"Posisi terbaik 15, diraih oleh Leandru Mahendra dari PG," ujar Gustavo, yang disambut seruan penonton. "Terbaik 14, adalah Arkhan Maheswara dari PC," lanjutnya. "Juara 13, ini sebenarnya nggak disangka-sangka, karena orangnya baru bergabung selama beberapa bulan. Yakni, Zijl Naratama dari PC," sela Tio yang menyebabkan rekan-rekan Zijl di tim 11 berseru kegirangan. "Pemenang 12, Kasyafani Suwardana dari PC," imbuh Gustavo. "Urutan 11, Atalaric Dewawarman dari PG," sambungnya. "Sekarang kita lanjut ke posisi 10 terbaik," timpal Tio sembari berpindah ke dekat kedua pelatih utama. "Silakan, Mas Helmy dan Mas Indra," bebernya. "Posisi top 10 diraih oleh Luthfan Baihaqi dari PC," terang Helmy, prajurit KOPASSUS yang selalu menjadi pelatih khusus diklat PBK khusus para bos. "Top 9, dimenangkan oleh Arudra Janardana dari PC," jelas Indra, rekan Helmy di KOPASSUS. "Lanjut, W," pinta Tio sambil mendatangi rekannya. "Top 8, ditempati oleh Emris Rafardhan dari PC!" seru Wirya. "Ayah, si
Pagi harinya, seusai acara penutupan, semua peserta diminta berfoto sesuai kelompok masing-masing. Kemudian mereka berkumpul membentuk barisan 7 lapis, dengan semua pelatih dan panitia di bagian tengah. Nandira yang datang bersama rombongan Sultan dan Gustavo, diminta berfoto berdua dengan Januar dalam berbagai pose. Hadirin terkekeh kala Hadrian memaksa ikut berfoto dengan alasan jika dirinya juga ikut andil, hingga pasangan tersebut menikah beberapa tahun silam. Setelahnya, semua orang dipersilakan bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Kecuali Januar dan Nandira yang mendapat hadiah tambahan dari tim SHEHHBY, yakni menginap dus hari satu malam di cottage mana pun yang mereka kehendaki. Selain Januar dan istrinya, seluruh petinggi PBK juga ikut berlibur bersama keluarga masing-masing yang turut dalam rombongan Sultan. Tepat setelah salat Zuhur, para peserta, panitia dan pelatih, berpamitan pada kelompok PBK. Kemudian mereka menaiki sepuluh speedboat dan dua pesawat khu
"Itu permintaan orang tua Mas Ra. Dari awal hubungan kami, mereka memang sudah tidak setuju. Mungkin karena waktu itu sebetulnya Mas Ra sudah dijodohkan dengan Zivara." "Kamu nggak protes disembunyikan begitu?" "Mau protes pun percuma. Mas Ra hanya berusaha untuk menenangkan keluarganya dan juga aku." "Maksudnya?" "Dia ngambil jalan tengah Mbak. Tetap menikahiku, tapi juga nurut ke orang tua." Indah mengangguk paham. "Posisimu sangat sulit. Enggak ada seorang pun perempuan yang mau statusnya hanya jadi istri rahasia." "Ya, memang berat," sahut Lanika. "Tapi setelah merenung lama, aku sadar, mungkin itu cara Tuhan buat memberi jarak padaku dan Mas Ra. Dimunculkan Zivara di antara kami, sebagai tanda bila dialah jodoh Mas Ra yang sebenarnya," sambungnya. "Kamu nggak benci ke Zivara?" "Awalnya begitu. Bahkan aku beberapa kali memakinya. Dan dia balas maki aku juga." Indah mengulum senyuman. "Kalian sepertinya sama-sama keras." "Ya, mungkin itu persamaan kami." Lanika terdiam se
Seunit mobil MPV berhenti di depan rumah Zivara. Sang ajudan segera turun dari pintu samping kiri, sementara sopir memajukan mobil ke pekarangan, lalu berhenti di depan garasi. Nirwan membukakan pintu bagian tengah. Lalu dia mengangkat beberapa tas berisi kado, dan mengangkutnya sampai ke teras. Zivara turun dengan hati-hati dari mobil. Dia jalan menyusul Nirwan yang tengah membuka kunci pintu. Zivara menguap karena benar-benar mengantuk. Dia lelah setelah terjaga seharian tanpa tidur siang. Sekian menit berlalu, Zivara telah berbaring di kasur kamar utama. Arudra masih bertahan di ruang tengah sambil berbincang dengan Nirwan, yang diminta tinggal di rumah itu semenjak sebulan silam. Arudra khawatir jika tiba waktunya Zivara melahirkan, dia hanya berdua dengan sang istri. Sebab itu dia meminta Nirwan menetap, supaya ada yang membantunya mengawasi sang istri. "Minggu depan, kita berangkat ke Singapura, hari Rabu sore," ujar Arudra sembari membaca pesan di grup khusus proyek di san
Ruang pertemuan DS Grup di Central Business District (CBD), terlihat banyak orang. Mereka mendengarkan penjelasan manajer marketing perusahaan bergengsi itu dengan serius. CBD adalah pusat keuangan dan komersial di Singapura. Tempat yang berawal dari Sungai Singapura, akhirnya melebar hingga kawasan Marina Bay, Museum, Orchard, Rochor dan Outram.Puluhan menit terlewati, rapat telah usai. Semua peserta yang berasal dari berbagai perusahaan yang ingin mengikuti tender baru DS Grup, mendekati sang CEO untuk beramah-tamah, sekaligus berpamitan. Arudra mengikuti langkah Hadtian, Zein, Fritz, Rylee, dan Sebastian. Mereka menyusuri koridor yang di sisi kirinya merupakan area khusus asisten manajer dan asisten direktur. Seorang perempuan berambut sebahu menyalami Hadrian yang berada paling depan kelompok itu. Keduanya sempat berbincang, sebelum Hadrian memperkenalkan rekan-rekannya pada sekretaris direktur DS Grup. "Cantiknya," puji Rylee sembari menoleh ke belakang, untuk mengamati pere
Beberapa orang turun dari mobil SUV silver, yang diparkirkan di depan sebuah bangunan tiga lantai di kawasan pusat bisnis Kota Bandung. Mereka mengayunkan tungkai menuju pintu depan kafe yang dibukaksn seseorang dari dalam. Bilal sempat berbincang dengan sang pegawai, yang segera mengantarkan para tamu ke lantai dua bangunan. Pekikan bergema dari sekelompok pria berpakaian serba putih, kala melihat Bilal muncul sambil menggandeng Yolla. Di belakang keduanya, Lanika menyusul bersama Neni, Fatih dan istrinya. Fazwan bergegas mendatangi kelompok tersebut untuk menyalami mereka. Arudra menghampiri para tamu dan bersalaman, lalu dia memeluk Lanika sesaat dengan hati-hati. Zivara yang tengah berbincang dengan para istri anggota PC dan PG, berdiri dari kursi sambil berpegangan pada Divia. Zivara menyambangi kelompok tamu seraya mengulaskan senyuman. "Sorry, tadi agak macet. Jadinya telat," tukas Lanika seusai beradu pipi dengan Zivara. "Enggak apa-apa, Teh. Acaranya juga belum dimulai,
Lorong di depan ruang bersalin terlihat ramai orang. Tidak ada seorang pun yang terlihat akan pergi. Padahal waktu sudah lewat dari tengah malam. Fazwan jalan mondar-mandir sepanjang koridor. Dia sangat gelisah karena belum ada kabar tentang Zivara yang berada di ruangan dalam. Thamrin tidak putus berdoa untuk keselamatan putri dan cucunya. Begitu pula dengan Rahmadi dan Indriati, yang tadi datang bersama Bhadra serta Casugraha. Zein dan Hendri yang berdiri di dekat pintu ruang bersalin, bekerjasama menggunakan tenaga dalam untuk menarik dan mempercepat proses lahiran. Keduanya telah mendapatkan persetujuan dari Arudra untuk melakukan itu, sebagai cara untuk mempercepat kontraksi agar bayi bisa segera lahir. Mendekati pukul 1 dini hari, pintu besar bercat putih terbuka dan Arudra keluar dari ruangan seraya tersenyum. Dia menepuk pundak kedua sahabatnya yang telah berpindah duduk di kursi terdekat."Bayinya sudah lahir," jelas Arudra. "Alhamdulillah," balas Zein dan yang lainnya
Grup PC Utama Nandito : Alhamdulillah. Buka hape subuh ini, dapat berita gembira. Selamat atas kelahiran putranya, @Arudra. Arya : Welcome, Bayi ganteng. Besok Om ke Bandung bareng Hadrian dan Endaru. Joshua : Selamat, @Arudra dan Zivara. Sanusi : Aku baru bisa berangkat Sabtu pagi. Ada yang mau join? Hans : Aku, @Sanusi. Sekalian pelesiran ke Bandung. Luthfan : Aku berangkatnya sama Mas Arkhan dan Daddy Baskara. Jumat malam berangkat ke Bandung. Agathias ; Aku titip kado ke siapa? Johan : @Zafran. Henley : Aku nitip, dong. Nanti ditransfer. Arnold : Saya kebetulan lagi di rumah mertua. Nanti ke rumah sakitnya bareng istri, Trevor dan Jewel. Kasyafani : Ponakanku sudah lahir! Tunggu, ya, Kasep. Uwa' beresin kerjaan dulu. Jumat siang otw ke Bandung. Haikal : Aku baru nyampe rumah, habis dari Palembang. @Hans, @Idris, kita berangkat bareng Bapak-bapak pengawal lapis satu aja. Idris : Atur, @Haikal. Aku mau duduk manis jadi penumpang. Hans : Pak Sultan mau nitip kado, nih.
Awal malam itu, Lanika tiba di bandara Cengkareng, bersama Sebastian, Rylee dan Cornelia. Mereka dijemput Uday yang kemudian mengantarkan keempatnya ke hotel tempat tim PG dan PC menginap. Setibanya di tempat tujuan, Bilal dan Yolla telah menunggu di lobi. Seusai berbincang sesaat, mereka bergegas menuju ruang pertemuan di lantai tiga, untuk menghadiri jamuan makan malam yang diadakan oleh Tio. Ruangan luas itu seketika heboh. Semua orang menyambut kedua anggota PC yang baru tiba, dengan rangkulan. Hal nyaris serupa juga dilakukan tim para istri pada Cornelia dan Lanika. Kendatipun tidak terlalu mengenal Lanika, tetapi Mayuree dan rekan-rekannya tetap bersikap ramah pada perempuan tersebut. Seusai melepas rindu pada keluarganya, Lanika mendatangi Zivara dan langsung memeluk sahabatnya tersebut dengan erat. Kemudian dia mengurai dekapan dan beralih menciumi Keef yang sedang dipangku maminya. "Masyaallah, asa tambah kasep, pangeran Ate," puji Lanika sembari menggosok-gosokkan hidun
Ruang rapat di gedung kantor PG, siang menjelang sore itu terlihat ramai. Lebih dari 100 pria bersetelan jas biru mengilat, berkumpul untuk mendengarkan pidato Tio. Setelahnya, komisaris PG memanggil orang-orang yang hendak berangkat ke Kanada. Mereka berdiri di kiri Tio, sambil memandang ke depan. Arudra, Drew, Ghael, dan Myron bergantian mengucapkan kalimat perpisahan. Benigno yang akan mengantarkan rekan-rekannya ke Kanada, juga turut memberikan pidato singkat. Sementara Alvaro yang menjadi pemimpin rombongan tersebut, hanya diam sambil memandangi semua orang di ruangan. "Teman-teman, mari kita bersalaman dengan para pejuang ini. Berikan dukungan terbaik buat mereka, yang akan bekerja keras menyelesaikan berbagai proyek kita di Kanada," ungkap Tio sembari turun dari podium. "Mid, tolong atur barisan," pinta Tio yang segera dikerjakan direktur operasional PG. Tio menyalami Arudra dan mendekapnya sesaat. Kemudian Tio memundurkan tubuh dan berbincang singkat dengan rekannya terse
Jalinan waktu terus bergulir. Minggu terakhir berada di Bandung, digunakan Arudra dan Zivara untuk lebih dekat dengan keluarga. Setiap hari mereka bergantian mengunjungi kediaman Rahmadi atau Thamrin, agar bisa bercengkerama dengan keluarga inti dan sanak saudara. Kamis sore, Arudra dan Zivara mendatangi kediaman ketua RT tempat mereka tinggal dan tetangga terdekat, untuk berpamitan. Pasangan tersebut tidak lupa untuk berpamitan pada para pedagang di sekitar kompleks, yang menjadi langganan mereka selama menetap di sana.Jumat pagi, Nirwan melajukan mobil sang bos menuju kediaman Rahmadi. Fazwan dan Disti menyusul menggunakan mobil SUV putih milik Zivara. Tidak berselang lama, Bilal datang bersama Yolla dan keluarganya. Demikian pula dengan Thamrin dan Ruslita. Mereka hendak ikut mengantarkan Arudra dan kelompoknya ke Jakarta. Seusai membaca doa bersama, semua orang menaiki kendaraan. Kemudian Bhadra yang berada di mobil terdepan, menekan klakson sebagai tanda perjalanan akan seg
Senin pagi menjelang siang, Arudra dan Zivara beserta yang lainnya bertolak menuju Lombok. Fazwan dan Disti juga ikut dalam rombongan tersebut untuk menikmati bulan madu, sebagai hadiah dari para petinggi Janardana Grup dan Mahendra Grup. Pada awalnya para pria ingin kembali mengunjungi Pulau Komodo. Namun, karena banyak anak-anak yang ikut, akhirnya tempat tujuan diubah supaya cocok dengan anak kecil.Pesawat yang mereka tumpangi akhirnya tiba di Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (Bizam) menjelang pukul 4 sore. Perjalanan itu ditempuh dalam waktu yang cukup lama, karena pesawat harus transit di bandara Bali. Dari bandara menuju hotel milik BPAGK, rombongan tersebut menaiki bus berukuran besar yang disediakan pihak hotel. Agung, ketua pengawal Bali dan Nusa Tenggara, kembali menjadi pemandu wisata dadakan.Seperti biasa, para pengawal muda mengadakan kuis berhadiah kudapan dan minuman ringan. Sebab jumlah bos yang ikut cukup banyak, akhirnya semuanya ikut dan terbagi menj
Sabtu pagi di minggu kedua bulan Agustus, pernikahan Fazwan dan Disti dilangsungkan di gedung pertemuan kawasan Buah Batu. Rombongan keluarga calon pengantin pria tiba belasan menit sebelum acara dimulai. Yudha yang menjadi pemimpin, mengatur barisan bersama teman-teman pasukan pengawal area Bandung. Setelah diberi kode oleh tim panitia pihak perempuan, rombongan berseragam serba krem jalan perlahan menuju pintu utama gedung. Mereka berhenti di bawah tenda untuk menyaksikan sambutan dari kedua orang tua Disti. Susunan acara khas Sunda dilaksanakan dengan khidmat, sebelum akhirnya rombongan dipersilakan masuk. Keluarga inti, para petinggi PBK dan keluarga Janardana, serta Mahendra dan Pangestu, menempati kursi dua deretan terdepan sisi kanan. Di belakang mereka dipenuhi keluarga besar Fazwan, dan semua pengawal lapis satu hingga 12 yang hadir bersama keluarga masing-masing. Tidak berselang lama acara dimulai. Fazwan mendengarkan khotbah nikah dengan serius sambil merekamnya dalam
Minggu berganti menjadi bulan. Menjelang keberangkatan ke Kanada, Zivara justru disibukkan dengan persiapan pernikahan Fazwan. Sebab calon pengantin pria sedang sibuk mengikuti Arudra tugas ke luar kota, mau tidak mau Zivara yang menggantikan posisi akangnya untuk membantu Disti. Sore itu sepulang dari kantor, Zivara memacu mobil SUV putih menuju pusat perbelanjaan. Kala berhenti di perempatan lalu lintas, Zivara menyempatkan diri untuk menelepon Nini, yang tengah dijemput Isfani untuk menyusul Zivara, bersama Keef. Setibanya di tempat tujuan, Zivara memarkirkan mobilnya dengan rapi. Dia merapikan penampilan terlebih dahulu, kemudian menyemprotkan sedikit parfum ke baju. Sekian menit berikutnya, Zivara telah berada di dekat pintu utama. Dia menunggu kedatangan taksi yang ditumpangi Nini dan Isfani tiba, kemudian mereka bergegas menuju lantai tiga, di mana Disti dan kakaknya telah menunggu. Keempat perempuan bersalaman sambil beradu pipi. Sementara Nini hanya menyalami calon istri
"Siapa kamu!" bentak Eyang Min, saat seorang pria tua muncul di dekat teras depan rumahnya. "Tidak perlu tahu aku siapa. Yang penting, setelah ini usahamu menyesatkan orang akan berhenti," jawab Mulyadi dengan sangat tenang. Eyang Min maju beberapa langkah sambil mengacungkan tongkatnya yang berbentuk unik. "Oh, ternyata kamu. Orang yang sudah melindungi Lanika." "Betul." "Tapi, percuma saja. Sebentar lagi dia akan mati." "Nyawa manusia adalah milik Allah. Sehebat apa pun ilmumu, jika Allah berkehendak, maka Lanika akan aman." Eyang Min tertawa melengking. Mulyadi tetap diam sambil mengamati beberapa orang yang muncul di belakang perempuan berbaju merah. Zein dan ketiga sahabatnya telah selesai bertempur. Mereka berdiri beberapa meter di belakang Mulyadi sambil memerhatikan sekeliling. Masih ada titik-titik merah yang beterbangan, dan harus terus diawasi. Eyang Min melemparkan tongkatnya yang berubah menjadi ular hitam berukuran besar. Mulyadi spontan mundur sembari memukuli u
Embusan angin kencang menerpa apa pun yang berada di bumi. Dedaunan di dahan bergoyang ke sana kemari mengikuti arah sang bayu. Sekali-sekali akan terdengar suara binatang malam. Selebihnya hanya keheningan yang tercipta di sekitar rumah besar, yang berada di tengah-tengah kebun di pinggir Kota Bogor. Jalan depan rumah itu terlihat lengang. Meskipun waktu baru menunjukkan pukul 10, tetapi tidak ada seorang pun yang melintas di sana. Letak bangunan yang berada di perbukitan, ditambah lagi area belakangnya lebih banyak kebun dibandingkan rumah, menjadikan tempat itu seolah-olah terisolir dari dunia luar. Sekelompok orang terlihat jalan cepat di kebun sisi kiri. Sebab sekitarnya gelap, mereka terpaksa menyalakan senter kecil yang tersambung dengan ikat kepala. Sekali-sekali mereka akan berhenti dan berjongkok untuk memindai sekitar. Kemudian mereka melanjutkan langkah hingga tiba di dekat rerimbunan semak di dekat rumah target. Pria terdepan memberi kode dengan tangan. Lima orang be
Arudra termangu, sesaat setelah Nirwan menceritakan tentang kejadian kemarin malam di mobil Lanika. Bhadra, Casugraha, Fazwan dan Bilal yang juga berada di ruang kerja sang presdir, saling melirik, sebelum sama-sama mengulum senyuman. Sementara Zein menggeleng pelan seraya tersenyum lebar. Sedangkan Hendti justru bertepuk tangan, kemudian dia menepuk-nepuk pundak Nirwan yang terlihat cengengesan. "Hebat, euy! Bisa ninju kunti," tukas Hendri. "Ini berkat ajaran Akang," balas Nirwan. "Dan Bang Zein, serta teman-teman tim pengejar hantu," lanjutnya sambil memandangi pria berkulit kecokelatan yang balas menatapnya saksama. "Kami cuma melatih sedikit. Hatimu memang kuat, itu yang membuatmu sanggup melawan kuntilanak kiriman Nenek tua itu," jelas Zein. "Kamu ikut latihan olah napas, Wan?" tanya Bilal. "Ya, Bang," jawab Nirwan. "Sudah lama?" "Baru dua bulanan. Itu pun karena diajakin Kang Izra. Dia bilang, auraku kuat. Lebih bagus lagi diarahkan ke ilmu kebatinan." "Aku ingat Izra