Share

Bab 2

Author: Bun say
last update Last Updated: 2023-06-18 19:31:17

"Dia sudah sadar, Mama pulang dulu." Suara ibu mertua yang bicara pada anaknya terdengar di telinga.

"Cahya, kau sudah siuman, syukurlah." 

Kata- kata tidak penting keluar dari bibir suamiku ketika mataku mengerjap karena silau oleh cahaya lampu di atasku.

Aku tak sudi bicara dengannya, dengan pria yang sudah membuat hatiku nyeri.

Tapi, dimana aku? Kenapa rasanya nyeri sekali. Berbagai macam pertanyaan memenuhi pikiranku saat ini. 

Aku mencoba bergerak tapi kesulitan. Lalu menatap pergelangan tangan yang terpasang jarum infus. Pantas saja rasanya sekujur tubuhku terasa kebas. Bagian bawah perut bahkan seperti ditusuk-tusuk. Oh ya Tuhan, bagaimana dengan keadaan anakku?

Tanpa sadar aku menyentuh perut bagian bawah diiringi isakan. Perutku sudah tak membulat lagi. Kosong dan hanya menyisakan rasa nyeri.

Anakku … apa yang telah kulakukan?

 Bayangan pernikahan suamiku dan wanita itu menari di kepala. Lalu wanita yang tak sengaja kutabrak di jalan. Bagaimana keadaannya sekarang?

 Iya, baru kuingat semuanya sekarang. Mas Frans yang menyebabkan semua ini terjadi. 

"Minumlah, Sayang!"

Prang!! 

Gelas yang disodorkan kutepis kasar, lalu suara pecahan beling menggema di seluruh ruangan. Tangisku kembali jatuh. Aku meringkuk merasakan nyeri lahir batin. Masih tak percaya rasanya tiba-tiba saja aku diduakan. Tega sekali dia. Disaat aku tengah berjuang untuk menghadirkan putranya dengan mulus dan selamat, dia malah menikah lagi tanpa seizinku.

Mas Frans mendekat sambil mendesah berat.

"Cahya, tolong tenangkan hati dan pikiranmu. Jangan terus-terusan mengikuti emosi, bisa nggak sih?" ujarnya tanpa tahu sakitnya dalam dadaku.

"Bagaimana kau tega melakukan hal ini padaku, hah?! Katakan!"

 Disaat kami berjuang untuk mendapatkan bayi ketiga, tega-teganya dia menikah lagi. Dasar pria tak punya hati, semudah itu dia menduakan cintaku.

"Aku tahu aku salah, harusnya aku meminta izin padamu lebih dulu. Aku khilaf, tolong maafkan aku!"

"Khilaf katamu? Apa saja yang sudah kalian lakukan hingga kau nekat menikahinya?!" bentakku kasar tak peduli jika ada orang lain mendengar pertengkaran kami. 

"Tidak pernah. Sumpah! Aku bahkan belum menyentuhnya sama sekali. Aku hanya …."

"Hanya apa, Mas? Hanya karena tak bisa menahan syahwat lantas kau tega menduakan aku, istri yang tengah berjuang mengandung anakmu. Iya?!"

"Cukup, Cahya. Bisakah kau bertingkah layaknya orang dewasa? Bisakah kau mengerti kebutuhanku juga?! Tidak. Kau hanya merasa tersakiti dan terus-terusan memancarkan emosimu. Tanpa pernah kau tahu, aku pria normal dan aku butuh seseorang untuk meluapkan hasratku. Dan semua itu tidak aku dapatkan darimu. Lebih dari enam bulan aku bersabar, dan rasanya aku tidak kuat lagi. Aku berat dan tak bisa lagi bertahan. Aku merasa tersiksa. Kau puas sekarang?!" ujar Mas Frans berapi-api.

Dia mondar mandir dengan gelisah. Berkali-kali dia menyugar rambutnya kasar. Tapi aku tak bersimpati sedikitpun. Dasar pria egois.

"Kau egois, Mas. Kau pikir hanya kamu saja yang berat. Lalu bagaimana aku yang menghadapi semuanya. Berbulan-bulan aku hanya terlentang di atas tempat tidur. Apa kau pikir aku tidak tersiksa?!"

"Itulah makanya, tolong berhenti egois dan terima kenyataan. Ada Sintia sekarang. Dia istriku dan dia tanggung jawabku juga. Lagian pria boleh memiliki beberapa istri," ujarnya dengan nada lemah.

"Aku tak ridha kamu mendua, Mas. Ceraikan saja aku. Aku nggak mau dimadu!!" teriakku dengan tangisan. 

 Biar saja, biarkan semuanya berakhir di sini. Bukan aku menolak syariat, tapi aku tidak mau dimadu dan aku tidak sudi berbagi suami. Tidak sampai kapanpun. 

"Aku tak akan menyentuh dia kalau kau tidak ridha. Sintia juga tak mau tidur denganku kalau kau tak rela berbagi. Tapi apa kau tak takut suamimu ini berdosa karena tidak menjalankan kewajibannya!"

Mas Frans menatapku serius. Dia mencoba meraih wajahku untuk menatap manik mata dan mengerti kebutuhannya. Ck!

"Apa kau yakin dia sebaik itu?!"

Aku mencebik, lalu membuang muka. Masih kuingat jelas Sintia yang mengangkat dagunya angkuh. Mana mungkin dia sebaik itu hingga mau-maunya menikahi pria beristri. Alasan.

  Kutatap jendela yang terbuka dengan semilir angin yang masuk. Rasanya terpaan angin di wajahku membuat pikiranku semakin kalut. 

"Apa maksudmu? Sintia hanya ingin menolongku dari apa yang tidak kudapatkan darimu, Cahya. Mengertilah dan jangan berprasangka buruk." Mas Frans menekankan setiap kata-katanya.

"Baiklah kalau begitu, aku tak mengizinkanmu pergi padanya sebelum aku benar-benar ridha."

Mas Frans pias. Dia terpaku dan mundur satu langkah. Tentu saja dia kecewa atas keputusanku. Bukannya dia menikahi wanita itu karena butuh penyaluran hasrat. Lalu jika hal itu tidak dia dapatkan, untuk apa dia menikah lagi.

Obrolan kami terhenti ketika dokter dan perawat masuk ke ruangan ini. 

"Kami periksa dulu keadaannya, ya, Bu."

"Dokter, anak saya …." Oh tidak. Rasanya untuk sekedar mengetahui keadaannya saja aku tidak mampu. Hatiku kembali teriris-iris. Putraku kemungkinan telah tiada.

"Bayi Anda lahir prematur karena lahir lebih awal. Sekarang dia masih di dalam inkubator. Setelah agak kuat, biar nanti perawat mengajak Anda menjenguknya." 

Kata-kata dokter kucerna dengan baik. Aku bersyukur yang tak henti-hentinya. Setelah kejadian yang kualami ternyata jagoan kecilku mampu bertahan. 

Syukurlah.

Aku kembali memejamkan mata setelah kuminta dokter untuk menyuntikkan obat tidur. Malas rasanya harus berdebat dengan Mas Frans. Aku juga butuh istirahat dengan tenang untuk menstabilkan otakku agar tetap waras. Selain ada sepasang putra-putri yang menunggu di rumah, kini putra kecilku yang terpaksa hadir lebih awal membutuhkanku juga.

Setelah ini dan kedepannya entah apalagi yang akan aku hadapi. Tapi yang jelas, aku butuh kekuatan dan ketegaran untuk menghadapi semuanya.

***

Dengan bantuan perawat aku membersihkan diri di kamar mandi. Setelah selesai aku kembali ke tempat tidur. Rasanya badanku sedikit membaik dan segar setelah berganti pakaian dan membersihkan diri. 

Mas Frans izin pamit ke kantor tadi pagi. Entah benar atau tidak, aku tak tahu. Yang jelas kehadirannya membuat dadaku sesak. Bayangan pernikahannya dengan wanita itu masih belum bisa kulupakan semudah itu.

 Untung saja aku tidak stress apalagi baby blues. Amit-amit. Akan seperti apa hidupku dan ketiga anakku nanti, jika ibunya gila setelah dihadapkan dengan suamiku yang mendua. Sintia juga pasti akan tertawa diatas tangisanku.

Yanti datang agak sore. Wanita yang masih belum menikah diusianya yang menginjak 28 tahun itu langsung menghambur. Dia membawaku ke dalam pelukannya.

Dalam dekapan Yanti tangisku kembali pecah. Hanya gadis itu saja tempatku berbagi keluh kesah dan kebahagiaan. Yanti, selalu punya cara menghiburku dikala aku sedih atau lelah setelah mengurus anak-anak. 

"Dengarkan aku, Cahya. Kamu aku harus kuat demi ketiga buah hatimu. Jangan cengeng apalagi terpuruk dalam rasa sakit. Lihat mereka, tatap mata anak-anakmu,  mereka membutuhkanmu. Bukan berarti dengan menikahnya Frans, lantas duniamu berakhir, tidak."

Kutatap gadis itu dengan mata berkaca-kaca.

"Apa yang harus kulakukan sekarang, Yan? Aku merasa kehilangan gairah hidup. Dan anak-anak … ah, entah akan seperti apa setelah mereka tahu ayahnya memiliki dua istri."

"Hei, kau lupa kalau ada aku yang selalu menemanimu? Yang harus kau lakukan sekarang adalah kuatkan dirimu. Pulihkan kesehatanmu demi ketiga buah hatimu. Dan yang terpenting … sini, kuberitahu sesuatu padamu." 

Yanti lalu berbisik di telinga, membuatku menatapnya yang mengangguk serius.

"Lakukan hal itu, maka hidup keluargamu aman."

Comments (1)
goodnovel comment avatar
PiMary
Aku mampit thor.....semoga seru ya cerita nya.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 3

    Bab 3Setelah kepergian Yanti, aku merenung dan mencerna kata-katanya. Gadis itu benar. Aku tidak boleh diam saja dan harus melakukan rencana sesuai dengan sarannya.Jika aku tidak mampu mempertahankan suamiku dengan memilikiku seorang, maka aku tidak ikhlas jika apa yang kami dapatkan selama ini harus dibagi dua dengan wanita itu. Setidaknya aku harus memikirkan ketiga anakku, yang kedepannya mungkin tidak akan mendapatkan kasih sayang penuh dari ayahnya.Jam kantor sudah berlalu tiga jam yang lalu, tapi Mas Frans sama sekali belum datang ke rumah sakit. Iseng kuhubungi nomor asisten di rumah yang biasa menjaga anak-anak."Mama, kami kangen ….!" Suara bersahutan dari Devan dan Devia manggema lewat sambungan video call. "Halo sayangnya mama, Mama juga kangen kalian ….!" Rasanya hatiku nyari melihat mata bening mereka yang tanpa dosa. Tapi sebisa mungkin kututupi kesedihan itu. Aku tidak boleh kelihatan sedih atau mereka akan ikut sedih juga."Mama, katanya masuk rumah sakit untu

    Last Updated : 2023-06-18
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 4

    Bab 4Segera cari tahu gadis yang bersama bernama Sintia. Dia adalah istri baru suamiku. Kukirim pesan kepada Arfan. Pria itu adalah sahabatku. Selain ahli IT, Arfan juga ahli peretas yang kerap bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk mengungkap sebuah kasus.Tak lupa kukirimkan beberapa foto yang kudapatkan dari Yanti. Lihatlah setelah ini Sintia. Aku ingin melihat seperti apa rupamu yang sebenarnya, sehingga kau mau-maunya menikahi pria yang sudah beristri dan beranak tiga.Tak lama masuk balasan dari Arfan.Ok, laksanakan. Eh btw, akhirnya diduakan juga kamu, pesannya diikuti oleh emot menutup mulut. Si al. Arfan mengerjaiku.Aku mulai memejamkan mata seiring dengan Mas Frans yang masih asyik memainkan ponselnya. Bahkan setelah aku berdehem berkali-kali, pria itu masih tidak mengindahkan keberadaanku. Ternyata sedalam itu pesona Sintia mengalihkan dunia suamiku.Keesokan paginya, Mas Frans menghubungi seorang pengacara sekaligus notaris dan memintanya langsung datang ke rumah

    Last Updated : 2023-06-18
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 5

    "Arfan, akhirnya kamu datang juga."Aku menghela nafas setelah pria itu akhirnya muncul di depanku. Padahal berkali-kali aku mengirim pesan padanya, tapi terus diabaikan olehnya."Sepertinya kamu penasaran sekali hingga menyuruhku datang cepat-cepat ke sini."Arfan meletakkan kopi panas di atas meja kemudian mulai duduk di sampingku."Bagaimana keadaanmu dan bayimu?" tanya pria itu memastikan. Arfan menyentuh tangan. Tapi sehalus mungkin berusaha kutarik tanganku, agar jangan sampai ada fitnah diantara kami, yang ujung-ujungnya malah membuat hubunganku dengan Mas Frans semakin renggang. Bisa makin jauh dia dan lari ke pelukan Sintia."Aku baik. Tapi aku penasaran dengan wanita itu. Oh ya, bisakah kau ceritakan sekarang saja. Aku ingin tahu seperti apa seluk beluk wanita yang menjadi istri kedua suamiku itu." Aku yang tak sabaran orangnya, bicara pada intinya agar tak buang-buang waktu."Semuanya ada di sini." Arfan kemudian mengirim file doc lewat ponselnya."Arfan, padahal kau tida

    Last Updated : 2023-06-18
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 6

    Bab 6 "Aku nggak suka ya, kamu baca- baca dan lihat- lihat chat orang lain!" tegur Mas Frans dengan pandangan kesal."Idih. Aku 'kan nggak sengaja. Lagian kupikir itu ponselku," kelitku membela diri.Enak saja dia nyalahin aku. Dia sendiri kok yang memberikan ponselnya. Aneh.Mas Frans meraih ponsel dari dalam saku celana sebelah kiri, kemudian memberikannya padaku. Ponselnya sendiri sudah disambarnya beberapa saat yang lalu.Aku langsung membuka WhatsApp untuk mencari pesan dari Arfan. Biar saja kubacakan kelakuan si Sntia di depan suami barunya. Eh tapi, chat dari pria itu tidak ada, bahkan nomornya pun hilang dari pesan paling atas. Kucari- cari di daftar panggilan juga hilang. Hm, pasti pelakunya Mas Frans sendiri. Dasar pria itu, mancing- mancing amaraku saja!Ini tak bisa dibiarkan. Dia sudah mencampuri urusanku."Mas, kamu menghapus pesan dari Arfan?" tudingku menatap kesal pada suamiku. Pasalnya hasil penyelidikan tentang Sintia ada di sana. Mas Frans melotot setelah mengot

    Last Updated : 2023-08-27
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 7

    Bab 7"Mau ngomong apa sih, Mas?" Aku menanggapinya dengan kesal. Kenapa belakangan ini dia jadi sering marah- marah, padahal dulu dia adalah pria yang sabar dan baik. Meskipun emosian tapi tak pernah menyerangku seperti sekarang. Apa karena nafsunya tidak tersalurkan, hingga emosinya naik ke otak."Kamu mengusir Ibu di rumah sakit tadi?" tanyanya seperti tuduhan."Siapa yang mengusir, Mas? Ibu sendiri yang kesal karena kamu menyuruhnya menjemputku," jawabku apa adanya tanpa ada yang ditutup-tutupi."Jangan memutar balikan fakta, Cahya. Kenapa kamu harus mengusir Ibu dengan kasar dari rumah sakit, sih? Apa kamu nggak sadar kalau ibuku itu sama dengan ibumu juga, hah? Bagaimana perasaanmu kalau almarhum ibumu yang aku usir!!" bentaknya kasar. Sontak aku melotot tak terima. Berani-beraninya dia membawa-bawa ibuku yang telah tiada."Mas! Jangan samakan ibu kandungku dengan ibumu yang tidak pernah merestui pernikahan kita ini!! Jelas keduanya beda!!" Kutekankan kata- kataku dengan mata

    Last Updated : 2023-08-27
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 8

    Bab 8"Kenapa kamu melotot seperti itu, Cahya? Apa kamu nggak suka Ibu dan Sintia datang ke rumah ini?" "Tentu saja. Lagian untuk apa Ibu membawa wanita ini ke mari? Tak cukupkah kalian menorehkan sakit dalam hatiku, hingga harus pula Ibu membawanya datang ke rumah ini segala?!" tunjukku pada Sintia yang seperti biasa, memasang senyum miring. Heran dengan sikapnya itu, dasar wanita tak tahu malu. "Heh, ini rumah putraku juga, kalau- kalau kamu lupa!" "Dan aku istrinya Mas Frans kalau Ibu lupa! Bawa dia pergi dari rumahku sekarang juga! Aku tidak sudi dia menginjakkan kakiku di sini! Keluar, kau!!" usirku pada Sintia yang bersikap santai. "Mbak Cahya, jangan sok ngatur siapa yang boleh dan siapa yang nggak boleh datang ke sini. Aku datang bukan untukmu, tapi untuk suami kita." Sintia ikut bersuara."Nah, kamu denger Sintia ngomong apa?!" Ibu langsung tanggap. Pandangan kebencian jelas tersorot padaku, seperti biasanya.

    Last Updated : 2023-08-28
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 9

    Bab 9Kata demi kata serta semua informasi tentang Sintia berhasil kukantongi. Dan ternyata wanita itu memang seperti dugaanku. Aku tersenyum puas dan sangat berterima kasih kepada Arfan atas upayanya membantuku.Dan kini Sintia, masihkah suamiku akan mendekatimu setelah mengetahui masa lalumu yang kelam itu. Brughh!Mas Frans membuka pintu dengan kasar sambil membawa amarahnya padaku. Dadanya naik turun seolah-olah siap menerkamku untuk melampiaskan kekesalannya."Haruskah kamu bersikap seperti itu kepada Ibu dan Sintia? Tidakkah peringatanku beberapa jam yang lalu membuatmu bisa menahan amarah?!" Mas Frans menekankan kata-katanya. Aku tersenyum sinis. Begitulah pria yang nafsu bawahnya tidak tersalurkan, maka amarahnya lari ke kepala."Tenangkan hati dan pikiranmu, Mas. Tidak ada gunanya kita berdebat. Kau jelas lebih tahu kalau aku tidak sudi wilayahku diganggu oleh wanita lain. Beruntung aku hanya mengusir dan bert

    Last Updated : 2023-08-28
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 10

    Bab 10Kuketuk pintu yang tampak usang dengan warna catnya yang sudah memudar. Tak membutuhkan waktu lama, seorang pria tinggi berambut sebahu yang dikuncir asal langsung menatap serius."Siapa kamu?"Abbas mengernyitkan alis."Aku tidak mengenalmu. Ada urusan apa kamu datang ke mari?"Abbas langsung bertanya bahkan sebelum aku sempat memperkenalkan diri. Ok, tak masalah. Sepertinya dia bukan pria yang suka berbasa-basi."Kamu tak kenal aku, tapi aku mengenalmu. Dan kamu pasti mengenali wanita ini. Pria di sampingnya adalah suamiku." Kuulurkan ponselku yang segera diraihnya."Sintia?" Wajah pria itu menggelap. Terlihat urat-urat di rahangnya menegang."Jadi, istriku dinikahi oleh suamimu?"Abbas seperti terpukul ketika kusodorkan foto pengantin yang tak lain adalah Sintia dan Mas Frans. Tentu saja foto yang kudapat dari Yanti waktu itu.Aku mengangguk. Hubungan Mas Frans dengan Sintia

    Last Updated : 2023-08-29

Latest chapter

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 59

    Egois. Ingin sekali aku meneriakan kata itu di depan wajah Arfan. Tapi semuanya tidak ada gunanya. Arfan benar. Sesuatu yang dipaksakan memang tidak akan berakhir dengan bahagia. Apalagi jika Arfan melakukan semuanya dengan kepura-puraan, hati Yanti pasti akan jauh lebih sakit kalau dia tidak dicintai sepenuh hati oleh suaminya sendiri.“Makanya, Ya, aku pikir inilah jalan terbaik untuk kami berdua.” Hening setelah perbincangan ini. Arfan pasti sudah memikirkan secara matang-matang. Tapi, meski aku merasa ini tidak adil untuk Yanti, toh mereka berdua sudah memutuskan dan aku berharap Yanti mendapatkan kebahagiaan lain dalam hidupnya. Ya, mungkin dia sengaja pergi untuk melupakan semuanya dan menjalani hidup baru. Aku berharap saat dia kembali nanti, akan ada cahaya cinta di hatinya untuk orang lain yang juga merasakan hal yang sama untuknya.“Jadi apa yang akan kau lakukan setelah menghancurkan hati sahabatku, hm?”Arfan terkekeh. “Kau sudah tahu apa yang aku inginkan tanpa harus

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 58

    Kabar tentang hubungan Yanti dan Arfan terhenti begitu saja. Aku terlalu sibuk mengurusi persiapan pernikahan kak Anisa dan Abbas yang akan digelar di kota kembang. Sengaja aku boyong ketiga anakku ke sana, sekalian ingin liburan, juga ingin menenangkan hati dan pikiran. Tentu saja tanpa Pak Bas apalagi Arfan dan Yanti.Biarlah mereka menyelesaikan urusan mereka sendiri, tanpa ada campur tanganku. Lagi pula mereka sudah dewasa untuk menentukan pilihan, yang jelas semoga Arfan lebih bijak dalam menyikapi perasaannya pada sahabatku tersebut. Mbak Titin dan Mbak Ros juga Anjas turut serta mendampingiku ke Bandung. Beruntung rumah ayah cukup besar untuk dihuni oleh beberapa orang lagi, hingga tidak perlu berdesakan apalagi berbagi kamar hanya untuk menghabiskan waktu istirahat. Tiap hari aku dan keluarga berkeliling di kota Bandung. Selain mencari hiburan juga menjelajah wisata kuliner sambil hunting beberapa barang untuk keperluan pernikahan. Hingga tiga hari sebelum acara sakral i

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 57

    Setelah hampir satu jam mengobrol, akhirnya mereka pamit untuk pulang. Aku kembali ke dalam kamar, mengistirahatkan badan yang terasa lelah. Tiga anakku ikut tidur dalam satu kamar, jadinya kami harus berbagai tempat tidur. Untunglah tubuh mereka masih kecil hingga tidak membuat tempat tidur ini sempit karena ukurannya yang cukup besar. Aku hampir memejamkan mata saat mendengar suara ketukan di pintu. Tok tok tok!“Cahya, apa kamu sudah tidur?”‘Yanti?’ Buru-buru ‘ku buka pintu setelah mendengar siapa yang memanggil-manggil namaku. “Ada apa, Yan? Kenapa kamu terlihat cemas sekali?” Kuajak wanita itu masuk ke dalam kamar. Yanti menggeleng segera, “Sejak tadi Arfan belum pulang, Ya. Aku takut terjadi sesuatu padanya,” jawabnya cemas. ‘Kulirik jam yang bertengger di tembok. Waktu menunjukkan hampir tengah malam. “Ke mana kira-kira suamimu pergi? Apa ada masalah sebelumnya hingga dia pergi begitu saja?”“Entahlah, aku juga tidak tahu. Dia pergi setelah kedatangan orang tua Pak Bas

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 56

    “Maksudnya, liburan ke mana, ya, Pak?” Aku terus mengekor di belakang Pak Bas ketika pria itu menyapa anak-anak. Pria yang masih mengabaikanku itu hanya menjawab dengan senyuman, tanpa ada niat untuk bersuara. Anak-anak langsung antusias masuk ke dalam mobil dan memintaku untuk masuk juga dengan gerakan kepalanya. “Udah, masuk aja sana, kita butuh refreshing setelah kamu menghadapi hari-hari yang buruk juga menghadapi kasus tentang suamimu. Kebetulan Ayah juga sudah bosan tinggal di rumah terus dan ingin menghirup udara segar,” timpal Ayah seolah-olah keduanya sudah merencanakannya.Aku tak bersuara dan memilih masuk ke dalam mobil, lalu duduk di samping pria itu. Kendaraan pun meluncur ke arah puncak. Iring-iringan dua kendaraan langsung berhenti di salah satu tempat yang kuduga adalah villa yang entah milik siapa. Sepanjang perjalanan tadi, bahkan kami tidak saling bicara, aku juga tidak ada niat untuk bertanya macam-macam pada pria yang terlihat bahagia, dengan sesekali menimpal

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 55

    Arfan tampak salah tingkah ketika aku meninggalkan mereka berdua. Bisa dilihat dari auranya, kalau Yanti yang tidak ikhlas dan masih ragu dengan kesungguhan suaminya. Padahal mati-matian sudah kukatakan kalau aku tidak berharap atau memberi harapan apapun pada pria itu. Bahkan ketika aku berjalan ke parkiran dan menunggu taksi, di balik kaca kelihatan keduanya sedang bertengkar. Berulang kali Yanti menunjuk-nunjuk wajah Arfan. Melihatnya keduanya yang emosi, aku hanya bisa mendesah. Mereka bahkan bukan anak kecil yang harus mempermasalahkan kehadiranku diantara hubungan mereka. Haruskah aku menerima perasaan Pak Bas saja, agar Yanti dan Arfan lebih tenang?Kembali ke rumah, aku dikejutkan dengan suara gedoran dari pintu yang tertutup rapat. Telingaku awas mendengar suara seseorang yang berteriak di luar sana. “Buka, Cahya! Buka! Aku tahu kamu ada di dalam!” Mbak Ros memburu ke arah pintu setelah aku mengiyakan. Di sana, Dewi dan Fida langsung melotot sambil memburu masuk ke dala

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 54

    “Kalau kau bener-bener mengetahui apa yang terjadi dengan suamiku alias iparmu, kenapa kau tidak bicara langsung setelah kecelakaan itu?” Aku bertanya dengan tegas pada Andika, tak peduli seandainya Dewi akan marah kalau aku bicara dengan suaminya malam- malam begini.Andika tidak langsung menyahut. Kuat dugaan dia hanya asal bicara dan menginginkan sesuatu dariku. Uang, ya, dalam otak mereka hanya itu yang penting. Apalagi aku tahu bagaimana Andika selama ini. Pria pemalas itu akan menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan uang. “Tenanglah, Cahya. Aku memang sedikit salah. Awalnya aku tidak mau memberitahukan ini padamu karena toh Frans juga sudah mati. Hanya saja, setelah penjelasanmu pada Fida dan Dewi, keduanya jadi sedikit pintar sekarang. Bahkan Dewi tidak mau memberikan sebagian uangnya untukku. Wanita itu keukeuh ingin membuka usaha sesuai dengan apa yang kau sarankan sebelumnya.”Oh, jadi itu alasannya. Bagus juga sih, setidaknya otak Dewi pintar juga. Mungkin Andik

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 53

    “Yan, kalau kamu ada masalah. Aku siap kok dengerin curhatan kamu, sama seperti selama ini kamu selalu mendengar curhatanku.” Aku menahan tangan wanita itu yang ngeloyor hendak pergi ke ruang tamu. Melihat tingkahnya yang begini, aku hafal benar kalau ada yang tengah dia sembunyikan, atau bisa jadi ini tentang pernikahannya tidak baik-baik saja. Atau jangan-jangan bener yang apa yang aku pikirkan selama ini, kalau Arfan belum bisa menerima istrinya sepenuh hati, dan itu gara-gara perasaannya terhadapku.Tatapan Yanti beralih pada Abbas. “Sekarang aku sadar saat melihat Abbas, kalau ternyata cinta pertama memang tidak semudah itu dibuang,” ujarnya lesu tidak seperti saat datang tadi, Yanti terlihat sumringah. Abbas yang keheranan pun hanya menautkan alisnya bingung.Tak mau bertanya lebih lanjut karena ingin menghargai privasinya, aku memilih menyudahi obrolan. Tapi berharap suatu hari nanti Yanti akan menjelaskan semuanya. Mungkin aku terkesan kepo, tapi itu karena aku sangat pedul

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 52

    Selesai makan siang bersama, kami bicara serius di ruang tamu. Sesuai kesepakatan, Ibu mendapatkan beberapa bagian peninggalan, berupa deposito, tabungan, serta bidang tanah di satu tempat. Terserah Ibu mau membaginya lagi kepada dua putrinya, aku menyerahkan semuanya pada Ibu. Yang jelas Fida dan Dewi sudah punya bagiannya masing-masing. Hanya saja Pak Bas mengingatkan agar kalau mau membaginya lagi, harus disaksikan oleh orang-orang yang berkumpul ini. Tentunya kami semua tidak mau kalau seandainya Fida dan Dewi malah memanfaatkan harta peninggalan Mas Frans untuk kepentingannya sendiri.Kami semua juga tahu kalau Doni dan Andika adalah orang luar, yang takutnya ingin menggasak harta kekayaan ibu mertua. Sementara keduanya adalah pria pemalas, yang di kantor saja sering mendapatkan SP karena kinerjanya kurang memuaskan. Hal itu juga dijelaskan oleh Pak Agung saat aku berkunjung ke kantornya waktu itu. Kalau bukan karena Mas Frans, keduanya mungkin sudah dipecat sejak beberapa bu

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 51

    Bab 51"Yang mana?"Aku terkejut bukan main. Lekas kuletakkan sandwich yang baru kugigit separuh. Tatapanku tertuju ke arah pandang Anjas sekarang."Yang itu, yang pakai kemeja biru langit. Kayaknya aku pernah melihatnya, tapi di mana, ya?!" Anjas tampak mengingat- ingat sambil menekan- nekan dagunya. Sandwich itu baru satu gigitan dimakan olehnya.Aku kembali memundurkan tubuh ke belakang sambil bersandar. Orang yang dimaksud Anjas bukan salah satu pria yang mengikuti ke kantor polisi."Eh, Bu Cahya sendiri kenal nggak sama orang itu?" Aku menggeleng."Sepertinya beda divisi," jawabku.Anjas mengangguk lemah. Satu jam kemudian, semua orang sudah masuk kantor. Aku berjalan ke dalam sendirian untuk bertemu dengan Pak Agung, mengurus tunjangan yang akan diberikan oleh perusahaan. Sengaja aku datang ke tempat ini mengajak Anjas, dan menolak staf kantor yang akan datang ke rumah. Tapi sepertinya aku

DMCA.com Protection Status