"Aku tidak marah padamu," bantah Jonathan dengan tegas."Lalu kenapa kamu mengabaikan ku?" desak Ivy."Siapa yang mengabaikan mu? Aku tidak begitu tapi kalau kau merasa aku mengabaikan mu. Itu berarti kau berlebihan karena aku tetap meresponmu walau tidak memperhatikan mu saat bicara!" Jonathan merasa tidak mengabaikan Ivy hingga dia bicara seperti itu. Bahkan dia menjadi kesal karena Ivy menuduhnya mengabaikan dirinya."Oke, sepertinya aku memang sensitif sampai mengira kamu mengabaikan ku. Maafkan aku karena sikapku itu!" Meski Ivy meminta maaf tapi wajahnya tampak kesal. Bahkan perasaannya menjadi buruk untuk melanjutkan kegiatannya itu."Jadi bagaimana dengan gaunnya? Kau sudah memilih yang kau sukai?" tanya Jonathan penasaran karena sejak tadi, dia memang tak memperhatikan Ivy tapi tetap tak ingin disalahkan oleh Ivy."Sudah. Aku pakai ini saja." Sebenarnya Ivy ingin memakai gaun pilihan Jonathan tapi lelaki itu saja tidak meresponnya dengan baik hingga dia pun malas untuk memint
Sebagai Nyonya Graham yang mengurus Kediaman Graham, Nyonya Selfia yang mengatur pesta ulang tahun anaknya. Namun tentunya dia dapat bantuan dari pelayan rumah yang berjumlah lima belas orang.Keluarga yang lain, termasuk Ivy tengah berdandan di salah satu ruangan yang biasa digunakan para wanita merias diri saat ada pesta . Nyonya Rukmana hanya mengundang penata rias ke rumah itu."Gaun kakak ipar cantik sekali. Itu pasti gaun pilihan Kak Jonathan." Mata Selena langsung tertuju pada Ivy yang baru saja keluar dari ruang ganti dengan gaun indahnya. Matanya berbinar-binar karena tertarik dengan gaun yang dikenakan Ivy. Ditambah Ivy yang Cantik dan anggun dengan gaun biru dominan putih ditubuhnya, bak seorang putri.Ivy yang berdiri di depan ruang ganti, merespon pujian Selena dengan tersenyum lembut. Lalu dia berjalan mendekati Selena yang sedang duduk sambil dirias oleh penata riasnya."Kau juga cantik Selena!"Selena tiba-tiba cemberut melihat Ivy. "Tapi aku tidak secantik dirimu Kak
Ivy kini bergabung dengan Keluarga Besar Graham yang tengah mengobrol santai di sebuah ruang keluarga. Ada sepupu-sepupu Jonathan dari pihak ayah kandung Jonathan dan ada keluarga Nyonya Selfia. Dulu mereka semua hadir dalam pernikahan Jonathan jadi mereka sama sekali tak heran melihat Ivy. Mereka tahu siapa Ivy. Meski begitu, mereka tak banyak mengobrol dengan Ivy. Selain saling menyapa, Ivy hanya memperhatikan mereka. Namun dia sama sekali tak fokus karena pikirannya hanya untuk Jonathan. Sejak tadi, dia memikirkan keberadaan suaminya karena heran pada Jonathan yang tak kunjung datang sampai sekarang padahal waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Nyonya Rukmana dan Nyonya Selfia pun sedang mencari Jonathan. Mereka bahkan sudah bertanya pada Ivy yang tidak tahu apapun."Jadi kamu benar tidak tahu suamimu di mana Ivy?" Nyonya Rukmana kembali bertanya hal yang sama pada Ivy karena gelisah memikirkan cucunya itu."Saya cuma tahu kalau Jonathan sibuk mengurus sesuatu dan mungkin i
Jonathan mengendarai mobil sendiri dengan kecepatan tinggi untuk mengejar waktu. Sambil menyetir, dia mencoba menghubungi istrinya kembali tapi Ivy tidak mengangkatnya meski Jonathan berulang kali menghubungi Ivy. "Apa dia marah padaku karena aku tidak mengangkat panggilannya?" gumam Jonathan yang entah kenapa merasa takut dengan amarah Ivy seolah amarah Ivy adalah masalah untuknya, dan itupun pertama kalinya dia merasakan itu. Jonathan kembali menghubungi Ivy tapi Ivy masih tidak mengangkatnya. "Astaga perempuan ini! Apa dia tidak memahamiku sekarang? Dasar, dia menjadi seenaknya saja padaku! Mau marah, tinggal marah tanpa menghormatiku lagi sebagai atasannya." Tak lama mobil Jonathan berhenti di Kediaman Graham. Dia segera turun dan berlari masuk sembari melempar kunci mobilnya pada seorang pelayan yang berjaga di depan. "Danny, di mana Ivy?" Jonathan sungguh khawatir dengan suasana hati Ivy hingga dia langsung bertanya ketika bertemu Danny yang masih berdiri di depan pintu masuk
Seperti dugaan Jonathan, Ivy memang diculik seseorang. Dalang penculikan itu adalah Aneska. Dia menyuruh orang suruhannya menyamar jadi pelayan di pesta ulang tahun Jonathan untuk melancarkan rencana penculikannya. Kini Ivy berada di sebuah rumah kosong milik Aneska. Tangan dan kakinya diikat di gudang rumah itu. Gudang itu gelap dan pengap hingga Ivy terasa sesak. Ditambah mulutnya dibekap kain hingga Ivy tidak bisa mengeluarkan teriakannya meski dia berusaha keras untuk minta tolong."Mmm, mmm!" Suara itu hanya didengar olehnya saja di ruangan itu tapi Ivy tetap mengeluarkan suaranya.Seseorang tiba-tiba membuka pintu itu. Mata Ivy langsung tertuju ke orang itu sambil mengeluarkan suaranya, berharap pria itu mau membuka mulutnya. "Mmm, mmm!"Pria berbadan besar dan bertato itu, membuka kain dimulut Ivy. Ivy langsung mengambil nafas. Dia tampak takut tapi tetap melihat pria itu dengan jelas. "Aku tidak mengenalmu. Kenapa kau sampai menculikku? Apa kau musuh Jonathan?"Selain Naomi da
Jonathan masih duduk di pinggir jalan dengan kepala tertunduk lemas. Ponsel yang dipegangnya tiba-tiba berdering. Jonathan mengira itu adalah bawahannya yang sedang membantunya mencari keberadaan Ivy. Namun seketika dia menjadi kecewa kala melihat nama Tavisa dilayar ponselnya. Dia tidak bisa mengabaikan perempuan itu karena kekasihnya itu pun sedang membutuhkannya."Ya Tavisa!" Suara Jonathan terdengar tak ramah dan itu membuat Tavisa heran.Tavisa: "Ada apa Jo? Apa terjadi sesuatu? Apa nenek marah karena aku menahanmu?"Jonathan menghela nafas kasarnya. Wajahnya pun tampak tak senang mendengar Tavisa membahas masalah itu lagi. Rasanya dia menjadi bosan mendengar Tavisa terus membahas masalah kekhawatirannya pada Nyonya Rukmana."Bisa kita bahas itu nanti. Sekarang aku lagi sibuk dan tidak bisa bicara denganmu dulu." Jonathan lebih baik menghentikan obrolannya dengan Tavisa karena saat ini dia stress dan rasanya ingin marah. Jadi untuk menghindari amarahnya yang mungkin bisa dia lamp
Ivy sudah dibawa ke rumah sakit oleh Jonathan. Perempuan itu sedang diperiksa di ruang IGD. Sementara Jonathan duduk menunggu di depan. Punggungnya bersandar di sandaran kursi dan kepalanya bersandar di dinding tembok dengan posisi mendongak ke atas. Sesekali, pria itu menghela nafas beratnya memikirkan Ivy yang masih dalam perawatan. Entah bagaimana kondisinya? Jonathan terus memikirkan hal itu. Meski dia berhasil menemukan Ivy tapi kekhawatirannya itu masih belum hilang. Tergambar jelas diwajahnya saat ini. Dari lorong menuju IGD, terlihat Danny berjalan mendatangi Jonathan. Dia langsung membungkuk di depan tuannya itu. "Tuan!" Jonathan membuka matanya yang baru saja tertutup lalu menegakkan kepalanya sampai menatap Danny. "Kau sudah menangkap para penculik itu?" "Sudah tuan." "Siapa dalang penculikannya?" Jonathan tahu bahwa preman yang menculik Ivy hanyalah orang suruhan dari seseorang yang ingin melukai Ivy. Karena itu, dia langsung menanyakan otak penculikan itu pada Danny.
"Kamu sudah menangkap orang-orang yang menculikku?" Ivy penasaran dengan orang yang sudah menculiknya sampai penculik itu tidak ingin mengkhianati orang itu meski sudah ditawari uang berlipat ganda."Sudah. Kau tidak perlu khawatirkan apapun selain kondisimu. Kata dokter, kau kelelahan sampai pingsan dan kakimu banyak luka."Ivy memperhatikan kedua kakinya yang diperban. Dia ingat ketika kabur dari para penculik itu. Dia tidak memakai sepatu. Sepatunya dilepas oleh kedua penculik itu ketika dirinya ingin dinodai. Alhasil kedua kakinya luka karena berlari kencang tanpa pakai apapun. Namun dia tidak merasakan sakit apapun ketika berlari. Dia hanya fokus pada dirinya yang harus melarikan diri."Kakiku luka tapi tidak sampai harus diperban utuh begini," protes Ivy sembari menunjukkan kakinya pada Jonathan."Kalau tidak diperban, akan infeksi." Dokter yang memeriksa Ivy hanya mengobati luka-luka dikaki Ivy tapi tidak membalutnya dengan perban. Jonathan sendirilah yang membalut kaki Ivy."