Melihat hal itu, Raja ikut berdiri dengan panik. “Ha? Selingkuh? Wanita lain? Tidak ada wanita lain, Sayang. Hanya kamu!”
“Terus siapa itu Mayang? Jawab jujur saja kalau itu selingkuhan Mas kan?!” tuduh Elin lagi.
Raja mengernyit. Tak lama, ia menepuk dahinya sendiri. “Maksud aku tuh Maaf Sayang. Sumpah! ‘MaYang’ yang aku maksud cuma singkatan dari ‘Maaf Sayang’, bukan nama orang, Yang.”
“Alasan!”
“Sumpah, Sayang~! Tidak ada wanita lain. Itu benar-benar cuma singkatan.”
“Ish! Kenapa disingkat sih! Random sekali Mas Raja.”
“Keluar tiba-tiba, Yang. Mungkin karena aku terlanjur malu sampai salah tingkah, jadinya tidak sengaja lidah ini jadi pendek makanya tersingkat sendiri.”
Elin masih memandang Raja curiga.
“Sayang, tidak ada wanita namanya Mayang yang aku kenal. Sumpah!” Raja mengangkat jari telunjuk dan tenga
“Huft…” Raja Buana Jagapati menghela napas panjang. Perjalanan menuju rumahnya belum juga separuh ia lewati, tapi tulang-tulang di tubuh sudah sangat letih. Entah sampai kapan ia harus berdiri di dalam sebuah bus berbasis sistem transit yang sangat terkenal dan sudah menjamur di kota ini. Salahnya juga memang, yang memilih menggunakan bus ketimbang pakai mobil yang biasa ia gunakan.Niat hati mau mengurangi polusi udara sekalian menghindari lelah saat berkendara, tapi sepertinya hasilnya sama saja. Badannya tetap sama-sama tersiksa. Apalagi di jam-jam pulang kerja seperti ini. Kondisi bus penuh sesak. Orang-orang yang berdiri seperti Raja karena tak dapat tempat duduk, bersenggolan saat bus berjalan. Jalanan pun macetnya ampun-ampunan.Tidak perlu heran sebenarnya. Ini kota besar yang kemungkinan tingkat kemacetannya di atas rata-rata. Banyak penduduk yang memiliki kendaraan pribadi dan memilih menggunakannya entah untuk tujuan mendukung fleksibilitas atau sekadar pamer. Bayangkan saj
“Terima kasih atas kerjasamanya, Pak, karena sudah mau memperlihatkan rekaman CCTV yang ada di dalam bus.”“Sama-sama, Bu Velindira. Kewajiban kami juga ikut menyelesaikan masalah ini, karena kejadiannya berada di dalam bus perusahaan kami.”Velindira Aeera Gunawan yang biasa dipanggil Elin, tersenyum manis pada salah seorang pimpinan perusahaan bus yang sore ini ia naiki. Elin bersyukur di dalam kabin bus yang dinaikinya tadi dilengkapi CCTV.Karena masalah seorang wanita yang menuduh seorang pria sembarangan di dalam bus tadi, Elin jadi geram dan akhirnya memilih menceburkan diri ke dalam masalah tersebut. Mungkin kebiasaannya juga dan profesinya sebagai pengacara, yang tidak bisa melihat ketidak adilan di depan mata.Elin tidak bisa tinggal diam saat ia melihat pria tadi jelas-jelas tidak bersalah. Pria yang sangat tampan dengan alis tebal dan sorot mata meneduhkan. Tubuhnya tinggi dan atletis. Bibirnya tipis dan merah. Suaranya berat, terkesan errr… seksi? Kalau kata anak-anak jam
“Terima kasih, karena Mbak tadi sudah menyelamatkan hidup saya.”Elin terkekeh geli. “Tidak perlu berterima kasih, Mas Raja. Saya harus mengatakannya karena saya benar-benar melihat kalau kedua tangan Mas Raja tidak ke belakang untuk menepuk—maaf—tubuh belakang wanita tadi.” Elin berbisik jenaka. Membuat Raja tertawa renyah.Elin mengerjap beberapa kali.Jantungnya tiba-tiba saja berdebar tak karuan. Pria di depannya ini memiliki wajah yang tampan, tapi setelah tertawa seperti ini, ketampanannya kenapa bisa bertambah berkali lipat?Elin menelan saliva susah payah. Sudah lama sekali ia tidak merasakan jantungnya dag dig dug nyaris meledak seperti sekarang.Rasanya seperti… jatuh cinta?Masa iya kalau dia jatuh cinta? Secepat itu??“Mbak Velindira… Halo… Mbak?”Elin terkesiap saat merasakan sentuhan di lengannya. Manik matanya langsung bertatapan dengan manik mata Raja yang meneduhkan. Ternyata dia melamun ya?Jantung Elin semakin berdebar kencang. Dengan refleks ia mundur beberapa lang
“Kamu benar-benar harus memimpin perusahaan, Raja. Usiamu sudah sangat cukup dan om yakin kamu sudah lebih dari mampu untuk memimpin perusahaan peninggalan kakekmu. Berada di belakang layar saja, kamu bisa membuat perusahaan semakin maju. Akan lebih baik lagi kalau kamu terjun langsung.”“Sudah cukup usia juga untuk menikah. Tahun depan usiamu sudah tiga puluh tahun. Kapan kamu mau kasih ibu cucu?”Raja terkekeh geli saat sang ibu ikut-ikutan bicara padanya. “Om Ridwan sedang membahas perusahaan, Bu, bukan jodoh untuk Raja. Tidak nyambung.” Raja menggeleng.“Apanya yang ‘tidak nyambung’?! Justru nyambung-nyambung saja. Nanti yang jadi penerus perusahaan setelah kamu tua siapa lagi kalau bukan cucu ibu? Kamu mau, perusahaan peninggalan kakekmu itu direbut sama anak wanita itu?”Senyum Raja perlahan luntur. ‘Wanita itu’ yang ibunya maksud pasti istri siri mendiang ayahnya. Wanita yang baru diketahui keberadaannya setelah sang ayah meninggal. Membuat Magani dan seluruh keluarga Jagapati
“Sebenarnya kemarin ada yang mau saya kenalkan, tapi belum apa-apa, Raja sudah menolak lebih dulu, Mbak.”Magani mendelik kesal ke arah sang putra. “Raja!”“Om, kenapa dikasih tahu ke Ibu?!” protes Raja.“Om tidak bisa berbohong sama Ibu kamu, Raja.” Ridwan mengedikkan bahu dengan binar geli pada sang keponakan yang kalau tidak didesak untuk mendekati wanita, bisa jadi bujangan tua.Padahal keponakannya ini tidak kira-kira tampannya. Setiap pertemuan keluarga yang diadakan satu bulan sekali di restoran tertentu, banyak sekali wanita yang melirik Raja. Tapi sejauh Ridwan mengenal Raja, Ridwan tidak pernah mendapati Raja memiliki hubungan romantis. Keponakannya ini punya pemikiran yang lempeng-lempeng saja seperti jalan tol.Apakah Raja memutuskan untuk hidup selibat?“Mas, tolong atur pertemuan Raja dan wanita itu—”“Bu~ —”“Tidak ada bantahan, Raja!”Raja mengerang frustrasi. Ia menyugar rambut kesal.“Bertemu saja dulu seperti biasa, kalau tidak cocok, ibu tidak akan memaksa kamu unt
“Ibu Magani dan Mas Raja tidak perlu khawatir dengan semua kasus ini. Kita hanya perlu mengumpulkan bukti untuk menyerang balik Nyonya Weni Amanda. Anak saya akan membereskan semuanya. Anak ini saya sangat hebat dalam berbagai permasalahan hukum.” Setiadi Handoyo, pria paruh baya yang duduk di depan Magani dan Raja menepuk bahu seorang wanita cantik berusia lebih dari dua puluh tujuh tahun yang duduk dengan tegap di sampingnya.Setiadi telah menjadi pengacara bagi keluarga Jagapati sekaligus pengacara perusahaan JCA selama bertahun-tahun. Perusahaan JCA adalah klien pertamanya sejak ia membangun Firma hukumnya sendiri lima belas tahun yang lalu. Perusahaan tersebut masih selalu percaya pada firma hukumnya sampai sekarang. Hal itu membuat Setiadi Handoyo memiliki keterikatan batin yang kuat dengan keluarga ini. Namun, karena kesehatannya sedang kurang baik, untuk kasus yang satu ini, ia akan menyerahkan pada salah satu pengacara terbaik yang ia miliki. Setiadi sangat mengetahui keahlia
“Terima kasih hidangannya, Ibu Magani dan Mas Raja. Semuanya sangat lezat dan membuat perut saya hampir meledak.”“Ternyata Mbak Elin makan tidak sebanyak yang Mbak Elin katakan tadi.”Elin tertawa renyah mendengar sindiran sarat candaan dari Magani. “Saya takut Ibu Magani dan Mas Raja tidak kebagian.”Kali ini Magani yang tertawa. Entah untuk ke berapa kalinya ia tertawa karena pengacara barunya ini.“Mbak Elin punya banyak bakat ya.”“Bakat?” tanya Elin bingung.“Ya, selain jadi pengacara, Mbak Elin juga sangat cocok menghibur orang sampai buat orang tidak berhenti tertawa.”“Maksudnya saya cocok jadi pelawak?”Magani mengangguk dengan tawa yang belum reda.“Sepertinya profesi itu boleh saya coba.”“Jadi pengacara saja. Kasihan nanti yang lain kalau semua profesi Mbak Elin borong.”“Ibu Magani membuat rencana saya pupus sebelum saya mulai. Saya jadi merasa bersalah sama yang lain.”Candaan antara Magani dan Elin terus berlanjut sepanjang jalan mereka menuju pintu utama. Sementara Ra
//0893xxxxxDASAR WANITA TIDAK TAHU DIRI!KENAPA KAMU TIDAK MENJAWAB TELEPON SAYA?!TAKUT?Elin menghela napas panjang setelah membaca sebuah pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Beberapa panggilan tak terjawab menghiasi notifikasi. Elin memang sengaja tak menjawab panggilan tersebut.Nomor baru lagi?Entah sudah berapa kali Elin memblokir nomor-nomor baru yang selalu mengirimkan pesan ancaman padanya.Apakah orang tersebut tidak bosan menerornya terus menerus?Elin bisa saja mengganti nomor ponselnya, tapi orang itu pasti akan mengetahui, karena nomor yang diteror ini adalah nomor ponsel yang disematkan Elin di kartu nama pengacara yang ia miliki. Jadi kalaupun Elin mengganti nomor ponsel, sudah pasti sia-sia. Untung saja orang itu tidak tahu nomor ponsel pribadi Elin.Elin kembali memblokir nomor asing tersebut. Keluarganya tidak boleh tahu hal ini. Terlebih sang papi, Daniel Gunawan. Elin yakin papinya akan langsung mencari tahu siapa yang meneror Elin. Pria itu sangat protektif pa
Melihat hal itu, Raja ikut berdiri dengan panik. “Ha? Selingkuh? Wanita lain? Tidak ada wanita lain, Sayang. Hanya kamu!”“Terus siapa itu Mayang? Jawab jujur saja kalau itu selingkuhan Mas kan?!” tuduh Elin lagi.Raja mengernyit. Tak lama, ia menepuk dahinya sendiri. “Maksud aku tuh Maaf Sayang. Sumpah! ‘MaYang’ yang aku maksud cuma singkatan dari ‘Maaf Sayang’, bukan nama orang, Yang.”“Alasan!”“Sumpah, Sayang~! Tidak ada wanita lain. Itu benar-benar cuma singkatan.”“Ish! Kenapa disingkat sih! Random sekali Mas Raja.”“Keluar tiba-tiba, Yang. Mungkin karena aku terlanjur malu sampai salah tingkah, jadinya tidak sengaja lidah ini jadi pendek makanya tersingkat sendiri.”Elin masih memandang Raja curiga.“Sayang, tidak ada wanita namanya Mayang yang aku kenal. Sumpah!” Raja mengangkat jari telunjuk dan tenga
“Sayang, jangan yang ini ya. Ini juga jangan. Ini apa lagi! Oh tidak-tidak! Tidak boleh!”“Bagaimana kalau aku pakai daster saja, Mas?” sindir Elin. Entah sudah berapa kali kata ‘jangan’ keluar dari mulut Raja sejak setengah jam lalu mereka melihat katalog gaun pengantin, yang salah satunya mungkin akan dipilih Elin untuk resepsi mereka. Gaun-gaun itu mungkin terlihat indah bagi sebagian besar orang. Namun bagi Raja, amat sangat membuatnya gerah. Gerah karena g*irah juga hati. Raja tidak bisa membayangkan sang kekasih memakai salah satu gaun yang sebagian besar s*ksi itu. Ia tidak rela tubuh indah Elin dilihat orang. Posesif memang, tapi ini yang dia rasakan.“Pakai daster ya? Hm…” Raja berpikir. Ia mengusap-usap dagunya dengan sebelah tangan. Sementara sebelah tangan lagi masih memegang katalog. Tak lama, katalog itu ia letakkan di atas meja di depannya lalu meraih ponsel yang sejak tadi ia angguri.“
“Kenalin, Ja, ini Pakdenya Elin. Kakak tertua istri saya.”Raja membelalak terkejut melihat pria paruh baya yang sudah bertahun-tahun tidak ia lihat. Pria itu semakin memiliki aura yang kuat dan tampan. Meski usianya jauh di atas Raja, tapi sebagai seorang pria, jujur Raja iri pada pria di depannya ini. Dan apa tadi Daniel bilang? Kakak tertua Kristal? Jadi Kristal punya kakak lagi selain Raflint? Tadi saat acara akan berlangsung, Raja berkenalan dengan Raflint.Pria yang saat ini berdiri di samping pria yang Daniel sebut kakak tertua Kristal. Sementara Daniel ada di samping Raja. Mereka saling berhadapan.“Apa kabar, Raja? Maaf baru bisa hadir dikarekan saya baru tiba di kota ini.”Daniel dan Raflint mengernyit dan saling tatap. Di dalam hati keduanya bertanya-tanya mengapa kakak mereka bisa mengenal Raja. Bukankah ini pertemuan pertama mereka?"M-Mister Donn—A-ah, maksud saya, Mister John Azrael?"Lagi-lagi Daniel dan
“Jadi begini, Bapak Daniel Gunawan beserta keluarga, kami dari pihak keluarga Raja Jagapati meminta kesediaan—"“Velindira Aeera Gunawan to be Velin Jagapati, kita menikah hari ini ya…”Plak!“Awwshhh! Bu~” bisik Raja terkejut. Ia meringis nyeri seraya mengusap lengan kokohnya yang baru saja kena tepukan kencang Magani. Dapat Raja lihat Magani melotot kesal bercampur malu.“Kamu jangan malu-maluin ibu, Ja! Om Ridwan belum selesai bicara, Raja! Seharusnya kamu tunggu Om Ridwan meminta kesediaan Nak Elin untuk menjadi istrimu. Lalu setelah itu, berikan waktu untuk Nak Elin menjawab. Begitu urutannya. Bukan tahu-tahu menentukan waktu pernikahan!” Magani balas berbisik gemas. Matanya setia memelototi anak semata wayangnya itu. Malu sekali dia pada keluarga besar Gunawan dan Kristal. Ya, dua keluarga itu berkumpul di acara lamaran resmi Raja dan Elin tepat hari ini, dua hari setelah Raja pulih. Bu
Setelah Bima keluar, Daniel mendudukkan diri di kursi yang berada di samping ranjang Raja. Pria muda yang kemungkinan besar akan menjadi menantunya ini. “Kamu tidak perlu membuat perjanjian seperti ini, Ja. Yang namanya keluarga itu harus saling percaya, dan saya, percaya kamu tidak akan melanggar janji yang kamu katakan pada saya.”Dada Raja serasa mau meledak mendengar pernyataan Daniel. Terlebih dengan tatapan lembut Daniel di balik wajah datarnya.Keluarga? Daniel sudah menganggapnya bagian dari keluarga kah? Mengapa terdengar indah??“K-keluarga, Om?” lirih Raja bergetar.“Ada yang salah? Memang kamu tidak mau nikah sama Elin?”“Mau, Om, mau!” jawab Raja penuh semangat sampai tangannya yang terdapat jarum infus bergerak heboh. Sampai-sampai, tiang infusnya bergeser nyaris jatuh.“Jangan banyak tingkah! Tidak lupa kan kalau tangan kamu sedang diinfus?!” pekik Daniel galak penuh khawatir. Pria paruh baya ini bahkan sudah membenahi letak tangan Raja dan tiang infus itu.Bukannya mer
“Pi, masa calon menantu seorang Daniel Gunawan ngelamar pakai kancing baju, bukannya cincin.” Bima tertawa ngakak setelah mengatakan hal itu. Kepalanya terus mengingat kejadian kemarin di dalam mobil yang menurutnya menggelikan.Raja melotot garang. “Kamu—”“Bicara apa kamu, Bim?”Bima menceritakan secara singkat tingkah calon mantu idaman Kristal itu diiringi tawa yang semakin menjadi. Tanpa peduli tatapan Raja yang semakin tajam. Bukannya mengerikan, malah terlihat lucu. “Enggak modal banget kan, Pi? Hahaha!” kata Bima mempengaruhi Daniel.“Pria gila—” Raja langsung menghentikan perkataannya saat melihat mata Daniel yang melotot tajam ke arahnya. Raja yakin bukan karena mengatai Bima, tapi karena apa yang Bima sampaikan. Raja yakin itu.“Yang benar saja kamu, Ja!” pekik Daniel.“Rugi dong~! Selama ini Elin enggak kekurangan apa pun, eh malah dilamar pakai kancing. Cowok modal nekat doang ya, Pi, ya—"“Sorry ya!” sela Raja segera pada Bima. “Kamu yang paling tahu situasi nyatanya kem
“Kamu tahu dari mana aku mau melamarmu di malam itu, Sayang?” Raja kembali bersuara tanpa menanti Elin menjawab apa yang Bima katakan. Sampai si pengacara cantik kembali mengalihkan pandangan ke arahnya.“K-Kak Jihan.” Lalu setelah mengatakan itu, Elin menceritakan saat Jihan sempat menghubunginya. Elin dapat melihat raut terkejut dari wajah Raja. “Maaf, aku benar-benar tidak tahu kalau Mas ingin melamarku di malam itu…” kata Elin lesu. Kembali menyalahkan diri. Memaki diri tampaknya masih belum sebanding dengan kekecewaan yang Raja rasakan di malam itu.“Sudah ya maaf-maafannya… Kita sudah tahu situasinya seperti apa. Sekarang, meski tempatnya kurang mendukung, aku… Izinkan aku mengatakan apa yang ingin aku sampaikan di malam itu.”Jantung Elin berdetak amat sangat kencang. Menanti apa yang akan dikatakan pria yang saat ini sedang menarik napas dalam dan membuangnya perlahan. Tampaknya Raja sedang gugup. Pria itu masih setia menggenggam jemarinya yang sudah mulai dingin karena ia pun
“Meski aku kesal, tapi jujur saja, apa yang baru saja sepupumu katakan benar adanya. Maaf kalau… aku asal asumsi di malam itu. Rasa cemburuku mengalahkan akal sehat. Aku pikir kamu lebih memilih menemui sepupumu karena kamu akhirnya sadar dia yang kamu cintai—”“Situasinya bukan seperti yang Mas Raja pikirkan,” sela Elin bergetar. Meski ia sudah menduga kalau Raja salah paham di malam itu, tapi setelah mendengar sendiri dari mulut Raja, Elin dapat memahami kesakitan Raja. Apalagi melihat tatapan sendu Raja saat mengatakannya. Tanpa sadar Elin balas menggenggam jemari sang kekasih. “M-malam itu, a-aku memang harus menemui Bima. Tapi sumpah demi apa pun, bukan karena rasa romantis seperti yang Mas Raja duga. Aku… a-aku…” Elin melirik Bima, lalu menggigit bibir. Rautnya tampak ragu. Ia ingin mengatakan hal yang sesungguhnya. Namun, ia juga tidak bisa mengkhianati kepercayaan Bima. Biar bagaimanapun, kejadian malam itu adalah rahasia terbesar seorang Bima.“Aku sudah tahu apa yang terjadi
“S-sayang, kamu marah ya?” tanya Raja gugup bercampur waswas. Hal yang tidak perlu dipertanyakan sebenarnya. Karena jawabannya adalah ‘Ya’. Dapat dilihat dari sikap Elin yang diam dengan raut datar sejak lebih dari lima belas menit lalu mereka sudah berada di dalam mobil untuk perjalanan pulang ke rumah Gunawan. Tatapannya mengarah ke depan. Seolah tak ada makhluk bernama Raja Buana Jagapati yang padahal sedang duduk di sampingnya. Tepatnya di kursi belakang mobil berjenis sedan milik Bima. Sementara Bima, harus kembali merelakan diri jadi supir pribadi. Meski ogah-ogahan.“Jangan diamkan aku seperti ini,” kata Raja memelas. Namun ia tak berani mendekat pada Elin. Ia duduk mentok pada pintu sebelah kiri, sementara Elin di sisi lainnya. Tentu saja dengan posisi yang sama mentoknya dengan Raja. Sehingga menimbulkan jarak lumayan jauh. Bukan maksud Raja ingin menjaga jarak. Namun ia terlalu takut Elin semakin marah. Di samping itu, ini juga syarat dari Bima agar ia diperbolehkan duduk be