"Maksud kamu apa, Rain?!" Rain tidak menjawab, tetapi ia mengalihkan pandangannya pada Xavier yang tampak memijat keningnya. Rain yakin jika saat ini, pria matang itu pasti tengah pusing. Rain menatap Syifa yang duduk dekat Nandini. Entah apa yang di lakukannya hingga Nandini begitu menyukai gadis itu. Xavier membuka suaranya, ia menatap gadis yang berada di samping sang istri. Firasat Xavier memang sudah sangat jelek, ketika pertama kali bertemu dengannya. "Hei kau," seru Xavier. "Lebih baik kau pergi dari sini! Kau bukan bagian dari keluargaku jadi sebaiknya kau pergi!" hardik Xavier. Nandini membola mendengar ucapan suaminya. Ia menggeleng, tentu dirinya tidak rela jika Syifa pergi. "Tidak, Sayang!? Bagaimana mungkin kamu menyuruh Syifa pergi. Dia baru saja datang, Sayang?!" Xavier menggeleng, istrinya itu benar-benar sudah buta. "Kita pindah ke ruang kerja!" Lalu Xavier berlalu dari hadapan Nandini, di ikuti oleh Ab
"Kau yakin!?" tanya Xavier ragu. Alexander mengangguk, lantas ia mengeluarkan rekaman ketika Rain menginterogasi pelayan yang memberikan minuman itu pada Shei. Wajah Xavier sudah memerah, rahangnya mengeras. Tangannya mengepal, sorot matanya terlihat sekali amarah yang begitu besar. Tidak dapat Xavier sangka, jika gadis yang ia tabrak ternyata memiliki niat jahat pada keluarga kecilnya. Bahkan ia dengan begitu beraninya menjebak putri kesayangannya. Putri yang begitu ia jaga sedari kecil. "Kita kumpulkan bukti-bukti terlebih dahulu. Setelah itu kita jebloskan dia ke penjara," ujar Alexander datar. Xavier menggeleng, penjara? Tidak ia tidak setuju jika perempuan itu harus di penjara. Xavier lebih memilih untuk memberinya hukuman dengan tangannya sendiri. "Aku tidak setuju! Biar tanganku sendiri yang memberinya hukuman, karena ia tidak hanya membuat putriku menangis namun juga membuatku bertengkar dengan istriku! Entah apa yang di pikirka
"Ibu, apa sebegitu marahnya ibu terhadap Shei?" lirih Sheinafia ketika ia sudah berada di dalam kamarnya. Xavier memboyong anak-anaknya ke Mansionnya yang lain, sementara Nandini tetap berada di Mansion sebelumnya. Xavier kecewa terhadap istrinya, ia tidak menyangka jika Nandini akan bersikap egois seperti itu. Sebagai seorang ibu, seharusnya Nandini merengkuh sang putri. Bukan malah menyalahkannya. Kekecewaan Xavier begitu dalam, sehingga untuk saat ini ia lebih memilih untuk memenangkan dirinya. "Sayang, maafkan aku karena harus meninggalkanmu sendirian. Tunggu aku sampai bisa membuktikan jika gadis itu tidak seperti yang kamu pikirkan selama ini," lirih Xavier seraya menatap poto pernikahannya. Sementara Nandini, ia tengah berada di dalam kamarnya yang begitu mewah dan luas. Kosong, dan hampa yang ia rasakan. Suaminya memilih untuk pergi bersama dengan putra putrinya, kini ia tinggal sendiri. Nandini meraih poto pernikahannya, ia usap gamba
"Kamu masuk lewat pintu balkon?! Terus ke sini naik apa?!" tanya Sheinafia heran. Gadis cantik itu mau turun dari atas pangkuan Rain, namun lelaki tampan itu menahan tubuh Shei. Ia memeluk erat pinggang Sheinafia. "Aku mau turun," lirih Sheinafia. "Biarkan seperti ini dulu," gumam Rain. "Shei, bila esok kita menikah, maukah kamu?!" Sheinafia menatap wajah tampan Rain. Shei dapat melihat ketulusan dan cinta yang besar dari binar mata Rain. Rain menatap wajah cantik Sheinafia dengan begitu dalam. Seolah ia tidak bisa menikmatinya di esok hari. "Apa kamu yakin? Masalahnya kita masih sangat muda, aku ... takut," ucap Sheinafia pelan. Rain terdiam, tentu ia tahu bagaimana kekhawatiran Sheinafia. Mereka masih sangat muda, tentu tidak mudah membina rumah tangga di usia yang begitu muda. Secara ego mereka masih sangat tinggi. "Apa yang kamu takutkan, hmm?" tanya Rain seraya menyelipkan rambut yang menutupi wajah
"Sedang apa kau di sini, Rain!?" tanya Xavier datar. Rain maju mendekat ke arah Sheinafia yang berdiri di apit oleh kedua adiknya. Ia menatap penuh cinta pada Sheinafia. Seseorang yang sudah tertambat di hatinya semenjak mereka kecil. Lalu Rain mengalihkan pandangannya, menatap lelaki matang dengan rambut gondrong yang sengaja ia ikat. Ah calon ayah mertuanya, mirip sekali dengan mafia-mafia di luaran sana. "Maaf, Om. Jika saya memasuki kamar putri ...." Bugh Belum menyelesaikan ucapannya, sebuah pukulan mampir di rahang tegas Rain. Membuat lelaki itu reflek, mundur ke belakang akibat pukulan yang di berikan oleh Xavier. Sheinafia menjerit, kala melihat ayahnya memukul lelaki yang beberapa menit lalu mengajaknya menikah. "Ayah!" jerit Sheinafia. Lantas ia memeluk lengan kekar sang ayah. Sheinafia menggeleng dengan air mata yang sudah membasahi kedua pipinya. "Ayah, jangan pukuli Rain lagi. Kami tidak melakukan apapun, Rai
"Aku mau, malam ini detik ini juga mereka menikah!" tegas Xavier. Alexander langsung menegakkan tubuhnya, menatap serius pada Xavier. "Bukankah, mereka akan menikah tiga hari kemudian?!" Xavier menghembuskan nafasnya kasar, menatap lelaki yang sudah lama bersahabat dengannya. "Kau tahu bukan, Al. Jika aku tidak sedang bercanda," ucap Xavier datar. Alexander terkekeh. Sahabatnya itu memang susah di ajak bercanda jika tengah serius. Xavier menatap tajam pada Alexander. Namun, pria matang itu sama sekali tidak merasa takut. "Ok, malam ini! Di mana aku bisa mendapatkan penghulu sedangkan waktu sudah menunjukkan tengah malam. Bagaimana jika pagi saja, Vier. Supaya Sheinafia juga bisa berdandan sedikit. Lihatlah putriku, matanya sembab, wajahnya pucat." "Ck, dia bukan putrimu! Dia putriku!" tegas Xavier yang tidak ingin membagi putri kecilnya dengan orang lain, meskipun itu calon mertua Sheinafia.
[Maafkan, jika saya harus memberi kabar yang mengejutkan untuk anda. Tapi mobil yang tuan Rain dan Alexander mengalami kecelakaan. Dan mereka tidak selamat.] Deg Xavier mematung. Ponselnya bahkan terjatuh ke lantai, ia tidak dapat mempercayai kabar yang di berikan oleh anak buahnya. Lelaki tampan itu menoleh menatap sang kakak. "Temani aku mencari kabar Rain, aku tidak bisa mempercayai apa yang di kabarkan oleh anak buahku. Jasmine, Alarich dan kalian tolong jaga Shei, jangan sampai ia mendengar kabar ini. Sebelum aku memastikannya sendiri," ucap Xavier datar. Alarich, Sean dan Samudera langsung berdiri. Ketika Samudera ingin ikut dengan sang ayah, Xavier terlihat menggelengkan kepalanya. Sehingga membuat Samudera urung. Arshaka dan Abrian mengikuti langkah kaki Xavier. Terlihat sekali jika lelaki itu begitu khawatir. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Arshaka hanya bisa berharap jika Rain baik-baik saja. "Tuan, bagaimana apa pernikahannya ak
"Bang, Om Alexander sudah meninggal," seru Sean yang baru saja mendapatkan kabar dari ayahnya. Deg Baik Sheinafia, Alarich dan Namilea, ketiganya mematung mendengar kabar yang baru saja di lontarkan oleh saudara kembar Samudera. Sean sendiri terdiam kala ia menatap wajah pucat sang kakak. Bruk "Shei." "Kakak." Alarich dan Namilea sontak panik, kala melihat Sheinafia tidak sadarkan diri. Alarich langsung menggendong sang sepupu, dan menyuruh Sean untuk memanggilkan seorang dokter. Namilea, Melati dan Jasmine mengikuti Alarich. Pria tampan itu merebahkan Sheinafia di atas ranjang mewah itu. Namilea langsung mendekati, dan memegang lembut tangan itu. "Ma, aku akan keluar menemui si kembar terlebih dahulu. Tolong jaga Shei, sebentar lagi dokter akan datang." Namilea mengangguk, tanpa mengalihkan pandangannya terhadap putrinya. Ia begitu menyayangi Sheinafia seperti putri kandungnya sendiri.
Bab 96 - S2 - Malam Pertama (21+) “Bagaimana saksi, Sah?!” Tanya seorang penghulu kepada para saksi yang berada di sana. “Sah!” “Sah!” “Sah!” Kalimat Sah menggema, membuat setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Senja. Alarich melihat hal itu, ia langsung menggenggam tangan mungil sang istri. Membuat Senja sadar jika ia tidak sendiri. Gadis yang sudah bergelar istri itu menoleh, menatap sang suami yang tersenyum manis kepadanya. Lelaki yang tidak pernah tersenyum itu, kini memberika senyumannya hanya untuk sang istri. “Alhamdulilah, kalian sudah sah menjadi sepasang suami istri. Silahkan untuk sang istri mencium tangan sang suami, dan suami mencium kening serta ubun-ubun istri anda,” ujar sang penghulu. Alarich maju, mendekati istrinya. Dengan tubuh bergetar menahan gugup Alarich mencium kening serta ubun-ubun sang istri. Begitu juga dengan Senja, dengan tangan yang gemetar, ia raih jemari sang suami. Men
Bab 95 - S2 - Menikah Deg Senja langsung menoleh ke arah Alarich, ia bahkan menghentikan langkah kakinya. Menatap wajah yang senantiasa datar dan dingin itu, mencari kebohongan dari binar matanya yang tajam. Namun, Senja sama sekali tidak menemukan kebohongan tersebut, ia justru melihat ketulusan, kejujuran, dan keseriusan dari mata Alarich. Lantas Alarich membuka pintu ballroom, begitu pintu terbuka keluarga besar Romanov menyambutnya. Senja mematung di tempatnya berdiri,memandang bagaimana baiknya keluarga yang bahkan tak ada hubungan darah dengannya. Alarich meraih tangan Senja, dan membawanya masuk. Mata Senja sudah berkaca-kaca, melirik tangan yang di genggam oleh Alarich. “Tuan,” lirih Senja. “Mari masuk, mereka sudah menunggumu. Menunggu calon menantu baru di keluarga Romanov. Gadis yang selama beberapa tahun aku tunggu, tidak mungkin aku lepaskan untuk yang kedua kalinya. Oleh karena itu, aku akan langsung mengikatmu dengan pernikaha
Malam itu, Senja sudah siap dengan gaun yang sudah di siapkan oleh Alarich sebelumnya. Gaun berwarna lembut sangat cocok dengan karakter Senja. Jangan lupakan kerudung yang berwarna sama dengan gaunnya menambah kecantikan seorang Senandung Senja. Gadis berhijab itu di dandani oleh Sheinafia, wanita beranak satu itu begitu antusias kala mendengar Alarich hendak melamar Senja. Namun, mereka sengaja tidak mengatakan hal itu kepada Senja, sebab takut jika gadis tersebut menolaknya. “Ya Tuhan, kamu cantik sekali, Senja,” pekik Sheinafia yang membuat ketiga perempuan paruh baya yang kebetulan berada di kamar Senja sontak menoleh ke arah dua wanita muda itu. Nandini, Namilea, dan Melati tersenyum kala melihat Senja. Wajahnya yang cantik alami semakin bersinar kala Sheinafia membubuhkan make up flawless di wajah cantiknya. Namilea menghampiri keduanya, ia tersenyum lembut lantas mengusap puncak kepala Senja yang terbalut hijab. “Kamu cantik sekali, Nak
Bab 93 - S2 - Pendekatan Alarich Tidak terasa, sudah hampir dua minggu Senja tinggal di Mansion Romanov. Selama itu pula, Senja belum pernah kembali bertemu dengan Alarich. Entah kemana perginya lelaki dingin itu, pria pertama yang merangkulnya ketika ia terjatuh. “Senja, Nak,” panggil Namilea. Merasa ada yang memanggilnya, Senja pun menoleh. Ternyata ibu dari Alarichlah yang memanggil namanya. Senja tersenyum menyambut kedatangan Namilea yang kini duduk di sebelahnya. “Sedang apa, Nak? Ibu lihat dari tadi kamu duduk sendirian di sini? Kamu bosan?” Tanya Namilea hati-hati. Senja menggelengkan kepalanya,”Tidak ibu. Senja tidak bosan,” jawab Senja yang memang sekarang memanggil Namilea dengan panggilan ibu sesuai permintaan Namilea. Namilea pun tersenyum. Lantas mengangkat sebuah paper bag yang isinya entah apa. “Ini, tadi Alarich sebelum berangkat kerja dia menitipkan ini untuk kamu. Katanya, pakai nanti malam asisten Alarich a
Bab 92 - S2 - Kembalinya Senja “Semuanya, perkenalkan … Senandung Senja.” Deg Mereka terdiam, tentu tidak menyangka jika gadis yang memilih untuk pergi dari kediaman Romanov, kini telah kembali. Alarich, menemukannya dan entah dimana lelaki tampan nan dingin itu menemukan keberadaan Senja. Berbagai spekulasi muncul di kepala para paruh baya itu. Namun, mereka senang sebab sepertinya Alarich mulai membuka hatinya. Namilea menghampiri keduanya, ia menatap tidak percaya gadis cantik yang berdiri di hadapannya itu. “Nak, benarkah kamu Senja? Gadis yang dulu masuk ke dalam mobil Alarich?” Tanya Namilea lembut. Senja terdiam, namun ia melirik Alarich yang berdiri tak jauh darinya. Alarich pun mengangguk. Senja tersenyum tipis, “ Ya, Nyonya. Maafkan saya karena dulu memilih untuk pergi dari sini. Maaf, bukannya saya tidak tahu berterima kasih, hanya saja … saya tidak mau terlalu jauh merepotkan kalian. Kalian terlalu
Bab 91-S2-Kebingungan Senja “Bagaimana, Senandung Senja?” tanya Alarich. Raut wajah lelaki itu terlihat begitu serius, Senja jadi bingung. Entah langkah apa yang harus ia ambil, semua terasa begitu mendadak. “Maafkan saya, Tuan. Tapi … mengapa anda begitu yakin jika saya adalah Senja yang anda cari? Bagaimana jika ternyata anda salah orang?” Tanya Senja pelan nan lembut. “Insting,” jawab Alarich singkat padat dan jelas. “Insting? Bagaimana bisa?” Lirih Senja yang masih bisa di dengar oleh Alarich. Alarich menatap Senja datar, “Kau Senandung Senja, perempuan yang tiba-tiba memasuki mobilku dan meminta pertolongan dari ibu dan saudara angkatmu itu.” Deg Senja mematung di tempatnya, tentu ia tidak lupa dengan kejadian itu. Di mana ia memasuki mobil Alarich dan meminta pertolongan kepada lelaki tampan itu. Dari kejadian itu pula, Senja merasakan bagaimana arti keluarga sesungguhnya. Hanya saja, karena merasa in
Deg “Kenapa kamu berpikir seperti itu, Sayang?” tanya Sheinafia pada sang suami yang tengah memakan mangga muda di waktu yang tak lazim yaitu jam delapan malam. Rain mengunyah habis mangganya sebelum ia menjawab pertanyaan sang istri. Sheinafia bahkan sampai meneguk ludahnya kasar kala melihat bagaimana Rain memakan mangga itu tanpa rasa kecut sedikitpun. Rain tersenyum lembut, dan membelai pipi sang istri dengan penuh kasih sayang. Tatapan Rain kepada Sheinafia sama sekali tidak pernah berubah. Penuh cinta dan juga kasih sayang, Rain yang dingin dan datar di luar nyatanya tidak berlaku untuk keluarga kecilnya. “Sayang, kamu masih ingat ketika mengandung Hazelnut, bukankah aku yang mengalami couvade syndrome. Sampai aku tidak bisa terbangun dan harus istirahat di atas tempat tidur selama satu bulan lamanya?!” Sheinafia diam, lalu tak lama kemudian ia mengangguk. Tentu masih segar di dalam ingatannya ketika ia mengandung Ha
Alarich baru saja tiba di mansionnya, Sheinafia tampak tengah memangku Hazelnut. Sepertinya gadis kecil itu tengah demam. “Ada apa?” tanya Alarich pada Sheinafia. “Al, kamu sudah pulang? Dimana Rain? Aku kira kalian pulang sama-sama,” ujar Sheinafia yang terlihat lelah. Alarich mengambil alih tubuh Hazelnut, dan memang benar gadis kecil itu tengah demam. Alarich mengusap lembut punggungnya, membuat tangisan Hazelnut mereda. Setahu Alarich, keponakannya anak yang anteng. Walaupun ia tengah sakit, jarang sekali Hazelnut rewel seperti saat ini. “Kenapa, Sayang?” tanya Alarich lembut. “Daddy, dimana ayah? Kenapa ayah belum juga pulang?” tanyanya lirih. Alarich menatap Sheinafia, perempuan muda itu hanya mengedikkan bahunya. Tanda ia tak tahu kemana perginya sang suami, biasanya jam empat sore lelaki itu sudah pulang. “Sudah kamu coba menghubunginya, Shei? Tidak biasanya ia pulang telat seperti sekarang,” ucap Alarich datar.
Deg Jantung Alarich terasa berdenyut dengan cepatnya kala ia mendengar suara yang begitu di rindukan. Suara yang selama bertahun-tahun lamanya ia nantikan kehadirannya. Kini, Alarich mendengar kembali suara itu. Langkah kakinya yang tegas membawa ia mendekati sang keponakan. Anak dari kakak sepupu yang begitu ia sayangi seperti anaknya sendiri. “Daddy,” cicit Hazelnut. Air mata masih membasahi kedua pipi chubby Hazelnut. Alarich semakin mendekat, kini wajah itu wajah yang selalu di rindukannya itu ada dihadapan Alarich. Alarich berjongkok, menyamakan tingginya dengan tinggi Hazelnut, tangan besarnya mengusap lembut air mata yang masih setia membasahi mata indahnya. Lutut gadis kecil nan cantik itu tampak mengeluarkan darah. “Are you ok?” tanya Alarich khawatir. Deg Kini gadis berhijab pastel itu yang merasakan degup jantungnya berpacu, bagaimana tidak. Suara yang ia dengar sekarang adalah pemilik nama yang setiap malam sering ia