Sean dan Samudera terus memperhatikan langkah kaki sang kakak. Hingga Sheinafia hilang, tidak terlihat lagi. "Kita menunggu kakak di mana?" tanya Sean. Samudera melihat sekelilingnya, lalu netranya jatuh pada sebuah kursi taman. Samudera menunjukkan kursi tersebut dan mengajak kembarannya untuk duduk di sana. "Kita tunggu di sini saja, dan terus perhatikan orang tadi. Aku takut dia memiliki niat jahat pada kakak kita, dan sebaiknya jangan dulu laporan pada ayah. Setelah kita benar-benar memastikannya," ujar Samudera datar. Sean mengangguk setuju, ia takut jika ayahnya akan heboh. Sean tahu sebesar apa sayangnya sang ayah pada kakak perempuan mereka, bukan berarti ayah mereka tidak menyayangi Sean dan Samudera. Hanya saja, perhatian untuk Sheinafia memang lebih besar. Dan Sean serta Samudera sama sekali tidak iri. Sebab bagi mereka, baik Sheinafia maupun Jasmine adalah dua orang wanita yang harus mereka lindungi. "Aku tidak mau sampai ter
Alarich sontak berteriak ketika sudah sampai di pelataran rumah sakit. Ia berteriak meminta pertolongan pada para petugas medis yang ada di sana. Para dokter dan perawat langsung berlarian. Melihat putra dari Arshaka Dewangga Romanov berlari, sambil menggendong seorang perempuan. Mereka langsung meminta Alarich untuk merebahkan Sheinafia di atas brangkar. "Tolong, tolong lakukan apapun untuk kakakku," pinta Sean. Para dokter mengangguk dan langsung membawa Sheinafia ke ruangan gawat darurat. Sementara, Samudera masih berusaha mengejar pelaku. Namun sayang, orang itu menghilang membuat Samudera memaki. Tanpa pikir panjang, ia langsung menaiki motornya. Dan berlalu dari sekolah sang kakak menuju rumah sakit keluarga Romanov. Di tengah perjalanan ia menghubungi sang ayah. [Hallo, Son. Ada apa?] Sapa Xavier begitu ia mengangkat sambungan telepon dari salah satu putra kembarnya. [Yah, segera ke rumah sakit kita. Kak Shei seseorang melukainya. Aku liha
"Putriku." Xavier menjatuhkan tubuhnya di atas lantai dingin rumah sakit. Pria itu berlutut tepat di depan pintu ruangan ICU. Ponselnya sedari tadi menjerit, namun tidak ia angkat sebab Xavier tahu jika orang yang meneleponnya adalah sang istri. Pria itu meremat rambutnya dengan kasar. Meraup wajahnya, air mata perlahan jatuh membasahi pipinya. Abrian menatap iba pada adik iparnya. "Vier bangun jangan seperti ini. Aku yakin Shei akan baik-baik saja." Alarich hanya diam menatap ayahnya yang hancur. Andai saja saat itu posisi Alarich tidak sedang membelakangi Shei, mungkin ia bisa mencegah semua ini terjadi. Ting Ponsel milik Alarich berbunyi. Ia melihat jika sang ibu yang mengirimkan pesan padanya. [Nak, apa kalian masih berada di sekolah? Ini sudah hampir sore tetapi kalian belum juga pulang ke rumah. Pulanglah ibu sudah membuat makanan kesukaan kalian bersama mama dan mommy kalian.] Alarich tidak langsung menjawab pesan sang ibu. Ia bingu
Nandini masih menangis di pelukan Namilea dan Melati. Mereka mencoba menenangkannya. Nandini terlihat rapuh dan hancur. "Mel, putriku akan baik-baik saja bukan?" tanyanya pada Melati. Melati dan Namilea saling berpandangan. Mereka tidak bisa mengatakan apapun, sebab keduanya pun tidak tahu bagaimana keadaan Sheinafia saat ini. Baik Abrian maupun Alarich serta si kembar, mereka belum memberi kabar apapun. Melati bingung, begitu juga dengan Namilea. "Kak, lebih baik sekarang kita ke rumah sakit hmm. Supaya kita tahu bagaimana keadaannya. Menunggu kabar dari yang lainnya pun tidak ada," tukas Melati. Namilea mengangguk. Akan lebih baik seperti itu, daripada berspekulasi atau menduga-duga. "Melati benar, kita siap-siap hmm. Kamu harus kuat, karena aku yakin jika suamimu pasti begitu hancur. Kalian harus saling mengingatkan, ada kami juga yang akan selalu mendukungmu," ujar Namilea lembut. "Aku bantu siap-siap ya, Kak. Kita akan segera m
Sean dan Samudera kini berada di kelas Sheinafia dan Alarich. Kedua pasang anak kembar itu menatap tajam ke sekeliling kelas. Satu persatu mereka teliti, namun di dalam kelas baik Sean dan Samudera mereka tidak menemukan apapun. Samudera bergerak ke arah luar. Lalu matanya memicing kala ia menatap ke arah rumput. Samudera bergerak ke arah sana dan berjongkok. "Jarum," gumam Samudera. Lalu ia mengambil sapu tangan, dan memasukkan jarum itu ke dalam sebuah kantong plastik. Samudera memanggil Sean, dan mengajaknya pergi dari sana. "Aku menemukan satu jarum, Sean. Aku yakin jika jarum ini yang di gunakan oleh orang itu. Aku tidak tahu motifnya melakukan hal itu, semoga kakak kita segera sadar. Supaya kita bisa bertanya lebih jauh mengenai orang tersebut," ujar Samudera datar. Sean hanya diam, namun di sela langkahnya mata tajamnya memindai lorong sekolah itu. Sepi, sebab semua orang sudah pulang. "Apa kau tidak merasa, jika sekolah ini seperti men
Alexander tampak masuk ke dalam ruang ICU. Ia menatap seorang gadis yang tengah tertidur dalam damai. Alexander tersenyum, lalu memegang tangan gadis itu dengan lembut. "Hai, Cantik. Selamat sore, Nak. Nyenyak sekali tidurmu, hmm. Tidak ingin bangun? Banyak orang yang menunggumu terbangun, lihatlah ayah dan ibu serta adik-adikmu menunggumu bangun. Ayahmu begitu hancur melihatmu seperti ini, Om baru pertama kali melihat ayahmu menangis dan hancur. Maka dari itu, Om mohon ayo bangun." Alexander terus mengajak Sheinafia berbicara, hingga tiga puluh menit lamanya ia berada di dalam. Kini giliran Rain yang masuk, laki-laki itu tidak langsung menghampiri Shei. Ia masih berdiri mematung di dekat pintu. Perlahan langkah kakinya membawa pria itu mendekat ke arah brankar Sheinafia. Ia dapat melihat banyaknya peralatan yang di gunakan untuk menyambung hidup. Rain meringis kala melihat wajah pucat Sheinafia. "Mengapa kau hobby sekali celaka?" tanya Rain datar dan kak
Abrian tampak mematung mendengar penjelasan Alexander. Ia sungguh tidak menyangka jika efek dari racun itu begitu dahsyat. Lantas bagaimana nasib putrinya jika sampai hal itu terjadi?. "Aku tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi. Jika sampai apa yang kau ucapkan itu menjadi kenyataan? Tidak hanya putriku yang akan hancur, namun Xavier dia yang paling akan terpuruk atas kejadian ini. Ya Tuhan," gumam Abrian. Rain terdiam, tetapi pria itu terlihat mengepalkan tangannya dengan erat. Rain pun tidak dapat membayangkan semua itu. Sheinafia celaka akibat kecerobohannya. Andai saja ia lebih ketat mengawasi dan tidak terlalu mempercayai orang lain. Tentu ini semua tidak akan terjadi. "Bri, aku dan putraku akan berusaha membuat penawar dari racun tersebut. Namun sebelum itu, aku mohon untuk tidak memberi tahu ...." Perkataan Alexander terpotong oleh suara bariton yang baru saja masuk ke dalam ruangan. "Apa maksud semua ini?" tanya Xavier dingin. Xa
Nandini seketika pingsan kala mendengar apa yang di ucapkan oleh suster tersebut. Putrinya anfal, ia tengah berjuang di dalam sana. Xaver langsung memeluk tubuh lemah sang istri. "Vier, kenapa adikku?" tanya Arshaka panik. Xavier kalut. Ia sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan sang kakak. Arshaka pun mengerti, lantas ia menggantikan sang adik menggendong Nandini dan membawanya ke ruang perawatan. "Tolong adikku, Dok!" Seorang dokter perempuan langsung menghampiri Arshaka yang sudah membaringkan Nandini di atas brangkar. Wajah Arshaka begitu panik, ia baru saja tiba di rumah sakit. "Bagaimana?" tanya Arshaka khawatir. "Nyonya hanya shock, Tuan. Selebihnya baik-baik saja." Arshaka mengangguk, lalu sang dokter pun berpamitan. Tak lama kemudian, Xavier masuk ke dalam ruangan. Arshaka menatap iba sang adik, lagi dan lagi kehidupannya di beri cobaan yang begitu berat. "Jaga istrimu. Biar putriku aku yang urus," ujar Arshaka
Bab 96 - S2 - Malam Pertama (21+) “Bagaimana saksi, Sah?!” Tanya seorang penghulu kepada para saksi yang berada di sana. “Sah!” “Sah!” “Sah!” Kalimat Sah menggema, membuat setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Senja. Alarich melihat hal itu, ia langsung menggenggam tangan mungil sang istri. Membuat Senja sadar jika ia tidak sendiri. Gadis yang sudah bergelar istri itu menoleh, menatap sang suami yang tersenyum manis kepadanya. Lelaki yang tidak pernah tersenyum itu, kini memberika senyumannya hanya untuk sang istri. “Alhamdulilah, kalian sudah sah menjadi sepasang suami istri. Silahkan untuk sang istri mencium tangan sang suami, dan suami mencium kening serta ubun-ubun istri anda,” ujar sang penghulu. Alarich maju, mendekati istrinya. Dengan tubuh bergetar menahan gugup Alarich mencium kening serta ubun-ubun sang istri. Begitu juga dengan Senja, dengan tangan yang gemetar, ia raih jemari sang suami. Men
Bab 95 - S2 - Menikah Deg Senja langsung menoleh ke arah Alarich, ia bahkan menghentikan langkah kakinya. Menatap wajah yang senantiasa datar dan dingin itu, mencari kebohongan dari binar matanya yang tajam. Namun, Senja sama sekali tidak menemukan kebohongan tersebut, ia justru melihat ketulusan, kejujuran, dan keseriusan dari mata Alarich. Lantas Alarich membuka pintu ballroom, begitu pintu terbuka keluarga besar Romanov menyambutnya. Senja mematung di tempatnya berdiri,memandang bagaimana baiknya keluarga yang bahkan tak ada hubungan darah dengannya. Alarich meraih tangan Senja, dan membawanya masuk. Mata Senja sudah berkaca-kaca, melirik tangan yang di genggam oleh Alarich. “Tuan,” lirih Senja. “Mari masuk, mereka sudah menunggumu. Menunggu calon menantu baru di keluarga Romanov. Gadis yang selama beberapa tahun aku tunggu, tidak mungkin aku lepaskan untuk yang kedua kalinya. Oleh karena itu, aku akan langsung mengikatmu dengan pernikaha
Malam itu, Senja sudah siap dengan gaun yang sudah di siapkan oleh Alarich sebelumnya. Gaun berwarna lembut sangat cocok dengan karakter Senja. Jangan lupakan kerudung yang berwarna sama dengan gaunnya menambah kecantikan seorang Senandung Senja. Gadis berhijab itu di dandani oleh Sheinafia, wanita beranak satu itu begitu antusias kala mendengar Alarich hendak melamar Senja. Namun, mereka sengaja tidak mengatakan hal itu kepada Senja, sebab takut jika gadis tersebut menolaknya. “Ya Tuhan, kamu cantik sekali, Senja,” pekik Sheinafia yang membuat ketiga perempuan paruh baya yang kebetulan berada di kamar Senja sontak menoleh ke arah dua wanita muda itu. Nandini, Namilea, dan Melati tersenyum kala melihat Senja. Wajahnya yang cantik alami semakin bersinar kala Sheinafia membubuhkan make up flawless di wajah cantiknya. Namilea menghampiri keduanya, ia tersenyum lembut lantas mengusap puncak kepala Senja yang terbalut hijab. “Kamu cantik sekali, Nak
Bab 93 - S2 - Pendekatan Alarich Tidak terasa, sudah hampir dua minggu Senja tinggal di Mansion Romanov. Selama itu pula, Senja belum pernah kembali bertemu dengan Alarich. Entah kemana perginya lelaki dingin itu, pria pertama yang merangkulnya ketika ia terjatuh. “Senja, Nak,” panggil Namilea. Merasa ada yang memanggilnya, Senja pun menoleh. Ternyata ibu dari Alarichlah yang memanggil namanya. Senja tersenyum menyambut kedatangan Namilea yang kini duduk di sebelahnya. “Sedang apa, Nak? Ibu lihat dari tadi kamu duduk sendirian di sini? Kamu bosan?” Tanya Namilea hati-hati. Senja menggelengkan kepalanya,”Tidak ibu. Senja tidak bosan,” jawab Senja yang memang sekarang memanggil Namilea dengan panggilan ibu sesuai permintaan Namilea. Namilea pun tersenyum. Lantas mengangkat sebuah paper bag yang isinya entah apa. “Ini, tadi Alarich sebelum berangkat kerja dia menitipkan ini untuk kamu. Katanya, pakai nanti malam asisten Alarich a
Bab 92 - S2 - Kembalinya Senja “Semuanya, perkenalkan … Senandung Senja.” Deg Mereka terdiam, tentu tidak menyangka jika gadis yang memilih untuk pergi dari kediaman Romanov, kini telah kembali. Alarich, menemukannya dan entah dimana lelaki tampan nan dingin itu menemukan keberadaan Senja. Berbagai spekulasi muncul di kepala para paruh baya itu. Namun, mereka senang sebab sepertinya Alarich mulai membuka hatinya. Namilea menghampiri keduanya, ia menatap tidak percaya gadis cantik yang berdiri di hadapannya itu. “Nak, benarkah kamu Senja? Gadis yang dulu masuk ke dalam mobil Alarich?” Tanya Namilea lembut. Senja terdiam, namun ia melirik Alarich yang berdiri tak jauh darinya. Alarich pun mengangguk. Senja tersenyum tipis, “ Ya, Nyonya. Maafkan saya karena dulu memilih untuk pergi dari sini. Maaf, bukannya saya tidak tahu berterima kasih, hanya saja … saya tidak mau terlalu jauh merepotkan kalian. Kalian terlalu
Bab 91-S2-Kebingungan Senja “Bagaimana, Senandung Senja?” tanya Alarich. Raut wajah lelaki itu terlihat begitu serius, Senja jadi bingung. Entah langkah apa yang harus ia ambil, semua terasa begitu mendadak. “Maafkan saya, Tuan. Tapi … mengapa anda begitu yakin jika saya adalah Senja yang anda cari? Bagaimana jika ternyata anda salah orang?” Tanya Senja pelan nan lembut. “Insting,” jawab Alarich singkat padat dan jelas. “Insting? Bagaimana bisa?” Lirih Senja yang masih bisa di dengar oleh Alarich. Alarich menatap Senja datar, “Kau Senandung Senja, perempuan yang tiba-tiba memasuki mobilku dan meminta pertolongan dari ibu dan saudara angkatmu itu.” Deg Senja mematung di tempatnya, tentu ia tidak lupa dengan kejadian itu. Di mana ia memasuki mobil Alarich dan meminta pertolongan kepada lelaki tampan itu. Dari kejadian itu pula, Senja merasakan bagaimana arti keluarga sesungguhnya. Hanya saja, karena merasa in
Deg “Kenapa kamu berpikir seperti itu, Sayang?” tanya Sheinafia pada sang suami yang tengah memakan mangga muda di waktu yang tak lazim yaitu jam delapan malam. Rain mengunyah habis mangganya sebelum ia menjawab pertanyaan sang istri. Sheinafia bahkan sampai meneguk ludahnya kasar kala melihat bagaimana Rain memakan mangga itu tanpa rasa kecut sedikitpun. Rain tersenyum lembut, dan membelai pipi sang istri dengan penuh kasih sayang. Tatapan Rain kepada Sheinafia sama sekali tidak pernah berubah. Penuh cinta dan juga kasih sayang, Rain yang dingin dan datar di luar nyatanya tidak berlaku untuk keluarga kecilnya. “Sayang, kamu masih ingat ketika mengandung Hazelnut, bukankah aku yang mengalami couvade syndrome. Sampai aku tidak bisa terbangun dan harus istirahat di atas tempat tidur selama satu bulan lamanya?!” Sheinafia diam, lalu tak lama kemudian ia mengangguk. Tentu masih segar di dalam ingatannya ketika ia mengandung Ha
Alarich baru saja tiba di mansionnya, Sheinafia tampak tengah memangku Hazelnut. Sepertinya gadis kecil itu tengah demam. “Ada apa?” tanya Alarich pada Sheinafia. “Al, kamu sudah pulang? Dimana Rain? Aku kira kalian pulang sama-sama,” ujar Sheinafia yang terlihat lelah. Alarich mengambil alih tubuh Hazelnut, dan memang benar gadis kecil itu tengah demam. Alarich mengusap lembut punggungnya, membuat tangisan Hazelnut mereda. Setahu Alarich, keponakannya anak yang anteng. Walaupun ia tengah sakit, jarang sekali Hazelnut rewel seperti saat ini. “Kenapa, Sayang?” tanya Alarich lembut. “Daddy, dimana ayah? Kenapa ayah belum juga pulang?” tanyanya lirih. Alarich menatap Sheinafia, perempuan muda itu hanya mengedikkan bahunya. Tanda ia tak tahu kemana perginya sang suami, biasanya jam empat sore lelaki itu sudah pulang. “Sudah kamu coba menghubunginya, Shei? Tidak biasanya ia pulang telat seperti sekarang,” ucap Alarich datar.
Deg Jantung Alarich terasa berdenyut dengan cepatnya kala ia mendengar suara yang begitu di rindukan. Suara yang selama bertahun-tahun lamanya ia nantikan kehadirannya. Kini, Alarich mendengar kembali suara itu. Langkah kakinya yang tegas membawa ia mendekati sang keponakan. Anak dari kakak sepupu yang begitu ia sayangi seperti anaknya sendiri. “Daddy,” cicit Hazelnut. Air mata masih membasahi kedua pipi chubby Hazelnut. Alarich semakin mendekat, kini wajah itu wajah yang selalu di rindukannya itu ada dihadapan Alarich. Alarich berjongkok, menyamakan tingginya dengan tinggi Hazelnut, tangan besarnya mengusap lembut air mata yang masih setia membasahi mata indahnya. Lutut gadis kecil nan cantik itu tampak mengeluarkan darah. “Are you ok?” tanya Alarich khawatir. Deg Kini gadis berhijab pastel itu yang merasakan degup jantungnya berpacu, bagaimana tidak. Suara yang ia dengar sekarang adalah pemilik nama yang setiap malam sering ia