Elin memperhatikan diam-diam Raja yang duduk di sampingnya. Pria itu terlihat tak nyaman. Raja bak narapidana yang sedang diadili karena sejak tadi Kristal menatapnya terang-terangan. Kini mereka sedang berkumpul di ruang makan keluarga Gunawan. Raja duduk di samping Elin, sedangkan Kristal dan Nina berada di depan pria itu. Sementara Daniel belum pulang kerja. Jika Nina menatap Raja dengan tatapan penuh tanya. Beda lagi dengan tatapan Kristal yang berbinar seperti bertemu idolanya. Eh? Tapi bukankah belakangan ini Raja memang sudah jadi idola Kristal?Sepertinya Kristal semakin mengidolakan Raja setelah tahu sang anak dapat bantuan dari Raja. Mulai dari mengganti ban mobil, sampai mengikuti Elin selamat sampai tujuan. Bagaimana mau tidak klepek-klepek? Raja benar-benar terlihat gentle. Jangankan Kristal, bahkan Elin pun mulai kembali meleyot karena perhatian Raja. Bahkan ia lupa kekesalannya pada pria itu.Setelah tadi terkejut seperti orang kesurupan karena melihat R
“Ya ampun, Dek Raja!” pekik Kristal terkejut.Sementara Elin segera bangkit dan menepuk-nepuk punggung Raja. Sebelah tangan meraih gelas untuk diberikan pada pria itu. “Minum dulu, Mas Raja.”Raja mengambil gelas dari sang pujaan hati dengan masih terbatuk-batuk. Pria itu minum setelah batuknya mulai reda.“Tuh kan, Mam, Mas Raja jadi tersedak. Sudah Elin bilang jangan bicara dulu, Mam,” seru Elin kesal. Namun berusaha untuk tidak kelepasan membentak sang mami. Meski di dalam hati rasa khawatir untuk Raja muncul tanpa sanggup Elin cegah. Pasti tenggorokan Raja nyeri deh.Raut Kristal terlihat bersalah. Wanita paruh baya itu sudah ada di sisi lain tempat Raja berada. “Ya maaf. Mami tidak tahu kalau Dek Raja sampai tersedak begitu.”“Lagian Mami kenapa harus bertanya seperti itu?” Elin masih menunjukkan wajah kesal.“Ya kan mungkin saja kalian berjodoh.”“Byurrr! Uhuk!”“Mami!!!” pekik Elin semakin kesal karena Raja kembali tersedak. Kali ini batuknya lebih heboh dari sebelumnya. Berunt
“Kamu kabur lagi?” tanya Elin pada Sabrina. Wanita itu menculiknya saat ia baru saja keluar gerbang untuk jogging memutari komplek rumah. Sabrina mengatakan ingin mengajak Elin ke pantai untuk refreshing mumpung weekend. Dan di sinilah mereka sejak hampir satu jam lalu, duduk di sebuah batu karang besar sambil menatap keindahan salah satu bukti kebesaran Yang Maha Kuasa.Elin memperhatikan penampilan Sabrina yang saat ini memakai dress merah mencolok dengan high heels warna senada. Mungkin hanya Sabrina saja yang bepikir refleshing ke pantai tapi penampilan seperti mau fashion show pakaian pesta. Elin mengulum bibir prihatin. Ia sangat tahu ‘refreshing’ yang Sabrina maksud hanya alasannya saja untuk menghindari sesuatu. Sesuatu yang selalu terjadi di tanggal dan bulan yang sama. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Sabrina akan memilih kabur mengajak Elin pergi ke mana pun wanita nyentrik itu mau.“Why tahu-tahu bertanya like that setelah kamu tell a long story? Mau mengalihkan perhat
Kue Apem[ >> “Bener-bener ya sahabat kamu itu, bolohonya bikin istigfar berkali-kali! Kamu kasih tahu dong caranya deketin perempuan sampai dapat, Yah!”>> “Loh, kok malah aku yang dimarahin sih, Sayang?”>> “Tentu dong aku marah karena kamu salah! Kenapa sih kamu enggak kasih Raja boloho itu ilmu perayu yang kamu punya?! Kamu apalagi, Res! Percuma punya mantan banyak tapi enggak bisa ngajarin temennya pinter sedikit urusan cinta!”>> “Lah, Dok, kok binik lo marah ke gue?! Gak terima gue!”>> “Gue juga kena omel, Kampret! Kalo lo mau protes langsung ke binik gue nih!”>> “Han!”>> “Apa?! Kamu enggak terima, Res?!”>> “Ah elah. Iya udah gue emang salah.”>> “Memang! Kalian berdua memang salah! Enggak perhatian banget sih sama temen jomblonya mentang-mentang udah punya pasangan!”>> “Gara-gara Tikus nih!”>> “Tau! Beneran boloho banget lo jadi orang!”>> “Lo kenapa sih bisa lemah amat?! Masa usaha lo segitu doang?”“G-gue…”>> “Aku enggak habis pikir ya sama kamu, Ja! Otak kamu tuh is
Suasana di sekitar seperti kena sihir Elsa Projen saat Raja melakukan hal itu. Bahkan Elin pun berpikir kalau tubuhnya saat ini berubah jadi patung es. Ia benar-benar tak menyangka Raja bisa terlihat tegas. Ketampanan si kalem berubah beribu kali lipat di mata Elin saat kini si kalem bermetamorsosis menjadi villian. Villian tampan dan seksi tentunya. Bagaimana tidak terlihat seksi jika kaos putih polos yang dikenakan Raja saat ini sudah basah. Memperlihatkan otot-otot tubuhnya yang terbentuk secara nyata. Terutama di bagian perut yang memiliki mungkin enam atau delapan kotak kembar.Astaga! Astaga! Astaga!Belum lagi rambut Raja yang mulai memanjang dan sedikit berantakan. Alih-alih menjadi pria kalem, Raja lebih tepat menjadi pria dingin tapi bikin penasaran.“Kita bicara ya…” bisik Raja. Kali ini dengan nada lembut. Tatapannya pun tidak setajam sebelumnya. Membuat si patung es a.k.a Elin kembali pada kesadarannya.‘Ini orang kalau kalem oke, jadi villian juga oke. Kenapa Tuhan menci
“P-plin-plan? Saya tidak plin-plan mengenai perasaan saya sama kamu, Velin. Berani sumpah kalau rasa saya untuk kamu masih sama!”“Saya tidak membicarakan perasaan itu!” desis Elin dengan wajah merona. Antara senang dan kesal. “L-lalu apa maksud kamu?”“Maksud saya sikap Mas Raja! Mas Raja apa tidak ingat pernah berjanji sama saya akan mendekati saya setelah terbukti ucapan Mbak Erika itu bohong? Tapi mana? Mas Raja tahu-tahu menghilang! Lalu setelah itu, seenaknya mengikuti kegiatan saya dan muncul tiba-tiba. Setelah itu, mengatakan tidak ingin mengganggu. Sekarang bilang mau mendekati saya lagi?? Lalu habis itu Mas Raja mau menghilang lagi, huh? Iya?! Mas Raja sadar tidak sih kalau Mas Raja seakan mempermainkan saya?!” Napas Elin memburu setelah mengeluarkan uneg-unegnya. Matanya nyalang menatap Raja yang terdiam kaku.“Saya—”“Tidak perlu mengatakan apa pun lagi kalau ujung-ujungnya kembali menghilang.” Elin mengalihkan pandangan ke arah lain. Tak ingin menatap wajah Raja yang mem
“Untuk apa sih?!” Elin berucap kesal tanpa sadar karena merasa malu. Namun kepalanya justru mengikuti ucapan pria itu sampai mereka kembali berhadapan dan bertatapan dalam. Wajah Elin jangan ditanya lagi. Sudah bersemu tidak jelas. Elin tetaplah seperti wanita kebanyakan yang kalau ditatap sama crush-nya ya sudah pasti grogi parah.“Saya cinta kamu.”Elin merasakan aliran darahnya berdesir kencang saat Raja kembali menyatakan cinta. Ditambah lagi dengan senyum lembut yang kini sudah menghiasi bibir pria itu.“Boleh ya… saya mendekati kamu lagi?”“Dan akan menghilang lagi?” tanya Elin. Kembali kesal mengingat sikap Raja sebelumnya.Raja menggeleng kencang. “Tidak! Kali ini saya akan menempeli kamu sampai hati kamu bisa luluh untuk mencintai saya.”“Sudah luluh kok,” lirih Elin tanpa sadar. Elin segera memukul mulut setelah menyadari kebodohannya.Sementara Raja terdiam kaku. Tak lama, ia menarik kedua tangan Elin untuk kembali digenggam sampai si pemilik tangan memekik. “Kamu bilang ap
"Vasnya... kamu simpan ya, sebagai... Ehm... Uhuk!" Raja terbatuk gugup sambil melirik vas bunga berwarna biru muda dengan tiga tangkai bunga mawar plastik yang berada di bawah kaki Elin, "t-tanda kalau... kita... sekarang—""Saya akan simpan sebaik-baiknya, Mas Raja. Benar-benar akan saya simpan.”Raja bernapas lega karena tak harus melanjutkan ucapannya. Ia masih malu untuk mengatakan kalau status mereka kini sudah jadi sepasang kekasih. Elin sepertinya sangat peka dengan hal itu. Mungkin Elin juga sudah kesal karena sudah beberapa kali Raja mengatakannya dan Elin pun sudah menjawab bolak-balik. Ini kalau ibarat gorengan, gorengannya sudah gosong karena hanya dibolak-balik tanpa diangkat.“Makan lagi ya,” ucap Raja lembut. Melihat mangkok cap dua ayam nungging yang dipegang Elin."Mas Raja juga."Mereka saling melempar senyum malu-malu. Setelah itu, sama-sama kembali memakan bubur ayam untuk sarapan yang lumayan kesiangan. Bagaimana tidak kesiangan kalau jam saja sudah menunjukkan l
“Mau apa si Curut itu menghubungimu??” Percayalah, meski Raja sudah tidak secemburu dulu pada Bima, bukan berarti dia membebaskan Bima menghubungi Elin sesuka hati ya. Tampaknya Raja mulai menyadari kalau dia mungkin saja salah satu dari pria-pria posesif di dunia. Tak ada beda dengan sang calon mertua.“Tidak tahu, Mas Sayang. Aku kan belum mengangkatnya. Tunggu—Mas bilang apa tadi? Curut? Maksudnya Bima?”Raja hanya bergumam meng-iyakan.“Kok curut?”“Soalnya dia mengganggu dan berisik seperti curut.”Elin tergelak sambil menggelengkan kepala. Ia mengangkat panggilan Bima. Sengaja me-loudspeaker. Meminimalisir salah paham yang mungkin saja bisa terjadi lagi. Bukankah mereka sepakat saling terbuka? Toh Raja juga telah mengetahui rahasia terbesar Bima. Secara lengkap. Entah sejak kapan dua pria ini dekat sampai tahu rahasia satu sama lain.“Ada apa, Bim—”>> “Sayang, aku jemput ya!”Ciitttt!Raja langsung menghentikan mobilnya secara mendadak. Terlalu terkejut dengan suara Bima yang b
“Mas Raja!”Elin tersenyum lebar melihat keberadaan sang kekasih yang setia menunggunya sejak beberapa jam lalu. Masih dengan menggunakan pakaian sidang, ia berlari ke arah Raja.Melihat hal itu, segera Raja merentangkan tangan, lalu menangkap tubuh Elin yang menerjangnya. Raja memeluk erat tubuh sang kekasih yang sudah menangis.“K-kami berhasil, Mas! Kami berhasil! Hiks! Bagus dan anak-anak lainnya mendapat keadilan!” bisik Elin bergetar.“Selamat ya, Sayang… Calon istriku hebat sekali. Kalian semua hebat.” Raja mengusap rambut sang calon istri yang dua minggu lagi akan ia nikahi ini. Beberapa kali puncak kepala Elin ia kecup penuh kasih sayang dan penghormatan.Raja ikut merasa bangga dengan keberhasilan kasus yang ditangani Elin dan tim. Akhirnya, setelah drama panjang persidangan, paman dari Bagus yakni si ped0fil itu mendapat hukuman setimpal. Tentu dengan bukti kuat yang berhasil dikumpulkan. Sidang terakhir seharusnya sudah terjadi lebih dari satu bulan lalu. Namun mengalami p
Melihat hal itu, Raja ikut berdiri dengan panik. “Ha? Selingkuh? Wanita lain? Tidak ada wanita lain, Sayang. Hanya kamu!”“Terus siapa itu Mayang? Jawab jujur saja kalau itu selingkuhan Mas kan?!” tuduh Elin lagi.Raja mengernyit. Tak lama, ia menepuk dahinya sendiri. “Maksud aku tuh Maaf Sayang. Sumpah! ‘MaYang’ yang aku maksud cuma singkatan dari ‘Maaf Sayang’, bukan nama orang, Yang.”“Alasan!”“Sumpah, Sayang~! Tidak ada wanita lain. Itu benar-benar cuma singkatan.”“Ish! Kenapa disingkat sih! Random sekali Mas Raja.”“Keluar tiba-tiba, Yang. Mungkin karena aku terlanjur malu sampai salah tingkah, jadinya tidak sengaja lidah ini jadi pendek makanya tersingkat sendiri.”Elin masih memandang Raja curiga.“Sayang, tidak ada wanita namanya Mayang yang aku kenal. Sumpah!” Raja mengangkat jari telunjuk dan tenga
“Sayang, jangan yang ini ya. Ini juga jangan. Ini apa lagi! Oh tidak-tidak! Tidak boleh!”“Bagaimana kalau aku pakai daster saja, Mas?” sindir Elin. Entah sudah berapa kali kata ‘jangan’ keluar dari mulut Raja sejak setengah jam lalu mereka melihat katalog gaun pengantin, yang salah satunya mungkin akan dipilih Elin untuk resepsi mereka. Gaun-gaun itu mungkin terlihat indah bagi sebagian besar orang. Namun bagi Raja, amat sangat membuatnya gerah. Gerah karena g*irah juga hati. Raja tidak bisa membayangkan sang kekasih memakai salah satu gaun yang sebagian besar s*ksi itu. Ia tidak rela tubuh indah Elin dilihat orang. Posesif memang, tapi ini yang dia rasakan.“Pakai daster ya? Hm…” Raja berpikir. Ia mengusap-usap dagunya dengan sebelah tangan. Sementara sebelah tangan lagi masih memegang katalog. Tak lama, katalog itu ia letakkan di atas meja di depannya lalu meraih ponsel yang sejak tadi ia angguri.“
“Kenalin, Ja, ini Pakdenya Elin. Kakak tertua istri saya.”Raja membelalak terkejut melihat pria paruh baya yang sudah bertahun-tahun tidak ia lihat. Pria itu semakin memiliki aura yang kuat dan tampan. Meski usianya jauh di atas Raja, tapi sebagai seorang pria, jujur Raja iri pada pria di depannya ini. Dan apa tadi Daniel bilang? Kakak tertua Kristal? Jadi Kristal punya kakak lagi selain Raflint? Tadi saat acara akan berlangsung, Raja berkenalan dengan Raflint.Pria yang saat ini berdiri di samping pria yang Daniel sebut kakak tertua Kristal. Sementara Daniel ada di samping Raja. Mereka saling berhadapan.“Apa kabar, Raja? Maaf baru bisa hadir dikarekan saya baru tiba di kota ini.”Daniel dan Raflint mengernyit dan saling tatap. Di dalam hati keduanya bertanya-tanya mengapa kakak mereka bisa mengenal Raja. Bukankah ini pertemuan pertama mereka?"M-Mister Donn—A-ah, maksud saya, Mister John Azrael?"Lagi-lagi Daniel dan
“Jadi begini, Bapak Daniel Gunawan beserta keluarga, kami dari pihak keluarga Raja Jagapati meminta kesediaan—"“Velindira Aeera Gunawan to be Velin Jagapati, kita menikah hari ini ya…”Plak!“Awwshhh! Bu~” bisik Raja terkejut. Ia meringis nyeri seraya mengusap lengan kokohnya yang baru saja kena tepukan kencang Magani. Dapat Raja lihat Magani melotot kesal bercampur malu.“Kamu jangan malu-maluin ibu, Ja! Om Ridwan belum selesai bicara, Raja! Seharusnya kamu tunggu Om Ridwan meminta kesediaan Nak Elin untuk menjadi istrimu. Lalu setelah itu, berikan waktu untuk Nak Elin menjawab. Begitu urutannya. Bukan tahu-tahu menentukan waktu pernikahan!” Magani balas berbisik gemas. Matanya setia memelototi anak semata wayangnya itu. Malu sekali dia pada keluarga besar Gunawan dan Kristal. Ya, dua keluarga itu berkumpul di acara lamaran resmi Raja dan Elin tepat hari ini, dua hari setelah Raja pulih. Bu
Setelah Bima keluar, Daniel mendudukkan diri di kursi yang berada di samping ranjang Raja. Pria muda yang kemungkinan besar akan menjadi menantunya ini. “Kamu tidak perlu membuat perjanjian seperti ini, Ja. Yang namanya keluarga itu harus saling percaya, dan saya, percaya kamu tidak akan melanggar janji yang kamu katakan pada saya.”Dada Raja serasa mau meledak mendengar pernyataan Daniel. Terlebih dengan tatapan lembut Daniel di balik wajah datarnya.Keluarga? Daniel sudah menganggapnya bagian dari keluarga kah? Mengapa terdengar indah??“K-keluarga, Om?” lirih Raja bergetar.“Ada yang salah? Memang kamu tidak mau nikah sama Elin?”“Mau, Om, mau!” jawab Raja penuh semangat sampai tangannya yang terdapat jarum infus bergerak heboh. Sampai-sampai, tiang infusnya bergeser nyaris jatuh.“Jangan banyak tingkah! Tidak lupa kan kalau tangan kamu sedang diinfus?!” pekik Daniel galak penuh khawatir. Pria paruh baya ini bahkan sudah membenahi letak tangan Raja dan tiang infus itu.Bukannya mer
“Pi, masa calon menantu seorang Daniel Gunawan ngelamar pakai kancing baju, bukannya cincin.” Bima tertawa ngakak setelah mengatakan hal itu. Kepalanya terus mengingat kejadian kemarin di dalam mobil yang menurutnya menggelikan.Raja melotot garang. “Kamu—”“Bicara apa kamu, Bim?”Bima menceritakan secara singkat tingkah calon mantu idaman Kristal itu diiringi tawa yang semakin menjadi. Tanpa peduli tatapan Raja yang semakin tajam. Bukannya mengerikan, malah terlihat lucu. “Enggak modal banget kan, Pi? Hahaha!” kata Bima mempengaruhi Daniel.“Pria gila—” Raja langsung menghentikan perkataannya saat melihat mata Daniel yang melotot tajam ke arahnya. Raja yakin bukan karena mengatai Bima, tapi karena apa yang Bima sampaikan. Raja yakin itu.“Yang benar saja kamu, Ja!” pekik Daniel.“Rugi dong~! Selama ini Elin enggak kekurangan apa pun, eh malah dilamar pakai kancing. Cowok modal nekat doang ya, Pi, ya—"“Sorry ya!” sela Raja segera pada Bima. “Kamu yang paling tahu situasi nyatanya kem
“Kamu tahu dari mana aku mau melamarmu di malam itu, Sayang?” Raja kembali bersuara tanpa menanti Elin menjawab apa yang Bima katakan. Sampai si pengacara cantik kembali mengalihkan pandangan ke arahnya.“K-Kak Jihan.” Lalu setelah mengatakan itu, Elin menceritakan saat Jihan sempat menghubunginya. Elin dapat melihat raut terkejut dari wajah Raja. “Maaf, aku benar-benar tidak tahu kalau Mas ingin melamarku di malam itu…” kata Elin lesu. Kembali menyalahkan diri. Memaki diri tampaknya masih belum sebanding dengan kekecewaan yang Raja rasakan di malam itu.“Sudah ya maaf-maafannya… Kita sudah tahu situasinya seperti apa. Sekarang, meski tempatnya kurang mendukung, aku… Izinkan aku mengatakan apa yang ingin aku sampaikan di malam itu.”Jantung Elin berdetak amat sangat kencang. Menanti apa yang akan dikatakan pria yang saat ini sedang menarik napas dalam dan membuangnya perlahan. Tampaknya Raja sedang gugup. Pria itu masih setia menggenggam jemarinya yang sudah mulai dingin karena ia pun