Xavier menatap Syifa dengan datar dan dingin. Masa hukuman wanita muda itu akan Xavier percepat. Kematian, adalah hukuman yang paling tepat untuk wanita ular seperti Syifa. "Bagaimana rasanya hmm? Di gagahi oleh beberapa pria?" tanya Xavier dingin. Syifa hanya diam. Tidak menjawab apapun ucapan Xavier. Lelaki matang itu tersenyum smirk. "Sudah saatnya kematian menjemputmu! Kau ingin cara cepat atau lambat hmm?!" Syifa tersenyum sinis," Aku tidak perduli!" Xavier tertawa, lantas ia menyuruh salah seorang anak buahnya untuk mengambil sebuah pedang. Tidak ada raut ketakutan dari wajah wanita muda itu. Kini, Xavier memegang pedang yang sebentar lagi akan menghujam tubuhnya. Syifa sudah pasrah, toh hidup pun tidak mungkin sebab ia hanya sebatang kara. "Ada yang ingin kau ucapkan untuk yang terakhir kalinya?" Syifa tertawa sinis. Ia dengan berani menatap nyalang pada Xavier. "Tidak ada! Aku hanya berha
Tidak terasa, setelah kejadian di mana kejadian demi kejadian berlalu. Sheinafia sudah memulai masa kuliahnya, bersama Alarich, yang selalu setia menemaninya kemana pun gadis itu pergi. Rain? Lelaki pertama yang menyentuh Sheinafia, kini telah tiada. Meninggalkan sejuta kenangan yang menyesakkan. "Shei," suara barithon itu mengalun indah menyapa indera pendengarannya. Lantas ia pun langsung berbalik, tampak Alarich menghampiri Sheinafia. Ia tidak pernah meninggalkan gadis itu sendirian lagi. Alarich takut, kejadian kemarin kembali menimpanya. "Al," sapa Sheinafia ceria. Alarich tersenyum lantas mengelus lembut puncak kepala Sheinafia, membuat siapa saja merasakan iri. Apalagi para mahasiswi yang mencuri pandang ke arah mereka berdua. "Bagaimana hari pertamamu? Lancar? Apakah ada orang yang berbuat jahat padamu?" tanya Alarich beruntun. Sheinafia terkekeh kecil, Alarich yang akan bersikap datar dan dingin pada orang lain
"Shei, ingat selalu hati-hati. Jika ada sesuatu segera kabari aku," ujar Alarich begitu ia sampai di gedung tempat Sheinafia belajar. Sheinafia mengangguk dan tersenyum lembut. Alarich mengantarkan gadis cantik itu sampai masuk ke dalam kelasnya. Banyak yang berpikir jika mereka adalah pasangan kekasih. Namun, nyatanya Sheinafia dan Alarich hanya pasangan sepupu. Alarich begitu menyayangi Sheinafia. "Hmm, kamu tenang aja, Al," ujar Sjheinafia tertawa pelan. "Kelas kita tidak jauh loh, tidak perlu khawatir seperti itu. I'm fine, and you know that," lanjut Sheinafia. Alarich mengangguk mencoba memahami jika gadis di hadapannya berusaha untuk kuat. "Hmm, aku mengerti kamu memang wanita kuat. Aku akan kembali ke kelas, tetap ingat jika sampai terjadi sesuatu apapun itu. Segera kabari aku!" tegas Alarich. "Ya, kamu tenang saja Al. Sana masuk ke kelasmu. Sepertinya sebentar lagi dosenku masuk." Alarich pun me
"Hmm, memang dia ...." Ucapan Alarich tergantung, ia memperhatikan wajah sang sepupu yang terlihat begitu penasaran. Detik berikutnya lelaki yang tengah memakai kemeja denim itu tampak tertawa terbahak-bahak. Membuat Sheinafia memberengut kesal. Gadis cantik itu memukul lengan Alarich yang masih setia dengan tawanya. Galaxy yang berada di belakang keduanya pun tersenyum kecil. "Dulu ... hubungan kita baru saja akan di mulai, tetapi akibat dari ulah orang-orang yang tidak bertanggungjawab membuat kita berdua terpisah," batin Galaxy bersenandika. Kini mereka sudah sampai di kantin kampus. Banyak orang menatap iri pada Sheinafia, sebab gadis yang di kenal mahasiswi baru itu bisa satu meja dengan seorang presma yang di kenal begitu dingin. "Aku pesankan dulu, Gal lo mau pesan apa?" "Samakan saja," jawab Galaxy singkat, padat dan juga jelas. Alarich mengangguk, lalu pergi dari hadapan keduanya. Hening, kedua manusia berbeda
"Ternyata, anak itu masih hidup! Perkiraanku salah, gadis itu hanya melenyapkan nyawa Alexander bersama dengan beberapa pengawalnya. Segera cari keberadaan anak itu, karena kita membutuhkannya untuk pengalihan kekuasaan Zaderta. Aku tidak mau jika perusahaan itu jatuh di tangan anak ingusan itu!" Pria yang menjadi tangan kanannya itu pun mengangguk. Seulas senyum yang sangat tipis terbit di bibirnya. Ia menatap pria paruh baya itu dengan tatapan yang tidak dapat di artikan. Pria paruh baya yang tak lain adalah paman dari Alexander. Ia bahkan penyebab kematian orang tua kandung Rain. ***** Flashback kejadian beberapa tahun lalu. "Serahkan kekuasaan Zaderta padaku. Kau dan istrimu serta anakmu, akan aku biarkan lolos. Adikmu, dia masih sangat labil dan dia tidak mungkin bisa memimpin perusahaan besar." "Sayangnya, aku tidak akan pernah menurunkan kekuasaanku padamu, Paman! Kau terlalu serakah, dan hanya adikku yang mampu mempimpin peru
Sheinafia membuka matanya secara perlahan, ketika ia tidak mendengar suara-suara itu lagi. Mata indahnya menatap sekeliling, rumah kumuh dengan dinding yang sudah berlumut. Bau khas dari rumah yang tidak terurus pun menguar, menusuk indera penciuman. Sementara itu, Alarich dan Galaxy di luar tengah mencoba untuk masuk. Ia berjalan dengan begitu sangat pelan. Keselamatan Sheinafia di dalam menjadi taruhannya. Ting Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Alarich. [Ayah dan lainnya sudah berada di seberang tempat Shei di tawan. Kamu di mana, Nak? Bagaimana keadaan di dalam?] "Siapa?" tanya Galaxy. "Ayahku, mereka berkata jika sudah berada di sini? Sebaiknya langkah apa yang harus kita ambil?" tanya Alarich berbisik. Galaxy menatap Alarich. Ia memikirkan langkah terbaik yang harus ia ambil. "Ayahmu menggunakan mobil?" Alarich mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Galaxy. "Baiklah, suruh ayahmu menabrak pintu gerbang. Begit
Sejenak, Sheinafia terpaku kala melihat bagaimana Rain atau Galaxy memukuli laki-laki paruh baya yang sudah menyanderanya. Sementara, Rain menatap puas pada lelaki yang sudah tidak bernyawa itu. Suara gaduh memasuki kamar tersebut, membuat Rain seketika tersadar. Ia menatap Sheinafia, yang juga tengah melihat kepadanya. "Shei," panggil Xavier. Lelaki matang nan tampan itu segera mendekati sang putri, dan memeriksa keadaannya. Sejauh yang Xavier lihat, Sheinafia baik-baik saja. Hanya, pergelangan tangannya sedikit terluka akibat goresan tali yang mengikatnya tadi. Rain sendiri menatap sendu Sheinafia. Ia takut, jika wanita yang di cintainya itu malah takut pada dirinya. "Nak, mari pulang," ajak Xavier. Sementara Alarich menghampiri Rain dan menepuk bahunya. Ia berterimakasih karena Rain sudah mau membantu menyelamatkan Sheinafia. Rain tersenyum dan mengangguk. Ingin sekali ia menghampiri Sheinafia dan memeluk tubuhnya serta menc
"Woy! Halalin dulu! Baru sosor-sosoran!" teriak Alarich begitu melihat Rain dan Sheinafia hendak beradu mulut. Sheinafia reflek mendorong tubuh Rain,sehingga pria itu mundur. Gadis itu menundukkan kepalanya, malu sebab ia kepergok hendak berbuat yang iya-iya. Alarich terkekeh, lalu mendekati kedua sejoli itu. Sementara Rain, ia mendengus kesal seraya menatap Alarich yang dengan tidak berdosanya mendekat ke arah mereka berdua. "Halalin dulu Rain. Ijabsah bareng ayahku. Baru deh kamu bebas, mau sosor kek. Pelukan kek, bodo amat!" tukas Alarich. Rain mendengus kesal, ia melirik Sheinafia yang masih setia menundukkan kepalanya. Seulas senyum terbit di bibirnya kala Rain melihat semburat merah menghiasi pipi Sheinafia. Ah, gemas sekali rasanya, ingin ia gigit. "Ck! Pengganggu! Makanya cari pacar, biar kamu tidak mengganggu kebersamaan kami!" dengus Rain. Alarich terbahak, "Kapan lagi gue bisa buat ni kanebo kering kesal," ucap Alar
Bab 96 - S2 - Malam Pertama (21+) “Bagaimana saksi, Sah?!” Tanya seorang penghulu kepada para saksi yang berada di sana. “Sah!” “Sah!” “Sah!” Kalimat Sah menggema, membuat setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Senja. Alarich melihat hal itu, ia langsung menggenggam tangan mungil sang istri. Membuat Senja sadar jika ia tidak sendiri. Gadis yang sudah bergelar istri itu menoleh, menatap sang suami yang tersenyum manis kepadanya. Lelaki yang tidak pernah tersenyum itu, kini memberika senyumannya hanya untuk sang istri. “Alhamdulilah, kalian sudah sah menjadi sepasang suami istri. Silahkan untuk sang istri mencium tangan sang suami, dan suami mencium kening serta ubun-ubun istri anda,” ujar sang penghulu. Alarich maju, mendekati istrinya. Dengan tubuh bergetar menahan gugup Alarich mencium kening serta ubun-ubun sang istri. Begitu juga dengan Senja, dengan tangan yang gemetar, ia raih jemari sang suami. Men
Bab 95 - S2 - Menikah Deg Senja langsung menoleh ke arah Alarich, ia bahkan menghentikan langkah kakinya. Menatap wajah yang senantiasa datar dan dingin itu, mencari kebohongan dari binar matanya yang tajam. Namun, Senja sama sekali tidak menemukan kebohongan tersebut, ia justru melihat ketulusan, kejujuran, dan keseriusan dari mata Alarich. Lantas Alarich membuka pintu ballroom, begitu pintu terbuka keluarga besar Romanov menyambutnya. Senja mematung di tempatnya berdiri,memandang bagaimana baiknya keluarga yang bahkan tak ada hubungan darah dengannya. Alarich meraih tangan Senja, dan membawanya masuk. Mata Senja sudah berkaca-kaca, melirik tangan yang di genggam oleh Alarich. “Tuan,” lirih Senja. “Mari masuk, mereka sudah menunggumu. Menunggu calon menantu baru di keluarga Romanov. Gadis yang selama beberapa tahun aku tunggu, tidak mungkin aku lepaskan untuk yang kedua kalinya. Oleh karena itu, aku akan langsung mengikatmu dengan pernikaha
Malam itu, Senja sudah siap dengan gaun yang sudah di siapkan oleh Alarich sebelumnya. Gaun berwarna lembut sangat cocok dengan karakter Senja. Jangan lupakan kerudung yang berwarna sama dengan gaunnya menambah kecantikan seorang Senandung Senja. Gadis berhijab itu di dandani oleh Sheinafia, wanita beranak satu itu begitu antusias kala mendengar Alarich hendak melamar Senja. Namun, mereka sengaja tidak mengatakan hal itu kepada Senja, sebab takut jika gadis tersebut menolaknya. “Ya Tuhan, kamu cantik sekali, Senja,” pekik Sheinafia yang membuat ketiga perempuan paruh baya yang kebetulan berada di kamar Senja sontak menoleh ke arah dua wanita muda itu. Nandini, Namilea, dan Melati tersenyum kala melihat Senja. Wajahnya yang cantik alami semakin bersinar kala Sheinafia membubuhkan make up flawless di wajah cantiknya. Namilea menghampiri keduanya, ia tersenyum lembut lantas mengusap puncak kepala Senja yang terbalut hijab. “Kamu cantik sekali, Nak
Bab 93 - S2 - Pendekatan Alarich Tidak terasa, sudah hampir dua minggu Senja tinggal di Mansion Romanov. Selama itu pula, Senja belum pernah kembali bertemu dengan Alarich. Entah kemana perginya lelaki dingin itu, pria pertama yang merangkulnya ketika ia terjatuh. “Senja, Nak,” panggil Namilea. Merasa ada yang memanggilnya, Senja pun menoleh. Ternyata ibu dari Alarichlah yang memanggil namanya. Senja tersenyum menyambut kedatangan Namilea yang kini duduk di sebelahnya. “Sedang apa, Nak? Ibu lihat dari tadi kamu duduk sendirian di sini? Kamu bosan?” Tanya Namilea hati-hati. Senja menggelengkan kepalanya,”Tidak ibu. Senja tidak bosan,” jawab Senja yang memang sekarang memanggil Namilea dengan panggilan ibu sesuai permintaan Namilea. Namilea pun tersenyum. Lantas mengangkat sebuah paper bag yang isinya entah apa. “Ini, tadi Alarich sebelum berangkat kerja dia menitipkan ini untuk kamu. Katanya, pakai nanti malam asisten Alarich a
Bab 92 - S2 - Kembalinya Senja “Semuanya, perkenalkan … Senandung Senja.” Deg Mereka terdiam, tentu tidak menyangka jika gadis yang memilih untuk pergi dari kediaman Romanov, kini telah kembali. Alarich, menemukannya dan entah dimana lelaki tampan nan dingin itu menemukan keberadaan Senja. Berbagai spekulasi muncul di kepala para paruh baya itu. Namun, mereka senang sebab sepertinya Alarich mulai membuka hatinya. Namilea menghampiri keduanya, ia menatap tidak percaya gadis cantik yang berdiri di hadapannya itu. “Nak, benarkah kamu Senja? Gadis yang dulu masuk ke dalam mobil Alarich?” Tanya Namilea lembut. Senja terdiam, namun ia melirik Alarich yang berdiri tak jauh darinya. Alarich pun mengangguk. Senja tersenyum tipis, “ Ya, Nyonya. Maafkan saya karena dulu memilih untuk pergi dari sini. Maaf, bukannya saya tidak tahu berterima kasih, hanya saja … saya tidak mau terlalu jauh merepotkan kalian. Kalian terlalu
Bab 91-S2-Kebingungan Senja “Bagaimana, Senandung Senja?” tanya Alarich. Raut wajah lelaki itu terlihat begitu serius, Senja jadi bingung. Entah langkah apa yang harus ia ambil, semua terasa begitu mendadak. “Maafkan saya, Tuan. Tapi … mengapa anda begitu yakin jika saya adalah Senja yang anda cari? Bagaimana jika ternyata anda salah orang?” Tanya Senja pelan nan lembut. “Insting,” jawab Alarich singkat padat dan jelas. “Insting? Bagaimana bisa?” Lirih Senja yang masih bisa di dengar oleh Alarich. Alarich menatap Senja datar, “Kau Senandung Senja, perempuan yang tiba-tiba memasuki mobilku dan meminta pertolongan dari ibu dan saudara angkatmu itu.” Deg Senja mematung di tempatnya, tentu ia tidak lupa dengan kejadian itu. Di mana ia memasuki mobil Alarich dan meminta pertolongan kepada lelaki tampan itu. Dari kejadian itu pula, Senja merasakan bagaimana arti keluarga sesungguhnya. Hanya saja, karena merasa in
Deg “Kenapa kamu berpikir seperti itu, Sayang?” tanya Sheinafia pada sang suami yang tengah memakan mangga muda di waktu yang tak lazim yaitu jam delapan malam. Rain mengunyah habis mangganya sebelum ia menjawab pertanyaan sang istri. Sheinafia bahkan sampai meneguk ludahnya kasar kala melihat bagaimana Rain memakan mangga itu tanpa rasa kecut sedikitpun. Rain tersenyum lembut, dan membelai pipi sang istri dengan penuh kasih sayang. Tatapan Rain kepada Sheinafia sama sekali tidak pernah berubah. Penuh cinta dan juga kasih sayang, Rain yang dingin dan datar di luar nyatanya tidak berlaku untuk keluarga kecilnya. “Sayang, kamu masih ingat ketika mengandung Hazelnut, bukankah aku yang mengalami couvade syndrome. Sampai aku tidak bisa terbangun dan harus istirahat di atas tempat tidur selama satu bulan lamanya?!” Sheinafia diam, lalu tak lama kemudian ia mengangguk. Tentu masih segar di dalam ingatannya ketika ia mengandung Ha
Alarich baru saja tiba di mansionnya, Sheinafia tampak tengah memangku Hazelnut. Sepertinya gadis kecil itu tengah demam. “Ada apa?” tanya Alarich pada Sheinafia. “Al, kamu sudah pulang? Dimana Rain? Aku kira kalian pulang sama-sama,” ujar Sheinafia yang terlihat lelah. Alarich mengambil alih tubuh Hazelnut, dan memang benar gadis kecil itu tengah demam. Alarich mengusap lembut punggungnya, membuat tangisan Hazelnut mereda. Setahu Alarich, keponakannya anak yang anteng. Walaupun ia tengah sakit, jarang sekali Hazelnut rewel seperti saat ini. “Kenapa, Sayang?” tanya Alarich lembut. “Daddy, dimana ayah? Kenapa ayah belum juga pulang?” tanyanya lirih. Alarich menatap Sheinafia, perempuan muda itu hanya mengedikkan bahunya. Tanda ia tak tahu kemana perginya sang suami, biasanya jam empat sore lelaki itu sudah pulang. “Sudah kamu coba menghubunginya, Shei? Tidak biasanya ia pulang telat seperti sekarang,” ucap Alarich datar.
Deg Jantung Alarich terasa berdenyut dengan cepatnya kala ia mendengar suara yang begitu di rindukan. Suara yang selama bertahun-tahun lamanya ia nantikan kehadirannya. Kini, Alarich mendengar kembali suara itu. Langkah kakinya yang tegas membawa ia mendekati sang keponakan. Anak dari kakak sepupu yang begitu ia sayangi seperti anaknya sendiri. “Daddy,” cicit Hazelnut. Air mata masih membasahi kedua pipi chubby Hazelnut. Alarich semakin mendekat, kini wajah itu wajah yang selalu di rindukannya itu ada dihadapan Alarich. Alarich berjongkok, menyamakan tingginya dengan tinggi Hazelnut, tangan besarnya mengusap lembut air mata yang masih setia membasahi mata indahnya. Lutut gadis kecil nan cantik itu tampak mengeluarkan darah. “Are you ok?” tanya Alarich khawatir. Deg Kini gadis berhijab pastel itu yang merasakan degup jantungnya berpacu, bagaimana tidak. Suara yang ia dengar sekarang adalah pemilik nama yang setiap malam sering ia