Zanitha berbaring miring di sofa ruang televisi, tatapannya kosong ke arah televisi.Dia sedang melamun, sama sekali tidak menyaksikan apa yang disajikan layar kaca.Usai tadi pagi mengungkapkan apa yang mengganjal di benaknya kepada Ananta, Zanitha merasa lega tapi tetap saja hatinya kosong, hampa dan dia mulai merindukan papinya.Berulang kali Zanitha memeriksa ponselnya namun tidak ada satu pun pesan yang sang papi kirim untuknya hanya sekedar menanyakan kabar.Bagaimana kalau ternyata Ananta adalah pembunuh berdarah dingin?Apakah sang papi rela, dia dihabisi oleh Ananta?Zanitha tertawa kering. âPapi enggak akan peduli, dia justru lega sekarang karena enggak perlu ngurusin aku lagi.â Air mata Zanitha kembali mengalir, menganak sungai di pipinya.Zanitha masih duduk terdiam di sofa, memandang kosong ke layar televisi yang menampilkan acara yang bahkan tidak ia pedulikan. Matanya masih basah, sisa air mata yang belum sepenuhnya mengering.Ryan yang sejak tadi berdiri di a
Nyatanya Ananta tidak memiliki waktu, deadline membuatnya pergi pagi sekali bahkan pernah sekali menginap di kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dia tidak bisa membahas tentang kedatangan ayah Mathias dengan Zanitha dan bahkan Ananta pun lupa kalau hari ini sang ayah tiba di Indonesia. âTuan ⊠maaf, tadi tuan Mathias mengatakan tidak jadi ke kantor ⊠beliau akan langsung menuju kondominium dari Bandara untuk beristirahat.â Ryan memberitahu usai meeting dengan para petinggi di bawah pimpinan Ananta. âApa?â Ananta sampai bangkit dari kursinya sambil membeliakan mata. âApanya Tuan?â Ryan balik bertanya, matanya juga membulat karena terkejut dengan reaksi Ananta. âKenapa kamu baru bilang sekarang kalau ayah langsung ke kondominium?â Suara Ananta meninggi. Pasalnya dia belum berpesan apapun kepada Zanitha malah mereka belum benar-benar berbaikan usai kesalahpahaman kemarin. âSaya juga baru dapat kabar melalui pesan dari tuan Mathias, Tuan.â Ryan meringis. Ananta
Usai makan malam, Zanitha berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya dengan tangan terlipat di dada, sesekali menggigit bibirnya sendiri. Istrinya Ananta yang masih gadis itu tidak bisa berhenti berpikir tentang satu hal: di mana ia akan tidur malam ini.Seharusnya tidak ada masalah, karena selama ini ia dan Ananta selalu tidur di kamar masing-masing. Tapi kehadiran Mathias mengubah segalanya.Di kondominium ini hanya ada tiga kamar, kamar Ananta, kamar Zanitha, sementara kamar satunya dijadikan ruang kerja Ananta.Dan Mathias pasti akan tidur bukan di kamar utama yang itu berarti sang ayah mertua akan tidur di kamar ini.Sementara itu, ternyata Ananta sedang berdiri di ambang pintu kamar Zanitha entah sejak kapan, bersandar santai dengan ekspresi jengah. âOke, kita harus bicara.âAnanta melengos masuk ke dalam kamarnya dengan gesture tubuh meminta Zanitha mengikuti.Meski sambil mengembuskan nafas berat tapi tak ayal Zanitha melangkah keluar untuk masuk ke kamar Ananta.Sampai d
Pagi itu, Ananta terbangun dengan sedikit pusing di kepala. Ia merasa tubuhnya pegal, bukan karena kurang tidur, tetapi karena malam tadi harus berhadapan dengan Zanithaâistri pura-puranya yang keras kepala.Tatapannya mengarah ke samping. Zanitha masih tertidur. Punggungnya menghadap Ananta, tubuhnya meringkuk di dalam selimut, terlihat begitu tenang dan damai.Ananta terdiam beberapa saat. Ini pertama kalinya ia bangun dengan seseorang wanita di ranjang yang sama. Biasanya, ia selalu sendiri.Tapi yang lebih mengganggu pikirannya adalah kejadian tadi malam.Kenapa ia harus bercanda soal âmenjalankan kewajibanâ?Kenapa dia malah ingin melihat reaksi takut dan gugup Zanitha?Ananta mengacak rambutnya, berusaha menghilangkan pikiran yang tidak seharusnya ada. Ia bukan tipe pria yang menikmati âkedekatan emosionalâ. Pernikahan ini hanya kontrak. Tidak lebih.Tepat saat ia hendak bangkit, Zanitha bergerak. Gadis itu menggeliat pelan sebelum berbalik menghadapnya. Matanya masih set
Setelah Ananta meninggalkan kondominium untuk bekerja, suasana terasa lebih tenang. Zanitha duduk di meja makan bersama Mathias, menikmati teh hangat yang dibuatnya sendiri.Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa memiliki seseorang untuk diajak bicara.Mathias menyesap tehnya sambil menatap Zanitha dengan tatapan lembut. âApa kamu bahagia menikah dengan Ananta?âZanitha tersenyum kecil. âSampai saat ini⊠cukup bahagia, Yah. Meski Ananta enggak banyak bicara.âMathias terkekeh pelan. âMemang seperti itu Ananta sejak kecil. Dulu waktu masih kecil, dia lebih banyak diam, lebih suka menyendiri. Tapi dia selalu mendengarkan. Dia anak yang keras kepala, tapi juga sangat bertanggung jawab.âZanitha mengangguk, meskipun dalam pikirannya, ia merasa sulit membayangkan Ananta kecil yang pendiam. Pria itu lebih sering terlihat arogan dan dingin. Tapi, mungkin saja ada sisi lain yang belum ia kenal.âNanti Ayah akan bicara kepada Ananta agar lebih memperhatikanmu,â lanjut Math
âYang benar saja, masa aku milikmu? Aku bukan barang!â Zanitha menekukan alisnya tajam menunjukkan tampang penolakan keras, dia menghempaskan tangan Ananta hingga terlepas cekalan pria itu dari pergelangan tangan.âKamu istriku! Aku berhak atasmu!â Ananta meninggikan suara.âEkhem âŠ.â Dekheman seorang wanita membuat keduanya menoleh ke asal suara.âTuan Ananta ⊠apa aku mengganggu?â Suara itu begitu lembut diucapkan oleh bibir yang sedang tersenyum dengan gincu merah.Wanita cantik itu entah datang dari mana, begitu anggun dan seksi dengan tatapan mata sok polos seperti gadis-gadis dalam film dewasa.âAh enggak.â Ananta menjawab tapi datar.Zanitha menatap wanita itu dari atas sampai bawah.âAku tidak mengerti Tuan, kenapa kamu ingin menggunakan jasaku padahal ada istrimu di sini?â Sekarang sorot mata Ani-Ani itu tampak menilai Zanitha dari atas hingga bawah.Tidak sepolos tadi lagi.âMaksudnya?â Zanitha spontan bertanya, dengan sorot mata menuntut penjelasan. âSemenjak men
Saat Ananta masuk kembali ke kamar usai diskusi dengan Mathias, dia mendapati Zanitha sudah tertidur pulas.Ananta menyimpan kedua tangan sembari menatap Zanitha kesal.âAku bilang jangan tidur dulu.â Pria itu menggerutu.Tapi memang malam sudah sangat larut dan besok mereka akan melakukan perjalanan udara belasan jam.Ananta merangkak naik ke atas ranjang melewati tubuh Zanitha.Sekuat tenaga Zanitha tidak bergerak karena sesungguhnya dia belum tidur.Dia hanya pura-pura karena belum siap bercinta dengan Ananta.Sampai usia dua puluh lima tahun hidupnya ini jangankan pria lain, papinya sendiri saja tidak pernah menyentuhnya.Sekalinya menyentuh Zanitha, Damar melabuhkan tamparan di pipi sang putra.Sungguh tragis memang nasib Zanitha.Dan ketika tadi Ananta menyentuhnya membuat seluruh syaraf Zanitha menegang.Ananta berbaring miring menatap punggung Zanitha, kilasan adegan dewasa tadi melintas di benaknya.Tubuh Zanitha yang mulus, seksi dan padat di tempat yang seharusn
âPapi ⊠Nitha akan pergi, Ananta membawa Nitha ke Swiss ⊠Nitha pamit, mungkin enggak akan pernah balik lagi âŠ.â Zanitha menjeda karena dadanya terasa nyeri seperti dihantam sesuatu.Damar menatap lekat putrinya dengan genangan di mata.âNitha enggak akan nyusahin Papi lagi, maafin Nitha kalau kehadiran Nitha di dunia ini malah mendatangkan penderitaan bagi Papi âŠ.â Zanitha mengusap air matanya menggunakan punggung tangan dengan cepat.âPapi harus sehat ya ⊠Papi lekas sembuh biar Nitha tenang.â Zanitha membungkuk lalu mengecup kening Damar.Damar tidak bergerak namun nafasnya memburu. Tetap bungkam sampai Zanitha keluar dari ruangan itu sambil berlinang air mata.Dan ketika pintu ruangannya ditutup oleh Zanitha dari luar, baru lah tangis Damar pecah.Air matanya mengalir deras, Damar menahan erangan tangisnya dengan menggigit bibir bawah.âMaafkan Papi, Nitha ⊠maafkan Papi ⊠Papi hanya enggak ingin kamu terus-terusan menderita, di bully mami dan Anin juga dilecehkan Aditya âŠ
Begitu mereka tiba di ruang makan, suasana langsung menjadi hidup. Madame CĂ©cile Laurent, Giovanni De Luca, dan Marcel Fournier sudah duduk di kursi mereka, menikmati sarapan mewah di meja panjang yang menghadap ke laut.Begitu melihat Zanitha dan Ananta datang dengan tubuh dan wajah segar mengenakan pakaian casual tapi elegan ala old money, bibir mereka bertiga pun tersenyum.âAh, akhirnya pasangan ini bergabung dengan kami,â ujar Giovanni sambil mengangkat gelasnya. âKami sempat khawatir kalian akan memaksa terbang saat badai tadi malam.âMadame CĂ©cile menatap Zanitha dengan penuh kebanggaan. âCherie, kamu benar-benar luar biasa. Kamu tidak hanya menjadi wajah dari proyek ini, tapi juga membuktikan profesionalismemu.âCherie adalah panggilan kesayangan Madame CĂ©cile kepada Zanitha karena bibir Zanitha yang plumpy seperti buah Ceri.âDan yang lebih mengesankan,â tambah Marcel Fournier, âadalah bagaimana kamu tetap setia pada suamimu, bahkan ketika banyak mata yang mencoba menggi
Pagutan Ananta tidak berhenti hanya melahap bibir Zanitha namun kemudian beralih ke bagian rahang dan lehernya pun menjadi sasaran keganasan hasrat pria itu.Sementara tangannya mengusap paha Zanitha membawa gaun dengan belahan hingga ke paha naik terus hingga ke pinggang.âTa âŠ,â desah Zanita saat jemari Ananta mengusap bagian intinya dari luar celana dalam.âDokter enggak pernah melarang kita bercinta, kan?â Ananta berbisik di depan wajah Zanitha.âEnggak?â Zanitha menjawab parau, menelan saliva kelat. Tidak bisa Zanitha pungkiri, dia juga menginginkan itu.Lalu dengan satu tarikan lembut, Ananta berhasil melepaskan kain berenda Zanitha di bawah sana.Bibirnya mulai turun dari leher ke bagian dada usai berhasil menarik sleting di belakang punggung Zanitha membuat dua bongkahan besar yang tidak memakai bra itu tampak nyata di depan mata Ananta.Ananta merematnya dengan lembut sementara bagian yang satu lagi dia raup menggunakan mulutnya, memainkan lidahnya di sana.âKenapa in
Ketika itu hujan semakin deras saat hari menuju sore.Ananta duduk di ruang meeting utama gedung Helvion Group. Presentasi dari salah satu eksekutifnya terus berjalan, tetapi pikirannya melayang jauh ke tempat lain. Ia mengangkat tangannya, memijat pelipis yang terasa berat. Ada firasat buruk yang menghantui sejak pagi, meski ia tak tahu pasti apa penyebabnya.Setelah meeting selesai, Ananta mengantar para tamunya ke lobby.Sambil melangkah menuju ruangannya, Ananta merogoh ponsel lalu mengaktifkannya.Begitu dinyalakan, puluhan pesan masuk membanjiri layarâdan di antaranya, pesan dari Zanitha.Zanitha : Ta, aku akan pergi ke pesta perayaan proyek ini. Kami akan terbang menggunakan jet pribadi ke pulau eksklusif. Aku sebenarnya enggak terlalu ingin pergi, tapi karena aku adalah bintangnya, rasanya enggak enak jika tidak hadir. Aku akan segera pulang setelah acara selesai. Aku tahu kamu sibuk, jadi aku hanya ingin memberitahumu. Aku akan baik-baik saja, janga
Zanitha berdiri bersama seluruh tim termasuk designer yang mengerjakan proyek ini mengelilingi Elias yang berdiri di tengah lingkaran mereka, yang lain tampak antusias dan senang tapi tidak dengan Zanitha yang menatap kosong pria itu.Elias sedang memberi kabar bahagia tentang sebuah pesta dan mereka semua diundang.Sontak sorak bahagia disertai tepuk tangan mengudara kemudian satu persatu dari mereka bubar untuk mempersiapkan diri.âKamu pasti datang, kan? Kamu adalah bintangnya.â Madame CĂ©cile Laurent (Chanel) bertanya langsung kepada Zanitha.âSaya akan minta ijin suami dulu.â Zanitha tidak memberi kepastian.âOh ayolah, gosip antara kamu dan Elias pun sudah tak terdengar lagi dan tampaknya suamimu juga mengerti dengan kondisi yang terjadi,â timpal Giovanni De Luca (Elie Saab).âIngat Zanitha, kamu bintangnya ⊠pesta tidak akan sempurna tanpa kamu.â Marcel Fournier (Dior) berujar demikian membuat Zanitha bimbang.âKami sudah menyediakan privat jet khusus untuk kamu, jadi kam
Suara nyaring memekakan telinga datang dari powder room dekat ruang makan.Ananta yang sedang sarapan jadi tidak selera mendengar suara itu bukan karena jijik melainkan memikirkan istrinya tidak bisa masuk makanan sedikitpun.âKlaus, aku minta ice cream âŠ,â kata Ananta memerintah.âTapi Tuan, ini masih pagi dan di dalam ice cream tidak terkandung makanan bergizi yang baik untuk ibu hamil ⊠kebanyakan adalah gula.â âKalau begitu suruh koki buatkan ice cream yang baik dikonsumsi ibu hamil, aku tidak peduli rasanya karena istriku hanya bisa makan ice cream.â Ananta memaksa.âBaik Tuan.â Dan Klaus tidak memiliki pilihan kata selain itu.Saat terdengar suara kunci pintu powder room terbuka, Ananta langsung bangkit dari kursi memburu istrinya.Tadi Zanitha mengunci diri di sana karena tidak ingin Ananta melihat muntahannya.âKamu makan buah-buahan aja ya,â kata Ananta sembari membantu Zanitha duduk.Zanitha mengangguk pasrah.Dan entah ap
Mansion Sebastian Von Rotchschild berdiri megah di bawah cahaya sore, dikelilingi taman luas yang dipenuhi bunga-bunga eksotis. Namun, keindahan itu tidak bisa menghapus ketegangan yang menyelimuti ruangan utama di dalamnya.Di meja makan panjang yang biasa digunakan untuk pertemuan keluarga, Sebastian duduk di kursi utama dengan ekspresi penuh wibawa. Di sekelilingnya, para anggota keluarga Von Rotchschild telah berkumpul. Ada Rafael, Seraina, Simon, Amelie, dan tentu saja, Elias yang duduk dengan ekspresi campuran antara kepedulian dan sesuatu yang lebih sulit ditebak.Dan di ujung meja, Ananta duduk dengan santai, sementara di sebelahnya, Zanitha tampak tenang meskipun dalam hatinya ada ketakutan besar. Ia tahu, pertemuan ini bukan sekadar makan malam keluarga biasa. Ini adalah panggilan penghakiman.Sebastian menyesap tehnya sebelum akhirnya berbicara."Ananta," suara tuanya terdengar dalam dan penuh tekanan, "Aku yakin kamu sudah membaca berita yang beredar di luar sana. Tent
Di salah satu mansion megah keluarga Von Rotchschild, Simon duduk santai di sofa besar dengan cangkir teh hitam di tangannya.Sore itu, langit Zurich berwarna keemasan, dan angin musim semi berhembus lembut dari jendela terbuka, membawa aroma teh herbal yang khas.Di sebelahnya, Amelie-sang istri, duduk dengan anggun, menyilangkan kaki dan menyesap tehnya perlahan.Matanya terpaku pada layar televisi yang sedang menyiarkan berita terbaru tentang keluarga mereka.âBREAKING NEWS: Istri Ananta Von Rotchschild Dicurigai Mengandung Anak Elias Von Rotchschild?âDi layar, beberapa foto ditampilkanâElias yang membawa Zanitha keluar dari rumah sakit, Elias yang duduk di samping ranjang rumah sakit dengan senyum khasnya, dan berbagai spekulasi yang mulai berkembang di media.Amelie meletakkan cangkir tehnya dengan bunyi yang cukup nyaring, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.Tangannya bahkan bertepuk beberapa kali, seolah menikmati tontonan yang sangat menghibur.âSuamiku sayang, li
Ruangan studio yang semula penuh dengan suara kamera yang berbunyi kini berubah menjadi sunyi saat Zanitha tiba-tiba menghentikan posenya.Dia menunduk sembari memegangi perut yang terasa bergejolakRasa mual yang menggeliat di perutnya semakin menjadi-jadi. Ia mencoba bertahan, menelan ludah berkali-kali, tetapi gelombang rasa tidak enak di tubuhnya semakin kuat.âAku butuh istirahat sebentarâŠ,â gumamnya pelan, sambil berusaha melangkah keluar dari studio.Wajahnya pucat disertai banyak buliran peluh di pelipisnya.Namun, saat kakinya baru dua kali melangkah, pandangannya mulai berputar. Dunia di sekelilingnya bergoyang. Keringat dingin membasahi hingga ke lehernya.Dengan langkah tertatih, Zanitha berhasil sampai ke kamar mandi di dalam studio.Begitu pintu tertutup, ia langsung berlutut di depan kloset, memuntahkan isi perutnya dengan hebat.Air mata Zanitha mengalir di pipinya saat muntahan tidak kunjung berhenti. Perutnya terasa diremas d
Suasana ruang makan yang biasanya tenang kini mencekam dan sebentar lagi akan berubah menjadi arena pertengkaran yang dipenuhi ketegangan.Cahaya pagi yang masuk dari jendela tinggi tak mampu menghangatkan ruangan, karena hawa dingin yang berasal dari tatapan tajam Ananta kepada Zanitha mengalahkan segalanya.Zanitha masih duduk di tempatnya, menggenggam iPad yang baru saja dilemparkan oleh Ananta.Layar di tangannya menampilkan serangkaian berita dengan foto-foto âmesraâ-nya bersama Elias.Di seberangnya, Ananta duduk dengan rahang mengeras, napasnya memburu, serta kedua tangannya mengepal di atas meja.âApa yang kamu lakukan dengan Elias?â suara Ananta akhirnya keluarâserak, dingin, dan dipenuhi dengan kemarahan yang berusaha pria itu tahan.Zanitha menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca, bukan karena takut, melainkan karena kecewa.Ia menggeleng pelan, berusaha menjelaskan.âTa⊠ini enggak seperti yang kamu pikirkan.â Dia mengulang karena entah harus menjelaskan mulai da