Share

Kembali Ke Zurich

Author: Erna Azura
last update Huling Na-update: 2025-04-07 10:52:57

Zurich menyambut mereka kembali dengan dingin yang menggigit, jauh berbeda dengan hangatnya matahari Santorini yang baru mereka tinggalkan sehari sebelumnya.

Dari balik jendela limousine yang membelah jalan-jalan kota, Zanitha mengamati butiran salju tipis yang mulai turun, membalut atap bangunan klasik kota itu.

Tangannya bertaut dengan Ananta yang duduk di sampingnya, meski genggaman itu lebih seperti kebiasaan daripada bentuk kemesraan. Sejak mendarat di Zurich, Ananta kembali dengan sikap dinginnya. Pria itu mulai menatap iPad kerjanya lagi, membahas rapat dewan direksi yang menunggunya besok pagi, membiarkan Zanitha kembali tenggelam dalam keheningan dunianya.

Tapi Zanitha mengerti. Suaminya memang seperti itu. Ia hanya diam, menatap keluar, menikmati sisa rasa manis dari perjalanan mereka di Santorini.

Zanitha tak mau merusak kenangan itu dengan menuntut lebih dari Ananta. Tidak untuk sekarang.

Namun, takdir rupanya tidak suka membiarkan mereka menikmati kedamaian lebih la
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Selalu Gagal

    Sore itu kelam. Langit Zurich mendung, bayangan awan bergulung-gulung di balik pegunungan Alpen yang menjulang jauh di utara.Zanitha keluar dari mansion dengan hati-hati dan mengendap-ngendap berjalan melewati deretan pohon cemara yang membingkai jalan setapak di taman belakang.Dan di sana, di bawah lampu taman yang temaram berbatasan dengan taman mansion Simon—Elias berdiri.Wajahnya tampak lebih tirus, rambutnya agak berantakan, dan senyum di bibirnya lebih mirip guratan sakit daripada kehangatan.“Kamu datang.” Elias tersenyum.“Baiklah … karena aku sudah ada di sini jadi bicaralah, karena setelah itu giliranku bicara,” kata Zanitha ketus sembari menjaga jarak.Elias menatapnya lekat. “Kamu seharusnya bersamaku, bukan dengan Ananta.”“Kamu tahu itu tidak mungkin, aku mengenal Ananta lebih dulu dari pada kamu … dan Elias, masih banyak perempuan di luar sana yang cantik dan tergila-gila sama kamu, kenapa harus aku?” Zanitha mencoba tenang.Elias melangkah lebih dekat, dia m

    Huling Na-update : 2025-04-07
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Iri Dengki Elias

    Zanitha terbangun di dalam ruangan asing. Bau logam menyengat hidungnya. Ia menyadari tangan dan kakinya terikat.Ruangan itu gelap, hanya lampu remang yang tergantung di atas kepalanya.Elias duduk di kursi seberang, menatapnya seperti patung batu.“Aku tidak akan menyakitimu… kalau kamu mau jadi milikku,” bisiknya lalu seringai mengerikan muncul di sudut bibir Elias.Zanitha menahan air mata, jantungnya berdebar kencang. “Elias… jangan lakukan ini. Kita bisa bicara baik-baik.”Pria itu menggeleng. “Ananta tidak pantas memiliki kamu.”Air mata Zanitha jatuh, dia menyimpan tangannya di perut yang buncit dan demi apa Elias benci sekali melihat perut buncit Zanitha.***Sementara itu di Mansion, Ananta bergerak cepat. Dia tidak memiliki waktu untuk memarahi orang- orangnya yang tidak berguna karena tidak bisa menjaga Zanitha padahal sudah memperketat keamanan. Tim keamanan keluarga dikerahkan. CCTV di seluruh mansion diperiksa. Taylo

    Huling Na-update : 2025-04-08
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Pencarian Dimulai

    Salju turun lebih lebat di Zurich malam itu. Udara di sekeliling mansion Von Rotchschild menjadi semakin dingin, namun suhu yang menusuk tulang tidak ada apa-apanya dibanding hawa es yang kini menjalar di seluruh tubuh Ananta Victor von Rotchschild.Ia berdiri kaku di hadapan kakeknya, Sebastian Von Rotchschild, dengan rahang mengeras, kedua tangannya mengepal hingga buku-buku jarinya memutih. Napasnya berat, namun matanya tetap dingin dan fokus, seperti sepasang bilah pedang yang siap menebas siapa saja yang menghalangi jalannya.Sebastian menatap Ananta tajam dari balik meja kerja besar berbahan kayu mahoni di ruang kantornya. Lampu gantung kristal di atas mereka berayun pelan, memantulkan cahaya redup ke seluruh ruangan, namun tak mampu mencairkan atmosfer berat yang memenuhi tempat itu.Di layar iPad yang kini diletakkan di meja, rekaman CCTV terlihat jelas. Wajah Elias tertangkap kamera saat menarik tubuh Zanitha yang lemas, wajahnya tertutup kain hitam. Elias me

    Huling Na-update : 2025-04-08
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Akhirnya Menemukan Zanitha

    Tiga puluh menit kemudian mereka tiba di gudang tua yang disebut Taylor.Ananta turun tanpa menunggu. Dua pria berbadan besar dari tim keamanan segera mengikuti, senjata terangkat.“Clear lantai satu!” lapor salah satu dari mereka.Ananta masuk ke dalam. Bau cat dan minyak solar memenuhi udara. Gudang kosong, hanya ada beberapa kanvas lusuh tergantung di dinding.Namun, di lantai dua mereka menemukan tanda-tanda aktivitas baru: tali bekas mengikat, secangkir teh masih hangat, dan… kain hitam yang sama seperti yang digunakan Elias untuk menutup kepala Zanitha.“Dua jam lalu,” ujar Taylor setelah memeriksa sisa panas di cangkir.Ananta mengepalkan tangannya. “Kita terlambat.”***Ananta membuka GPS iPad Taylor. “Ke mana mereka pergi selanjutnya?”Taylor menunjuk peta. “Ada jalur lama ke arah desa tua di pegunungan. Sudah jarang digunakan, tapi cocok untuk bersembunyi.”Ananta mengangguk. “Ayo, kita ke sana sekarang.”Mereka menyus

    Huling Na-update : 2025-04-09
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Merasa Aman

    Salju masih turun saat SUV hitam itu meluncur dengan kecepatan tinggi membelah jalanan Zurich yang lengang menuju Klinik Swiss Private Care—fasilitas kesehatan paling eksklusif milik keluarga Von Rotchschild. Suara roda yang melindas salju menghasilkan derit panjang, memecah sunyi malam, seolah menandai betapa gentingnya perjalanan itu.Di kursi belakang, Zanitha bersandar di dada Ananta, tubuhnya gemetar padahal selimut tebal membalutnya. Darah kering di lehernya masih tampak jelas, dan pipinya sembab karena tangis yang belum sepenuhnya reda. Namun, lebih dari itu, sorot matanya… kosong. Trauma membekas di sana, dalam, menyayat.Ananta menahan napasnya, menahan amarah. Tangan pria itu yang besar dan kokoh terus membelai rambut Zanitha, menekannya pelan ke dadanya. Ia mencium pucuk kepala istrinya berkali-kali, meskipun tak satu kata pun keluar dari mulutnya.Ia masih menggenggam tangan Zanitha, erat, seolah takut kehilangan lagi.“Aku di sini.” Kalimat itu diucapkannya dalam hati

    Huling Na-update : 2025-04-09
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Luca Selalu Berpihak

    Salju yang turun di Zurich sore itu tidak menghapus kenyataan getir yang menghantam keluarga Simon Von Rotchschild. Di ruang tamu mansion yang telah mereka tinggali selama bertahun-tahun, kehangatan api perapian tampak sia-sia menghadirkan rasa nyaman. Semua terasa kosong, dingin, dan hampa.Simon duduk di kursi kulit tua yang menghadap langsung ke jendela, menatap kosong ke luar. Di tangannya tergenggam segelas anggur merah tua yang isinya bahkan tak berkurang sejak dituangkan. Jemari tangannya yang dulu cekatan menyusun strategi bisnis, kini bergetar, seolah kehilangan tenaga.Amelie berdiri di dekat rak buku, jemarinya sibuk merapikan potongan foto keluarga yang baru saja ia keluarkan dari bingkai perak. Matanya sembab, wajahnya kaku. Ia tidak berbicara apa-apa, hanya menarik napas berat dan mengembuskannya pelan, lagi dan lagi. Sesekali ia mencubit pangkal hidungnya, seperti mencoba mencegah air mata yang tak terbendung.Sementara itu, Luca duduk di sofa seberang,

    Huling Na-update : 2025-04-10
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Terlalu Baik

    Pagi itu, matahari Zurich baru saja menyelinap masuk lewat tirai tipis kamar utama di mansion Ananta.Sinar hangatnya menari pelan di atas seprai putih yang berantakan. Di atas ranjang luas itu, Ananta dan Zanitha masih terlelap, saling berpelukan erat seolah takut dunia akan memisahkan mereka lagi.Zanitha terbangun lebih dulu, matanya perlahan membuka dan langsung bertemu dengan wajah suaminya yang begitu dekat. Ananta masih tertidur, napasnya teratur, lengan kekarnya melingkari pinggang Zanitha dengan posesif, seperti seorang pria yang takut kehilangan.Zanitha mengangkat tangannya yang mungil, mengusap pelan garis rahang tegas Ananta, lalu jemarinya bergerak ke alis pria itu, membelai lembut. Sejak kejadian penculikan yang dilakukan oleh Elias, Ananta jadi jauh lebih protektif, namun juga lebih hangat dan penuh perhatian. Lelaki itu seolah menumpahkan seluruh rasa takut dan kekhawatirannya menjadi bentuk kasih sayang yang bahkan membuat Zanitha terkejut.“Ta…” bisiknya pelan,

    Huling Na-update : 2025-04-10
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Noda Dalam Keluarga

    “Jaketmu,” suara berat Ananta terdengar dari balik punggung Zanitha yang sedang berdiri di depan cermin, merapikan scarf sutranya.Ia berjalan mendekat, meraih mantel wol tebal lalu menyampirkannya ke bahu Zanitha dengan gerakan pelan. Tangannya otomatis menarik scarf istrinya itu ke depan, lalu merapikannya.Zanitha diam sejenak, lalu menoleh, matanya bertemu dengan sorot mata Ananta yang redup namun tajam.“Kalau dingin, bilang,” kata Ananta lagi, suaranya dalam, pelan.Zanitha hanya tersenyum kecil, hatinya hangat. “Baik, Tuan Victor.”Ananta menaikkan sebelah alis, lalu mengecup keningnya sekilas. Tidak ada kata romantis, tidak ada janji besar, tapi perhatian itu terasa … nyata.***Mansion Sebastian malam ini begitu sunyi. Biasanya rumah besar itu ramai dengan percakapan antara Simon, Amelie, Elias, Luca, Leonardo, dan anggota keluarga lainnya di setiap acara makan malam rutin sebulan sekali. Tapi kali ini, Simon dan keluarganya tak ada.

    Huling Na-update : 2025-04-11

Pinakabagong kabanata

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Tidak Diinginkan

    Salju turun lebat malam itu. Kabut tipis menggantung rendah di sepanjang jalanan berbatu yang menghubungkan mansion Von Rotchschild dengan hutan cemara tua di belakangnya. Udara membeku, menusuk tulang.Zanitha berlari menembus kabut, gaun rajut wol yang dikenakannya basah kuyup oleh salju yang meleleh di tubuhnya. Nafasnya terengah-engah, memburu. Pipinya memerah oleh hawa dingin dan isakan yang tak sanggup ia tahan lagi. Setiap langkah terasa berat, tetapi hatinya jauh lebih berat.Dia tidak tahu ke mana kakinya membawanya.Dia tidak peduli.Dia hanya ingin lari… menjauh… menghilang dari dunia yang baru saja menjatuhkannya ke jurang terdalam.Zanitha tidak habis pikir, dia kira kebahagiaan yang didapatnya bersama Ananta adalah bayaran dari penderitaan yang selama ini ia terima di keluarga Wiranata.Namun nyatanya kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, dia akan kembali merasakan kesendirian, tidak diinginkan, diabaikan dan menjadi makhluk paling hina di muka bumi ini.Suara-s

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Pengakuan Sang Pewaris

    Di ruang pribadi Ananta di mansion utama, suasana membeku. Meja kerjanya penuh dengan berkas dan bukti yang Ryan kirimkan dari Jakarta. Setiap data, foto, hingga rekaman suara terpampang jelas di layar MacBook-nya. Semua membuktikan satu hal—Leonardo adalah dalang di balik kematian Erina.Namun, bukti itu datang terlambat.Ananta duduk tegak, tubuhnya kaku, pandangan kosong menembus layar. Di belakangnya, Zanitha berdiri ragu-ragu. Ia ingin mendekat, ingin memeluk, ingin berbagi beban. Tapi ketegangan di punggung pria itu seperti tembok tebal yang tak bisa ia lewati.“Ananta,” panggil Zanitha pelan.Tanpa menoleh, Ananta berkata, datar, “Aku butuh waktu sendiri.”Nada suara itu dingin. Tidak seperti biasanya.Zanitha menggigit bibir bawahnya, menahan air mata yang siap jatuh. Ia memutuskan keluar, meninggalkan Ananta sendirian dengan pikirannya yang berkecamuk.Namun, setiap langkah menjauh terasa seperti melangkah keluar dari hidup pria itu.“Nyonya, apakah Anda ingin teh han

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Dan Terjadi Apa Yang Dikhawatirkan

    Salju turun perlahan di halaman utama Mansion Von Rotchschild di Zurich, namun hawa dingin yang menusuk seolah tak seberapa dibandingkan dengan suhu di ruang utama keluarga siang itu.Sebastian Von Rotchschild duduk tegak di kursi tinggi di ujung meja panjang ruang konferensi pribadi mereka. Di kedua sisi, hadir semua anggota keluarga inti yang memiliki hak suara dalam urusan suksesi: Mathias, Simon —meski ia tak banyak bicara lagi sejak diasingkan—dan Leonardo yang duduk agak menyendiri, pandangannya penuh kemenangan. Seraina, Rafael, dan beberapa anggota keluarga muda lainnya memenuhi kursi tambahan di sisi dinding ruangan, semua tampak waspada namun juga antusias. Udara dipenuhi ketegangan.Pagi itu, Rafael baru saja mendarat dari Jakarta. Ia langsung melaporkan temuannya kepada Sebastian. Tanpa ragu, tanpa filter, tanpa memberi Ananta satu detik pun untuk membela diri.“Zanitha Azkayra Wiranata,” Rafael mengulang dengan suara nyaring, “adalah anak kandung dari Damar Wiranata. M

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Terungkap

    Suara roda koper bergesekan pelan di lantai bandara Soekarno-Hatta yang padat siang itu. Rafael Von Rotchschild berjalan tegap di antara antrean manusia yang tampak tergesa-gesa, namun dirinya tetap santai. Sangat santai. Seolah udara panas Jakarta yang melekat di kulit tak berani menempel di jas linen tipis yang membungkus tubuh rampingnya.Kacamata hitam Ray-Ban bertengger di batang hidung mancungnya, menyembunyikan sorot mata licik yang biasanya tak bisa ia sembunyikan di Swiss. Di belakangnya, dua asisten pria muda yang didandani layaknya eksekutif muda Helvion Fintech Group mengikuti, mengangkat map portofolio dan berkas-berkas presentasi penting.Rafael menoleh sedikit, menatap mereka dengan sinis.“Kita langsung ke Hotel Dharmawangsa. Aku butuh mandi sebelum meeting makan malam dengan paman Mathias,” ucapnya dalam bahasa Inggris bercampur aksen Jerman yang kental.“Baik, Tuan Rafael,” sahut asisten pertamanya cepat.Sementara itu, pandangan Rafael menyapu bandara internasi

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Mulai Tumbuh

    Saat malam hari, mereka makan malam hanya berdua di chalet. Hidangan sederhana: sup krim jamur, daging panggang, dan salad segar. Ananta mengambil alih tugas memotongkan daging untuk Zanitha, memastikan porsi dan kematangannya sesuai.Zanitha tertawa kecil. “Akhir-akhir ini kamu sering jadi orang biasa.”Ananta menatapnya sekilas. “Terkadang aku rindu hidup di Jakarta… melakukan semua sendiri tanpa banyak orang melayaniku.”“Kita bisa kembali ke Jakarta … Helvion Group di Jakarta sudah lebih dari cukup untuk hidup kita dan anak … anak-anak kita nanti.” Ananta bisa melihat tatapan memohon tersirat di pendar mata Zanitha.Memohon agar dia meninggalkan mimpinya menduduki posisi Chairman dan hidup ‘sederhana’ dengannya di Jakarta.Namun sorot mata Ananta seketika berubah dingin.“Enggak mungkin … aku terlahir untuk jadi pewaris Von Rotcshchild … aku yang akan menggantikan kakek,” kata Ananta menegaskan.“Tapi nyawa kamu, nyawa aku dan nyawa anak-anak kita terancam … Kamu lupa kal

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Waktu Berdua

    Zanitha berdiri di depan koper kecil yang sudah dikemas Klaus. Tangannya membelai koper itu, memikirkan maksud di balik ajakan Ananta yang tiba-tiba. Bukan sekadar short trip. Bukan liburan seperti pasangan biasa. Ada sesuatu yang lebih besar dari itu.“Karena kamu butuh alasan untuk tetap di sini.”Kalimat itu terus bergema di kepalanya. Mengganggu. Membuat batas antara logika dan perasaannya semakin tipis. Ia mengusap pelan perutnya yang mulai berat, lalu menatap bayangannya sendiri di cermin panjang di lorong kamar.Ananta muncul dari balik pintu. Mengenakan turtleneck hitam yang membuat kulitnya semakin pucat, dan mantel wool tebal yang membingkai tubuh tingginya. Tangannya menggenggam ponsel, wajahnya seperti biasa, datar dan tanpa kompromi.“Kita berangkat sekarang,” katanya, suaranya berat tanpa emosi.Zanitha mengangguk pelan, mengambil tas tangan kecilnya. Klaus mengambil alih koper mereka, sementara Ananta melangkah lebih dulu sembari mengulurkan tangan ke belakang memi

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Butuh Alasan

    Meski begitu, ucapan mereka berdua menghantam Zanitha keras, membuat dadanya seketika sesak. Ia berusaha mengatur napasnya, mencoba tidak terpancing. Tapi Seraina sudah menangkap itu. Ia melihat kilatan emosi di mata Zanitha dan tetap melanjutkan karena belum puas.“Kamu pikir, bayi yang kamu kandung bisa membuatmu setara dengan kami? Tidak, Zanitha.” Seraina mendekat, suaranya lebih lembut, namun dingin seperti pisau es. “Kamu tetap… orang luar.”Zanitha menggigit bibir, mencoba bertahan. Ia tidak boleh terlihat lemah di depan mereka.Rafael menyeruput kopinya. “Kami hanya ingin kamu tahu… bahwa tempatmu ada di pinggiran lingkaran kami. Meskipun pewaris lahir dari rahimmu, bukan berarti kamu bisa setara dengan kami.”Seraina menyusul, senyum tipis di wajahnya. “Tapi kalau kamu pintar, kamu akan mundur lebih dulu. Buat keputusan yang tepat, Zanitha. Untukmu… dan untuk bayi itu… pergi yang jauh, bawa bayimu.”Mata Zanitha memanas. Ia tidak menangis. Tidak di depan mereka.“Sayang

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Makan Siang Petaka

    Pagi hari di mansion Victor Von Rotchschild tampak seperti biasa. Udara dingin Zurich menyusup lewat jendela, namun kehangatan di kamar bayi membuat suasana tidak terasa sepi. Zanitha duduk di sofa panjang dekat jendela, tangannya sibuk melipat baju bayi yang baru mereka beli dua hari lalu. Jemari lentiknya berhenti sesaat, menatap potongan kecil kain itu sambil menghela napas. Sebuah keraguan masih bersarang di hatinya, dan itu bukan tentang bayi dalam kandungannya.Seseorang berdiri di ambang pintu dan Zanitha langsung tahu siapa. Klaus.“Nyonya,” sapa Klaus sambil membungkuk sopan.“Klaus,” balas Zanitha pelan.Klaus berjalan mendekat, lalu berdiri diam beberapa langkah darinya. “Cuaca hari ini cukup baik. Apakah Nyonya ingin berjalan-jalan di taman belakang?”Zanitha tersenyum tipis. Ia mengangguk. “Boleh.”Mereka berjalan beriringan di jalur batu yang mengelilingi taman belakang mansion. Klaus menjaga jarak secukupnya, seperti biasa, namun kali ini sesekali menatap wajah Za

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Lupa Pernah Ingin Pergi

    Zanitha nyaris kewalahan mengikuti langkah suaminya yang seperti CEO sedang meninjau proyek ke lapangan, namun kali ini… yang pria itu tinjau adalah perlengkapan untuk kenyamanan sang istri dan bayi mereka.Keduanya ditemani staf sempat berhenti di bagian tas rumah sakit—sebuah tas elegan yang berisi segala kebutuhan ibu saat masuk rumah sakit untuk melahirkan.“Kapan perkiraan kamu akan melahirkan?” tanya Ananta, masih melihat daftar isinya.“Beberapa bulan lagi,” jawab Zanitha.Ananta menatapnya. “Kita siapkan dari sekarang.”Pria itu memeriksa isinya:• Dua gaun tidur kancing depan untuk menyusui• Bra menyusui• Pembalut khusus nifas• Handuk kecil• Sandal anti slip• Perlengkapan mandi• Minyak aromaterapi• Botol air minum khusus ibu hamil• Baju bayi pertama• Selimut bayi• Topi dan sarung tangan bayiSemua lengkap.“Ambil yang ini,” katanya pada staf.“Baik, Tuan.”Terakhir, Ananta berhenti di bagian kursi goyang menyusui. Ia duduk, mencoba kenyamanannya.

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status