“Terima kasih, karena Mbak tadi sudah menyelamatkan hidup saya.”
Elin terkekeh geli. “Tidak perlu berterima kasih, Mas Raja. Saya harus mengatakannya karena saya benar-benar melihat kalau kedua tangan Mas Raja tidak ke belakang untuk menepuk—maaf—tubuh belakang wanita tadi.” Elin berbisik jenaka. Membuat Raja tertawa renyah.
Elin mengerjap beberapa kali.
Jantungnya tiba-tiba saja berdebar tak karuan. Pria di depannya ini memiliki wajah yang tampan, tapi setelah tertawa seperti ini, ketampanannya kenapa bisa bertambah berkali lipat?
Elin menelan saliva susah payah. Sudah lama sekali ia tidak merasakan jantungnya dag dig dug nyaris meledak seperti sekarang.
Rasanya seperti… jatuh cinta?
Masa iya kalau dia jatuh cinta? Secepat itu??
“Mbak Velindira… Halo… Mbak?”
Elin terkesiap saat merasakan sentuhan di lengannya. Manik matanya langsung bertatapan dengan manik mata Raja yang meneduhkan. Ternyata dia melamun ya?
Jantung Elin semakin berdebar kencang. Dengan refleks ia mundur beberapa langkah. Takut kalau Raja mendengar detakan itu.
Namun sayang, Elin malah tersandung kakinya sendiri. Untung saja Raja dengan sigap menarik sebelah lengannya sampai tubuh mereka nyaris bertabrakan. Beberapa orang yang sedang lalu lalang di halte tersebut tersenyum diam-diam, karena merasa pemandangan di depan mereka persis seperti adegan romantis film percintaan.
Elin dan Raja saling pandang dengan jarak wajah beberapa sentimeter saja. Elin mengerjap beberapa kali. Ia segera membebaskan tangannya dari pegangan Raja, dan kembali mundur beberapa langkah.
Jantungnya semakin kencang saja debarannya. Pria asing di depannya ini tidak boleh mendengarnya!
“Maaf, saya tidak bermaksud mengejutkan Mbak Velindira.”
Pria itu ikut mundur. Wajahnya tampak cemas. “M-maaf juga tadi lancang memegang tangan Mbak Velindira. S-saya tidak bermaksud kurang ajar.”
Elin menggeleng kencang. Pria ini pasti salah paham. Jangan sampai Raja berpikir jika Elin menganggap Raja adalah penjahat kelamin seperti apa yang tadi dilakukan Erika. “Oh… tidak apa-apa, Mas Raja. Justru saya berterima kasih pada Mas Raja. Kalau tidak, saya bisa jatuh dengan cara yang memalukan.” Elin meringis malu. “Maaf ya, saya tadi begong tidak jelas,” lanjut Elin, lalu tertawa kaku. “T-tiba-tiba ingat pekerjaan,” lanjut Elin kembali sambil mengusap tengkuknya gugup.
Ya ampun… gugup??
Rasa itu juga sudah lama ia tinggalkan. Entah sudah berapa tahun sejak ‘saat pertama kali’ Elin merasakan apa yang namanya ‘gugup’. Kenapa di depan Raja ia semudah itu gugup??
Pria ini penyihir ya?
“Ada pekerjaan yang belum selesai?”
Elin menggeleng, lalu mengangguk. “I-iya. Pekerjaan yang lumayan bikin pusing kepala.” Kali ini Elin memijat dahinya agar terlihat nyata.
‘Wah… Elin, mau jadi pemain sinetron ya? Aktingmu bagus sekali,’ sindir Elin pada diri sendiri di dalam hati.
“Kepala Mbak Velindira sakit??” tanya Raja perhatian. Entah sejak kapan pria ini sudah kembali mendekat. Yang pasti, wajah mereka kembali berjarak sangat dekat.
Elin kembali mengerjap-ngerjap. Wajahnya kini memanas.
Ya ampun, ada apa dengannya??
“Saya—”
Elin menghentikan ucapannya saat merasakan getaran di saku jas yang ia kenakan. Ponselnya bergetar lama. Menandakan ada seseorang yang menghubunginya.
“Maaf, sebentar. Saya angkat telepon dulu ya.”
Setelah melihat anggukan sopan Raja, Elin merogoh saku jasnya sambil berjalan sedikit menjauh dari Raja.
Bibirnya tersenyum riang saat melihat ID pemanggil. Membuat Raja yang berada tak jauh dari tempat Elin berdiri terpesona.
‘Wanita itu benar-benar cantik. Dan… siapa yang berhasil membuat wanita itu tersenyum senang seperti ini?’ pikir Raja.
“Halo, Bim.”
>> “Kamu di mana? Aku udah mau sampai.”
“Aku sudah di halte Fastbus. Tinggal turun tangga, aku sudah sampai di halte bus biasa.”
>> “Tunggu di sana ya. Aku bentar lagi nyampe.”
“Hmm.”
>> “Tunggu di tempat ramai!”
Elin memutar bola mata malas. “Apakah kamu takut aku diculik? Aku bukan anak kecil.”
>> “Memang kamu pikir cuma anak kecil yang bisa diculik? Orang dewasa juga bisa, tau! Lagian ya, kamu masih berharga lah buat diculik. Seribu rupiah kan lumayan kebuang kalau orangnya minta tebusan segitu.”
Elin mendelik galak walaupun sudah pasti seseorang di seberang telepon tidak akan tahu ia melakukan hal itu. “Kamu pikir aku gorengan?! Jangan tertawa, Bima!” kesal Elin setelah hanya mendapat balasan tawa terbahak.
Raja yang masih memperhatikan Elin, tersentak mendengar sebuah nama keluar dari mulut wanita cantik tersebut.
‘Bima? Bukankah itu nama yang biasa digunakan laki-laki?’
Hati Raja tiba-tiba terganggu saat nama itu keluar dari mulut cantik Elin.
Salahnya sih, mengapa mencuri dengar sejak tadi.
“Ya sudah aku matikan!”
Raja segera mengalihkan pandangan ke arah lain setelah mendengar wanita itu berucap kesal pada seseorang di seberang sana yang sudah pasti bernama Bima. Ia tidak ingin tertangkap basah memperhatikan wanita cantik itu.
“Apa?? Cepat sekali sudah sampai. Ya sudah. Hm. Ya-ya. Bye.”
Refleks Raja kembali menoleh ke arah Elin. Memperhatikan wanita itu menutup panggilannya, lalu memasukkan benda pipih yang sejak tadi menempel di telinga masuk ke dalam saku jas.
Raja memaksakan senyum kecil saat Elin kembali menatapnya.
“Maaf, Mas Raja, saya sudah dijemput.”
Raja terdiam.
Dijemput? Si Bima-Bima itu pasti. Kekasihnya kah?
Raja mengangguk ragu setelah beberapa saat terdiam. Ia berusaha mengenyahkan rasa tak nyaman di hati. Wanita di depannya ini baru pertama kali bertemu dengannya. Pantaskah ia seperti kekasih yang posesif?
Gila!
Apa yang dia pikirkan?!
Mau wanita bernama Velindira itu sudah punya kekasih atau belum, apa hubungannya dengan dirinya?
“Sekali lagi, terima kasih atas bantuannya, Mbak Velindira.”
Wanita cantik di depannya ini tertawa renyah. Membuat darah Raja berdesir.
“Sekali lagi berterima kasih, Mas Raja bisa dapat hadiah hiburan,” canda Velindira dengan memamerkan senyum cantiknya.
Raja menelan saliva susah payah. Matanya memejam sesaat. Mengingat jika wanita ini bisa saja sudah punya kekasih. Memang tidak ada salahnya menyukai orang. Kita bahkan tidak bisa mengendalikan hati jika sudah terpesona. Hanya saja, Raja ingin mengembalikan kewarasannya ke awal, sebelum bertemu wanita menawan ini. Ia tidak ingin menyiksa diri menyukai milik orang lain.
Mata Raja kembali membuka, ia balas dengan senyum. “Saya dengan senang hati menerima hadiah hiburannya,” balas Raja. Berusaha membalas candaan Velindira sewajarnya.
Kedua tangan Raja mengepal kuat saat tawa Velindira kembali terdengar.
Beberapa saat berlalu, Velindira kembali pamit, dan benar-benar pergi dari hadapannya.
Raja menatap punggung indah wanita itu yang perlahan menjauh dari pandangan. Wanita yang benar-benar menarik. Membuatnya benar-benar tertarik ke dalam pesona seorang Velindira.
Raja yakin wanita itu memiliki banyak penggemar pria. Salah satunya, adalah dirinya.
Sial!
Dia benar-benar sudah tak waras. Baru kali ini Raja terpesona pada wanita yang benar-benar baru pertama kali dilihatnya.
Love at first sight?
Deg!
Tubuh Raja membeku saat Velindira tiba-tiba saja menoleh ke belakang. Dari kejauhan Raja dapat melihat jika Velindira menyunggingkan senyum padanya untuk yang terakhir kali. Wanita itu kembali melanjutkan langkah sampai bayangannya pun sudah tak dapat Raja lihat.
Raja mengarahkan tangannya ke atas dada. Jantungnya masih berdetak dengan kencang. Ia semakin menyadari, jika dirinya telah mengalami yang namanya ‘cinta pada pandangan pertama’.
Sementara itu, Elin yang berjalan menuruni tangga jembatan penyebrangan pun melakukan hal yang sama. Ia memegang dadanya sendiri dengan wajah yang memanas. Dadanya berdetak kencang.
Elin memukul kepalanya kesal.
“Masa jatuh cinta sih?! Tidak-tidak! Mungkin jantungku yang sedang kurang baik!” monolog Elin, mengelak dugaannya sendiri di sela langkah kakinya yang semakin cepat.
Dari kejauhan, dapat Elin lihat keberadaan seorang pria tampan yang sudah tersenyum dan melambai ke arahnya. Di samping sang pria, sudah ada mobil hitam yang terparkir. Pria itu pasti sudah menunggu kehadirannya. Elin balas tersenyum, dan langkahnya semakin cepat untuk sampai ke hadapan pria tersebut.
***
“Kamu benar-benar harus memimpin perusahaan, Raja. Usiamu sudah sangat cukup dan om yakin kamu sudah lebih dari mampu untuk memimpin perusahaan peninggalan kakekmu. Berada di belakang layar saja, kamu bisa membuat perusahaan semakin maju. Akan lebih baik lagi kalau kamu terjun langsung.”“Sudah cukup usia juga untuk menikah. Tahun depan usiamu sudah tiga puluh tahun. Kapan kamu mau kasih ibu cucu?”Raja terkekeh geli saat sang ibu ikut-ikutan bicara padanya. “Om Ridwan sedang membahas perusahaan, Bu, bukan jodoh untuk Raja. Tidak nyambung.” Raja menggeleng.“Apanya yang ‘tidak nyambung’?! Justru nyambung-nyambung saja. Nanti yang jadi penerus perusahaan setelah kamu tua siapa lagi kalau bukan cucu ibu? Kamu mau, perusahaan peninggalan kakekmu itu direbut sama anak wanita itu?”Senyum Raja perlahan luntur. ‘Wanita itu’ yang ibunya maksud pasti istri siri mendiang ayahnya. Wanita yang baru diketahui keberadaannya setelah sang ayah meninggal. Membuat Magani dan seluruh keluarga Jagapati
“Sebenarnya kemarin ada yang mau saya kenalkan, tapi belum apa-apa, Raja sudah menolak lebih dulu, Mbak.”Magani mendelik kesal ke arah sang putra. “Raja!”“Om, kenapa dikasih tahu ke Ibu?!” protes Raja.“Om tidak bisa berbohong sama Ibu kamu, Raja.” Ridwan mengedikkan bahu dengan binar geli pada sang keponakan yang kalau tidak didesak untuk mendekati wanita, bisa jadi bujangan tua.Padahal keponakannya ini tidak kira-kira tampannya. Setiap pertemuan keluarga yang diadakan satu bulan sekali di restoran tertentu, banyak sekali wanita yang melirik Raja. Tapi sejauh Ridwan mengenal Raja, Ridwan tidak pernah mendapati Raja memiliki hubungan romantis. Keponakannya ini punya pemikiran yang lempeng-lempeng saja seperti jalan tol.Apakah Raja memutuskan untuk hidup selibat?“Mas, tolong atur pertemuan Raja dan wanita itu—”“Bu~ —”“Tidak ada bantahan, Raja!”Raja mengerang frustrasi. Ia menyugar rambut kesal.“Bertemu saja dulu seperti biasa, kalau tidak cocok, ibu tidak akan memaksa kamu unt
“Ibu Magani dan Mas Raja tidak perlu khawatir dengan semua kasus ini. Kita hanya perlu mengumpulkan bukti untuk menyerang balik Nyonya Weni Amanda. Anak saya akan membereskan semuanya. Anak ini saya sangat hebat dalam berbagai permasalahan hukum.” Setiadi Handoyo, pria paruh baya yang duduk di depan Magani dan Raja menepuk bahu seorang wanita cantik berusia lebih dari dua puluh tujuh tahun yang duduk dengan tegap di sampingnya.Setiadi telah menjadi pengacara bagi keluarga Jagapati sekaligus pengacara perusahaan JCA selama bertahun-tahun. Perusahaan JCA adalah klien pertamanya sejak ia membangun Firma hukumnya sendiri lima belas tahun yang lalu. Perusahaan tersebut masih selalu percaya pada firma hukumnya sampai sekarang. Hal itu membuat Setiadi Handoyo memiliki keterikatan batin yang kuat dengan keluarga ini. Namun, karena kesehatannya sedang kurang baik, untuk kasus yang satu ini, ia akan menyerahkan pada salah satu pengacara terbaik yang ia miliki. Setiadi sangat mengetahui keahlia
“Terima kasih hidangannya, Ibu Magani dan Mas Raja. Semuanya sangat lezat dan membuat perut saya hampir meledak.”“Ternyata Mbak Elin makan tidak sebanyak yang Mbak Elin katakan tadi.”Elin tertawa renyah mendengar sindiran sarat candaan dari Magani. “Saya takut Ibu Magani dan Mas Raja tidak kebagian.”Kali ini Magani yang tertawa. Entah untuk ke berapa kalinya ia tertawa karena pengacara barunya ini.“Mbak Elin punya banyak bakat ya.”“Bakat?” tanya Elin bingung.“Ya, selain jadi pengacara, Mbak Elin juga sangat cocok menghibur orang sampai buat orang tidak berhenti tertawa.”“Maksudnya saya cocok jadi pelawak?”Magani mengangguk dengan tawa yang belum reda.“Sepertinya profesi itu boleh saya coba.”“Jadi pengacara saja. Kasihan nanti yang lain kalau semua profesi Mbak Elin borong.”“Ibu Magani membuat rencana saya pupus sebelum saya mulai. Saya jadi merasa bersalah sama yang lain.”Candaan antara Magani dan Elin terus berlanjut sepanjang jalan mereka menuju pintu utama. Sementara Ra
//0893xxxxxDASAR WANITA TIDAK TAHU DIRI!KENAPA KAMU TIDAK MENJAWAB TELEPON SAYA?!TAKUT?Elin menghela napas panjang setelah membaca sebuah pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Beberapa panggilan tak terjawab menghiasi notifikasi. Elin memang sengaja tak menjawab panggilan tersebut.Nomor baru lagi?Entah sudah berapa kali Elin memblokir nomor-nomor baru yang selalu mengirimkan pesan ancaman padanya.Apakah orang tersebut tidak bosan menerornya terus menerus?Elin bisa saja mengganti nomor ponselnya, tapi orang itu pasti akan mengetahui, karena nomor yang diteror ini adalah nomor ponsel yang disematkan Elin di kartu nama pengacara yang ia miliki. Jadi kalaupun Elin mengganti nomor ponsel, sudah pasti sia-sia. Untung saja orang itu tidak tahu nomor ponsel pribadi Elin.Elin kembali memblokir nomor asing tersebut. Keluarganya tidak boleh tahu hal ini. Terlebih sang papi, Daniel Gunawan. Elin yakin papinya akan langsung mencari tahu siapa yang meneror Elin. Pria itu sangat protektif pa
To : 0839xxxxxSudah saya cek.Maaf baru balas, Mas Raja.Elin menggigit bibir, lalu tersenyum tak jelas setelah mengirim pesan tersebut. Ia memutar-mutar ponselnya seraya berjalan ke arah pintu. Belum sampai di ambang pintu, ponselnya kembali bergetar, menandakan ada pesan masuk. Elin segera membukanya setelah tahu yang mengirim adalah Raja.//0839xxxxxMbak Velindira belum tidur?Atau bangun karena pesan dari saya?Maaf ya. Tidak seharusnya saya mengganggu malam-malam.Kali ini, Elin menggigit bibir gemas. Pria itu benar-benar terlalu sopan dan… menggemaskan. Eh?Elin segera menggeleng. Tangannya langsung sibuk mengetuk-ngetuk kepala. Entah sudah berapa kali ia mengetuk kepalanya sendiri karena kesal dengan pikiran yang muncul di otaknya. Dan itu terjadi sejak bertemu Raja.To : 0839xxxxxSaya belum tidur.Ini belum terlalu malam.Mas Raja tidak perlumeminta maaf begitu.Ini belum lebaran,tapi Mas Raja sudahminta maaf berkali-kaliHehehe…Elin tetap berdiri di depan pintu. Matany
“Silakan Anda baca surat perjanjian kepemilikan saham yang ada pada Ibu Magani.”Weni Amanda, wanita cantik bertubuh kurus yang duduk di depan Raja dan Elin ini mengambil kertas yang disodorkan Elin. Wanita itu berusia tiga puluh delapan tahun. Usia yang cukup muda untuk menjadi ibu tiri Raja.Mata wanita itu serius membaca isi kertas yang sudah ada di tangannya. Kedua alisnya menukik tajam dengan mulut sudah merengut kesal. Ia kembali menatap Elin.“Lima belas persen? Saham Mas Juno hanya lima belas persen?! Saya tidak bisa terima ini! Di surat wasiat yang Mas Juno tinggalkan, semua saham miliknya akan menjadi milik putra saya dan jelas-jelas di surat perjanjian kepemilikan saham yang diberikan Mas Juno pada saya, adalah empat puluh persen! Kenapa di surat milik wanita itu hanya lima belas persen? Mau menipu ya?! Saya benar-benar akan menuntut keluarga Jagapati jika seperti ini! Tidak perlu jalan damai!”“Surat wasiat yang dibuat Tuan Herjuno Jagapati tidak melalui notaris. Akan sang
“Ibu Weni, tolong beri kesempatan untuk Pengacara Velindira menjelaskan semuanya, agar kita dapat mengetahui apa yang bisa Ibu lakukan selanjutnya. Bukankah kita sudah sepakat untuk membicarakan ini secara baik-baik?”Weni menarik dan membuang napas kasar setelah mendengar ucapan pengacaranya. Wanita itu membuang muka ke arah lain, tanda setuju dengan sang pengacara meski enggan.“Silakan dilanjutkan, Pengacara Velindira.”“Terima Kasih, Pengacara Idris.” Elin tersenyum kecil pada pengacara Weni, lalu kembali membuka suara dan menatap Weni walaupun wanita itu masih betah membuang muka. “Begini, Nyonya Weni. Pertama, Tuan Raja memiliki saham sebesar empat puluh persen, karena saham tersebut adalah milik Ibu Magani. Perlu Anda ketahui, sejak sebelum menikah dengan Tuan Herjuno, orang tua Ibu Magani sudah lebih dulu memiliki saham di perusahaan JCA sebesar yang tersebut di dalam surat perjanjian. Sejak awal, Ibu Magani dan Tuan Herjuno telah melakukan perjanjian pisah harta.” Elin menunj
“Mau apa si Curut itu menghubungimu??” Percayalah, meski Raja sudah tidak secemburu dulu pada Bima, bukan berarti dia membebaskan Bima menghubungi Elin sesuka hati ya. Tampaknya Raja mulai menyadari kalau dia mungkin saja salah satu dari pria-pria posesif di dunia. Tak ada beda dengan sang calon mertua.“Tidak tahu, Mas Sayang. Aku kan belum mengangkatnya. Tunggu—Mas bilang apa tadi? Curut? Maksudnya Bima?”Raja hanya bergumam meng-iyakan.“Kok curut?”“Soalnya dia mengganggu dan berisik seperti curut.”Elin tergelak sambil menggelengkan kepala. Ia mengangkat panggilan Bima. Sengaja me-loudspeaker. Meminimalisir salah paham yang mungkin saja bisa terjadi lagi. Bukankah mereka sepakat saling terbuka? Toh Raja juga telah mengetahui rahasia terbesar Bima. Secara lengkap. Entah sejak kapan dua pria ini dekat sampai tahu rahasia satu sama lain.“Ada apa, Bim—”>> “Sayang, aku jemput ya!”Ciitttt!Raja langsung menghentikan mobilnya secara mendadak. Terlalu terkejut dengan suara Bima yang b
“Mas Raja!”Elin tersenyum lebar melihat keberadaan sang kekasih yang setia menunggunya sejak beberapa jam lalu. Masih dengan menggunakan pakaian sidang, ia berlari ke arah Raja.Melihat hal itu, segera Raja merentangkan tangan, lalu menangkap tubuh Elin yang menerjangnya. Raja memeluk erat tubuh sang kekasih yang sudah menangis.“K-kami berhasil, Mas! Kami berhasil! Hiks! Bagus dan anak-anak lainnya mendapat keadilan!” bisik Elin bergetar.“Selamat ya, Sayang… Calon istriku hebat sekali. Kalian semua hebat.” Raja mengusap rambut sang calon istri yang dua minggu lagi akan ia nikahi ini. Beberapa kali puncak kepala Elin ia kecup penuh kasih sayang dan penghormatan.Raja ikut merasa bangga dengan keberhasilan kasus yang ditangani Elin dan tim. Akhirnya, setelah drama panjang persidangan, paman dari Bagus yakni si ped0fil itu mendapat hukuman setimpal. Tentu dengan bukti kuat yang berhasil dikumpulkan. Sidang terakhir seharusnya sudah terjadi lebih dari satu bulan lalu. Namun mengalami p
Melihat hal itu, Raja ikut berdiri dengan panik. “Ha? Selingkuh? Wanita lain? Tidak ada wanita lain, Sayang. Hanya kamu!”“Terus siapa itu Mayang? Jawab jujur saja kalau itu selingkuhan Mas kan?!” tuduh Elin lagi.Raja mengernyit. Tak lama, ia menepuk dahinya sendiri. “Maksud aku tuh Maaf Sayang. Sumpah! ‘MaYang’ yang aku maksud cuma singkatan dari ‘Maaf Sayang’, bukan nama orang, Yang.”“Alasan!”“Sumpah, Sayang~! Tidak ada wanita lain. Itu benar-benar cuma singkatan.”“Ish! Kenapa disingkat sih! Random sekali Mas Raja.”“Keluar tiba-tiba, Yang. Mungkin karena aku terlanjur malu sampai salah tingkah, jadinya tidak sengaja lidah ini jadi pendek makanya tersingkat sendiri.”Elin masih memandang Raja curiga.“Sayang, tidak ada wanita namanya Mayang yang aku kenal. Sumpah!” Raja mengangkat jari telunjuk dan tenga
“Sayang, jangan yang ini ya. Ini juga jangan. Ini apa lagi! Oh tidak-tidak! Tidak boleh!”“Bagaimana kalau aku pakai daster saja, Mas?” sindir Elin. Entah sudah berapa kali kata ‘jangan’ keluar dari mulut Raja sejak setengah jam lalu mereka melihat katalog gaun pengantin, yang salah satunya mungkin akan dipilih Elin untuk resepsi mereka. Gaun-gaun itu mungkin terlihat indah bagi sebagian besar orang. Namun bagi Raja, amat sangat membuatnya gerah. Gerah karena g*irah juga hati. Raja tidak bisa membayangkan sang kekasih memakai salah satu gaun yang sebagian besar s*ksi itu. Ia tidak rela tubuh indah Elin dilihat orang. Posesif memang, tapi ini yang dia rasakan.“Pakai daster ya? Hm…” Raja berpikir. Ia mengusap-usap dagunya dengan sebelah tangan. Sementara sebelah tangan lagi masih memegang katalog. Tak lama, katalog itu ia letakkan di atas meja di depannya lalu meraih ponsel yang sejak tadi ia angguri.“
“Kenalin, Ja, ini Pakdenya Elin. Kakak tertua istri saya.”Raja membelalak terkejut melihat pria paruh baya yang sudah bertahun-tahun tidak ia lihat. Pria itu semakin memiliki aura yang kuat dan tampan. Meski usianya jauh di atas Raja, tapi sebagai seorang pria, jujur Raja iri pada pria di depannya ini. Dan apa tadi Daniel bilang? Kakak tertua Kristal? Jadi Kristal punya kakak lagi selain Raflint? Tadi saat acara akan berlangsung, Raja berkenalan dengan Raflint.Pria yang saat ini berdiri di samping pria yang Daniel sebut kakak tertua Kristal. Sementara Daniel ada di samping Raja. Mereka saling berhadapan.“Apa kabar, Raja? Maaf baru bisa hadir dikarekan saya baru tiba di kota ini.”Daniel dan Raflint mengernyit dan saling tatap. Di dalam hati keduanya bertanya-tanya mengapa kakak mereka bisa mengenal Raja. Bukankah ini pertemuan pertama mereka?"M-Mister Donn—A-ah, maksud saya, Mister John Azrael?"Lagi-lagi Daniel dan
“Jadi begini, Bapak Daniel Gunawan beserta keluarga, kami dari pihak keluarga Raja Jagapati meminta kesediaan—"“Velindira Aeera Gunawan to be Velin Jagapati, kita menikah hari ini ya…”Plak!“Awwshhh! Bu~” bisik Raja terkejut. Ia meringis nyeri seraya mengusap lengan kokohnya yang baru saja kena tepukan kencang Magani. Dapat Raja lihat Magani melotot kesal bercampur malu.“Kamu jangan malu-maluin ibu, Ja! Om Ridwan belum selesai bicara, Raja! Seharusnya kamu tunggu Om Ridwan meminta kesediaan Nak Elin untuk menjadi istrimu. Lalu setelah itu, berikan waktu untuk Nak Elin menjawab. Begitu urutannya. Bukan tahu-tahu menentukan waktu pernikahan!” Magani balas berbisik gemas. Matanya setia memelototi anak semata wayangnya itu. Malu sekali dia pada keluarga besar Gunawan dan Kristal. Ya, dua keluarga itu berkumpul di acara lamaran resmi Raja dan Elin tepat hari ini, dua hari setelah Raja pulih. Bu
Setelah Bima keluar, Daniel mendudukkan diri di kursi yang berada di samping ranjang Raja. Pria muda yang kemungkinan besar akan menjadi menantunya ini. “Kamu tidak perlu membuat perjanjian seperti ini, Ja. Yang namanya keluarga itu harus saling percaya, dan saya, percaya kamu tidak akan melanggar janji yang kamu katakan pada saya.”Dada Raja serasa mau meledak mendengar pernyataan Daniel. Terlebih dengan tatapan lembut Daniel di balik wajah datarnya.Keluarga? Daniel sudah menganggapnya bagian dari keluarga kah? Mengapa terdengar indah??“K-keluarga, Om?” lirih Raja bergetar.“Ada yang salah? Memang kamu tidak mau nikah sama Elin?”“Mau, Om, mau!” jawab Raja penuh semangat sampai tangannya yang terdapat jarum infus bergerak heboh. Sampai-sampai, tiang infusnya bergeser nyaris jatuh.“Jangan banyak tingkah! Tidak lupa kan kalau tangan kamu sedang diinfus?!” pekik Daniel galak penuh khawatir. Pria paruh baya ini bahkan sudah membenahi letak tangan Raja dan tiang infus itu.Bukannya mer
“Pi, masa calon menantu seorang Daniel Gunawan ngelamar pakai kancing baju, bukannya cincin.” Bima tertawa ngakak setelah mengatakan hal itu. Kepalanya terus mengingat kejadian kemarin di dalam mobil yang menurutnya menggelikan.Raja melotot garang. “Kamu—”“Bicara apa kamu, Bim?”Bima menceritakan secara singkat tingkah calon mantu idaman Kristal itu diiringi tawa yang semakin menjadi. Tanpa peduli tatapan Raja yang semakin tajam. Bukannya mengerikan, malah terlihat lucu. “Enggak modal banget kan, Pi? Hahaha!” kata Bima mempengaruhi Daniel.“Pria gila—” Raja langsung menghentikan perkataannya saat melihat mata Daniel yang melotot tajam ke arahnya. Raja yakin bukan karena mengatai Bima, tapi karena apa yang Bima sampaikan. Raja yakin itu.“Yang benar saja kamu, Ja!” pekik Daniel.“Rugi dong~! Selama ini Elin enggak kekurangan apa pun, eh malah dilamar pakai kancing. Cowok modal nekat doang ya, Pi, ya—"“Sorry ya!” sela Raja segera pada Bima. “Kamu yang paling tahu situasi nyatanya kem
“Kamu tahu dari mana aku mau melamarmu di malam itu, Sayang?” Raja kembali bersuara tanpa menanti Elin menjawab apa yang Bima katakan. Sampai si pengacara cantik kembali mengalihkan pandangan ke arahnya.“K-Kak Jihan.” Lalu setelah mengatakan itu, Elin menceritakan saat Jihan sempat menghubunginya. Elin dapat melihat raut terkejut dari wajah Raja. “Maaf, aku benar-benar tidak tahu kalau Mas ingin melamarku di malam itu…” kata Elin lesu. Kembali menyalahkan diri. Memaki diri tampaknya masih belum sebanding dengan kekecewaan yang Raja rasakan di malam itu.“Sudah ya maaf-maafannya… Kita sudah tahu situasinya seperti apa. Sekarang, meski tempatnya kurang mendukung, aku… Izinkan aku mengatakan apa yang ingin aku sampaikan di malam itu.”Jantung Elin berdetak amat sangat kencang. Menanti apa yang akan dikatakan pria yang saat ini sedang menarik napas dalam dan membuangnya perlahan. Tampaknya Raja sedang gugup. Pria itu masih setia menggenggam jemarinya yang sudah mulai dingin karena ia pun