Share

Bab 4

Author: Bun say
last update Last Updated: 2023-06-18 19:32:15

Bab 4

Segera cari tahu gadis yang bersama bernama Sintia. Dia adalah istri baru suamiku.

 Kukirim pesan kepada Arfan. Pria itu adalah sahabatku. Selain ahli IT, Arfan juga ahli peretas yang kerap bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk mengungkap sebuah kasus.

Tak lupa kukirimkan beberapa foto yang kudapatkan dari Yanti. 

Lihatlah setelah ini Sintia. Aku ingin melihat seperti apa rupamu yang sebenarnya, sehingga kau mau-maunya menikahi pria yang sudah beristri dan beranak tiga.

Tak lama masuk balasan dari Arfan.

Ok, laksanakan. Eh btw, akhirnya diduakan juga kamu, pesannya diikuti oleh emot menutup mulut. Si al. Arfan mengerjaiku.

Aku mulai memejamkan mata seiring dengan Mas Frans yang masih asyik memainkan ponselnya. Bahkan setelah aku berdehem berkali-kali, pria itu masih tidak mengindahkan keberadaanku. Ternyata sedalam itu pesona Sintia mengalihkan dunia suamiku.

Keesokan paginya, Mas Frans menghubungi seorang pengacara sekaligus notaris dan memintanya langsung datang ke rumah sakit. 

Didampingi oleh dua orang dokter dan seorang perawat, akan menuturkan semua permintaanku yang langsung dikabulkan oleh suami.

"Lakukan apapun permintaan dari Cahya istriku," ujarnya.

"Baik, Pak Frans. Tapi apakah Anda tidak akan berubah pikiran?!" Pria berkumis di depannya memastikan kembali, setelah mencatat poin-poin apa saja yang akan dipindah namakan atas namaku dan anak-anak.

"Aku percaya pada istriku. Lagi pula kekayaan yang kami dapatkan selama ini memang hak anak-anak. Tolong lakukan saja semuanya secepatnya," ujar suamiku dengan penuh keyakinan.

 Aku tersenyum dalam hati. Kuharap dia tidak menyesal dalam beberapa hari kedepan.

"Sayang, semua sudah kulakukan sesuai dengan permintaanmu. Hari ini, boleh 'kan aku pergi ke kantor?" tanya pria itu dengan mulut manisnya. Aku mengangguk dengan malas.

"Mas boleh ke kantor atau ke mana saja, tapi aku tidak mengizinkanmu untuk tidur dengan Sintia sampai pemindahan nama itu dilegalkan atas namaku dan anak-anak. Dan Mas harus janji padaku."

"Tentu saja aku tidak akan menyalahi janji. Tapi untuk sekedar makan siang bersama dengan Sintia kau tidak keberatan, 'kan?" ujarnya ragu-ragu. 

Aku mengangguk pelan.

"Lakukan saja apa maumu, Mas. Tapi jika kau memastikan ingin pergi ke hotel setelahnya, maka maaf aku masih tak rela," ujarku sambil meremas selimut yang menutupi tubuh.

"Tentu saja, Cahya. Aku tidak akan melanggar janjiku. Dan ingat, semua aku lakukan untuk mengharapkan keikhlasan dan keridhoan dari dalam hatimu. Setelah kau menerima semuanya, aku yakin kau akan sadar kalau Sintia adalah adik madu yang baik untukmu," tutur pria itu panjang lebar, seakan dia mengetahui seluk beluk tentang istri barunya itu.

"Pergilah, Mas, sepertinya jam kantor sudah tiba. Aku tidak mau membuang-buang waktumu lebih lama lagi. Bukankah sekarang ada dua istri yang harus kau nafkahi? Aku juga ingin melihat putra kita," pungkasku malas berduaan lebih lama dengannya.

"Baiklah, terserah apapun maumu. Mas sudah menjenguk si kecil tadi malam. Tinggal kamu aja melihatnya."

Mas Frans membawaku ke dalam pelukan, sebelum akhirnya pria itu berlalu dibalik pintu.

 Aku menghembuskan nafasku berkali-kali. Setelah ini, ya, hanya sebentar lagi Mas, sampai akhirnya aku akan melihat rupa dari wanita itu.

"Bu Cahya, apakah Anda sudah siap?"

Seorang suster membawa kursi roda masuk. Aku mengangguk antusias. Tak sabar ingin melihat putra yang kukandung kurang lebih 7 bulan itu.

Ah, bahkan aku lupa memberinya nama.

 Kira-kira nama apa yang pantas kuberikan untuknya. Mengingat sudah Devia dan Devan, sepertinya kali ini kuberi nama Ridho. Tentu saja sebagai simbol keridhaanku atas pernikahan Mas Frans.

Bayi mungil dengan ukuran tubuh tidak lebih besar dari botol Aqua itu, tampak menggeliat dengan matanya yang masih terpejam. Ada alat-alat yang masih menempel di dada dan juga sebuah selang kecil yang masuk ke dalam hidung.

Air mataku menetes sedih, melihat ke dalam inkubator yang cahaya kuning terus menyinari. Andai saja aku tidak emosi dan tidak menjalankan kendaraan dengan membabi buta, mungkin pria tampanku itu masih bersemayam dalam perutku. Beruntung kesalahan itu tidak membuatnya fatal dan terenggut dari hidupku.

Tapi, apa kabar wanita yang tak sengaja aku tabrak itu? 

Penasaran, sebaiknya kutanya langsung pada perawat.

"Suster, wanita yang tertabrak di jalan Riau 3 hari yang lalu, bagaimana keadaannya? Apakah dia dibawa ke rumah sakit ini juga?" tanyaku, kemudian menyebutkan ciri-cirinya.

 Kebetulan meskipun hanya selewat, aku masih mengingatnya. Wanita itu memakai kerudung instan warna krem dengan baju berwarna coklat, senada dengan sandal yang dikenakannya.

"Entahlah, Bu. Banyak sekali pasien yang masuk di UGD akibat tabrak lari. Tapi jika Ibu mau, saya akan memastikannya ke bagian informasi," ujar perawat itu ramah.

"Ya, Sus, tolong ya, karena saya merasa bersalah kepada wanita itu," tuturku menghiba.  

Wanita itu menganggukkan kepala.

 "Tentu saja Bu, akan segera saya lakukan. Kalau begitu, kita kembali ke kamar sekarang, ya," tukas wanita itu sambil mendorong kursi roda yang aku duduki.

***

Pintu diketuk dari luar. Sebelum aku mempersilahkannya, orang itu sudah masuk ke dalam. Tampak ibu mertua dan wanita yang membuat hatiku kebat- kebit setelah mengetahui pernikahannya dengan suamiku mendekat.

"Bagaimana keadaanmu hari ini, Cahya?" tanya Ibu Mertua basa-basi.

Wanita itu meletakkan parcel buah-buahan di atas nakas, di samping tempat tidurku.

"Ibu lebih tahu bagaimana perasaanku, karena Ibu juga pernah mengalaminya balasan tahun yang lalu," jawabku menyindir. Aku sedikit tahu tentang masa lalu ibu mertua yang juga pernah diduakan cintanya dari suamiku.

"Huh, jangan banding-bandingkan hidup Ibu dengan keadaanmu sekarang. Kau jauh lebih baik daripada aku, yang dulu hidup dalam kesusahan membesarkan tiga anak," sahut Ibu Mertua seperti tidak suka aku mengaitkannya dengan masalah takdir yang diterimanya.

"Kenapa memangnya? Walau kita beda generasi dan beda waktu, tapi kita sama-sama memiliki tiga anak saat diduakan oleh suami. Tidakkah Ibu ikut merasakan sakit hatiku juga?!" tanyaku sambil melirik ke arah Sintia yang memasang pandangan malas ke arahku.

Tapi tunggu. Kenapa wanita itu tidak secantik saat dia mengenakan riasan pengantin. Kulitnya lebih kusam dariku, bahkan terdapat beberapa jerawat yang sudah menghitam di bagian dagu, bawah mata dan pelipisnya. Oh, jadi gadis seperti ini yang dipilih suamiku. Rasa-rasanya dia dua level berada jauh di bawahku. Hmm!

"Kenapa kau menatapku seperti itu, Mbak?" tanya Cahya ketika kuperhatikan intens. Dia salah tingkah dan beberapa kali menarik bajunya yang terlalu ketat.

Aku semakin tidak sabar menunggu jawaban dari Arfan atas penyelidikannya tentang wanita berpakaian seksi di depanku ini.

"Kau bukan perawan ya?"

"Ap-apa?!" Wajah Sintia pucat ketika tetap kupandangi dengan sinis

"Jangan kurang ajar, Cahya. Memangnya kau siapa hingga bisa menilai seseorang hanya dengan sekali melihat," sembur Ibu Mertua yang seakan tidak rela melihat wajah menantunya pucat pasi.

Aku melipat tangan di dada setelah mengangkat sedikit bantal agar memudahkanku mengamatinya sambil berbaring.

"Bok ong yang menurun dan lembek, buah dada yang kendur dan lepek tak simetris, menandakan ciri-ciri seorang gadis pernah terjamah oleh seorang pria. Juga diperkuat dengan dengkul yang tidak membulat sempurna, jelas dia wanita berpengalaman dalam berhubungan."

"Me-memangnya kenapa dengan bentuk badanku? Ka-kau jangan bicara sembarangan ya, Mbak." Sintia tergagap. Berkali-kali dia menarik bajunya dengan salah tingkah.

"Jangan pedulikan ucapan Cahya, dia bicara seperti itu karena tidak rela Frans menikahi kamu," sahut Ibu Mertua.

Aku mengangkat bahu acuh.

  Hmm, akan kukerjai kau Mas Frans. Tapi nanti setelah aku mengumpulkan bukti-bukti dari Arfan. Aku tersenyum sinis seiring dengan kepergian dua orang di depanku ini. Rasanya sakit hati dan luka malah berganti dengan perasaan meremehkan.

Ah dasar aku!

Related chapters

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 5

    "Arfan, akhirnya kamu datang juga."Aku menghela nafas setelah pria itu akhirnya muncul di depanku. Padahal berkali-kali aku mengirim pesan padanya, tapi terus diabaikan olehnya."Sepertinya kamu penasaran sekali hingga menyuruhku datang cepat-cepat ke sini."Arfan meletakkan kopi panas di atas meja kemudian mulai duduk di sampingku."Bagaimana keadaanmu dan bayimu?" tanya pria itu memastikan. Arfan menyentuh tangan. Tapi sehalus mungkin berusaha kutarik tanganku, agar jangan sampai ada fitnah diantara kami, yang ujung-ujungnya malah membuat hubunganku dengan Mas Frans semakin renggang. Bisa makin jauh dia dan lari ke pelukan Sintia."Aku baik. Tapi aku penasaran dengan wanita itu. Oh ya, bisakah kau ceritakan sekarang saja. Aku ingin tahu seperti apa seluk beluk wanita yang menjadi istri kedua suamiku itu." Aku yang tak sabaran orangnya, bicara pada intinya agar tak buang-buang waktu."Semuanya ada di sini." Arfan kemudian mengirim file doc lewat ponselnya."Arfan, padahal kau tida

    Last Updated : 2023-06-18
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 6

    Bab 6 "Aku nggak suka ya, kamu baca- baca dan lihat- lihat chat orang lain!" tegur Mas Frans dengan pandangan kesal."Idih. Aku 'kan nggak sengaja. Lagian kupikir itu ponselku," kelitku membela diri.Enak saja dia nyalahin aku. Dia sendiri kok yang memberikan ponselnya. Aneh.Mas Frans meraih ponsel dari dalam saku celana sebelah kiri, kemudian memberikannya padaku. Ponselnya sendiri sudah disambarnya beberapa saat yang lalu.Aku langsung membuka WhatsApp untuk mencari pesan dari Arfan. Biar saja kubacakan kelakuan si Sntia di depan suami barunya. Eh tapi, chat dari pria itu tidak ada, bahkan nomornya pun hilang dari pesan paling atas. Kucari- cari di daftar panggilan juga hilang. Hm, pasti pelakunya Mas Frans sendiri. Dasar pria itu, mancing- mancing amaraku saja!Ini tak bisa dibiarkan. Dia sudah mencampuri urusanku."Mas, kamu menghapus pesan dari Arfan?" tudingku menatap kesal pada suamiku. Pasalnya hasil penyelidikan tentang Sintia ada di sana. Mas Frans melotot setelah mengot

    Last Updated : 2023-08-27
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 7

    Bab 7"Mau ngomong apa sih, Mas?" Aku menanggapinya dengan kesal. Kenapa belakangan ini dia jadi sering marah- marah, padahal dulu dia adalah pria yang sabar dan baik. Meskipun emosian tapi tak pernah menyerangku seperti sekarang. Apa karena nafsunya tidak tersalurkan, hingga emosinya naik ke otak."Kamu mengusir Ibu di rumah sakit tadi?" tanyanya seperti tuduhan."Siapa yang mengusir, Mas? Ibu sendiri yang kesal karena kamu menyuruhnya menjemputku," jawabku apa adanya tanpa ada yang ditutup-tutupi."Jangan memutar balikan fakta, Cahya. Kenapa kamu harus mengusir Ibu dengan kasar dari rumah sakit, sih? Apa kamu nggak sadar kalau ibuku itu sama dengan ibumu juga, hah? Bagaimana perasaanmu kalau almarhum ibumu yang aku usir!!" bentaknya kasar. Sontak aku melotot tak terima. Berani-beraninya dia membawa-bawa ibuku yang telah tiada."Mas! Jangan samakan ibu kandungku dengan ibumu yang tidak pernah merestui pernikahan kita ini!! Jelas keduanya beda!!" Kutekankan kata- kataku dengan mata

    Last Updated : 2023-08-27
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 8

    Bab 8"Kenapa kamu melotot seperti itu, Cahya? Apa kamu nggak suka Ibu dan Sintia datang ke rumah ini?" "Tentu saja. Lagian untuk apa Ibu membawa wanita ini ke mari? Tak cukupkah kalian menorehkan sakit dalam hatiku, hingga harus pula Ibu membawanya datang ke rumah ini segala?!" tunjukku pada Sintia yang seperti biasa, memasang senyum miring. Heran dengan sikapnya itu, dasar wanita tak tahu malu. "Heh, ini rumah putraku juga, kalau- kalau kamu lupa!" "Dan aku istrinya Mas Frans kalau Ibu lupa! Bawa dia pergi dari rumahku sekarang juga! Aku tidak sudi dia menginjakkan kakiku di sini! Keluar, kau!!" usirku pada Sintia yang bersikap santai. "Mbak Cahya, jangan sok ngatur siapa yang boleh dan siapa yang nggak boleh datang ke sini. Aku datang bukan untukmu, tapi untuk suami kita." Sintia ikut bersuara."Nah, kamu denger Sintia ngomong apa?!" Ibu langsung tanggap. Pandangan kebencian jelas tersorot padaku, seperti biasanya.

    Last Updated : 2023-08-28
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 9

    Bab 9Kata demi kata serta semua informasi tentang Sintia berhasil kukantongi. Dan ternyata wanita itu memang seperti dugaanku. Aku tersenyum puas dan sangat berterima kasih kepada Arfan atas upayanya membantuku.Dan kini Sintia, masihkah suamiku akan mendekatimu setelah mengetahui masa lalumu yang kelam itu. Brughh!Mas Frans membuka pintu dengan kasar sambil membawa amarahnya padaku. Dadanya naik turun seolah-olah siap menerkamku untuk melampiaskan kekesalannya."Haruskah kamu bersikap seperti itu kepada Ibu dan Sintia? Tidakkah peringatanku beberapa jam yang lalu membuatmu bisa menahan amarah?!" Mas Frans menekankan kata-katanya. Aku tersenyum sinis. Begitulah pria yang nafsu bawahnya tidak tersalurkan, maka amarahnya lari ke kepala."Tenangkan hati dan pikiranmu, Mas. Tidak ada gunanya kita berdebat. Kau jelas lebih tahu kalau aku tidak sudi wilayahku diganggu oleh wanita lain. Beruntung aku hanya mengusir dan bert

    Last Updated : 2023-08-28
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 10

    Bab 10Kuketuk pintu yang tampak usang dengan warna catnya yang sudah memudar. Tak membutuhkan waktu lama, seorang pria tinggi berambut sebahu yang dikuncir asal langsung menatap serius."Siapa kamu?"Abbas mengernyitkan alis."Aku tidak mengenalmu. Ada urusan apa kamu datang ke mari?"Abbas langsung bertanya bahkan sebelum aku sempat memperkenalkan diri. Ok, tak masalah. Sepertinya dia bukan pria yang suka berbasa-basi."Kamu tak kenal aku, tapi aku mengenalmu. Dan kamu pasti mengenali wanita ini. Pria di sampingnya adalah suamiku." Kuulurkan ponselku yang segera diraihnya."Sintia?" Wajah pria itu menggelap. Terlihat urat-urat di rahangnya menegang."Jadi, istriku dinikahi oleh suamimu?"Abbas seperti terpukul ketika kusodorkan foto pengantin yang tak lain adalah Sintia dan Mas Frans. Tentu saja foto yang kudapat dari Yanti waktu itu.Aku mengangguk. Hubungan Mas Frans dengan Sintia

    Last Updated : 2023-08-29
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 11

    Bab 11Biasanya orang yang ngotot ingin mendapatkan sesuatu dengan cara yang instan, dia akan marah dan kesal, lalu mencari cara lain kalau keinginannya tidak berhasil dia dapatkan. Begitupun dengan Sintia. Ketika dia tidak berhasil mendekati rumahku, maka dia memilih cara lain dengan mendekati Devan serta mengadu kepada Mas Frans, contohnya.Aku memejamkan mata sekilas sambil menghembuskan nafas panjang. Sepertinya inilah saatnya aku harus kembali menegakkan hati dan menghadapi semua ini dengan tegar.Bismillah. Segera kubalas pesan dari suamiku.(Lakukan saja apa maumu, Mas. Atau apa perlu aku menyiapkan kamar hotel untuk kalian?)Tanpa kuduga, Mas Frans langsung merespon dengan cepat.(Terima kasih, Cahya. Jika kamu tidak keberatan mengaturnya, tolong pesankan saja sebuah kamar untuk dua malam di salah satu hotel berbintang.)Heh, aku tersenyum kecut melihat balasan dari Mas Frans. Pria itu benar-benar kebel

    Last Updated : 2023-08-29
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 12

    Bab 12Sintia memendam kekesalan. Bukan hanya karena keinginannya untuk bersama dengan Frans harus terhambat karena menunggu keridhoan dari Cahya, istri pertama suaminya itu pun bahkan menolak kehadiran dirinya di rumah utama. Tak kehabisan akal, Sintia nekat mendatangi Devan agar putra pertama suaminya itu tahu kalau ayahnya sudah mendua. Wanita itu tersenyum licik, puas membayangkan bagaimana sedihnya anak-anak Cahya saat mendengar kenyataan bahwa Papa hanya memiliki istri dua.Baru saja sampai di tempat itu, diluar dugaan, lagi-lagi dia harus gigit jari setelah Cahya datang dan menyindirnya. Wajah wanita bertabur make up tebal itu seketika memerah. Sintia menelan ludahnya kasar, takut kalau Cahya sebenarnya sudah mengetahui latar belakang dan masa lalunya. Akhirnya karena kesal, Sintia mendatangi Frans di kantornya."Pokoknya aku nggak mau tahu, Mas harus memberi nafkah batin padaku malam ini," ucap Sintia pada Frans.Wanita

    Last Updated : 2023-08-30

Latest chapter

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 59

    Egois. Ingin sekali aku meneriakan kata itu di depan wajah Arfan. Tapi semuanya tidak ada gunanya. Arfan benar. Sesuatu yang dipaksakan memang tidak akan berakhir dengan bahagia. Apalagi jika Arfan melakukan semuanya dengan kepura-puraan, hati Yanti pasti akan jauh lebih sakit kalau dia tidak dicintai sepenuh hati oleh suaminya sendiri.“Makanya, Ya, aku pikir inilah jalan terbaik untuk kami berdua.” Hening setelah perbincangan ini. Arfan pasti sudah memikirkan secara matang-matang. Tapi, meski aku merasa ini tidak adil untuk Yanti, toh mereka berdua sudah memutuskan dan aku berharap Yanti mendapatkan kebahagiaan lain dalam hidupnya. Ya, mungkin dia sengaja pergi untuk melupakan semuanya dan menjalani hidup baru. Aku berharap saat dia kembali nanti, akan ada cahaya cinta di hatinya untuk orang lain yang juga merasakan hal yang sama untuknya.“Jadi apa yang akan kau lakukan setelah menghancurkan hati sahabatku, hm?”Arfan terkekeh. “Kau sudah tahu apa yang aku inginkan tanpa harus

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 58

    Kabar tentang hubungan Yanti dan Arfan terhenti begitu saja. Aku terlalu sibuk mengurusi persiapan pernikahan kak Anisa dan Abbas yang akan digelar di kota kembang. Sengaja aku boyong ketiga anakku ke sana, sekalian ingin liburan, juga ingin menenangkan hati dan pikiran. Tentu saja tanpa Pak Bas apalagi Arfan dan Yanti.Biarlah mereka menyelesaikan urusan mereka sendiri, tanpa ada campur tanganku. Lagi pula mereka sudah dewasa untuk menentukan pilihan, yang jelas semoga Arfan lebih bijak dalam menyikapi perasaannya pada sahabatku tersebut. Mbak Titin dan Mbak Ros juga Anjas turut serta mendampingiku ke Bandung. Beruntung rumah ayah cukup besar untuk dihuni oleh beberapa orang lagi, hingga tidak perlu berdesakan apalagi berbagi kamar hanya untuk menghabiskan waktu istirahat. Tiap hari aku dan keluarga berkeliling di kota Bandung. Selain mencari hiburan juga menjelajah wisata kuliner sambil hunting beberapa barang untuk keperluan pernikahan. Hingga tiga hari sebelum acara sakral i

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 57

    Setelah hampir satu jam mengobrol, akhirnya mereka pamit untuk pulang. Aku kembali ke dalam kamar, mengistirahatkan badan yang terasa lelah. Tiga anakku ikut tidur dalam satu kamar, jadinya kami harus berbagai tempat tidur. Untunglah tubuh mereka masih kecil hingga tidak membuat tempat tidur ini sempit karena ukurannya yang cukup besar. Aku hampir memejamkan mata saat mendengar suara ketukan di pintu. Tok tok tok!“Cahya, apa kamu sudah tidur?”‘Yanti?’ Buru-buru ‘ku buka pintu setelah mendengar siapa yang memanggil-manggil namaku. “Ada apa, Yan? Kenapa kamu terlihat cemas sekali?” Kuajak wanita itu masuk ke dalam kamar. Yanti menggeleng segera, “Sejak tadi Arfan belum pulang, Ya. Aku takut terjadi sesuatu padanya,” jawabnya cemas. ‘Kulirik jam yang bertengger di tembok. Waktu menunjukkan hampir tengah malam. “Ke mana kira-kira suamimu pergi? Apa ada masalah sebelumnya hingga dia pergi begitu saja?”“Entahlah, aku juga tidak tahu. Dia pergi setelah kedatangan orang tua Pak Bas

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 56

    “Maksudnya, liburan ke mana, ya, Pak?” Aku terus mengekor di belakang Pak Bas ketika pria itu menyapa anak-anak. Pria yang masih mengabaikanku itu hanya menjawab dengan senyuman, tanpa ada niat untuk bersuara. Anak-anak langsung antusias masuk ke dalam mobil dan memintaku untuk masuk juga dengan gerakan kepalanya. “Udah, masuk aja sana, kita butuh refreshing setelah kamu menghadapi hari-hari yang buruk juga menghadapi kasus tentang suamimu. Kebetulan Ayah juga sudah bosan tinggal di rumah terus dan ingin menghirup udara segar,” timpal Ayah seolah-olah keduanya sudah merencanakannya.Aku tak bersuara dan memilih masuk ke dalam mobil, lalu duduk di samping pria itu. Kendaraan pun meluncur ke arah puncak. Iring-iringan dua kendaraan langsung berhenti di salah satu tempat yang kuduga adalah villa yang entah milik siapa. Sepanjang perjalanan tadi, bahkan kami tidak saling bicara, aku juga tidak ada niat untuk bertanya macam-macam pada pria yang terlihat bahagia, dengan sesekali menimpal

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 55

    Arfan tampak salah tingkah ketika aku meninggalkan mereka berdua. Bisa dilihat dari auranya, kalau Yanti yang tidak ikhlas dan masih ragu dengan kesungguhan suaminya. Padahal mati-matian sudah kukatakan kalau aku tidak berharap atau memberi harapan apapun pada pria itu. Bahkan ketika aku berjalan ke parkiran dan menunggu taksi, di balik kaca kelihatan keduanya sedang bertengkar. Berulang kali Yanti menunjuk-nunjuk wajah Arfan. Melihatnya keduanya yang emosi, aku hanya bisa mendesah. Mereka bahkan bukan anak kecil yang harus mempermasalahkan kehadiranku diantara hubungan mereka. Haruskah aku menerima perasaan Pak Bas saja, agar Yanti dan Arfan lebih tenang?Kembali ke rumah, aku dikejutkan dengan suara gedoran dari pintu yang tertutup rapat. Telingaku awas mendengar suara seseorang yang berteriak di luar sana. “Buka, Cahya! Buka! Aku tahu kamu ada di dalam!” Mbak Ros memburu ke arah pintu setelah aku mengiyakan. Di sana, Dewi dan Fida langsung melotot sambil memburu masuk ke dala

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 54

    “Kalau kau bener-bener mengetahui apa yang terjadi dengan suamiku alias iparmu, kenapa kau tidak bicara langsung setelah kecelakaan itu?” Aku bertanya dengan tegas pada Andika, tak peduli seandainya Dewi akan marah kalau aku bicara dengan suaminya malam- malam begini.Andika tidak langsung menyahut. Kuat dugaan dia hanya asal bicara dan menginginkan sesuatu dariku. Uang, ya, dalam otak mereka hanya itu yang penting. Apalagi aku tahu bagaimana Andika selama ini. Pria pemalas itu akan menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan uang. “Tenanglah, Cahya. Aku memang sedikit salah. Awalnya aku tidak mau memberitahukan ini padamu karena toh Frans juga sudah mati. Hanya saja, setelah penjelasanmu pada Fida dan Dewi, keduanya jadi sedikit pintar sekarang. Bahkan Dewi tidak mau memberikan sebagian uangnya untukku. Wanita itu keukeuh ingin membuka usaha sesuai dengan apa yang kau sarankan sebelumnya.”Oh, jadi itu alasannya. Bagus juga sih, setidaknya otak Dewi pintar juga. Mungkin Andik

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 53

    “Yan, kalau kamu ada masalah. Aku siap kok dengerin curhatan kamu, sama seperti selama ini kamu selalu mendengar curhatanku.” Aku menahan tangan wanita itu yang ngeloyor hendak pergi ke ruang tamu. Melihat tingkahnya yang begini, aku hafal benar kalau ada yang tengah dia sembunyikan, atau bisa jadi ini tentang pernikahannya tidak baik-baik saja. Atau jangan-jangan bener yang apa yang aku pikirkan selama ini, kalau Arfan belum bisa menerima istrinya sepenuh hati, dan itu gara-gara perasaannya terhadapku.Tatapan Yanti beralih pada Abbas. “Sekarang aku sadar saat melihat Abbas, kalau ternyata cinta pertama memang tidak semudah itu dibuang,” ujarnya lesu tidak seperti saat datang tadi, Yanti terlihat sumringah. Abbas yang keheranan pun hanya menautkan alisnya bingung.Tak mau bertanya lebih lanjut karena ingin menghargai privasinya, aku memilih menyudahi obrolan. Tapi berharap suatu hari nanti Yanti akan menjelaskan semuanya. Mungkin aku terkesan kepo, tapi itu karena aku sangat pedul

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 52

    Selesai makan siang bersama, kami bicara serius di ruang tamu. Sesuai kesepakatan, Ibu mendapatkan beberapa bagian peninggalan, berupa deposito, tabungan, serta bidang tanah di satu tempat. Terserah Ibu mau membaginya lagi kepada dua putrinya, aku menyerahkan semuanya pada Ibu. Yang jelas Fida dan Dewi sudah punya bagiannya masing-masing. Hanya saja Pak Bas mengingatkan agar kalau mau membaginya lagi, harus disaksikan oleh orang-orang yang berkumpul ini. Tentunya kami semua tidak mau kalau seandainya Fida dan Dewi malah memanfaatkan harta peninggalan Mas Frans untuk kepentingannya sendiri.Kami semua juga tahu kalau Doni dan Andika adalah orang luar, yang takutnya ingin menggasak harta kekayaan ibu mertua. Sementara keduanya adalah pria pemalas, yang di kantor saja sering mendapatkan SP karena kinerjanya kurang memuaskan. Hal itu juga dijelaskan oleh Pak Agung saat aku berkunjung ke kantornya waktu itu. Kalau bukan karena Mas Frans, keduanya mungkin sudah dipecat sejak beberapa bu

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 51

    Bab 51"Yang mana?"Aku terkejut bukan main. Lekas kuletakkan sandwich yang baru kugigit separuh. Tatapanku tertuju ke arah pandang Anjas sekarang."Yang itu, yang pakai kemeja biru langit. Kayaknya aku pernah melihatnya, tapi di mana, ya?!" Anjas tampak mengingat- ingat sambil menekan- nekan dagunya. Sandwich itu baru satu gigitan dimakan olehnya.Aku kembali memundurkan tubuh ke belakang sambil bersandar. Orang yang dimaksud Anjas bukan salah satu pria yang mengikuti ke kantor polisi."Eh, Bu Cahya sendiri kenal nggak sama orang itu?" Aku menggeleng."Sepertinya beda divisi," jawabku.Anjas mengangguk lemah. Satu jam kemudian, semua orang sudah masuk kantor. Aku berjalan ke dalam sendirian untuk bertemu dengan Pak Agung, mengurus tunjangan yang akan diberikan oleh perusahaan. Sengaja aku datang ke tempat ini mengajak Anjas, dan menolak staf kantor yang akan datang ke rumah. Tapi sepertinya aku

DMCA.com Protection Status