Para laki-laki bertubuh kekar itu tampak menatap lapar, pada tubuh Syifa yang tengah kepanasan akibat obat perangsang yang di berikan oleh Xavier. Xavier benar-benar memberikan hukuman yang sama seperti kejahatan yang di lakukan oleh Syifa pada putrinya. Kesakitan dan juga kesedihan dan air mata yang keluar dari kedua mata indah Sheinafia harus di tebus lunas oleh Syifa. "Am-pun," ringis Syifa. Entah sudah berapa lelaki yang masuk ke dalam tubuhnya. Kini ia terlentang di atas lantai dingin. Dengan keadaan yang begitu kacau. "Cuih, ini hanya sedikit balasan yang di berikan oleh bos kami kepadamu! Apalagi kau sudah membuat putrinya menderita. Kau salah pilih lawan," ucap salah satu dari mereka. "Lain kali, berpikir matang untuk menghadapi tuan kami. Entah apa yang akan terjadi padamu esok hari. Semoga saja kau tidak sampai mati, seperti musuh-musuh tuan yang lainnya," tambahnya. Salah satu dari mereka menendang kaki Syifa. Gadis itu su
[Vier, kamu di mana? Jasad yang terbakar di dalam mobil itu tengah di otopsi, dan kabar buruknya, kemungkinan jasad-jasad itu adalah Alexander dan juga Rain beserta kedua bodyguardnya.] Deg Xavier mematung di tempatnya, bahkan ponsel yang ia pegang sampai terjatuh. Bagaimana semuanya bisa sampai kacau seperti ini. Xavier meremat rambut gondrongnya, frustasi. Ia merasa menjadi ayah yang tidak berguna untuk putrinya. [Apa sudah pasti, Bri. Tolong pastikan dengan benar, jangan sampai terlewat satu pun. Kau tahu bukan, jika putriku begitu mengharapkan kehadiran lelaki itu. Bri, aku benar-benar bukan ayah yang baik, Bri.] Abrian mematung di tempatnya, mendengar suara Xavier yang begitu frustasi. Tidak hanya Xavier yang merasa hancur, ia pun sama. [Aku akan memastikan terlebih dahulu, Vier. Kita berdo'a, semoga saja jika jasad-jasad itu bukanlah Rain maupun Alexander. Jaga putriku, Vier.] [Aku akan kesana, biar Sheinafia bers
"Setelah jenazah di mandikan, dan dikafani. Anda bisa membawa mereka untuk menyalatkan dan juga memakamkannya." Xavier terdiam. Ia tidak dapat mencerna apa yang di ucapkan oleh perawat tersebut. "Maaf, apa boleh jika jenazah di shalatkan terlebih dahulu. Sebelum kami membawanya pulang," ujar Abrian. Perawat itu pun tersenyum dan mengangguk, "Tentu saja, Tuan. Itu akan kami lakukan. Silahkan anda mengurus semua administrasi terkait jenazah. Supaya semuanya cepat selesai. " Abrian mengangguk, lalu ia menatap putranya. Dan menepuk bahunya, "Jaga ayahmu, Nak. Papa akan mengurus semua administrasi," ucap Abrian pada Samudera. Samudera mengangguk. Abrian berlalu, ke empat jenazah itu tampak mulai di urus. Xavier terduduk di atas kursi tunggu. Tatapannya terlihat kosong, shock dan juga tak percaya akan kabar yang ia dapat. "Bagaimana dengan kakakmu, Sam. Ayah bingung, entah harus seperti apa berbicara padanya. Dia pa
"Shei!" Para lelaki Romanov seketika berteriak, ketika melihat Sheinafia luruh di dalam pelukan Xavier. Perempuan muda itu jatuh, tidak sadarkan diri. Xavier bahkan sudah merasakan panik, ketika sang putri sudah pingsan. Tanpa berpikir panjang, lelaki matang itu segera membawanya menuju kamar Sheinafia. Arshaka mengikuti langkah kaki sang adik, sedangkan Abrian dan yang lainnya bertugas meneruskan acara pemakaman. Pemakaman tersebut hanya di isi oleh keluarga inti saja, sebab Zaderta sama sekali tidak memiliki keluarga selain Rain. "Papa tidak menyangka jika akhir dari keluarga Zaderta akan seperti ini, Al. Kasihan Alexander, ia sama sekali tidak mempunyai keluarga selain putranya, Rain Alexander Zaderta." Alarich pun terdiam, ia masih mengingat bagaimana pertemuan pertama mereka. Sedari dulu,Rain terlihat tidak begitu menyukai sang sepupu, lelaki itu selalu menatap Sheinafia dengan tatapan permusuhan. Namun, Sheinafia sama sekali tid
Xavier menatap Syifa dengan datar dan dingin. Masa hukuman wanita muda itu akan Xavier percepat. Kematian, adalah hukuman yang paling tepat untuk wanita ular seperti Syifa. "Bagaimana rasanya hmm? Di gagahi oleh beberapa pria?" tanya Xavier dingin. Syifa hanya diam. Tidak menjawab apapun ucapan Xavier. Lelaki matang itu tersenyum smirk. "Sudah saatnya kematian menjemputmu! Kau ingin cara cepat atau lambat hmm?!" Syifa tersenyum sinis," Aku tidak perduli!" Xavier tertawa, lantas ia menyuruh salah seorang anak buahnya untuk mengambil sebuah pedang. Tidak ada raut ketakutan dari wajah wanita muda itu. Kini, Xavier memegang pedang yang sebentar lagi akan menghujam tubuhnya. Syifa sudah pasrah, toh hidup pun tidak mungkin sebab ia hanya sebatang kara. "Ada yang ingin kau ucapkan untuk yang terakhir kalinya?" Syifa tertawa sinis. Ia dengan berani menatap nyalang pada Xavier. "Tidak ada! Aku hanya berha
Tidak terasa, setelah kejadian di mana kejadian demi kejadian berlalu. Sheinafia sudah memulai masa kuliahnya, bersama Alarich, yang selalu setia menemaninya kemana pun gadis itu pergi. Rain? Lelaki pertama yang menyentuh Sheinafia, kini telah tiada. Meninggalkan sejuta kenangan yang menyesakkan. "Shei," suara barithon itu mengalun indah menyapa indera pendengarannya. Lantas ia pun langsung berbalik, tampak Alarich menghampiri Sheinafia. Ia tidak pernah meninggalkan gadis itu sendirian lagi. Alarich takut, kejadian kemarin kembali menimpanya. "Al," sapa Sheinafia ceria. Alarich tersenyum lantas mengelus lembut puncak kepala Sheinafia, membuat siapa saja merasakan iri. Apalagi para mahasiswi yang mencuri pandang ke arah mereka berdua. "Bagaimana hari pertamamu? Lancar? Apakah ada orang yang berbuat jahat padamu?" tanya Alarich beruntun. Sheinafia terkekeh kecil, Alarich yang akan bersikap datar dan dingin pada orang lain
"Shei, ingat selalu hati-hati. Jika ada sesuatu segera kabari aku," ujar Alarich begitu ia sampai di gedung tempat Sheinafia belajar. Sheinafia mengangguk dan tersenyum lembut. Alarich mengantarkan gadis cantik itu sampai masuk ke dalam kelasnya. Banyak yang berpikir jika mereka adalah pasangan kekasih. Namun, nyatanya Sheinafia dan Alarich hanya pasangan sepupu. Alarich begitu menyayangi Sheinafia. "Hmm, kamu tenang aja, Al," ujar Sjheinafia tertawa pelan. "Kelas kita tidak jauh loh, tidak perlu khawatir seperti itu. I'm fine, and you know that," lanjut Sheinafia. Alarich mengangguk mencoba memahami jika gadis di hadapannya berusaha untuk kuat. "Hmm, aku mengerti kamu memang wanita kuat. Aku akan kembali ke kelas, tetap ingat jika sampai terjadi sesuatu apapun itu. Segera kabari aku!" tegas Alarich. "Ya, kamu tenang saja Al. Sana masuk ke kelasmu. Sepertinya sebentar lagi dosenku masuk." Alarich pun me
"Hmm, memang dia ...." Ucapan Alarich tergantung, ia memperhatikan wajah sang sepupu yang terlihat begitu penasaran. Detik berikutnya lelaki yang tengah memakai kemeja denim itu tampak tertawa terbahak-bahak. Membuat Sheinafia memberengut kesal. Gadis cantik itu memukul lengan Alarich yang masih setia dengan tawanya. Galaxy yang berada di belakang keduanya pun tersenyum kecil. "Dulu ... hubungan kita baru saja akan di mulai, tetapi akibat dari ulah orang-orang yang tidak bertanggungjawab membuat kita berdua terpisah," batin Galaxy bersenandika. Kini mereka sudah sampai di kantin kampus. Banyak orang menatap iri pada Sheinafia, sebab gadis yang di kenal mahasiswi baru itu bisa satu meja dengan seorang presma yang di kenal begitu dingin. "Aku pesankan dulu, Gal lo mau pesan apa?" "Samakan saja," jawab Galaxy singkat, padat dan juga jelas. Alarich mengangguk, lalu pergi dari hadapan keduanya. Hening, kedua manusia berbeda
Bab 96 - S2 - Malam Pertama (21+) “Bagaimana saksi, Sah?!” Tanya seorang penghulu kepada para saksi yang berada di sana. “Sah!” “Sah!” “Sah!” Kalimat Sah menggema, membuat setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Senja. Alarich melihat hal itu, ia langsung menggenggam tangan mungil sang istri. Membuat Senja sadar jika ia tidak sendiri. Gadis yang sudah bergelar istri itu menoleh, menatap sang suami yang tersenyum manis kepadanya. Lelaki yang tidak pernah tersenyum itu, kini memberika senyumannya hanya untuk sang istri. “Alhamdulilah, kalian sudah sah menjadi sepasang suami istri. Silahkan untuk sang istri mencium tangan sang suami, dan suami mencium kening serta ubun-ubun istri anda,” ujar sang penghulu. Alarich maju, mendekati istrinya. Dengan tubuh bergetar menahan gugup Alarich mencium kening serta ubun-ubun sang istri. Begitu juga dengan Senja, dengan tangan yang gemetar, ia raih jemari sang suami. Men
Bab 95 - S2 - Menikah Deg Senja langsung menoleh ke arah Alarich, ia bahkan menghentikan langkah kakinya. Menatap wajah yang senantiasa datar dan dingin itu, mencari kebohongan dari binar matanya yang tajam. Namun, Senja sama sekali tidak menemukan kebohongan tersebut, ia justru melihat ketulusan, kejujuran, dan keseriusan dari mata Alarich. Lantas Alarich membuka pintu ballroom, begitu pintu terbuka keluarga besar Romanov menyambutnya. Senja mematung di tempatnya berdiri,memandang bagaimana baiknya keluarga yang bahkan tak ada hubungan darah dengannya. Alarich meraih tangan Senja, dan membawanya masuk. Mata Senja sudah berkaca-kaca, melirik tangan yang di genggam oleh Alarich. “Tuan,” lirih Senja. “Mari masuk, mereka sudah menunggumu. Menunggu calon menantu baru di keluarga Romanov. Gadis yang selama beberapa tahun aku tunggu, tidak mungkin aku lepaskan untuk yang kedua kalinya. Oleh karena itu, aku akan langsung mengikatmu dengan pernikaha
Malam itu, Senja sudah siap dengan gaun yang sudah di siapkan oleh Alarich sebelumnya. Gaun berwarna lembut sangat cocok dengan karakter Senja. Jangan lupakan kerudung yang berwarna sama dengan gaunnya menambah kecantikan seorang Senandung Senja. Gadis berhijab itu di dandani oleh Sheinafia, wanita beranak satu itu begitu antusias kala mendengar Alarich hendak melamar Senja. Namun, mereka sengaja tidak mengatakan hal itu kepada Senja, sebab takut jika gadis tersebut menolaknya. “Ya Tuhan, kamu cantik sekali, Senja,” pekik Sheinafia yang membuat ketiga perempuan paruh baya yang kebetulan berada di kamar Senja sontak menoleh ke arah dua wanita muda itu. Nandini, Namilea, dan Melati tersenyum kala melihat Senja. Wajahnya yang cantik alami semakin bersinar kala Sheinafia membubuhkan make up flawless di wajah cantiknya. Namilea menghampiri keduanya, ia tersenyum lembut lantas mengusap puncak kepala Senja yang terbalut hijab. “Kamu cantik sekali, Nak
Bab 93 - S2 - Pendekatan Alarich Tidak terasa, sudah hampir dua minggu Senja tinggal di Mansion Romanov. Selama itu pula, Senja belum pernah kembali bertemu dengan Alarich. Entah kemana perginya lelaki dingin itu, pria pertama yang merangkulnya ketika ia terjatuh. “Senja, Nak,” panggil Namilea. Merasa ada yang memanggilnya, Senja pun menoleh. Ternyata ibu dari Alarichlah yang memanggil namanya. Senja tersenyum menyambut kedatangan Namilea yang kini duduk di sebelahnya. “Sedang apa, Nak? Ibu lihat dari tadi kamu duduk sendirian di sini? Kamu bosan?” Tanya Namilea hati-hati. Senja menggelengkan kepalanya,”Tidak ibu. Senja tidak bosan,” jawab Senja yang memang sekarang memanggil Namilea dengan panggilan ibu sesuai permintaan Namilea. Namilea pun tersenyum. Lantas mengangkat sebuah paper bag yang isinya entah apa. “Ini, tadi Alarich sebelum berangkat kerja dia menitipkan ini untuk kamu. Katanya, pakai nanti malam asisten Alarich a
Bab 92 - S2 - Kembalinya Senja “Semuanya, perkenalkan … Senandung Senja.” Deg Mereka terdiam, tentu tidak menyangka jika gadis yang memilih untuk pergi dari kediaman Romanov, kini telah kembali. Alarich, menemukannya dan entah dimana lelaki tampan nan dingin itu menemukan keberadaan Senja. Berbagai spekulasi muncul di kepala para paruh baya itu. Namun, mereka senang sebab sepertinya Alarich mulai membuka hatinya. Namilea menghampiri keduanya, ia menatap tidak percaya gadis cantik yang berdiri di hadapannya itu. “Nak, benarkah kamu Senja? Gadis yang dulu masuk ke dalam mobil Alarich?” Tanya Namilea lembut. Senja terdiam, namun ia melirik Alarich yang berdiri tak jauh darinya. Alarich pun mengangguk. Senja tersenyum tipis, “ Ya, Nyonya. Maafkan saya karena dulu memilih untuk pergi dari sini. Maaf, bukannya saya tidak tahu berterima kasih, hanya saja … saya tidak mau terlalu jauh merepotkan kalian. Kalian terlalu
Bab 91-S2-Kebingungan Senja “Bagaimana, Senandung Senja?” tanya Alarich. Raut wajah lelaki itu terlihat begitu serius, Senja jadi bingung. Entah langkah apa yang harus ia ambil, semua terasa begitu mendadak. “Maafkan saya, Tuan. Tapi … mengapa anda begitu yakin jika saya adalah Senja yang anda cari? Bagaimana jika ternyata anda salah orang?” Tanya Senja pelan nan lembut. “Insting,” jawab Alarich singkat padat dan jelas. “Insting? Bagaimana bisa?” Lirih Senja yang masih bisa di dengar oleh Alarich. Alarich menatap Senja datar, “Kau Senandung Senja, perempuan yang tiba-tiba memasuki mobilku dan meminta pertolongan dari ibu dan saudara angkatmu itu.” Deg Senja mematung di tempatnya, tentu ia tidak lupa dengan kejadian itu. Di mana ia memasuki mobil Alarich dan meminta pertolongan kepada lelaki tampan itu. Dari kejadian itu pula, Senja merasakan bagaimana arti keluarga sesungguhnya. Hanya saja, karena merasa in
Deg “Kenapa kamu berpikir seperti itu, Sayang?” tanya Sheinafia pada sang suami yang tengah memakan mangga muda di waktu yang tak lazim yaitu jam delapan malam. Rain mengunyah habis mangganya sebelum ia menjawab pertanyaan sang istri. Sheinafia bahkan sampai meneguk ludahnya kasar kala melihat bagaimana Rain memakan mangga itu tanpa rasa kecut sedikitpun. Rain tersenyum lembut, dan membelai pipi sang istri dengan penuh kasih sayang. Tatapan Rain kepada Sheinafia sama sekali tidak pernah berubah. Penuh cinta dan juga kasih sayang, Rain yang dingin dan datar di luar nyatanya tidak berlaku untuk keluarga kecilnya. “Sayang, kamu masih ingat ketika mengandung Hazelnut, bukankah aku yang mengalami couvade syndrome. Sampai aku tidak bisa terbangun dan harus istirahat di atas tempat tidur selama satu bulan lamanya?!” Sheinafia diam, lalu tak lama kemudian ia mengangguk. Tentu masih segar di dalam ingatannya ketika ia mengandung Ha
Alarich baru saja tiba di mansionnya, Sheinafia tampak tengah memangku Hazelnut. Sepertinya gadis kecil itu tengah demam. “Ada apa?” tanya Alarich pada Sheinafia. “Al, kamu sudah pulang? Dimana Rain? Aku kira kalian pulang sama-sama,” ujar Sheinafia yang terlihat lelah. Alarich mengambil alih tubuh Hazelnut, dan memang benar gadis kecil itu tengah demam. Alarich mengusap lembut punggungnya, membuat tangisan Hazelnut mereda. Setahu Alarich, keponakannya anak yang anteng. Walaupun ia tengah sakit, jarang sekali Hazelnut rewel seperti saat ini. “Kenapa, Sayang?” tanya Alarich lembut. “Daddy, dimana ayah? Kenapa ayah belum juga pulang?” tanyanya lirih. Alarich menatap Sheinafia, perempuan muda itu hanya mengedikkan bahunya. Tanda ia tak tahu kemana perginya sang suami, biasanya jam empat sore lelaki itu sudah pulang. “Sudah kamu coba menghubunginya, Shei? Tidak biasanya ia pulang telat seperti sekarang,” ucap Alarich datar.
Deg Jantung Alarich terasa berdenyut dengan cepatnya kala ia mendengar suara yang begitu di rindukan. Suara yang selama bertahun-tahun lamanya ia nantikan kehadirannya. Kini, Alarich mendengar kembali suara itu. Langkah kakinya yang tegas membawa ia mendekati sang keponakan. Anak dari kakak sepupu yang begitu ia sayangi seperti anaknya sendiri. “Daddy,” cicit Hazelnut. Air mata masih membasahi kedua pipi chubby Hazelnut. Alarich semakin mendekat, kini wajah itu wajah yang selalu di rindukannya itu ada dihadapan Alarich. Alarich berjongkok, menyamakan tingginya dengan tinggi Hazelnut, tangan besarnya mengusap lembut air mata yang masih setia membasahi mata indahnya. Lutut gadis kecil nan cantik itu tampak mengeluarkan darah. “Are you ok?” tanya Alarich khawatir. Deg Kini gadis berhijab pastel itu yang merasakan degup jantungnya berpacu, bagaimana tidak. Suara yang ia dengar sekarang adalah pemilik nama yang setiap malam sering ia