereka berdua memandang ke arah pintu dengan rasa penasaran dan keheranan.Di ambang pintu, sudah ada Aryo yang tersenyum manis, dan di sampingnya ada seorang wanita paruh baya, yaitu Widya—ibunda Steven.Steven yang sedang memeluk Aira, segera melepaskan pelukannya, begitu juga dengan Aira yang langsung menghapus air matanya.Widya begitu bahagia melihat anak dan menantunya yang sudah terlihat dekat. Ia merasa khawatir dengan sikap keras kepala Aira, namun ia juga tahu betul bahwa Aira memiliki sisi lain yang tidak diketahui oleh orang lain. Meskipun terkadang terlihat cuek, manja, dan egois, Aira selalu menyembunyikan kesedihannya sendiri.Widya sudah bekerja di keluarga Adiwijaya selama hampir 15 tahun, waktu yang tidak sebentar. Sejak Aira masih kecil, Widya selalu membantu mengurusnya. Widya juga sudah menganggap Aira sebagai putrinya sendiri, terlebih sekarang Aira sudah menjadi menantunya.Selama bertahun
"Aira, ada apa?" tanya Steven dengan rasa khawatir saat melihat Aira terlihat seperti sedang menahan sesuatu."Aku mau ke toilet," jawab Aira sambil mencoba turun dari brankar dengan hati-hati.Steven dengan sigap mengulurkan bantuan dan membantu Aira turun dari brankar. Ia juga mengambil selang infus agar Aira bisa membawanya bersama saat pergi ke toilet. "Biar aku bantu," ucapnya dengan penuh perhatian.Steven memastikan bahwa Aira merasa nyaman dan aman saat bergerak. Ia ingin memastikan bahwa Aira mendapatkan perawatan yang terbaik dan merasa didukung dalam setiap kebutuhannya.Setelah masuk ke dalam kamar mandi, Aira akhirnya melepaskan rasa mual yang telah lama mengganggu perutnya.Hooeekk! Hooeekk!Steven yang mendengar suara muntah Aira menjadi khawatir. Ia segera bertanya dengan kekhawatiran, "Aira, apa kamu baik-baik saja?"Namun, tidak ada jawaban dari Aira. Steven hanya bisa mendengar suara muntah yang terus berulang dari dalam kamar mandi.Steven merasa cemas dan ingin mem
Ketika Steven hendak pergi, ada suara memanggil namanya, Steven menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah sumber suara dan melihat sahabatnya, Aryo, yang tersenyum manis kepadanya."Steven," panggil Aryo dengan penuh perhatian.Aryo mendekati Steven dan bertanya, "Ada apa? Apa ada sesuatu?"Aryo merasa bahwa Steven sedang menghadapi masalah, sehingga ia ingin membantu."Aku membutuhkan uang untuk tagihan rumah sakit Aira. Aku sudah mencoba meminjam kepada Pak Udin, tapi dia tidak mau meminjamkannya," ucap Steven dengan rasa kekecewaannya.Aryo tersenyum dan dengan tulus berkata, "Kamu tidak perlu khawatir, gunakan saja uangku."Steven terkejut mendengar tawaran tersebut. Ia merasa terharu dengan kebaikan hati Aryo."Tapi, Aryo ....""Kita ini sahabat, Steven. Jika kamu butuh sesuatu, kamu bilang saja," sela Aryo dengan tegas.Steven merasa terharu dan berterima kasih kepada Aryo atas tawarannya. Ia merasa beruntung memiliki seorang sahabat yang begitu peduli."Terima kasih, Aryo. Kal