“Terima kasih hidangannya, Ibu Magani dan Mas Raja. Semuanya sangat lezat dan membuat perut saya hampir meledak.”“Ternyata Mbak Elin makan tidak sebanyak yang Mbak Elin katakan tadi.”Elin tertawa renyah mendengar sindiran sarat candaan dari Magani. “Saya takut Ibu Magani dan Mas Raja tidak kebagian.”Kali ini Magani yang tertawa. Entah untuk ke berapa kalinya ia tertawa karena pengacara barunya ini.“Mbak Elin punya banyak bakat ya.”“Bakat?” tanya Elin bingung.“Ya, selain jadi pengacara, Mbak Elin juga sangat cocok menghibur orang sampai buat orang tidak berhenti tertawa.”“Maksudnya saya cocok jadi pelawak?”Magani mengangguk dengan tawa yang belum reda.“Sepertinya profesi itu boleh saya coba.”“Jadi pengacara saja. Kasihan nanti yang lain kalau semua profesi Mbak Elin borong.”“Ibu Magani membuat rencana saya pupus sebelum saya mulai. Saya jadi merasa bersalah sama yang lain.”Candaan antara Magani dan Elin terus berlanjut sepanjang jalan mereka menuju pintu utama. Sementara Ra
//0893xxxxxDASAR WANITA TIDAK TAHU DIRI!KENAPA KAMU TIDAK MENJAWAB TELEPON SAYA?!TAKUT?Elin menghela napas panjang setelah membaca sebuah pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Beberapa panggilan tak terjawab menghiasi notifikasi. Elin memang sengaja tak menjawab panggilan tersebut.Nomor baru lagi?Entah sudah berapa kali Elin memblokir nomor-nomor baru yang selalu mengirimkan pesan ancaman padanya.Apakah orang tersebut tidak bosan menerornya terus menerus?Elin bisa saja mengganti nomor ponselnya, tapi orang itu pasti akan mengetahui, karena nomor yang diteror ini adalah nomor ponsel yang disematkan Elin di kartu nama pengacara yang ia miliki. Jadi kalaupun Elin mengganti nomor ponsel, sudah pasti sia-sia. Untung saja orang itu tidak tahu nomor ponsel pribadi Elin.Elin kembali memblokir nomor asing tersebut. Keluarganya tidak boleh tahu hal ini. Terlebih sang papi, Daniel Gunawan. Elin yakin papinya akan langsung mencari tahu siapa yang meneror Elin. Pria itu sangat protektif pa
To : 0839xxxxxSudah saya cek.Maaf baru balas, Mas Raja.Elin menggigit bibir, lalu tersenyum tak jelas setelah mengirim pesan tersebut. Ia memutar-mutar ponselnya seraya berjalan ke arah pintu. Belum sampai di ambang pintu, ponselnya kembali bergetar, menandakan ada pesan masuk. Elin segera membukanya setelah tahu yang mengirim adalah Raja.//0839xxxxxMbak Velindira belum tidur?Atau bangun karena pesan dari saya?Maaf ya. Tidak seharusnya saya mengganggu malam-malam.Kali ini, Elin menggigit bibir gemas. Pria itu benar-benar terlalu sopan dan… menggemaskan. Eh?Elin segera menggeleng. Tangannya langsung sibuk mengetuk-ngetuk kepala. Entah sudah berapa kali ia mengetuk kepalanya sendiri karena kesal dengan pikiran yang muncul di otaknya. Dan itu terjadi sejak bertemu Raja.To : 0839xxxxxSaya belum tidur.Ini belum terlalu malam.Mas Raja tidak perlumeminta maaf begitu.Ini belum lebaran,tapi Mas Raja sudahminta maaf berkali-kaliHehehe…Elin tetap berdiri di depan pintu. Matany
“Silakan Anda baca surat perjanjian kepemilikan saham yang ada pada Ibu Magani.”Weni Amanda, wanita cantik bertubuh kurus yang duduk di depan Raja dan Elin ini mengambil kertas yang disodorkan Elin. Wanita itu berusia tiga puluh delapan tahun. Usia yang cukup muda untuk menjadi ibu tiri Raja.Mata wanita itu serius membaca isi kertas yang sudah ada di tangannya. Kedua alisnya menukik tajam dengan mulut sudah merengut kesal. Ia kembali menatap Elin.“Lima belas persen? Saham Mas Juno hanya lima belas persen?! Saya tidak bisa terima ini! Di surat wasiat yang Mas Juno tinggalkan, semua saham miliknya akan menjadi milik putra saya dan jelas-jelas di surat perjanjian kepemilikan saham yang diberikan Mas Juno pada saya, adalah empat puluh persen! Kenapa di surat milik wanita itu hanya lima belas persen? Mau menipu ya?! Saya benar-benar akan menuntut keluarga Jagapati jika seperti ini! Tidak perlu jalan damai!”“Surat wasiat yang dibuat Tuan Herjuno Jagapati tidak melalui notaris. Akan sang
“Ibu Weni, tolong beri kesempatan untuk Pengacara Velindira menjelaskan semuanya, agar kita dapat mengetahui apa yang bisa Ibu lakukan selanjutnya. Bukankah kita sudah sepakat untuk membicarakan ini secara baik-baik?”Weni menarik dan membuang napas kasar setelah mendengar ucapan pengacaranya. Wanita itu membuang muka ke arah lain, tanda setuju dengan sang pengacara meski enggan.“Silakan dilanjutkan, Pengacara Velindira.”“Terima Kasih, Pengacara Idris.” Elin tersenyum kecil pada pengacara Weni, lalu kembali membuka suara dan menatap Weni walaupun wanita itu masih betah membuang muka. “Begini, Nyonya Weni. Pertama, Tuan Raja memiliki saham sebesar empat puluh persen, karena saham tersebut adalah milik Ibu Magani. Perlu Anda ketahui, sejak sebelum menikah dengan Tuan Herjuno, orang tua Ibu Magani sudah lebih dulu memiliki saham di perusahaan JCA sebesar yang tersebut di dalam surat perjanjian. Sejak awal, Ibu Magani dan Tuan Herjuno telah melakukan perjanjian pisah harta.” Elin menunj
“Jangan kembali mengusik kehidupan ibu saya setelah ini. Ke depannya, semua urusan yang menyangkut apa pun mengenai Anda dan anak Anda, silakan hubungi saya saja. Pikirkan dengan baik. Jangan terlalu egois, Nyonya. Jika ibu saya mau, Beliau akan membiarkan Anda melapor pada pihak berwajib dan tentu saja Anda sudah dapat menebak bagaimana akhirnya. Semua terbongkar tidak masalah bagi Ibu saya. Bukankah justru Ibu saya akan mendapat dukungan dari khalayak yang lebih luas? Tapi bagaimana dengan anak Anda? Apakah Anda sanggup menerima kebencian dari banyak orang? Jika Anda masih merasa ini tidak adil dan Anda terluka, ibu saya adalah orang yang paling terluka saat mendapati suaminya ternyata sudah menikah lagi selama bertahun-tahun. Kedatangan Anda sangat mengejutkan. Kenyataan yang Anda bawa, membuat luka dalam bagi Ibu saya disaat Beliau masih berduka karena kehilangan suaminya.” Raja menutup ucapannya dengan wajah datar.Weni mengalihkan pandangan ke arah lain. Air
“Bagaimana? Pemandangannya benar-benar indah ya?” tanya Elin antusias. Matanya berbinar sambil menatap hamparan daun teh yang berada di depannya.Raja menyunggingkan senyum geli saat melihat sang pengacara yang biasanya terlihat dewasa dan serius, kini justru seperti anak kecil yang sedang kegirangan.“Indah.” Raja mengangguk. Ia ikut menatap hamparan daun teh. Pemandangan hijau itu begitu memanjakan mata dan hati. Udara sejuk yang berembus, membuat pikirannya tenang.”Saya berharap Mas Raja tidak ngedumel karena saya minta mampir ke sini. Sudah lama saya tidak menghirup udara segar.”Raja terkekeh geli. “Kalau saya ngedumel, apa Mbak Velindira mau menuntut saya?”“Atas dasar?”“Perbuatan tidak menyenangkan?” jawab Raja yang lebih seperti sebuah pertanyaan.Elin tersenyum geli. “Bukankah seharusnya Mas Raja yang menuntut saya? Saya ‘sedikit’ mema
Elin menarik dan membuang napas dalam berkali-kali guna menenangkan hati. Namun semua sia-sia. Ia justru semakin panik seiring detik yang terus berlalu.Pesawat sudah lepas landas, dan dia akan mati saat ini juga!Kedua tangannya saling memilin kencang. Napasnya mulai tak teratur. Elin merasakan keringat dingin sudah keluar dari dahinya.Seharusnya Elin pulang ke Jakarta hari ini. Namun semalam, Elin dihubungi sang kakak yang sudah tinggal di Bali sejak beberapa tahun lalu bersama suaminya. Sang kakak meminta Elin datang ke rumahnya. Ada sesuatu yang penting yang harus kakaknya beritahu secara langsung. Sang kakak mengatakan itu di telepon dengan nada yang terdengar menyimpan sebuah rahasia. Membuat Elin jadi khawatir sekaligus penasaran. Karena itu juga, Elin mau tak mau harus naik pesawat. Kendaraan yang selama ini dihindarinya sebisa mungkin.“Mbak Velindira kenapa?”Elin menoleh ke samping, tempat di mana Raja berada. Pria itu juga
Melihat hal itu, Raja ikut berdiri dengan panik. “Ha? Selingkuh? Wanita lain? Tidak ada wanita lain, Sayang. Hanya kamu!”“Terus siapa itu Mayang? Jawab jujur saja kalau itu selingkuhan Mas kan?!” tuduh Elin lagi.Raja mengernyit. Tak lama, ia menepuk dahinya sendiri. “Maksud aku tuh Maaf Sayang. Sumpah! ‘MaYang’ yang aku maksud cuma singkatan dari ‘Maaf Sayang’, bukan nama orang, Yang.”“Alasan!”“Sumpah, Sayang~! Tidak ada wanita lain. Itu benar-benar cuma singkatan.”“Ish! Kenapa disingkat sih! Random sekali Mas Raja.”“Keluar tiba-tiba, Yang. Mungkin karena aku terlanjur malu sampai salah tingkah, jadinya tidak sengaja lidah ini jadi pendek makanya tersingkat sendiri.”Elin masih memandang Raja curiga.“Sayang, tidak ada wanita namanya Mayang yang aku kenal. Sumpah!” Raja mengangkat jari telunjuk dan tenga
“Sayang, jangan yang ini ya. Ini juga jangan. Ini apa lagi! Oh tidak-tidak! Tidak boleh!”“Bagaimana kalau aku pakai daster saja, Mas?” sindir Elin. Entah sudah berapa kali kata ‘jangan’ keluar dari mulut Raja sejak setengah jam lalu mereka melihat katalog gaun pengantin, yang salah satunya mungkin akan dipilih Elin untuk resepsi mereka. Gaun-gaun itu mungkin terlihat indah bagi sebagian besar orang. Namun bagi Raja, amat sangat membuatnya gerah. Gerah karena g*irah juga hati. Raja tidak bisa membayangkan sang kekasih memakai salah satu gaun yang sebagian besar s*ksi itu. Ia tidak rela tubuh indah Elin dilihat orang. Posesif memang, tapi ini yang dia rasakan.“Pakai daster ya? Hm…” Raja berpikir. Ia mengusap-usap dagunya dengan sebelah tangan. Sementara sebelah tangan lagi masih memegang katalog. Tak lama, katalog itu ia letakkan di atas meja di depannya lalu meraih ponsel yang sejak tadi ia angguri.“
“Kenalin, Ja, ini Pakdenya Elin. Kakak tertua istri saya.”Raja membelalak terkejut melihat pria paruh baya yang sudah bertahun-tahun tidak ia lihat. Pria itu semakin memiliki aura yang kuat dan tampan. Meski usianya jauh di atas Raja, tapi sebagai seorang pria, jujur Raja iri pada pria di depannya ini. Dan apa tadi Daniel bilang? Kakak tertua Kristal? Jadi Kristal punya kakak lagi selain Raflint? Tadi saat acara akan berlangsung, Raja berkenalan dengan Raflint.Pria yang saat ini berdiri di samping pria yang Daniel sebut kakak tertua Kristal. Sementara Daniel ada di samping Raja. Mereka saling berhadapan.“Apa kabar, Raja? Maaf baru bisa hadir dikarekan saya baru tiba di kota ini.”Daniel dan Raflint mengernyit dan saling tatap. Di dalam hati keduanya bertanya-tanya mengapa kakak mereka bisa mengenal Raja. Bukankah ini pertemuan pertama mereka?"M-Mister Donn—A-ah, maksud saya, Mister John Azrael?"Lagi-lagi Daniel dan
“Jadi begini, Bapak Daniel Gunawan beserta keluarga, kami dari pihak keluarga Raja Jagapati meminta kesediaan—"“Velindira Aeera Gunawan to be Velin Jagapati, kita menikah hari ini ya…”Plak!“Awwshhh! Bu~” bisik Raja terkejut. Ia meringis nyeri seraya mengusap lengan kokohnya yang baru saja kena tepukan kencang Magani. Dapat Raja lihat Magani melotot kesal bercampur malu.“Kamu jangan malu-maluin ibu, Ja! Om Ridwan belum selesai bicara, Raja! Seharusnya kamu tunggu Om Ridwan meminta kesediaan Nak Elin untuk menjadi istrimu. Lalu setelah itu, berikan waktu untuk Nak Elin menjawab. Begitu urutannya. Bukan tahu-tahu menentukan waktu pernikahan!” Magani balas berbisik gemas. Matanya setia memelototi anak semata wayangnya itu. Malu sekali dia pada keluarga besar Gunawan dan Kristal. Ya, dua keluarga itu berkumpul di acara lamaran resmi Raja dan Elin tepat hari ini, dua hari setelah Raja pulih. Bu
Setelah Bima keluar, Daniel mendudukkan diri di kursi yang berada di samping ranjang Raja. Pria muda yang kemungkinan besar akan menjadi menantunya ini. “Kamu tidak perlu membuat perjanjian seperti ini, Ja. Yang namanya keluarga itu harus saling percaya, dan saya, percaya kamu tidak akan melanggar janji yang kamu katakan pada saya.”Dada Raja serasa mau meledak mendengar pernyataan Daniel. Terlebih dengan tatapan lembut Daniel di balik wajah datarnya.Keluarga? Daniel sudah menganggapnya bagian dari keluarga kah? Mengapa terdengar indah??“K-keluarga, Om?” lirih Raja bergetar.“Ada yang salah? Memang kamu tidak mau nikah sama Elin?”“Mau, Om, mau!” jawab Raja penuh semangat sampai tangannya yang terdapat jarum infus bergerak heboh. Sampai-sampai, tiang infusnya bergeser nyaris jatuh.“Jangan banyak tingkah! Tidak lupa kan kalau tangan kamu sedang diinfus?!” pekik Daniel galak penuh khawatir. Pria paruh baya ini bahkan sudah membenahi letak tangan Raja dan tiang infus itu.Bukannya mer
“Pi, masa calon menantu seorang Daniel Gunawan ngelamar pakai kancing baju, bukannya cincin.” Bima tertawa ngakak setelah mengatakan hal itu. Kepalanya terus mengingat kejadian kemarin di dalam mobil yang menurutnya menggelikan.Raja melotot garang. “Kamu—”“Bicara apa kamu, Bim?”Bima menceritakan secara singkat tingkah calon mantu idaman Kristal itu diiringi tawa yang semakin menjadi. Tanpa peduli tatapan Raja yang semakin tajam. Bukannya mengerikan, malah terlihat lucu. “Enggak modal banget kan, Pi? Hahaha!” kata Bima mempengaruhi Daniel.“Pria gila—” Raja langsung menghentikan perkataannya saat melihat mata Daniel yang melotot tajam ke arahnya. Raja yakin bukan karena mengatai Bima, tapi karena apa yang Bima sampaikan. Raja yakin itu.“Yang benar saja kamu, Ja!” pekik Daniel.“Rugi dong~! Selama ini Elin enggak kekurangan apa pun, eh malah dilamar pakai kancing. Cowok modal nekat doang ya, Pi, ya—"“Sorry ya!” sela Raja segera pada Bima. “Kamu yang paling tahu situasi nyatanya kem
“Kamu tahu dari mana aku mau melamarmu di malam itu, Sayang?” Raja kembali bersuara tanpa menanti Elin menjawab apa yang Bima katakan. Sampai si pengacara cantik kembali mengalihkan pandangan ke arahnya.“K-Kak Jihan.” Lalu setelah mengatakan itu, Elin menceritakan saat Jihan sempat menghubunginya. Elin dapat melihat raut terkejut dari wajah Raja. “Maaf, aku benar-benar tidak tahu kalau Mas ingin melamarku di malam itu…” kata Elin lesu. Kembali menyalahkan diri. Memaki diri tampaknya masih belum sebanding dengan kekecewaan yang Raja rasakan di malam itu.“Sudah ya maaf-maafannya… Kita sudah tahu situasinya seperti apa. Sekarang, meski tempatnya kurang mendukung, aku… Izinkan aku mengatakan apa yang ingin aku sampaikan di malam itu.”Jantung Elin berdetak amat sangat kencang. Menanti apa yang akan dikatakan pria yang saat ini sedang menarik napas dalam dan membuangnya perlahan. Tampaknya Raja sedang gugup. Pria itu masih setia menggenggam jemarinya yang sudah mulai dingin karena ia pun
“Meski aku kesal, tapi jujur saja, apa yang baru saja sepupumu katakan benar adanya. Maaf kalau… aku asal asumsi di malam itu. Rasa cemburuku mengalahkan akal sehat. Aku pikir kamu lebih memilih menemui sepupumu karena kamu akhirnya sadar dia yang kamu cintai—”“Situasinya bukan seperti yang Mas Raja pikirkan,” sela Elin bergetar. Meski ia sudah menduga kalau Raja salah paham di malam itu, tapi setelah mendengar sendiri dari mulut Raja, Elin dapat memahami kesakitan Raja. Apalagi melihat tatapan sendu Raja saat mengatakannya. Tanpa sadar Elin balas menggenggam jemari sang kekasih. “M-malam itu, a-aku memang harus menemui Bima. Tapi sumpah demi apa pun, bukan karena rasa romantis seperti yang Mas Raja duga. Aku… a-aku…” Elin melirik Bima, lalu menggigit bibir. Rautnya tampak ragu. Ia ingin mengatakan hal yang sesungguhnya. Namun, ia juga tidak bisa mengkhianati kepercayaan Bima. Biar bagaimanapun, kejadian malam itu adalah rahasia terbesar seorang Bima.“Aku sudah tahu apa yang terjadi
“S-sayang, kamu marah ya?” tanya Raja gugup bercampur waswas. Hal yang tidak perlu dipertanyakan sebenarnya. Karena jawabannya adalah ‘Ya’. Dapat dilihat dari sikap Elin yang diam dengan raut datar sejak lebih dari lima belas menit lalu mereka sudah berada di dalam mobil untuk perjalanan pulang ke rumah Gunawan. Tatapannya mengarah ke depan. Seolah tak ada makhluk bernama Raja Buana Jagapati yang padahal sedang duduk di sampingnya. Tepatnya di kursi belakang mobil berjenis sedan milik Bima. Sementara Bima, harus kembali merelakan diri jadi supir pribadi. Meski ogah-ogahan.“Jangan diamkan aku seperti ini,” kata Raja memelas. Namun ia tak berani mendekat pada Elin. Ia duduk mentok pada pintu sebelah kiri, sementara Elin di sisi lainnya. Tentu saja dengan posisi yang sama mentoknya dengan Raja. Sehingga menimbulkan jarak lumayan jauh. Bukan maksud Raja ingin menjaga jarak. Namun ia terlalu takut Elin semakin marah. Di samping itu, ini juga syarat dari Bima agar ia diperbolehkan duduk be