Share

Luca Selalu Berpihak

Author: Erna Azura
last update Huling Na-update: 2025-04-10 07:11:00

Salju yang turun di Zurich sore itu tidak menghapus kenyataan getir yang menghantam keluarga Simon Von Rotchschild. Di ruang tamu mansion yang telah mereka tinggali selama bertahun-tahun, kehangatan api perapian tampak sia-sia menghadirkan rasa nyaman. Semua terasa kosong, dingin, dan hampa.

Simon duduk di kursi kulit tua yang menghadap langsung ke jendela, menatap kosong ke luar. Di tangannya tergenggam segelas anggur merah tua yang isinya bahkan tak berkurang sejak dituangkan. Jemari tangannya yang dulu cekatan menyusun strategi bisnis, kini bergetar, seolah kehilangan tenaga.

Amelie berdiri di dekat rak buku, jemarinya sibuk merapikan potongan foto keluarga yang baru saja ia keluarkan dari bingkai perak. Matanya sembab, wajahnya kaku. Ia tidak berbicara apa-apa, hanya menarik napas berat dan mengembuskannya pelan, lagi dan lagi. Sesekali ia mencubit pangkal hidungnya, seperti mencoba mencegah air mata yang tak terbendung.

Sementara itu, Luca duduk di sofa seberang,
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
lullaby dreamy
yee si Luca jg nyebelin, manusia bebal kaya Simon n' istrinya mana kenal kata berubah . dkasi ksempatan pasti pny niat jahat lg . apalagi sifat iri dengki udh menahun . Elias kalo di bebasin, bsa jd kumat lg brtindak lbh ekstrim . biarin ajalah selama 10th, ketiga prg itu nerima efek jeranya dlu !!
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Terlalu Baik

    Pagi itu, matahari Zurich baru saja menyelinap masuk lewat tirai tipis kamar utama di mansion Ananta.Sinar hangatnya menari pelan di atas seprai putih yang berantakan. Di atas ranjang luas itu, Ananta dan Zanitha masih terlelap, saling berpelukan erat seolah takut dunia akan memisahkan mereka lagi.Zanitha terbangun lebih dulu, matanya perlahan membuka dan langsung bertemu dengan wajah suaminya yang begitu dekat. Ananta masih tertidur, napasnya teratur, lengan kekarnya melingkari pinggang Zanitha dengan posesif, seperti seorang pria yang takut kehilangan.Zanitha mengangkat tangannya yang mungil, mengusap pelan garis rahang tegas Ananta, lalu jemarinya bergerak ke alis pria itu, membelai lembut. Sejak kejadian penculikan yang dilakukan oleh Elias, Ananta jadi jauh lebih protektif, namun juga lebih hangat dan penuh perhatian. Lelaki itu seolah menumpahkan seluruh rasa takut dan kekhawatirannya menjadi bentuk kasih sayang yang bahkan membuat Zanitha terkejut.“Ta…” bisiknya pelan,

    Huling Na-update : 2025-04-10
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Noda Dalam Keluarga

    “Jaketmu,” suara berat Ananta terdengar dari balik punggung Zanitha yang sedang berdiri di depan cermin, merapikan scarf sutranya.Ia berjalan mendekat, meraih mantel wol tebal lalu menyampirkannya ke bahu Zanitha dengan gerakan pelan. Tangannya otomatis menarik scarf istrinya itu ke depan, lalu merapikannya.Zanitha diam sejenak, lalu menoleh, matanya bertemu dengan sorot mata Ananta yang redup namun tajam.“Kalau dingin, bilang,” kata Ananta lagi, suaranya dalam, pelan.Zanitha hanya tersenyum kecil, hatinya hangat. “Baik, Tuan Victor.”Ananta menaikkan sebelah alis, lalu mengecup keningnya sekilas. Tidak ada kata romantis, tidak ada janji besar, tapi perhatian itu terasa … nyata.***Mansion Sebastian malam ini begitu sunyi. Biasanya rumah besar itu ramai dengan percakapan antara Simon, Amelie, Elias, Luca, Leonardo, dan anggota keluarga lainnya di setiap acara makan malam rutin sebulan sekali. Tapi kali ini, Simon dan keluarganya tak ada.

    Huling Na-update : 2025-04-11
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Tetap Bersamaku

    Sore itu mansion Ananta Victor von Rotchschild bergerak lebih cepat dari biasanya. Para staf berbaris di sepanjang lorong, membawa kotak perhiasan, kain gaun, sepatu, hingga map-map berisi dokumen penting.Semua orang tahu bahwa hari ini bukan hari biasa. Ini adalah acara amal besar keluarga Von Rotchschild—yang pertama setelah skandal Elias mencoreng nama mereka di mata dunia.Ananta berdiri di ruang kerja pribadinya, mengenakan kemeja putih yang lengannya masih terlipat setengah. Matanya tajam menelusuri berkas-berkas di meja kaca, sementara Taylor berdiri di dekat pintu, menunggu instruksi lanjutan.“Semua sudah siap?” Ananta bertanya tanpa menoleh.Taylor mengangguk. “Mobil siap di garasi, keamanan berlapis. Pihak hotel sudah diperiksa, dan semua tamu VIP dikonfirmasi.”Ananta meletakkan pena Montblanc-nya di atas map, lalu berdiri. “Pastikan istriku aman.”Ia melangkah keluar dari ruang kerja. Jalannya panjang, tegap dan gagah seperti biasa. Tapi a

    Huling Na-update : 2025-04-11
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Lebih Baik Pergi

    Pagi itu, sinar matahari Zurich menyelinap lembut melalui jendela besar ruang makan. Udara masih dingin, tapi suasana di dalam mansion terasa hangat dengan aroma kopi yang baru diseduh.Mathias duduk di ujung meja, mengenakan setelan kasualnya yang siap untuk kembali ke Jakarta. Tangannya menggenggam cangkir porselen, sementara matanya menatap Zanitha yang duduk di seberangnya. Ananta duduk di samping istrinya, diam sambil menyimak percakapan antara ayahnya dan Zanitha.“Kamu akan baik-baik saja, Zanitha,” ucap Mathias, suaranya tenang namun penuh arti. “Aku tahu keluarga ini tidak mudah untuk dihadapi. Tapi Ayah tahu, kamu bukan wanita lemah.”Zanitha tersenyum tipis, mengaduk kopinya pelan. “Aku mencoba, Ayah. Tapi mereka sepertinya tidak akan berhenti dengan mudah.”Mathias meletakkan cangkirnya di atas meja, lalu menatap menantu perempuannya dalam-dalam. “Kalau begitu, lawan mereka.”Ananta mendongak, menatap Mathias dengan alis sedikit terangkat. Zanitha juga tampak terkejut

    Huling Na-update : 2025-04-12
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Me Time

    Siang itu di Bahnhofstrasse, jalan utama kota Zurich yang dipenuhi butik mewah, suasana tampak hidup meskipun udara dingin menusuk tulang. Mobil hitam panjang yang membawa Zanitha berhenti perlahan di depan sebuah butik eksklusif yang menjual pakaian ibu hamil dan perlengkapan bayi kelas atas. Klaus turun lebih dulu, memastikan kondisi sekitar aman sebelum membuka pintu penumpang belakang. Ia menyodorkan tangan untuk membantu Zanitha keluar dari mobil. Meski mengenakan mantel tebal berwarna krem pucat, perut Zanitha yang mulai membuncit tetap terlihat jelas, memberikan aura keibuan yang membuat beberapa pejalan kaki melirik, mengira-ngira siapa wanita elegan itu. “Terima kasih, Klaus,” ucap Zanitha pelan sambil membenarkan scarf sutranya. Klaus mengangguk sopan. “Sama-sama, Nyonya.” Mereka melangkah masuk ke butik pertama, “Maison Enfant.” Ruangan butik itu terasa hangat, didesain minimalis dengan dominasi warna pastel yang menenangkan. Wangi kayu cedar bercampur lavender m

    Huling Na-update : 2025-04-12
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Terlalu Suka

    Sabtu pagi di Zurich, matahari musim dingin memercikkan cahaya lembut di sela-sela tirai kamar utama. Udara di mansion terasa hangat berkat sistem pemanas, tapi suasana yang lebih hangat justru berasal dari interaksi di dalam ruangan itu.Zanitha masih meringkuk di balik selimut, sementara Ananta berdiri di depan lemari pakaian, mengenakan turtleneck hitam dan mantel wool Armani yang pas di tubuh tinggi bidangnya. Ia menyesuaikan jam tangan di pergelangan kiri, lalu melirik sekilas ke arah tempat tidur.“Bangun,” suara berat Ananta terdengar, tanpa basa-basi.Zanitha mengerjapkan mata malas. “Masih ngantuk…” gumamnya setengah malas.“Sudah jam delapan. Kita keluar hari ini,” ujar Ananta lagi, nada suaranya tegas tapi tidak keras.Zanitha mendongak, bingung. “Ke mana?”Ananta mengambil syal dan memutar tubuh menghadapnya. “Klaus bilang kemarin kamu ke butik bayi.”Zanitha langsung teringat. Ia berusaha membaca ekspresi Ananta. Tidak ada kemarahan, hanya tatapan gelapnya yang bia

    Huling Na-update : 2025-04-13
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Lupa Pernah Ingin Pergi

    Zanitha nyaris kewalahan mengikuti langkah suaminya yang seperti CEO sedang meninjau proyek ke lapangan, namun kali ini… yang pria itu tinjau adalah perlengkapan untuk kenyamanan sang istri dan bayi mereka.Keduanya ditemani staf sempat berhenti di bagian tas rumah sakit—sebuah tas elegan yang berisi segala kebutuhan ibu saat masuk rumah sakit untuk melahirkan.“Kapan perkiraan kamu akan melahirkan?” tanya Ananta, masih melihat daftar isinya.“Beberapa bulan lagi,” jawab Zanitha.Ananta menatapnya. “Kita siapkan dari sekarang.”Pria itu memeriksa isinya:• Dua gaun tidur kancing depan untuk menyusui• Bra menyusui• Pembalut khusus nifas• Handuk kecil• Sandal anti slip• Perlengkapan mandi• Minyak aromaterapi• Botol air minum khusus ibu hamil• Baju bayi pertama• Selimut bayi• Topi dan sarung tangan bayiSemua lengkap.“Ambil yang ini,” katanya pada staf.“Baik, Tuan.”Terakhir, Ananta berhenti di bagian kursi goyang menyusui. Ia duduk, mencoba kenyamanannya.

    Huling Na-update : 2025-04-13
  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Makan Siang Petaka

    Pagi hari di mansion Victor Von Rotchschild tampak seperti biasa. Udara dingin Zurich menyusup lewat jendela, namun kehangatan di kamar bayi membuat suasana tidak terasa sepi. Zanitha duduk di sofa panjang dekat jendela, tangannya sibuk melipat baju bayi yang baru mereka beli dua hari lalu. Jemari lentiknya berhenti sesaat, menatap potongan kecil kain itu sambil menghela napas. Sebuah keraguan masih bersarang di hatinya, dan itu bukan tentang bayi dalam kandungannya.Seseorang berdiri di ambang pintu dan Zanitha langsung tahu siapa. Klaus.“Nyonya,” sapa Klaus sambil membungkuk sopan.“Klaus,” balas Zanitha pelan.Klaus berjalan mendekat, lalu berdiri diam beberapa langkah darinya. “Cuaca hari ini cukup baik. Apakah Nyonya ingin berjalan-jalan di taman belakang?”Zanitha tersenyum tipis. Ia mengangguk. “Boleh.”Mereka berjalan beriringan di jalur batu yang mengelilingi taman belakang mansion. Klaus menjaga jarak secukupnya, seperti biasa, namun kali ini sesekali menatap wajah Za

    Huling Na-update : 2025-04-14

Pinakabagong kabanata

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Benci

    Pagi itu, langit Jakarta terlihat cerah, namun hati Zanitha justru terasa mendung. Ponselnya bergetar lembut dan di layar menampilkan nama: Ryan.Zanitha menjawab dengan suara pelan, “Halo, Mas Ryan?”Suara Ryan terdengar tenang, seperti biasa, tapi dengan nada berat yang tak bisa disembunyikan.“Selamat pagi, Nyonya. Saya minta maaf harus menyampaikan ini .…”Zanitha menegakkan punggung, firasat buruk langsung menyusup.“Ada apa?”“Saya… tidak bisa mendampingi Anda lagi dalam pembangunan toko bunga.”Ryan terdiam sejenak.“Ini perintah langsung dari Tuan Mathias. Saya diultimatum… dan saya tidak ingin Anda terseret masalah.”Zanitha menggigit bibir bawahnya, menahan rasa kecewa. Tapi ia tetap menjaga suaranya tetap stabil.“Saya mengerti, Mas. Kamu ‘kan memang sekretaris utama Helvion Group. Aku semestinya enggak boleh mengganggu kamu ….”Ryan menarik napas lega mendengar reaksi itu, meski tetap terdengar sedih.“Saya sudah menugaskan sepupu jauh saya. Namanya Bella—dia s

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Toko Bunga

    Setelah berkeliling pasar bunga dan memastikan kontrak dengan beberapa supplier, Ryan dan Zanitha mampir ke sebuah showroom interior kecil di Kemang yang direkomendasikan seorang kenalan florist.Di dalam, ruangan dipenuhi mock-up etalase toko, meja kasir bergaya industrial, lampu gantung rotan, serta rak kayu bergaya rustic. Segalanya tampak menawan—dan terlalu banyak pilihan untuk Zanitha yang perfeksionis.“Mas, kayu jati atau kayu pinus?” Zanitha berdiri di depan dua contoh rak display. “Yang jati lebih kokoh, tapi pinus warnanya lebih cerah.”Ryan mendekat, membuka map hitamnya lagi, lalu mencatat. “Kalau dari biaya produksi, pinus lebih murah. Tapi daya tahannya—”“Mas Ryan,” sela Zanitha cepat, “kamu tahu enggak, kamu tuh… bisa kerja jadi wedding planner.”Ryan tertawa pelan. “Jadi Nyonya mau bilang saya cerewet dan penuh catatan?”Zanitha nyengir. “Iya… Mas Ryan kaya google.”Ryan mengangguk dramatis. “Google… tapi versi manusia. Tanpa iklan.”Zanitha tertawa. Kemudian

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Nyaman Tapi Tidak Bahagia

    Hidup nyaman bukan berarti hidup bahagia.Setidaknya itu yang Zanitha pelajari dalam satu minggu terakhir tinggal di apartemen megah kawasan SCBD. Kamar tidur luas dengan ranjang empuk, dapur lengkap, ruang kerja pribadi, balkon dengan pemandangan kota Jakarta dari ketinggian, bahkan mobil mewah dan supir yang selalu siap kapan pun. Tapi setiap malam saat ia terjaga dari tidur gelisah, hanya ada satu yang mengisi pikirannya.Ares.Tangisnya. Senyumnya. Suara gumam pelannya saat tertidur di dada Zanitha. Jemari mungilnya yang menggenggam erat saat menyusu. Semua itu tidak pernah benar-benar pergi dari ingatan. Bahkan dalam diam, tubuh Zanitha masih terasa nyeri karena tidak lagi menyusui.Sementara itu, satu nama lainnya yang juga tak bisa ia lupakan…Ananta.Pria itu tidak menghubunginya, tidak mengirim pesan. Tidak juga mencoba menjelaskan. Seolah hubungan mereka sudah benar-benar selesai.Padahal Zanitha tahu, Ananta bukan pria yang begitu saja bisa melepaskan. Tapi mungkin…

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Sepi

    Damar menatap punggung Zanitha yang sedang berdiri di depan meja teller sebuah bank swasta milik asing.Sebenarnya Damar tidak tega melakukan ini tapi dia tidak bisa mendapatkan suntikan dana segar lagi setelah hutangnya menumpuk di bank.Hanya Zanitha yang bisa menolongnya, beruntung uang kompensasi kawin kontrak yang diberikan Ananta jumlahnya sangat besar dan Damar yakin bisa mengembalikan perusahaannya seperti dulu.Damar tersenyum saat melihat Zanitha telah selesai dengan teller dan sedang berjalan mendekat.“Papi … transfernya sudah berhasil, ini buktinya.” Zanitha yang sudah duduk di samping Damar memberikan secarik kertas bukti yang diberikan teller.“Terimakasih Nitha … Terimakasih ya.” Damar menggenggam tangan Zanitha erat dengan tatapan nanar.Sang papi tidak pernah sedekat ini dengannya membuat Zanitha terharu.“Tapi Papi janji ya jangan berbuat curang lagi … Papi harus inget, Nitha seperti ini karena Von Rotchschild menganggap Papi adalah musuh mereka.” Zanitha men

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Menemui Papi Damar

    Keesokan paginya, bel pintu apartemen berbunyi.Seorang pelayan membukakan pintu dan Ryan masuk dengan sopan.“Nyonya,” sapanya hangat.Zanitha keluar dari kamar, masih mengenakan kimono tidur. Rambutnya belum disisir, wajahnya tampak lelah dan sayu dengan mata bengkak karena semalaman memeras air mata. Ia memandang Ryan dengan alis terangkat.“Ada apa pagi-pagi sekali?” gumamnya pelan.“Saya hanya ingin mengecek keadaan nyonya,” jawab Ryan jujur. Zanitha menatapnya datar. “Seriusan? Ananta yang nyuruh Mas Ryan?” Dia menebak.“Enggak Nyonya, ini inisiatif saya …,” ujar Ryan tenang. “Sebagai orang yang ditugaskan membantu semua keperluan Anda di Jakarta… saya merasa perlu memastikan keadaan Anda secara langsung.”Zanitha tidak merespon. Ia hanya berbalik, berjalan ke arah sofa, lalu duduk dengan tubuh lemas.“Kopinya Nyonya ….” Asisten rumah tangga membawa dua mug kopi untuk Zanitha dan Ryan.Ryan duduk di single sofa di living room itu.“Saya juga ingin menyampaikan satu h

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Rumah Bagi Ananta

    *Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.Langit mendung menggantung rendah, seperti menahan tangis yang tidak sempat tumpah. Udara tropis menyambut Zanitha dengan kelembaban dan panas yang menusuk, begitu kontras dengan dingin elegan Zurich yang baru ia tinggalkan.Langkah kaki Zanitha menyentuh lantai terminal dengan pelan. Sandal hak rendah yang ia kenakan nyaris tidak menimbulkan suara, namun jantungnya berdetak kencang.Ryan berdiri tak jauh dari gate kedatangan, mengenakan setelan jas hitam dan kemeja abu-abu. Tatapannya tenang seperti biasa, namun kali ini ada sedikit ragu di sorot matanya saat melihat Zanitha.“Nyonya Zanitha,” sapanya begitu sopan.Zanitha mengangguk kecil. “Mas Ryan.”Ia tak banyak bicara. Matanya tampak kosong. Ada lelah yang begitu dalam, bukan hanya karena perjalanan, tapi karena kehilangan.“Mobil sudah menunggu di luar. Saya akan mengantar Anda ke apartemen,” ujar Ryan, mengambil alih koper Zanitha.Mobil Mercedes hitam yang dijanjikan Ryan kepada Anant

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Selamat Tinggal Von Rotchschild

    Beberapa saat setelah meninggalkan mansion Von Rotchschild.Limosin hitam yang membawa Zanitha melaju pelan di jalanan Zurich yang tenang. Di luar, dedaunan berwarna hijau segar menari pelan ditiup angin awal musim panas. Namun, suasana dalam mobil itu terasa beku.Taylor yang duduk di kursi depan sesekali melirik ke spion tengah. Sorot matanya tampak khawatir, meski wajahnya tetap profesional seperti biasa.Di kursi belakang, Zanitha duduk membisu. Tubuhnya kaku, tangannya mengepal erat di atas pangkuan, jemarinya dingin. Matanya kosong menatap keluar jendela, namun air matanya diam-diam turun, tanpa suara. Setiap detik terasa berat. Setiap jarak yang bertambah dari mansion Von Rotchschild membuat hatinya makin sesak.Setelah beberapa lama, suara Zanitha terdengar lirih, hampir seperti bisikan.“Taylor.”Pria itu segera menoleh sedikit, memberi perhatian penuh.“Ya Nyonya ….”“Saya ingin pergi ke kantor tuan Sebastian dulu,” katanya dengan sorot mata penuh harap kalau Taylor

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Mengiris Hati

    Enam bulan yang dijanjikan telah habis.Tidak ada perpanjangan. Tidak ada negosiasi.Sebastian telah menegaskan bahwa Zanitha harus pergi.Ananta tidak pernah meminta waktu tambahan.*** Suara tawa kecil Ares memenuhi kamar bayi sore itu. Tawa lembut dan polos, renyah seperti melodi yang menenangkan hati. Zanitha duduk di atas karpet lembut, bermain dengan balok-balok kayu berwarna cerah. Tangannya menahan tubuh Ares yang mulai belajar duduk sendiri, sementara bayi itu terkekeh setiap kali Zanitha membuat suara-suara lucu dengan mulutnya.“Ares pintar ya sekarang… udah bisa duduk,” bisik Zanitha sambil mencium pipi bulat putranya.Ares menjawab dengan gumaman yang tidak jelas, tangan mungilnya menarik-narik lengan dress Zanitha.Momen sederhana itu terasa utuh.Terasa utuh… sampai suara ketukan pelan di pintu mengusik mereka.Klaus berdiri di ambang pintu, seperti biasa tubuhnya tegap, wajahnya datar. Tapi matanya—sepasang mata tua yang menyimpan banyak rahasia keluarga Von

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Ingin Memdapatkan Semuanya

    Tengah malam, Zanitha terbangun karena Ares menangis. Ia menggendong sang bayi sambil menepuk-nepuk punggung mungilnya.Ananta masuk ke kamar itu, kamar Ares yang juga kini dihuni Zanitha sampai masa enam bulan berakhir.Ananta hanya mengenakan kaos tipis dan celana santai. Rambutnya acak-acakan.“Kamu butuh bantuan?” tanya Ananta datar, tapi matanya lelah. Zanitha menggeleng.Dia mengganti popok Ares kemudian menyusuinya.Ananta duduk diam mengawasi Zanitha yang sedang menyusui Ares di kursi goyang.Sampai akhirnya mulut Ares terlepas sendiri dari puncak dada Zanitha lalu Ananta datang mendekat. Ananta mengambil alih Ares yang kemudian dia letakan di pundaknya, beberapa menit setelah itu terdengar sendawa kecil dari bibir mungil Ares.Setelah Ares kembali tertidur, Ananta meletakkannya di box bayi.Mereka berdua diam di sana.“Aku enggak bisa tidur,” bisik Zanitha.“Kenapa?”“Kepikiran soal… hari itu. Saat aku harus pergi

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status