Share

Pengantin Baru di Rumah Mertua
Pengantin Baru di Rumah Mertua
Penulis: Bun say

Bab 1

Penulis: Bun say
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-18 19:30:37

Selama ini kehidupanku dan suami berjalan baik-baik saja. Kami hidup bahagia bahkan sudah memiliki sepasang putra-putri yang lucu saat ini. Hingga sesuatu yang mengusik pikiran. membuatku seketika merasa gelisah.

Yanti—sahabatku, mengirim beberapa foto ke ponselku.

"Kau lihat pengantin yang ada di rumah mertuamu? Siapa yang menikah? Apakah salah satu dari kerabat suamimu, atau barangkali adiknya? Bukankah dua adik Frans sudah menikah dan mempunyai anak, ya? Lagian, kenapa kau tidak turut hadir sebagai menantu pertama?"

Pertanyaan kepo yang ditulis oleh Yanti melalui pesan singkat, membuatku sejenak tertegun mencerna kata-katanya.

Aku tak mau diam saja dan harus membuktikannya sendiri.

"Mbak, titip anak-anak sebentar, ya," ujarku pada asisten rumah tangga sambil meraih dompet dan kunci mobil.

"Tapi Ibu 'kan tidak boleh pergi ke mana-mana. Nanti Pak Frans marah sama saya," kata wanita itu dengan pandangan khawatir. 

Tentu saja demikian. Wanita itu sudah diwanti-wanti oleh suamiku agar aku tidak pergi kemana-mana, mengingat perutku yang membulat dengan usia kandungan hampir menginjak 7 bulan.

Selama ini aku bedrest dan hanya menghabiskan waktuku di atas tempat tidur, itupun setelah dokter menyarankan demi menjaga kandunganku yang rawan.

Tapi, bagaimana mungkin aku bisa diam saja setelah Yanti mengirimkan foto-foto pengantin di rumah ibu mertua.

Tak pedulikan ucapan wanita itu, gegas keluar dari rumah kemudian masuk ke dalam mobil dan memanaskannya sebentar.

Kendaraan mewah hadiah ulang tahun suamiku bulan lalu kini membelah jalanan ramai, dan kulajukan dengan tidak sabar menuju tempat yang dituju.

Jarak rumahku dengan rumah ibu mertua hanya membutuhkan waktu 20 menit perjalanan.

Setelah sampai, lekas kuparkir mobil dipinggir jalan. Aku turun tergesa dengan emosi luar biasa.

Dan benar saja beberapa mobil tampak terparkir rapi di halaman rumah ibu mertua. Di sana juga ada mobil milik suamiku sendiri.

Perasaan marah, emosi dan was-was membuatku semakin tidak sabar untuk melangkah ke sana demi mengetahui apa yang terjadi.

Kebetulan sekali pintunya terbuka. Tanpa aba-aba aku langsung masuk ke dalam dengan dada yang naik turun juga memegangi perutku yang terasa nyeri.

Sekumpulan keluarga ibu mertua tampak tenang menikmati perjamuan makan siang. Bahkan suamiku tengah duduk bersama dengan seseorang yang memakai baju pengantin.

Wanita itu yang ada dalam foto-foto yang dikirim oleh Yanti.

"Ada acara apa ini? Dan atas ijin siapa kau menikah lagi, Mas?!"

Maaf Frans langsung berdiri dan meletakkan piring makannya dengan asal. Matanya kini membulat menatapku dengan raut wajah terkejut. Mungkin dia tak menyangka akan ketahuan secepat ini olehku.

"Ca-Cahya, kenapa kamu ada di sini?"

Wajah Mas Frans pias ketika tatapanku yang penuh amarah ini tertuju pada matanya.

"Seharusnya aku yang bertanya padamu. Apa yang kau lakukan di sini, dan siapa perempuan itu?!" tanyaku lantang sambil menatap tajam pada wanita yang ikut berdiri, namun memasang senyum pongah.

 Dagunya sengaja diangkat menunjukkan bahwa benar dia telah dinikahi suamiku.

"Hai, Kakak Madu!" ujar wanita itu.

Aku melotot. Mas Frans buru-buru mendekat padaku.

"Dengarkan aku dulu, Cahya. Kita bicara di rumah. Ayo." Mas Frans mengajakku keluar namun aku menepis tangannya dengan kasar.

"Aku mau kamu menjelaskannya sekarang, Mas? Siapa dia dan kenapa kamu menikahinya?"

Sejak kemarin pria itu izin menjenguk ibunya yang katanya sakit. Tak kuduga ternyata ini hanyalah alasan saja. Bisa-bisanya dia menikah lagi tanpa seijinku.

 Ibu Mertua keluar dari kamar masih mengenakan konde dan kebaya. Wanita itu tampak terkejut melihatku berdiri di tengah- tengah.

"Cahya, ngapain kamu di sini? Siapa yang menyuruhmu datang?" 

 Wanita yang sejak awal aku menikah dengan putranya tak pernah setuju itu, menatapku dengan raut wajah tak suka.

"Kenapa Ibu menikahkan suamiku dengan wanita lain?! Apa Ibu lupa kalau dia sudah punya anak dan istri?!" tanyaku balik, tapi peduli dengan ucapannya yang tak penting itu.

"Eh itu, kenapa nggak kamu tanyakan sendiri kepada suamimu," jawabnya cepat membuat Mas Frans salah tingkah. 

Dua adiknya tampak tidak terganggu dan asyik menikmati makanannya. Kutatap satu persatu anggota keluarga Mas Frans yang seperti mendukung pernikahan kedua suamiku ini.

"Dengar Cahya, aku janji akan menjelaskannya padamu. Tapi tidak sekarang. Tolong pulanglah, aku akan menyusulmu nanti," usirnya tak berperasaan.

"Apa katamu? Kau lupa siapa aku, hah? Kau lupa aku sedang mengandung anakmu? Bisa-bisanya kau mengusirku!!"

"Cahya, kumohon mengertilah!"

"Nggak!!" jeritku.

Kupukul dan kudorong-dorong dada pria itu meskipun kesulitan, karena dua tanganku langsung dicekal oleh suamiku sendiri.

"Cukup Cahya! Hentikan, dan pulanglah sekarang!!"

"Aku tidak akan pulang sebelum kau menjelaskan semuanya padaku!!"  

Tangisku pecah. Air mataku bergulir melewati pipiku. Tak kuperdulikan lagi orang-orang itu yang sebagian iba dan sebagian lagi malah menatap puas melihat kesakitanku saat ini.

"Baik, aku akan jelaskan, tapi tidak sekarang. Tolong hargai Sintia. Kami baru menikah!" ujar pria itu yang langsung mendapat tamparan di wajahnya.

Plak!! Plakk!! 

Tak tahan, tangan ini terasa kebas setelah mendarat di pipi mulus suamiku.

 Mas Frans tidak membalas, namun pria itu terus-terusan membawaku dalam pelukannya.

Aku tidak bisa menerima semuanya. Terlebih diduakan seperti ini. Hatiku sakit. Aku terluka, bahkan seperti ada sembilu yang tiba-tiba saja menusuk ke dalam relung hati.

 

"Lepaskan aku, lepaskan!! Kau tidak bisa memperlakukan aku seperti ini, Mas!!" jeritku tak peduli meskipun jadi tontonan. Mas Frans terus berusaha membawaku ke luar dari rumah ibunya.

"Jangan seperti ini, Cahya! Hentikan!!" 

Mas Frans berteriak ketika aku luluh di lantai dengan lunglai. Perasaanku hancur, perutku nyeri, tubuhku bahkan bergetar karena amarah dan luka disaat bersamaan. Bahkan kini aku kehilangan tenaga. Otot-otot di kakiku tidak mampu membuatku kembali berdiri.

Ya Tuhan, kenapa rasanya sesakit ini. Tiba-tiba saja kebahagiaanku terenggut begitu saja dengan pernikahan kedua suamiku, yang tidak kutahu asal-usul dan alasannya kenapa.

"Pulanglah Cahya, jangan mempermalukan dirimu seperti ini," ujar priaku lagi.

Dia berusaha membantuku berdiri, namun segera kudorong kasar. Tak sudi rasanya disentuh oleh pria pengkhianat seperti dia.

Aku berusaha mengumpulkan sekuat tenaga agar bisa berdiri sambil memegangi pinggiran sofa.

"Kau juga pulang sekarang, kalau tidak aku akan bunuh diri!!" ancamku tidak main-main, sambil susah payah keluar dari rumah ibu mertua.

 Tak seorangpun yang berdiri di sana mencoba membantu atau sekedar mengejarku.

 Ketika sampai di dalam mobil, tangisku kembali pecah. Segera kunyalakan mesin mobil dan menginjak rem kemudian meninggalkan tempat itu, tak peduli meskipun Mas Frans berteriak- teriak memanggil.

"Cahya!!"

"Cahya!!"

Mobil yang kubawa menyalip beberapa mobil lainnya, bahkan sesekali menabrak mobil yang kecepatannya lebih rendah. Rasanya aku tidak peduli meskipun aku harus mati sekarang. 

Daripada dikhianati dan diduakan, lebih baik aku hengkang dari dunia ini.

Ciiittt!!!

Aku menginjak rem dengan kasar saat seseorang lewat di depanku. Dengan cepat tubuh wanita itu terpental lebih dari tiga meter. Aku kalap, terkejut, dan syok disaat bersamaan, sebelum akhirnya pandanganku ikut menggelap dengan darah yang mengalir dari pelipis.

Bab terkait

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 2

    "Dia sudah sadar, Mama pulang dulu." Suara ibu mertua yang bicara pada anaknya terdengar di telinga."Cahya, kau sudah siuman, syukurlah." Kata- kata tidak penting keluar dari bibir suamiku ketika mataku mengerjap karena silau oleh cahaya lampu di atasku.Aku tak sudi bicara dengannya, dengan pria yang sudah membuat hatiku nyeri.Tapi, dimana aku? Kenapa rasanya nyeri sekali. Berbagai macam pertanyaan memenuhi pikiranku saat ini. Aku mencoba bergerak tapi kesulitan. Lalu menatap pergelangan tangan yang terpasang jarum infus. Pantas saja rasanya sekujur tubuhku terasa kebas. Bagian bawah perut bahkan seperti ditusuk-tusuk. Oh ya Tuhan, bagaimana dengan keadaan anakku?Tanpa sadar aku menyentuh perut bagian bawah diiringi isakan. Perutku sudah tak membulat lagi. Kosong dan hanya menyisakan rasa nyeri.Anakku … apa yang telah kulakukan? Bayangan pernikahan suamiku dan wanita itu menari di kepala. Lalu wanita yang tak sengaja kutabrak di jalan. Bagaimana keadaannya sekarang? Iya, baru

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 3

    Bab 3Setelah kepergian Yanti, aku merenung dan mencerna kata-katanya. Gadis itu benar. Aku tidak boleh diam saja dan harus melakukan rencana sesuai dengan sarannya.Jika aku tidak mampu mempertahankan suamiku dengan memilikiku seorang, maka aku tidak ikhlas jika apa yang kami dapatkan selama ini harus dibagi dua dengan wanita itu. Setidaknya aku harus memikirkan ketiga anakku, yang kedepannya mungkin tidak akan mendapatkan kasih sayang penuh dari ayahnya.Jam kantor sudah berlalu tiga jam yang lalu, tapi Mas Frans sama sekali belum datang ke rumah sakit. Iseng kuhubungi nomor asisten di rumah yang biasa menjaga anak-anak."Mama, kami kangen ….!" Suara bersahutan dari Devan dan Devia manggema lewat sambungan video call. "Halo sayangnya mama, Mama juga kangen kalian ….!" Rasanya hatiku nyari melihat mata bening mereka yang tanpa dosa. Tapi sebisa mungkin kututupi kesedihan itu. Aku tidak boleh kelihatan sedih atau mereka akan ikut sedih juga."Mama, katanya masuk rumah sakit untu

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 4

    Bab 4Segera cari tahu gadis yang bersama bernama Sintia. Dia adalah istri baru suamiku. Kukirim pesan kepada Arfan. Pria itu adalah sahabatku. Selain ahli IT, Arfan juga ahli peretas yang kerap bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk mengungkap sebuah kasus.Tak lupa kukirimkan beberapa foto yang kudapatkan dari Yanti. Lihatlah setelah ini Sintia. Aku ingin melihat seperti apa rupamu yang sebenarnya, sehingga kau mau-maunya menikahi pria yang sudah beristri dan beranak tiga.Tak lama masuk balasan dari Arfan.Ok, laksanakan. Eh btw, akhirnya diduakan juga kamu, pesannya diikuti oleh emot menutup mulut. Si al. Arfan mengerjaiku.Aku mulai memejamkan mata seiring dengan Mas Frans yang masih asyik memainkan ponselnya. Bahkan setelah aku berdehem berkali-kali, pria itu masih tidak mengindahkan keberadaanku. Ternyata sedalam itu pesona Sintia mengalihkan dunia suamiku.Keesokan paginya, Mas Frans menghubungi seorang pengacara sekaligus notaris dan memintanya langsung datang ke rumah

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 5

    "Arfan, akhirnya kamu datang juga."Aku menghela nafas setelah pria itu akhirnya muncul di depanku. Padahal berkali-kali aku mengirim pesan padanya, tapi terus diabaikan olehnya."Sepertinya kamu penasaran sekali hingga menyuruhku datang cepat-cepat ke sini."Arfan meletakkan kopi panas di atas meja kemudian mulai duduk di sampingku."Bagaimana keadaanmu dan bayimu?" tanya pria itu memastikan. Arfan menyentuh tangan. Tapi sehalus mungkin berusaha kutarik tanganku, agar jangan sampai ada fitnah diantara kami, yang ujung-ujungnya malah membuat hubunganku dengan Mas Frans semakin renggang. Bisa makin jauh dia dan lari ke pelukan Sintia."Aku baik. Tapi aku penasaran dengan wanita itu. Oh ya, bisakah kau ceritakan sekarang saja. Aku ingin tahu seperti apa seluk beluk wanita yang menjadi istri kedua suamiku itu." Aku yang tak sabaran orangnya, bicara pada intinya agar tak buang-buang waktu."Semuanya ada di sini." Arfan kemudian mengirim file doc lewat ponselnya."Arfan, padahal kau tida

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 6

    Bab 6 "Aku nggak suka ya, kamu baca- baca dan lihat- lihat chat orang lain!" tegur Mas Frans dengan pandangan kesal."Idih. Aku 'kan nggak sengaja. Lagian kupikir itu ponselku," kelitku membela diri.Enak saja dia nyalahin aku. Dia sendiri kok yang memberikan ponselnya. Aneh.Mas Frans meraih ponsel dari dalam saku celana sebelah kiri, kemudian memberikannya padaku. Ponselnya sendiri sudah disambarnya beberapa saat yang lalu.Aku langsung membuka WhatsApp untuk mencari pesan dari Arfan. Biar saja kubacakan kelakuan si Sntia di depan suami barunya. Eh tapi, chat dari pria itu tidak ada, bahkan nomornya pun hilang dari pesan paling atas. Kucari- cari di daftar panggilan juga hilang. Hm, pasti pelakunya Mas Frans sendiri. Dasar pria itu, mancing- mancing amaraku saja!Ini tak bisa dibiarkan. Dia sudah mencampuri urusanku."Mas, kamu menghapus pesan dari Arfan?" tudingku menatap kesal pada suamiku. Pasalnya hasil penyelidikan tentang Sintia ada di sana. Mas Frans melotot setelah mengot

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-27
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 7

    Bab 7"Mau ngomong apa sih, Mas?" Aku menanggapinya dengan kesal. Kenapa belakangan ini dia jadi sering marah- marah, padahal dulu dia adalah pria yang sabar dan baik. Meskipun emosian tapi tak pernah menyerangku seperti sekarang. Apa karena nafsunya tidak tersalurkan, hingga emosinya naik ke otak."Kamu mengusir Ibu di rumah sakit tadi?" tanyanya seperti tuduhan."Siapa yang mengusir, Mas? Ibu sendiri yang kesal karena kamu menyuruhnya menjemputku," jawabku apa adanya tanpa ada yang ditutup-tutupi."Jangan memutar balikan fakta, Cahya. Kenapa kamu harus mengusir Ibu dengan kasar dari rumah sakit, sih? Apa kamu nggak sadar kalau ibuku itu sama dengan ibumu juga, hah? Bagaimana perasaanmu kalau almarhum ibumu yang aku usir!!" bentaknya kasar. Sontak aku melotot tak terima. Berani-beraninya dia membawa-bawa ibuku yang telah tiada."Mas! Jangan samakan ibu kandungku dengan ibumu yang tidak pernah merestui pernikahan kita ini!! Jelas keduanya beda!!" Kutekankan kata- kataku dengan mata

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-27
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 8

    Bab 8"Kenapa kamu melotot seperti itu, Cahya? Apa kamu nggak suka Ibu dan Sintia datang ke rumah ini?" "Tentu saja. Lagian untuk apa Ibu membawa wanita ini ke mari? Tak cukupkah kalian menorehkan sakit dalam hatiku, hingga harus pula Ibu membawanya datang ke rumah ini segala?!" tunjukku pada Sintia yang seperti biasa, memasang senyum miring. Heran dengan sikapnya itu, dasar wanita tak tahu malu. "Heh, ini rumah putraku juga, kalau- kalau kamu lupa!" "Dan aku istrinya Mas Frans kalau Ibu lupa! Bawa dia pergi dari rumahku sekarang juga! Aku tidak sudi dia menginjakkan kakiku di sini! Keluar, kau!!" usirku pada Sintia yang bersikap santai. "Mbak Cahya, jangan sok ngatur siapa yang boleh dan siapa yang nggak boleh datang ke sini. Aku datang bukan untukmu, tapi untuk suami kita." Sintia ikut bersuara."Nah, kamu denger Sintia ngomong apa?!" Ibu langsung tanggap. Pandangan kebencian jelas tersorot padaku, seperti biasanya.

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-28
  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 9

    Bab 9Kata demi kata serta semua informasi tentang Sintia berhasil kukantongi. Dan ternyata wanita itu memang seperti dugaanku. Aku tersenyum puas dan sangat berterima kasih kepada Arfan atas upayanya membantuku.Dan kini Sintia, masihkah suamiku akan mendekatimu setelah mengetahui masa lalumu yang kelam itu. Brughh!Mas Frans membuka pintu dengan kasar sambil membawa amarahnya padaku. Dadanya naik turun seolah-olah siap menerkamku untuk melampiaskan kekesalannya."Haruskah kamu bersikap seperti itu kepada Ibu dan Sintia? Tidakkah peringatanku beberapa jam yang lalu membuatmu bisa menahan amarah?!" Mas Frans menekankan kata-katanya. Aku tersenyum sinis. Begitulah pria yang nafsu bawahnya tidak tersalurkan, maka amarahnya lari ke kepala."Tenangkan hati dan pikiranmu, Mas. Tidak ada gunanya kita berdebat. Kau jelas lebih tahu kalau aku tidak sudi wilayahku diganggu oleh wanita lain. Beruntung aku hanya mengusir dan bert

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-28

Bab terbaru

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 59

    Egois. Ingin sekali aku meneriakan kata itu di depan wajah Arfan. Tapi semuanya tidak ada gunanya. Arfan benar. Sesuatu yang dipaksakan memang tidak akan berakhir dengan bahagia. Apalagi jika Arfan melakukan semuanya dengan kepura-puraan, hati Yanti pasti akan jauh lebih sakit kalau dia tidak dicintai sepenuh hati oleh suaminya sendiri.“Makanya, Ya, aku pikir inilah jalan terbaik untuk kami berdua.” Hening setelah perbincangan ini. Arfan pasti sudah memikirkan secara matang-matang. Tapi, meski aku merasa ini tidak adil untuk Yanti, toh mereka berdua sudah memutuskan dan aku berharap Yanti mendapatkan kebahagiaan lain dalam hidupnya. Ya, mungkin dia sengaja pergi untuk melupakan semuanya dan menjalani hidup baru. Aku berharap saat dia kembali nanti, akan ada cahaya cinta di hatinya untuk orang lain yang juga merasakan hal yang sama untuknya.“Jadi apa yang akan kau lakukan setelah menghancurkan hati sahabatku, hm?”Arfan terkekeh. “Kau sudah tahu apa yang aku inginkan tanpa harus

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 58

    Kabar tentang hubungan Yanti dan Arfan terhenti begitu saja. Aku terlalu sibuk mengurusi persiapan pernikahan kak Anisa dan Abbas yang akan digelar di kota kembang. Sengaja aku boyong ketiga anakku ke sana, sekalian ingin liburan, juga ingin menenangkan hati dan pikiran. Tentu saja tanpa Pak Bas apalagi Arfan dan Yanti.Biarlah mereka menyelesaikan urusan mereka sendiri, tanpa ada campur tanganku. Lagi pula mereka sudah dewasa untuk menentukan pilihan, yang jelas semoga Arfan lebih bijak dalam menyikapi perasaannya pada sahabatku tersebut. Mbak Titin dan Mbak Ros juga Anjas turut serta mendampingiku ke Bandung. Beruntung rumah ayah cukup besar untuk dihuni oleh beberapa orang lagi, hingga tidak perlu berdesakan apalagi berbagi kamar hanya untuk menghabiskan waktu istirahat. Tiap hari aku dan keluarga berkeliling di kota Bandung. Selain mencari hiburan juga menjelajah wisata kuliner sambil hunting beberapa barang untuk keperluan pernikahan. Hingga tiga hari sebelum acara sakral i

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 57

    Setelah hampir satu jam mengobrol, akhirnya mereka pamit untuk pulang. Aku kembali ke dalam kamar, mengistirahatkan badan yang terasa lelah. Tiga anakku ikut tidur dalam satu kamar, jadinya kami harus berbagai tempat tidur. Untunglah tubuh mereka masih kecil hingga tidak membuat tempat tidur ini sempit karena ukurannya yang cukup besar. Aku hampir memejamkan mata saat mendengar suara ketukan di pintu. Tok tok tok!“Cahya, apa kamu sudah tidur?”‘Yanti?’ Buru-buru ‘ku buka pintu setelah mendengar siapa yang memanggil-manggil namaku. “Ada apa, Yan? Kenapa kamu terlihat cemas sekali?” Kuajak wanita itu masuk ke dalam kamar. Yanti menggeleng segera, “Sejak tadi Arfan belum pulang, Ya. Aku takut terjadi sesuatu padanya,” jawabnya cemas. ‘Kulirik jam yang bertengger di tembok. Waktu menunjukkan hampir tengah malam. “Ke mana kira-kira suamimu pergi? Apa ada masalah sebelumnya hingga dia pergi begitu saja?”“Entahlah, aku juga tidak tahu. Dia pergi setelah kedatangan orang tua Pak Bas

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 56

    “Maksudnya, liburan ke mana, ya, Pak?” Aku terus mengekor di belakang Pak Bas ketika pria itu menyapa anak-anak. Pria yang masih mengabaikanku itu hanya menjawab dengan senyuman, tanpa ada niat untuk bersuara. Anak-anak langsung antusias masuk ke dalam mobil dan memintaku untuk masuk juga dengan gerakan kepalanya. “Udah, masuk aja sana, kita butuh refreshing setelah kamu menghadapi hari-hari yang buruk juga menghadapi kasus tentang suamimu. Kebetulan Ayah juga sudah bosan tinggal di rumah terus dan ingin menghirup udara segar,” timpal Ayah seolah-olah keduanya sudah merencanakannya.Aku tak bersuara dan memilih masuk ke dalam mobil, lalu duduk di samping pria itu. Kendaraan pun meluncur ke arah puncak. Iring-iringan dua kendaraan langsung berhenti di salah satu tempat yang kuduga adalah villa yang entah milik siapa. Sepanjang perjalanan tadi, bahkan kami tidak saling bicara, aku juga tidak ada niat untuk bertanya macam-macam pada pria yang terlihat bahagia, dengan sesekali menimpal

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 55

    Arfan tampak salah tingkah ketika aku meninggalkan mereka berdua. Bisa dilihat dari auranya, kalau Yanti yang tidak ikhlas dan masih ragu dengan kesungguhan suaminya. Padahal mati-matian sudah kukatakan kalau aku tidak berharap atau memberi harapan apapun pada pria itu. Bahkan ketika aku berjalan ke parkiran dan menunggu taksi, di balik kaca kelihatan keduanya sedang bertengkar. Berulang kali Yanti menunjuk-nunjuk wajah Arfan. Melihatnya keduanya yang emosi, aku hanya bisa mendesah. Mereka bahkan bukan anak kecil yang harus mempermasalahkan kehadiranku diantara hubungan mereka. Haruskah aku menerima perasaan Pak Bas saja, agar Yanti dan Arfan lebih tenang?Kembali ke rumah, aku dikejutkan dengan suara gedoran dari pintu yang tertutup rapat. Telingaku awas mendengar suara seseorang yang berteriak di luar sana. “Buka, Cahya! Buka! Aku tahu kamu ada di dalam!” Mbak Ros memburu ke arah pintu setelah aku mengiyakan. Di sana, Dewi dan Fida langsung melotot sambil memburu masuk ke dala

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 54

    “Kalau kau bener-bener mengetahui apa yang terjadi dengan suamiku alias iparmu, kenapa kau tidak bicara langsung setelah kecelakaan itu?” Aku bertanya dengan tegas pada Andika, tak peduli seandainya Dewi akan marah kalau aku bicara dengan suaminya malam- malam begini.Andika tidak langsung menyahut. Kuat dugaan dia hanya asal bicara dan menginginkan sesuatu dariku. Uang, ya, dalam otak mereka hanya itu yang penting. Apalagi aku tahu bagaimana Andika selama ini. Pria pemalas itu akan menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan uang. “Tenanglah, Cahya. Aku memang sedikit salah. Awalnya aku tidak mau memberitahukan ini padamu karena toh Frans juga sudah mati. Hanya saja, setelah penjelasanmu pada Fida dan Dewi, keduanya jadi sedikit pintar sekarang. Bahkan Dewi tidak mau memberikan sebagian uangnya untukku. Wanita itu keukeuh ingin membuka usaha sesuai dengan apa yang kau sarankan sebelumnya.”Oh, jadi itu alasannya. Bagus juga sih, setidaknya otak Dewi pintar juga. Mungkin Andik

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 53

    “Yan, kalau kamu ada masalah. Aku siap kok dengerin curhatan kamu, sama seperti selama ini kamu selalu mendengar curhatanku.” Aku menahan tangan wanita itu yang ngeloyor hendak pergi ke ruang tamu. Melihat tingkahnya yang begini, aku hafal benar kalau ada yang tengah dia sembunyikan, atau bisa jadi ini tentang pernikahannya tidak baik-baik saja. Atau jangan-jangan bener yang apa yang aku pikirkan selama ini, kalau Arfan belum bisa menerima istrinya sepenuh hati, dan itu gara-gara perasaannya terhadapku.Tatapan Yanti beralih pada Abbas. “Sekarang aku sadar saat melihat Abbas, kalau ternyata cinta pertama memang tidak semudah itu dibuang,” ujarnya lesu tidak seperti saat datang tadi, Yanti terlihat sumringah. Abbas yang keheranan pun hanya menautkan alisnya bingung.Tak mau bertanya lebih lanjut karena ingin menghargai privasinya, aku memilih menyudahi obrolan. Tapi berharap suatu hari nanti Yanti akan menjelaskan semuanya. Mungkin aku terkesan kepo, tapi itu karena aku sangat pedul

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 52

    Selesai makan siang bersama, kami bicara serius di ruang tamu. Sesuai kesepakatan, Ibu mendapatkan beberapa bagian peninggalan, berupa deposito, tabungan, serta bidang tanah di satu tempat. Terserah Ibu mau membaginya lagi kepada dua putrinya, aku menyerahkan semuanya pada Ibu. Yang jelas Fida dan Dewi sudah punya bagiannya masing-masing. Hanya saja Pak Bas mengingatkan agar kalau mau membaginya lagi, harus disaksikan oleh orang-orang yang berkumpul ini. Tentunya kami semua tidak mau kalau seandainya Fida dan Dewi malah memanfaatkan harta peninggalan Mas Frans untuk kepentingannya sendiri.Kami semua juga tahu kalau Doni dan Andika adalah orang luar, yang takutnya ingin menggasak harta kekayaan ibu mertua. Sementara keduanya adalah pria pemalas, yang di kantor saja sering mendapatkan SP karena kinerjanya kurang memuaskan. Hal itu juga dijelaskan oleh Pak Agung saat aku berkunjung ke kantornya waktu itu. Kalau bukan karena Mas Frans, keduanya mungkin sudah dipecat sejak beberapa bu

  • Pengantin Baru di Rumah Mertua   Bab 51

    Bab 51"Yang mana?"Aku terkejut bukan main. Lekas kuletakkan sandwich yang baru kugigit separuh. Tatapanku tertuju ke arah pandang Anjas sekarang."Yang itu, yang pakai kemeja biru langit. Kayaknya aku pernah melihatnya, tapi di mana, ya?!" Anjas tampak mengingat- ingat sambil menekan- nekan dagunya. Sandwich itu baru satu gigitan dimakan olehnya.Aku kembali memundurkan tubuh ke belakang sambil bersandar. Orang yang dimaksud Anjas bukan salah satu pria yang mengikuti ke kantor polisi."Eh, Bu Cahya sendiri kenal nggak sama orang itu?" Aku menggeleng."Sepertinya beda divisi," jawabku.Anjas mengangguk lemah. Satu jam kemudian, semua orang sudah masuk kantor. Aku berjalan ke dalam sendirian untuk bertemu dengan Pak Agung, mengurus tunjangan yang akan diberikan oleh perusahaan. Sengaja aku datang ke tempat ini mengajak Anjas, dan menolak staf kantor yang akan datang ke rumah. Tapi sepertinya aku

DMCA.com Protection Status