"Sedang apa kau di sini, Rain!?" tanya Xavier datar. Rain maju mendekat ke arah Sheinafia yang berdiri di apit oleh kedua adiknya. Ia menatap penuh cinta pada Sheinafia. Seseorang yang sudah tertambat di hatinya semenjak mereka kecil. Lalu Rain mengalihkan pandangannya, menatap lelaki matang dengan rambut gondrong yang sengaja ia ikat. Ah calon ayah mertuanya, mirip sekali dengan mafia-mafia di luaran sana. "Maaf, Om. Jika saya memasuki kamar putri ...." Bugh Belum menyelesaikan ucapannya, sebuah pukulan mampir di rahang tegas Rain. Membuat lelaki itu reflek, mundur ke belakang akibat pukulan yang di berikan oleh Xavier. Sheinafia menjerit, kala melihat ayahnya memukul lelaki yang beberapa menit lalu mengajaknya menikah. "Ayah!" jerit Sheinafia. Lantas ia memeluk lengan kekar sang ayah. Sheinafia menggeleng dengan air mata yang sudah membasahi kedua pipinya. "Ayah, jangan pukuli Rain lagi. Kami tidak melakukan apapun, Rai
"Aku mau, malam ini detik ini juga mereka menikah!" tegas Xavier. Alexander langsung menegakkan tubuhnya, menatap serius pada Xavier. "Bukankah, mereka akan menikah tiga hari kemudian?!" Xavier menghembuskan nafasnya kasar, menatap lelaki yang sudah lama bersahabat dengannya. "Kau tahu bukan, Al. Jika aku tidak sedang bercanda," ucap Xavier datar. Alexander terkekeh. Sahabatnya itu memang susah di ajak bercanda jika tengah serius. Xavier menatap tajam pada Alexander. Namun, pria matang itu sama sekali tidak merasa takut. "Ok, malam ini! Di mana aku bisa mendapatkan penghulu sedangkan waktu sudah menunjukkan tengah malam. Bagaimana jika pagi saja, Vier. Supaya Sheinafia juga bisa berdandan sedikit. Lihatlah putriku, matanya sembab, wajahnya pucat." "Ck, dia bukan putrimu! Dia putriku!" tegas Xavier yang tidak ingin membagi putri kecilnya dengan orang lain, meskipun itu calon mertua Sheinafia.
[Maafkan, jika saya harus memberi kabar yang mengejutkan untuk anda. Tapi mobil yang tuan Rain dan Alexander mengalami kecelakaan. Dan mereka tidak selamat.] Deg Xavier mematung. Ponselnya bahkan terjatuh ke lantai, ia tidak dapat mempercayai kabar yang di berikan oleh anak buahnya. Lelaki tampan itu menoleh menatap sang kakak. "Temani aku mencari kabar Rain, aku tidak bisa mempercayai apa yang di kabarkan oleh anak buahku. Jasmine, Alarich dan kalian tolong jaga Shei, jangan sampai ia mendengar kabar ini. Sebelum aku memastikannya sendiri," ucap Xavier datar. Alarich, Sean dan Samudera langsung berdiri. Ketika Samudera ingin ikut dengan sang ayah, Xavier terlihat menggelengkan kepalanya. Sehingga membuat Samudera urung. Arshaka dan Abrian mengikuti langkah kaki Xavier. Terlihat sekali jika lelaki itu begitu khawatir. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Arshaka hanya bisa berharap jika Rain baik-baik saja. "Tuan, bagaimana apa pernikahannya ak
"Bang, Om Alexander sudah meninggal," seru Sean yang baru saja mendapatkan kabar dari ayahnya. Deg Baik Sheinafia, Alarich dan Namilea, ketiganya mematung mendengar kabar yang baru saja di lontarkan oleh saudara kembar Samudera. Sean sendiri terdiam kala ia menatap wajah pucat sang kakak. Bruk "Shei." "Kakak." Alarich dan Namilea sontak panik, kala melihat Sheinafia tidak sadarkan diri. Alarich langsung menggendong sang sepupu, dan menyuruh Sean untuk memanggilkan seorang dokter. Namilea, Melati dan Jasmine mengikuti Alarich. Pria tampan itu merebahkan Sheinafia di atas ranjang mewah itu. Namilea langsung mendekati, dan memegang lembut tangan itu. "Ma, aku akan keluar menemui si kembar terlebih dahulu. Tolong jaga Shei, sebentar lagi dokter akan datang." Namilea mengangguk, tanpa mengalihkan pandangannya terhadap putrinya. Ia begitu menyayangi Sheinafia seperti putri kandungnya sendiri.
"Tamatlah riwayatmu, tikus kecil," ucap Xavier seringaian di bibirnya terlihat begitu menakutkan. Nandini masih berusaha memberontak dari pelukan sang kakak. Ia tidak tega jika sampai Syifa di beri hukuman berat oleh suaminya. Abrian memeluk begitu erat tubuh sang adik. Nandini menangis kala Xavier menyeret Syifa dengan sangat kasar. "Kak, kasihan Syifa. Mas Xavier menariknya dengan sangat kasar kak. Tolong gadis itu, ia sendirian tidak mempunyai siapa ...." Ucapan Nandini terpotong oleh Arshaka. "Stop, Nandini. Asal kamu tahu, gadis itu yang menjebak putriku, Shei. Dan gadis itu pula yang membuat mobil Alexander dan Rain kecelakaan," hardik Arshaka. Ia kesal menatap adik iparnya yang masih saja berusaha untuk menyelamatkan orang yang justru sudah membuat putrinya celaka. Beruntung beberapa saat yang lalu, Alarich menghubunginya dan berkata jika semua ini adalah perbuatan Syifa. Nandini terdiam kala mendengar ucapan A
"Menangislah, Yah. Namun setelah ini, kita harus kuat. Demi kakak, dia membutuhkan kita, kakak pasti akan sangat kehilangan. Kak Rain dan om Alexander, mereka pergi dengan begitu mendadak. Kita harus kuat, karena jika kita rapuh siapa yang akan menguatkan kakak. Dia adalah segalanya bagiku, dan bagi Ayah serta Samudera. Oleh karena itu, kita harus bangkit. Di depannya jangan sampai ada air mata yang terjatuh." Xavier mengangguk di dalam pelukan sang putra. Untuk pertama kalinya, setelah sekian lama baru kali ini ia kembali menangis. Seorang lelaki paling pantrang menangis, namun tidak berlaku dengan Xavier. Meskipun di luar ia terlihat datar dan dingin, namun hatinya begitu lembut. "Perempuan itu pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal. Air mata yang sudah kakak kalian keluarkan, akan ia bayar." Sean dan Samudera mengangguk. Merasa sudah lebih tenang, si kembar mengajak Xavier kembali masuk. Mereka pun sudah tidak sabar untuk member
Para laki-laki bertubuh kekar itu tampak menatap lapar, pada tubuh Syifa yang tengah kepanasan akibat obat perangsang yang di berikan oleh Xavier. Xavier benar-benar memberikan hukuman yang sama seperti kejahatan yang di lakukan oleh Syifa pada putrinya. Kesakitan dan juga kesedihan dan air mata yang keluar dari kedua mata indah Sheinafia harus di tebus lunas oleh Syifa. "Am-pun," ringis Syifa. Entah sudah berapa lelaki yang masuk ke dalam tubuhnya. Kini ia terlentang di atas lantai dingin. Dengan keadaan yang begitu kacau. "Cuih, ini hanya sedikit balasan yang di berikan oleh bos kami kepadamu! Apalagi kau sudah membuat putrinya menderita. Kau salah pilih lawan," ucap salah satu dari mereka. "Lain kali, berpikir matang untuk menghadapi tuan kami. Entah apa yang akan terjadi padamu esok hari. Semoga saja kau tidak sampai mati, seperti musuh-musuh tuan yang lainnya," tambahnya. Salah satu dari mereka menendang kaki Syifa. Gadis itu su
[Vier, kamu di mana? Jasad yang terbakar di dalam mobil itu tengah di otopsi, dan kabar buruknya, kemungkinan jasad-jasad itu adalah Alexander dan juga Rain beserta kedua bodyguardnya.] Deg Xavier mematung di tempatnya, bahkan ponsel yang ia pegang sampai terjatuh. Bagaimana semuanya bisa sampai kacau seperti ini. Xavier meremat rambut gondrongnya, frustasi. Ia merasa menjadi ayah yang tidak berguna untuk putrinya. [Apa sudah pasti, Bri. Tolong pastikan dengan benar, jangan sampai terlewat satu pun. Kau tahu bukan, jika putriku begitu mengharapkan kehadiran lelaki itu. Bri, aku benar-benar bukan ayah yang baik, Bri.] Abrian mematung di tempatnya, mendengar suara Xavier yang begitu frustasi. Tidak hanya Xavier yang merasa hancur, ia pun sama. [Aku akan memastikan terlebih dahulu, Vier. Kita berdo'a, semoga saja jika jasad-jasad itu bukanlah Rain maupun Alexander. Jaga putriku, Vier.] [Aku akan kesana, biar Sheinafia bers