Sesak tiba-tiba mendera di dalam dada, Hanna mencoba untuk mengatur laju embusan napasnya yang semakin tak beraturan mana kala menyaksikan foto sang suami yang berada di layar ponsel. Tatapannya mengarah ke gumpalan-gumpalan awan yang tebal, tepat berada di ketinggian tiga puluh dua ribu feet di atas permukaan laut.
Ada kerinduan dan kekecewaan yang membaur menjadi satu, tapi begitu sulit untuk dijabarkan lebih jelas. Hanna ingin sekali bersandar di dalam pelukan pria itu. Namun, sepertinya sudah cukup untuk tidak membohongi diri sendiri lagi dengan meyakinkan bahwa sang suami benar-benar mencintainya seperti apa yang terlihat terakhir kali.
"Kau menyesal meninggalkannya, Nak?" ucap pria paruh baya yang duduk di samping wanita itu. Pria yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Hanna yang terlihat murung. Sesekali wanita itu mengusap sudut matanya yang basah, dan hal itu tidak luput dari pengamatan sang pria. Wajah pria itu terlihat tampan meskipun sudah berumu
"Kau tentu mengenal Tonny, bukan? Selama ini dia terlihat seperti orang kepercayaan Bart, tapi sebenarnya Tonny bekerja untukku." Tuan Chris menjelaskan semua kejadian sejak awal hingga hari di mana dirinya mendengar kabar bahwa Tonny mengalami insiden. Terakhir kali Tonny menghubunginya tadi malam, tepat beberapa saat sebelum terjadinya insiden itu. Namun, Tuan Chris memilih untuk tidak menemui Tonny yang saat ini sedang menjalani perawatan, setelah dia yakin bahwa pria itu sedang berada di tempat yang aman, dan justru memilih untuk menemui Hanna dengan cara ini. Hanna melebarkan kedua matanya setelah mendengar semua penjelasan yang keluar dari mulut Tuan Chris. Segala tentang kebusukan Sophia, Matthew yang ternyata memiliki pertalian darah dengan Bart juga memiliki motivasi tertentu untuk menghancurkan kehidupan pria itu, serta kenyataan tentang jati diri Thomas. "Hanna, kamu tahu, 'kan seperti apa watak suamimu? Dia akan melakukan apapun agar pernikahannya t
"Ck! Aku bisa pergi sendiri, jauhkan tangan kotormu!" titah Sophia kepada Bibi Helena. Tentu, Sophia adalah manusia yang sehat meski tubuhnya terlihat kurus akibat kegagalan liposuction dan diet ketat yang sempat dia jalani, sehingga wanita itu kehilangan kemampuan tubuhnya dalam menyerap nutrisi secara maksimal. Bibi Helena seolah menulikan pendengarannya dengan terus saja mendorong kursi roda yang ditumpangi Sophia hingga dia memastikan bahwa wanita licik itu benar-benar berada di kamar perawatannya dan tidak mengganggu Bart untuk sementara waktu. Dengan wajah kesal, Sophia menggerutu sepanjang lorong menuju ruang perawatannya. Andai saja saat itu dia tidak sedang bersandiwara, tentu Sophia akan memilih untuk berjalan dengan kedua kakinya sendiri menuju ruang perawatan. Setelah kepergian Sophia dari kamar perawatan Bart, seorang dokter pria bersama perawat wanita yang menjadi asistennya masuk ke dalam ruang perawatan Bart dan menghampiri pria itu sambil
"Sebaiknya kau pulang saja, Bi. Thomas mungkin membutuhkanmu, pengasuh lain mungkin tidak akan bisa menghadapi Thomas dalam jangka waktu lama, karena dia pasti akan mencarimu," pinta Bart kepada Bibi Helena. Bagi Bart, tidak ada kekuatan emosional yang begitu dalam antara dirinya bersama Thomas. Dia mencoba untuk mendalami perasaannya sendiri. Apakah hal yang sama akan terjadi jika dia memiliki keturunan bersama Hanna. Jika memang demikian, maka Bart tidak pantas untuk memikirkan bahwa suatu hari nanti Hanna akan memberikannya seorang keturunan dan kembali mengecewakan wanita itu atas sikap dinginnya terhadap anak kecil. Namun, jauh di dalam lubuk hatinya, Bart sungguh menginginkan hidup bahagia bersama Hanna dan buah cinta mereka. Sebuah pernikahan impian yang mungkin hanya sebatas impian, sementara pada kenyataannya kini Hanna telah meninggalkan Bart yang jatuh dalam keterpurukan. Bart meraup wajah dan menghela napas secara bersamaan. Sekali lagi dia memben
*** Tidak ada hiruk pikuk di pulau terpencil seperti ini. Yang ada hanyalah keindahan dan ketenangan yang melebihi dari apa yang pernah dibayangkan oleh Hanna. Ada beberapa bungalow yang terlihat di pandangan mata wanita berparas cantik itu. Di beberapa bungalow terlihat pula beberapa pasangan yang sepertinya sedang melewati momen bulan madu. Mereka tak sungkan mempertontonkan kemesraan di alam bebas, membuat Hanna menjadi uring-uringan menyaksikan pemandangan itu. "Ck! Kehadiran mereka hanya merusak suasana!" gumamnya dengan mulut mencebik. Pandangannya teralihkan pada sosok pria yang sedang memanggul seorang anak laki-laki di pesisir pantai. Sesaat Hanna terkesiap menyaksikan interaksi antara anak dan ayah itu. Namun, yang membuatnya tak henti-henti memutuskan pandangan adalah ketika wajah pria itu mengingatkannya dengan sosok Bart. Hanna tersenyum kecut mana kala membayangkan dirinya bersama Bart sedang bermain-main di pesisir pantai bers
Entah sudah berapa lama Fabian dan Hanna berdiri di sisi pantai tanpa kata yang terucap, keduanya seolah terkikis jarak meskipun kini mereka berdiri bersebelahan. Hanna berdiri di sisi Fabian, membiarkan semilir angin senja menerpa kulitnya yang terlihat meremang. Sesekali dia mengusap-usap pergelangan tangannya untuk menciptakan hangat dari tubuhnya sendiri. "Sebenarnya siapa kamu, dan apa tujuanmu mengucapkan kata-kata itu barusan?" tanya Hanna setelah membiarkan hening beberapa saat setelah pertanyaannya yang tak kunjung mendapatkan jawaban dari Fabian. Namun, pertanyaan terus berputar di benaknya atas apa yang sedang terjadi saat ini. "Peduli, kami peduli pada kalian," ucap Fabian singkat. Hanna sempat berpikir bahwa dia salah dengar, tetapi wajah yang ditunjukkan Fabian begitu meyakinkan seperti apa yang terdengar. Bagaimana mungkin Tuan Chris dan Fabian begitu peduli kepadanya, sementara Hanna hanyalah sekedar orang asing yang baru saja masu
"Aku tidak yakin, tapi aku rasa hal itu hanyalah sebuah kebetulan." Fabian mengucapkannya dengan sedikit ragu. Dia baru saja terpikir untuk menghubung-hubungkan kejadian di masa lalu dengan sekarang. Baru dia sadari jika Hanna dan mendiang Hanna memiliki kesamaan nama, bahkan jika Fabian ingin jujur, sosok Hanna yang sekarang, sedikit agak mirip dengan mendiang Hanna. Mereka sama-sama memiliki paras cantik dengan warna rambut keemasan.Kesan pertama saat melihat kedua wanita itu adalah membuat siapa pun lupa berkedip untuk beberapa detik. Tapi, Fabian tidak ingin memperkeruh suasana dengan mengutarakan apa yang dia pikirkan saat ini. Jika tidak, mungkin saja Hanna akan berpikir bahwa Bart memang menikahinya karena alasan itu."Bart membenci wanita. Bagaimana mungkin dia membenci wanita sementara dia pernah memiliki istri bernama Hanna, lalu mencintai Sophia, kemudian menikahiku dan ingin memiliki anak. Bukankah lebih tepatnya dia adalah seorang pecinta wanita?" Tawa su
*** Suara pecahan kaca dan barang-barang berserakan menimbulkan ketakutan tersendiri bagi Clarissa. Sambil mendekap bayi yang berada di dalam gendongannya, wanita itu berteriak histeris dengan tubuh bergetar kala menyaksikan Matthew yang mengamuk sejadi-jadinya di dalam kamar mereka. Sejak keluar dari rumah sakit, Clarissa mendapati sikap Matthew yang terlihat lebih kasar dan pemarah. Nampaknya sesuatu telah terlewatkan saat Clarissa tidak sedang bersama pria itu. "Matt, a-apa yang terjadi, Sayang?" ucap Clarissa dengan terbata-bata di sela tangisnya, khawatir jika sikap kasar pria itu berimbas terhadapnya dengan kekerasan fisik yang bisa saja terjadi kapanpun. Tanpa menjawab, Matthew meraih kunci mobil dengan kasar yang terletak di atas nakas, meninggalkan Clarissa dan bayi mereka yang juga ikut menangis. Pernikahan mereka belum juga terlaksana. Namun, dengan melihat sikap Matthew seperti ini, tentu Clarissa butuh berpikir berkali-kali untuk
Tanpa berpikir panjang, Nyonya Sylvia segera melajukan kendaraannya untuk mengikuti ke mana tujuan Matthew, sebelum putra bungsunya itu melakukan sesuatu yang bisa mengancam kebebasannya. Dari kaca spion mobil, Matthew bisa menyaksikan mobil milik sang ibu terlihat berusaha untuk membuntuti. Dia menyadari sesuatu yang buruk sedang mengintai. Namun, apapun yang terjadi, Matthew akan tetap mengikuti kata hatinya. Secepat mungkin kenyataan pahit ini harus terkuak, bagaimanapun itu. Memiliki keahlian berkendara yang tidak bisa disepelekan, Matthew melaju dengan kecepatan tinggi. Saat ini yang dia pikirkan adalah bagaimana menebus semua kesalahan-kesalahan yang dia lakukan terhadap orang-orang yang sudah dia korbankan. Tujuannya pertama kali adalah menyambangi kediaman Bart. Dia berharap dapat bertemu dengan saudara tirinya itu dan menjelaskan semua yang sudah terjadi. Terutama tentang status Thomas, serta bagaimana dengan mudahnya Sophia merusak hubungan Bart bersama Hanna atas