Pagi itu, aroma kopi hitam dan roti panggang memenuhi ruang makan mansion Von Rotchschild milik Ananta. Cahaya matahari menerobos masuk melalui jendela besar, menyinari meja makan panjang dengan peralatan makan porselen mewah berlapis emas.Zanitha duduk di kursinya dengan ekspresi cerah, menyendok croissant lembut ke dalam mulutnya dengan senyum kecil. Sesekali, ia melirik ke arah Ananta yang duduk di seberangnya, pria itu seperti biasa menikmati sarapannya dalam diam—tenang, dingin, dan tampak tak terganggu dengan apapun yang terjadi di sekelilingnya.Namun, tidak seperti biasanya, pagi ini sikap Zanitha lebih hangat tidak seperti kemarin yang mendiamkannya.“Apa kopimu terlalu pahit, Ta?” tanyanya tiba-tiba, membuat Ananta yang tengah menyeruput kopinya mengangkat alis.“Apa?”“Kopimu,” ulang Zanitha, tersenyum kecil. “Mau aku tambahkan sedikit gula? Atau susu?”Ananta menatapnya dengan datar, lalu kembali meneguk kopinya. “Aku suka pahit.”Zanitha menghela napas. “Oh, begit
Suasana mansion terasa lebih hidup malam ini. Para pelayan mondar-mandir memastikan semuanya berjalan lancar.Aroma parfum mewah bercampur dengan wangi lilin aromaterapi yang diletakkan di beberapa sudut ruangan.Ananta baru saja tiba di mansion untuk mengganti pakaian dan menjemput Zanitha. Begitu memasuki rumahnya, pria itu menghela napas panjang, melonggarkan dasi yang sedari tadi terasa mengikat tenggorokannya.Tapi langkahnya terhenti ketika melihat seorang wanita berdiri di tengah ruangan, membelakangi pintu masuk.Gaun malam berbahan satin berwarna champagne membalut tubuh wanita itu dengan sempurna. Rambut panjangnya ditata dalam gelombang lembut, memberikan kesan anggun sekaligus menggoda. Punggungnya terbuka sebagian, memperlihatkan kulit sehalus porselen.Cahaya lampu gantung kristal memantulkan kilauan samar dari payet di gaunnya.Ananta mengernyit, lalu melirik Klaus yang berdiri tidak jauh darinya.“Siapa dia?” tanyanya dengan nada datar.Klaus menoleh ke arah wa
Mobil limosin hitam itu berhenti di depan gerbang utama Château de Rotchschild, sebuah properti mewah yang telah dimiliki oleh keluarga Von Rotchschild selama lebih dari satu abad.Château ini terletak di tepi danau Zurich, dengan arsitektur bergaya Renaissance yang megah.Pilar-pilar besar menopang atap berkubah tinggi, sementara lampu kristal raksasa tergantung di langit-langit lobi utama, memancarkan cahaya lembut yang menciptakan atmosfer eksklusif dan berkelas.Tangga marmer putih dengan pegangan emas mengarah ke pintu utama, di mana para tamu yang mengenakan gaun couture dan tuksedo berkumpul, menyambut pasangan yang baru tiba.Pelayan dalam seragam formal berdiri dengan tangan bersedekap, siap melayani tamu-tamu kehormatan dari berbagai belahan dunia.Ananta keluar lebih dulu, kemudian membungkuk sedikit untuk mengulurkan tangan kepada Zanitha. Begitu wanita itu turun, kilauan lampu-lampu di sekitar venue memantulkan cahaya dari gaunnya yang berpayet halus.Zanitha menata
Ananta menggenggam tangan Zanitha erat saat mereka berjalan keluar dari venue, menuju limosin yang sudah menunggu.Sorot mata pria itu masih menyiratkan ketegasan dan dominasi, tetapi ada sesuatu yang lain—sesuatu yang lebih dalam, lebih gelap, lebih penuh gairah.Begitu pintu mobil tertutup, keheningan menyelimuti mereka.Limosin mulai melaju di jalanan kota Zurich yang sepi, hanya diterangi lampu jalan dan kilauan kota di kejauhan.Zanitha menghela napas panjang, melepas sepatunya dengan nyaman. Ia baru saja akan menyandarkan kepalanya ke kursi, ketika tiba-tiba, sebuah sentuhan hangat menyentuh pipinya.Ananta. Pria itu mendekat, ujung jarinya membelai pipi Zanitha perlahan sebelum turun ke dagunya, menahannya agar ia tetap menatap mata kelam itu.“Kamu tahu hukuman macam apa yang akan kamu dapatkan malam ini, hm?” suara Ananta terdengar rendah, nyaris seperti bisikan.Zanitha menelan ludah. “Aku enggak takut.”Ananta menyeringai tipis, lal
Sekitar tiga puluh menit kemudian, Ananta tiba di mansion Mathias.Dia masuk dari pintu depan tanpa menunggu asisten rumah tangga membukakan pintu, wajah tampannya berekspresi tidak ramah kali ini.Kakinya melangkah cepat melewati lorong menuju taman belakang, di mana Mathias biasanya menikmati pagi setelah tadi Ananta mengecek ruang makan yang kosong.Begitu sampai di sana, pemandangan pertama yang ia lihat membuat dadanya sedikit menghangat—dan sekaligus kesal.Di bawah gazebo yang dikelilingi oleh taman bunga yang asri, Zanitha dan Mathias duduk berhadapan di meja makan yang elegan. Mereka tengah menikmati sarapan dengan santai. Cangkir teh porselen berisi teh hitam mengepul di depan mereka, sementara berbagai jenis pastry khas Eropa tersaji di atas meja.Yang membuat Ananta mendengus kesal adalah tawa renyah Zanitha yang terdengar begitu lepas.Istrinya itu terlihat menikmati percakapan dengan Mathias, wajahnya cerah seperti anak kecil yang sedang m
Makan malam di mansion Sebastian Von Rotchschild adalah acara rutin sebulan sekali yang tidak bisa dihindari oleh setiap anggota keluarga.Sebagai Chairman di perusahaan yang merupakan kepala dari dinasti bisnis Helvion Group, Sebastian selalu menjadi sosok yang disegani sekaligus ditakuti oleh keluarganya.Malam ini, meja makan panjang di mansion megah Sebastian sudah dipenuhi oleh anggota keluarga Von Rotchschild.Duduk di kursi paling ujung adalah Sebastian, dengan ekspresi tenang dan penuh wibawa.Di sebelahnya, Leonardo dan Livia—orang tua Rafael dan Seraina—duduk dengan postur kaku, meskipun sesekali berbasa-basi dengan anggota keluarga yang lainnya.Sementara di sisi lain, Simon dan Amelie—orang tua Elias dan Luca—tampak lebih santai, tetapi ada kilatan tajam dalam sorot mata mereka, seakan menunggu momen yang tepat untuk menyerang.Malam ini, hanya ada satu kursi kosong, kursi yang seharusnya diduduki oleh Mathias.Namun, pria itu sudah kem
Matahari pagi menyinari mansion megah Von Rotchschild milik Ananta dengan cahaya keemasan.Ananta berdiri di depan kamar mereka, sudah dibalut setelan jas hitam dengan dasi yang belum terikat sempurna.Di hadapannya, Zanitha sedang berdiri mengenakan blazer putih dan celana panjang krem yang membuatnya terlihat elegan sekaligus profesional.Hari ini, Zanitha akan pergi menemui para perancang busana kelas dunia bersama Elias.Sesuatu yang membuat dada Ananta terasa sesak.Pria itu tidak suka ini.Namun, Ananta tahu bisnis tetap bisnis.Zanitha sibuk merapikan dirinya di depan cermin saat ia tiba-tiba merasakan sesuatu yang hangat menyentuh pinggangnya dari belakang.Ananta.Tanpa bicara, pria itu melingkarkan lengannya di pinggang Zanitha, menarik tubuhnya lebih dekat.“Ta?” Zanitha menoleh, sedikit terkejut.Ananta tidak menjawab kemudian memutar tubuh Zanitha agar menghadapnya.Setelah itu, Ananta menempelkan keningnya ke
“Sayang, aku pergi ya ….” Zanitha datang ke ruang makan dengan langkah terburu-buru, mengecup pipi Ananta kemudian pergi.“Kamu enggak sarapan dulu?” Ananta berteriak karena langkah Zanitha nyaris melewati batas antara ruang makan dengan living room. “Aku sarapan sama Elias dan photographer sambil diskusi tentang pemotretan besok.” Dan Zanitha masih sempat menjelaskan meski harus berteriak.Setelah itu Zanitha melanjutkan langkah keluar dari mansion untuk masuk ke dalam mobil Elias.Rahang Ananta mengeras, satu tangannya mengepal di atas meja.Pria itu tidak suka situasi seperti ini, semestinya sebagai istri-Zanitha menemaninya sarapan pagi lalu mengantarnya hingga teras.Kebiasaan itu tidak bisa mereka lakukan lagi karena akal-akal Elias yang ingin merebut hati istrinya.“Brengsek!” Ananta menggeram.Sementara di dalam mobil, Zanitha tidak bersuara usai menyapa Elias dengan kalimat ‘Selamat Pagi’ ketika masuk tadi.“Apa ada yang mengganggu pikiranmu?” Elias bertanya karena
“Enak ‘kan kuenya?” Zanitha bertanya kepada Lena.Lena menganggukan kepala pelan.Detik berikutnya suara sirene ambulan yang menuju ke lantai ansion sebelah membuatnya menoleh.Kening Zanitha mengerut. Kenapa ada ambulans di sana?Dia bangkit dari kursinya diikuti Lena, mereka berdua mengawasi ambulan yang kini terparkir di pintu utama mansion.Saat keduanya masih dilanda tanda tanya besar, Klaus datang membawa satu pizza berukuran besar.“Klaus, siapa yang sakit di mansion sebelah?” tanyanya dengan nada khawatir.Klaus, yang selalu memiliki informasi tercepat, menjawab dengan tenang, “Tuan Elias, Nyonya. Dia… melakukan percobaan bunuh diri barusan.” Raut wajah Klaus tampak datar.Mata Zanitha melebar. “Apa?!”Jantungnya mencelos. Elias mencoba mengakhiri hidupnya?Kenapa?Apa yang membuatnya sampai seperti itu?Petugas medis baru saja keluar dari mansion sambil membawa tandu di mana sudah bisa dipastikan kalau Elias yang ada di atas tandu itu.Zanitha tidak bisa berbuat
Elias duduk di dalam kamar pribadinya di mansion keluarga Simon, menatap kosong ke arah gelas anggur yang hampir habis.Pagi ini begitu sunyi bahkan tidak terdengar suara burung berkicau di luar sana seolah mencerminkan kekosongan dalam hatinya.Di antara bayangan gelas kristal yang bergetar di tangannya, pikirannya terus berputar.Zanitha.Perempuan berparas cantik, baik hati, selalu ceria dan sayangnya adalah istri dari kakak sepupunya sehingga dia tidak bisa memiliki perempuan itu.Padahal Elias telah melakukan segalanya, mencoba menjadi sosok yang lebih baik, mencoba menunjukkan bahwa dia bisa menjadi pria yang lebih baik daripada Ananta. Namun, tetap saja….Zanitha tidak melihatnya. Tidak pernah sekalipun menempatkan namanya di hati perempuan itu atau menjadi pilihan disandingkan dengan Ananta.Tidak pernah.Di hati Zanitha hanya ada Ananta, suaminya yang dingin, kaku bahkan tidak bersahabat.Meski begitu Elias salut dengan perjuangan Ananta menjemput Zanitha ke privat i
Begitu mereka tiba di ruang makan, suasana langsung menjadi hidup. Madame Cécile Laurent, Giovanni De Luca, dan Marcel Fournier sudah duduk di kursi mereka, menikmati sarapan mewah di meja panjang yang menghadap ke laut.Begitu melihat Zanitha dan Ananta datang dengan tubuh dan wajah segar mengenakan pakaian casual tapi elegan ala old money, bibir mereka bertiga pun tersenyum.“Ah, akhirnya pasangan ini bergabung dengan kami,” ujar Giovanni sambil mengangkat gelasnya. “Kami sempat khawatir kalian akan memaksa terbang saat badai tadi malam.”Madame Cécile menatap Zanitha dengan penuh kebanggaan. “Cherie, kamu benar-benar luar biasa. Kamu tidak hanya menjadi wajah dari proyek ini, tapi juga membuktikan profesionalismemu.”Cherie adalah panggilan kesayangan Madame Cécile kepada Zanitha karena bibir Zanitha yang plumpy seperti buah Ceri.“Dan yang lebih mengesankan,” tambah Marcel Fournier, “adalah bagaimana kamu tetap setia pada suamimu, bahkan ketika banyak mata yang mencoba menggi
Pagutan Ananta tidak berhenti hanya melahap bibir Zanitha namun kemudian beralih ke bagian rahang dan lehernya pun menjadi sasaran keganasan hasrat pria itu.Sementara tangannya mengusap paha Zanitha membawa gaun dengan belahan hingga ke paha naik terus hingga ke pinggang.“Ta …,” desah Zanita saat jemari Ananta mengusap bagian intinya dari luar celana dalam.“Dokter enggak pernah melarang kita bercinta, kan?” Ananta berbisik di depan wajah Zanitha.“Enggak?” Zanitha menjawab parau, menelan saliva kelat. Tidak bisa Zanitha pungkiri, dia juga menginginkan itu.Lalu dengan satu tarikan lembut, Ananta berhasil melepaskan kain berenda Zanitha di bawah sana.Bibirnya mulai turun dari leher ke bagian dada usai berhasil menarik sleting di belakang punggung Zanitha membuat dua bongkahan besar yang tidak memakai bra itu tampak nyata di depan mata Ananta.Ananta merematnya dengan lembut sementara bagian yang satu lagi dia raup menggunakan mulutnya, memainkan lidahnya di sana.“Kenapa in
Ketika itu hujan semakin deras saat hari menuju sore.Ananta duduk di ruang meeting utama gedung Helvion Group. Presentasi dari salah satu eksekutifnya terus berjalan, tetapi pikirannya melayang jauh ke tempat lain. Ia mengangkat tangannya, memijat pelipis yang terasa berat. Ada firasat buruk yang menghantui sejak pagi, meski ia tak tahu pasti apa penyebabnya.Setelah meeting selesai, Ananta mengantar para tamunya ke lobby.Sambil melangkah menuju ruangannya, Ananta merogoh ponsel lalu mengaktifkannya.Begitu dinyalakan, puluhan pesan masuk membanjiri layar—dan di antaranya, pesan dari Zanitha.Zanitha : Ta, aku akan pergi ke pesta perayaan proyek ini. Kami akan terbang menggunakan jet pribadi ke pulau eksklusif. Aku sebenarnya enggak terlalu ingin pergi, tapi karena aku adalah bintangnya, rasanya enggak enak jika tidak hadir. Aku akan segera pulang setelah acara selesai. Aku tahu kamu sibuk, jadi aku hanya ingin memberitahumu. Aku akan baik-baik saja, janga
Zanitha berdiri bersama seluruh tim termasuk designer yang mengerjakan proyek ini mengelilingi Elias yang berdiri di tengah lingkaran mereka, yang lain tampak antusias dan senang tapi tidak dengan Zanitha yang menatap kosong pria itu.Elias sedang memberi kabar bahagia tentang sebuah pesta dan mereka semua diundang.Sontak sorak bahagia disertai tepuk tangan mengudara kemudian satu persatu dari mereka bubar untuk mempersiapkan diri.“Kamu pasti datang, kan? Kamu adalah bintangnya.” Madame Cécile Laurent (Chanel) bertanya langsung kepada Zanitha.“Saya akan minta ijin suami dulu.” Zanitha tidak memberi kepastian.“Oh ayolah, gosip antara kamu dan Elias pun sudah tak terdengar lagi dan tampaknya suamimu juga mengerti dengan kondisi yang terjadi,” timpal Giovanni De Luca (Elie Saab).“Ingat Zanitha, kamu bintangnya … pesta tidak akan sempurna tanpa kamu.” Marcel Fournier (Dior) berujar demikian membuat Zanitha bimbang.“Kami sudah menyediakan privat jet khusus untuk kamu, jadi kam
Suara nyaring memekakan telinga datang dari powder room dekat ruang makan.Ananta yang sedang sarapan jadi tidak selera mendengar suara itu bukan karena jijik melainkan memikirkan istrinya tidak bisa masuk makanan sedikitpun.“Klaus, aku minta ice cream …,” kata Ananta memerintah.“Tapi Tuan, ini masih pagi dan di dalam ice cream tidak terkandung makanan bergizi yang baik untuk ibu hamil … kebanyakan adalah gula.” “Kalau begitu suruh koki buatkan ice cream yang baik dikonsumsi ibu hamil, aku tidak peduli rasanya karena istriku hanya bisa makan ice cream.” Ananta memaksa.“Baik Tuan.” Dan Klaus tidak memiliki pilihan kata selain itu.Saat terdengar suara kunci pintu powder room terbuka, Ananta langsung bangkit dari kursi memburu istrinya.Tadi Zanitha mengunci diri di sana karena tidak ingin Ananta melihat muntahannya.“Kamu makan buah-buahan aja ya,” kata Ananta sembari membantu Zanitha duduk.Zanitha mengangguk pasrah.Dan entah ap
Mansion Sebastian Von Rotchschild berdiri megah di bawah cahaya sore, dikelilingi taman luas yang dipenuhi bunga-bunga eksotis. Namun, keindahan itu tidak bisa menghapus ketegangan yang menyelimuti ruangan utama di dalamnya.Di meja makan panjang yang biasa digunakan untuk pertemuan keluarga, Sebastian duduk di kursi utama dengan ekspresi penuh wibawa. Di sekelilingnya, para anggota keluarga Von Rotchschild telah berkumpul. Ada Rafael, Seraina, Simon, Amelie, dan tentu saja, Elias yang duduk dengan ekspresi campuran antara kepedulian dan sesuatu yang lebih sulit ditebak.Dan di ujung meja, Ananta duduk dengan santai, sementara di sebelahnya, Zanitha tampak tenang meskipun dalam hatinya ada ketakutan besar. Ia tahu, pertemuan ini bukan sekadar makan malam keluarga biasa. Ini adalah panggilan penghakiman.Sebastian menyesap tehnya sebelum akhirnya berbicara."Ananta," suara tuanya terdengar dalam dan penuh tekanan, "Aku yakin kamu sudah membaca berita yang beredar di luar sana. Tent
Di salah satu mansion megah keluarga Von Rotchschild, Simon duduk santai di sofa besar dengan cangkir teh hitam di tangannya.Sore itu, langit Zurich berwarna keemasan, dan angin musim semi berhembus lembut dari jendela terbuka, membawa aroma teh herbal yang khas.Di sebelahnya, Amelie-sang istri, duduk dengan anggun, menyilangkan kaki dan menyesap tehnya perlahan.Matanya terpaku pada layar televisi yang sedang menyiarkan berita terbaru tentang keluarga mereka.“BREAKING NEWS: Istri Ananta Von Rotchschild Dicurigai Mengandung Anak Elias Von Rotchschild?”Di layar, beberapa foto ditampilkan—Elias yang membawa Zanitha keluar dari rumah sakit, Elias yang duduk di samping ranjang rumah sakit dengan senyum khasnya, dan berbagai spekulasi yang mulai berkembang di media.Amelie meletakkan cangkir tehnya dengan bunyi yang cukup nyaring, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.Tangannya bahkan bertepuk beberapa kali, seolah menikmati tontonan yang sangat menghibur.“Suamiku sayang, li