Raja berada di anak tangga paling bawah di gedung salah satu pengadilan yang ada di kota ini. Di depannya, tangga itu menjulang tinggi untuk sampai ke depan pintu utama gedung. Raja menyandarkan tubuhnya pada pegangan tangga yang terbuat dari batu alam. Menanti Elin yang sedang memiliki keperluan di pengadilan ini.Informasi tersebut didapat Raja setelah ia mendatangi tempat kerja Elin. Sudah empat hari mereka tak bertemu setelah pertemuannya dan Elin di kafe tersebut. Hal itu membuat Raja tak nyenyak tidur. Terlebih perpisahan mereka kembali penuh kecanggungan dan… ketegangan.Raja merutuki kebodohannya yang diam saja kala Erika menarik lengannya. Raja juga tak dapat berkata apa pun saat Erika mengaku mereka sedang berkencan. Karena nyatanya, mereka memang sedang menjalani kencan buta.Sial!Bisakah Raja menyebut jika kafe tersebut adalah kafe bencana alih-alih kafe yang terlihat cocok untuk orang berkencan?Raja menutup mata. Mengingat set
“A-anginnya kencang. Pakai jas saya.”“Saya sudah pakai jas saya sendiri—”“Akan lebih hangat jika pakai dua jas. Udaranya benar-benar dingin.” Raja tidak mengarang saat mengatakan hal itu. Angin memang berembus kencang beberapa kali sejak mereka berteduh.“Bukankah Mas Raja juga kedinginan?” Elin memperhatikan penampilan Raja yang hanya memakai kemeja putih lengan panjang.“Anginnya masih bisa dikompromi kulit saya.”Elin hanya dapat terdiam saat pria yang berdiri di sampingnya ini bersikeras menyampirkan jas biru tua ke bahunya. Jas yang beberapa waktu lalu menempel di tubuh pria itu. Pandangan Elin beralih ke arah lain saat tatapan mereka bertemu. Jantung Elin masih berdetak kencang. Rasa terkejut belum menghilang sepenuhnya karena kehadiran tiba-tiba sang klien.Hujan deras yang turun, memaksa mereka berlindung di sebuah bangunan yang berada di depan parkiran motor yang ada di gedung pengadilan. Mereka terpaksa menghentikan langkah sebelum sampai ke parkiran mobil yang jaraknya ma
Elin terus merutuki diri di dalam hati. Kenapa pikirannya bisa sekacau ini?? Kenapa bisa-bisanya dia berpikir jauh karena perkataan Raja yang seperti sebuah gombalan?‘Terlalu percaya diri tidak baik untuk kehidupanmu, Velindira! Bisa kamu berhenti berpikir ngawur?!’ maki Elin kembali pada diri sendiri.“Ini bukan masalah itu.”Elin kembali membuka mata, lalu mengernyit tak mengerti.Bukan masalah itu?“Apakah ada dokumen penting lain yang bermasalah, Mas Raja?”“Saya kehilangan dokumen penting di hidup saya, Mbak Velindira.”Elin kembali mengernyit, lalu tak lama, ia membelalak. “Apakah ada dokumen penting milik Mas Raja yang hilang??” tanya Elin panik. Kali ini Elin sudah bersikap profesional. Mengingat jika kemarin ia mengembalikan dokumen penting milik Raja yang sudah tidak diperlukan lagi pada Magani. Raja tidak ada bersama mereka karena pria itu sedang berada d
“Aku mengacaukan semuanya! Bisa-bisanya aku bicara berputar-putar seperti gasing!” bisik Raja memaki diri sendiri. Ia menjambak rambutnya. Merasa bodoh dan yakin kalau Elin tidak akan mau didekati pria aneh seperti dirinya.Jujur, ini adalah kali pertama Raja menyatakan cinta lebih dulu pada seseorang. Ia ingat dulu saat menjalin hubungan pertama kali dengan mantannya, mereka menjalin hubungan pertemanan lebih dulu. Lama kelamaan, perasaan nyaman berubah jadi rasa sayang. Mungkin mantannya juga merasakan hal yang sama, sehingga mengajak Raja untuk menjalin sebuah hubungan yang serius. Karena merasa nyaman dan tidak ada kecanggungan di antara mereka, Raja menyetujui hubungan tersebut. Sayangnya, ‘serius’ yang dimaksud Raja, berbeda arti dengan sang mantan.“M-Mas Raja…” bisik Elin seraya menyentuh bahu Raja. Pria ini terkesiap, dan langsung jatuh terduduk. Tidak menyangka kalau Elin menyentuhnya.“Mas Raja tidak ap
//Velin ( Jodohku maunya kamu. Aamiin ) Maaf ya. Tadi Papi saya jemput.Saya tidak bisa mencari alasan lainuntuk menolak ikut pulang sama Papi. Raja tersenyum kecil saat membaca pesan dari Elin. Kontak yang sebelumnya ia namai ‘Pengacara Velindira’, berganti menjadi ‘Velin’. Nama yang akan Raja sebut sesuai kesepakatan mereka siang tadi. Di belakang nama tersebut, Raja menambahkan dengan kata-kata yang menjadi harapannya. Raja tahu ini norak, dan baru kali ini ia menamai kontak seseorang pakai kata-kata hiasan seperti itu. Raja adalah orang yang simpel, sebelumnya… Tapi kini setelah bertemu Velindira, dia jadi orang yang… berlebihan? Orang yang sudah mengenal baik dirinya pasti akan terbahak saat membaca nama Elin di ponselnya. Ah! Persetan! Raja rasa ini tidak berlebihan. Bukankah ini termasuk doa? Raja kembali membaca pesan Elin. Seharusnya tadi ia yang mengantar Elin pulang, karena sebelumnya mereka sudah janjian. Namun sayang, saat menanti Elin di depan gedung firma hukum mi
Setelah kepergian Magani – Yang mana tidak diketahui Raja sama sekali kalau sang ibu sempat mampir ke kamarnya–, suasana di kamarnya hening. Raja maupun Elin tak lagi bersuara. Hanya deru napas keduanya yang saling bersahutan, yang menandakan panggilan mereka masih tersambung.Tak lama, Raja memecah keheningan tersebut. Meminta Elin untuk segera makan. Sambungan terputus setelah mereka mengucapkan salam perpisahan dengan canggung.Raja memegang jantungnya yang masih bertalu kencang. Senyum lebar tersungging dari bibir.
“Aku enggak bisa marah kalau sama kamu.”>> “Jangan sok lembut sama bini gue, Kus!”Raja memutar bola mata malas mendengar nada kesal Azam yang menjurus ke arah cemburu.>> “Apa sih kamu!”>> “Aku kan—”>> “Jangan mulai deh. Kamu kayak enggak tahu aja kalau sahabat kamu itu emang enggak bisa kasar sama cewek.”>> “Yang—”>> “Diam dulu, Sayang, aku mau ngomong sama Raja.”>> “Iya-iya.”>> “Ehm… Ja…”“Hm?” jawab Raja setelah akhirnya perdebatan suami istri itu berakhir dan perhatian Jihan kembali kepadanya.>> “Kamu kan udah lama nih gak jalin hubungan setelah putus sama yang dulu itu.”Raja tersenyum kecil mendeng
“Terima kasih atas sarannya.”“Sama-sama, Bu Syarif. Jika Ibu sudah memutuskan mau pakai jalur hukum atau tidak, Ibu bisa menghubungi saya lagi.” Elin berjalan bersisian dengan seorang wanita yang mana adalah calon kliennya menuju ke arah pintu ruang kerja wanita ini.Elin membuka pintu, lalu mempersilakan wanita tersebut keluar lebih dulu.“Terima kasih. Setelah konsultasi dengan Pengacara Velindir
Melihat hal itu, Raja ikut berdiri dengan panik. “Ha? Selingkuh? Wanita lain? Tidak ada wanita lain, Sayang. Hanya kamu!”“Terus siapa itu Mayang? Jawab jujur saja kalau itu selingkuhan Mas kan?!” tuduh Elin lagi.Raja mengernyit. Tak lama, ia menepuk dahinya sendiri. “Maksud aku tuh Maaf Sayang. Sumpah! ‘MaYang’ yang aku maksud cuma singkatan dari ‘Maaf Sayang’, bukan nama orang, Yang.”“Alasan!”“Sumpah, Sayang~! Tidak ada wanita lain. Itu benar-benar cuma singkatan.”“Ish! Kenapa disingkat sih! Random sekali Mas Raja.”“Keluar tiba-tiba, Yang. Mungkin karena aku terlanjur malu sampai salah tingkah, jadinya tidak sengaja lidah ini jadi pendek makanya tersingkat sendiri.”Elin masih memandang Raja curiga.“Sayang, tidak ada wanita namanya Mayang yang aku kenal. Sumpah!” Raja mengangkat jari telunjuk dan tenga
“Sayang, jangan yang ini ya. Ini juga jangan. Ini apa lagi! Oh tidak-tidak! Tidak boleh!”“Bagaimana kalau aku pakai daster saja, Mas?” sindir Elin. Entah sudah berapa kali kata ‘jangan’ keluar dari mulut Raja sejak setengah jam lalu mereka melihat katalog gaun pengantin, yang salah satunya mungkin akan dipilih Elin untuk resepsi mereka. Gaun-gaun itu mungkin terlihat indah bagi sebagian besar orang. Namun bagi Raja, amat sangat membuatnya gerah. Gerah karena g*irah juga hati. Raja tidak bisa membayangkan sang kekasih memakai salah satu gaun yang sebagian besar s*ksi itu. Ia tidak rela tubuh indah Elin dilihat orang. Posesif memang, tapi ini yang dia rasakan.“Pakai daster ya? Hm…” Raja berpikir. Ia mengusap-usap dagunya dengan sebelah tangan. Sementara sebelah tangan lagi masih memegang katalog. Tak lama, katalog itu ia letakkan di atas meja di depannya lalu meraih ponsel yang sejak tadi ia angguri.“
“Kenalin, Ja, ini Pakdenya Elin. Kakak tertua istri saya.”Raja membelalak terkejut melihat pria paruh baya yang sudah bertahun-tahun tidak ia lihat. Pria itu semakin memiliki aura yang kuat dan tampan. Meski usianya jauh di atas Raja, tapi sebagai seorang pria, jujur Raja iri pada pria di depannya ini. Dan apa tadi Daniel bilang? Kakak tertua Kristal? Jadi Kristal punya kakak lagi selain Raflint? Tadi saat acara akan berlangsung, Raja berkenalan dengan Raflint.Pria yang saat ini berdiri di samping pria yang Daniel sebut kakak tertua Kristal. Sementara Daniel ada di samping Raja. Mereka saling berhadapan.“Apa kabar, Raja? Maaf baru bisa hadir dikarekan saya baru tiba di kota ini.”Daniel dan Raflint mengernyit dan saling tatap. Di dalam hati keduanya bertanya-tanya mengapa kakak mereka bisa mengenal Raja. Bukankah ini pertemuan pertama mereka?"M-Mister Donn—A-ah, maksud saya, Mister John Azrael?"Lagi-lagi Daniel dan
“Jadi begini, Bapak Daniel Gunawan beserta keluarga, kami dari pihak keluarga Raja Jagapati meminta kesediaan—"“Velindira Aeera Gunawan to be Velin Jagapati, kita menikah hari ini ya…”Plak!“Awwshhh! Bu~” bisik Raja terkejut. Ia meringis nyeri seraya mengusap lengan kokohnya yang baru saja kena tepukan kencang Magani. Dapat Raja lihat Magani melotot kesal bercampur malu.“Kamu jangan malu-maluin ibu, Ja! Om Ridwan belum selesai bicara, Raja! Seharusnya kamu tunggu Om Ridwan meminta kesediaan Nak Elin untuk menjadi istrimu. Lalu setelah itu, berikan waktu untuk Nak Elin menjawab. Begitu urutannya. Bukan tahu-tahu menentukan waktu pernikahan!” Magani balas berbisik gemas. Matanya setia memelototi anak semata wayangnya itu. Malu sekali dia pada keluarga besar Gunawan dan Kristal. Ya, dua keluarga itu berkumpul di acara lamaran resmi Raja dan Elin tepat hari ini, dua hari setelah Raja pulih. Bu
Setelah Bima keluar, Daniel mendudukkan diri di kursi yang berada di samping ranjang Raja. Pria muda yang kemungkinan besar akan menjadi menantunya ini. “Kamu tidak perlu membuat perjanjian seperti ini, Ja. Yang namanya keluarga itu harus saling percaya, dan saya, percaya kamu tidak akan melanggar janji yang kamu katakan pada saya.”Dada Raja serasa mau meledak mendengar pernyataan Daniel. Terlebih dengan tatapan lembut Daniel di balik wajah datarnya.Keluarga? Daniel sudah menganggapnya bagian dari keluarga kah? Mengapa terdengar indah??“K-keluarga, Om?” lirih Raja bergetar.“Ada yang salah? Memang kamu tidak mau nikah sama Elin?”“Mau, Om, mau!” jawab Raja penuh semangat sampai tangannya yang terdapat jarum infus bergerak heboh. Sampai-sampai, tiang infusnya bergeser nyaris jatuh.“Jangan banyak tingkah! Tidak lupa kan kalau tangan kamu sedang diinfus?!” pekik Daniel galak penuh khawatir. Pria paruh baya ini bahkan sudah membenahi letak tangan Raja dan tiang infus itu.Bukannya mer
“Pi, masa calon menantu seorang Daniel Gunawan ngelamar pakai kancing baju, bukannya cincin.” Bima tertawa ngakak setelah mengatakan hal itu. Kepalanya terus mengingat kejadian kemarin di dalam mobil yang menurutnya menggelikan.Raja melotot garang. “Kamu—”“Bicara apa kamu, Bim?”Bima menceritakan secara singkat tingkah calon mantu idaman Kristal itu diiringi tawa yang semakin menjadi. Tanpa peduli tatapan Raja yang semakin tajam. Bukannya mengerikan, malah terlihat lucu. “Enggak modal banget kan, Pi? Hahaha!” kata Bima mempengaruhi Daniel.“Pria gila—” Raja langsung menghentikan perkataannya saat melihat mata Daniel yang melotot tajam ke arahnya. Raja yakin bukan karena mengatai Bima, tapi karena apa yang Bima sampaikan. Raja yakin itu.“Yang benar saja kamu, Ja!” pekik Daniel.“Rugi dong~! Selama ini Elin enggak kekurangan apa pun, eh malah dilamar pakai kancing. Cowok modal nekat doang ya, Pi, ya—"“Sorry ya!” sela Raja segera pada Bima. “Kamu yang paling tahu situasi nyatanya kem
“Kamu tahu dari mana aku mau melamarmu di malam itu, Sayang?” Raja kembali bersuara tanpa menanti Elin menjawab apa yang Bima katakan. Sampai si pengacara cantik kembali mengalihkan pandangan ke arahnya.“K-Kak Jihan.” Lalu setelah mengatakan itu, Elin menceritakan saat Jihan sempat menghubunginya. Elin dapat melihat raut terkejut dari wajah Raja. “Maaf, aku benar-benar tidak tahu kalau Mas ingin melamarku di malam itu…” kata Elin lesu. Kembali menyalahkan diri. Memaki diri tampaknya masih belum sebanding dengan kekecewaan yang Raja rasakan di malam itu.“Sudah ya maaf-maafannya… Kita sudah tahu situasinya seperti apa. Sekarang, meski tempatnya kurang mendukung, aku… Izinkan aku mengatakan apa yang ingin aku sampaikan di malam itu.”Jantung Elin berdetak amat sangat kencang. Menanti apa yang akan dikatakan pria yang saat ini sedang menarik napas dalam dan membuangnya perlahan. Tampaknya Raja sedang gugup. Pria itu masih setia menggenggam jemarinya yang sudah mulai dingin karena ia pun
“Meski aku kesal, tapi jujur saja, apa yang baru saja sepupumu katakan benar adanya. Maaf kalau… aku asal asumsi di malam itu. Rasa cemburuku mengalahkan akal sehat. Aku pikir kamu lebih memilih menemui sepupumu karena kamu akhirnya sadar dia yang kamu cintai—”“Situasinya bukan seperti yang Mas Raja pikirkan,” sela Elin bergetar. Meski ia sudah menduga kalau Raja salah paham di malam itu, tapi setelah mendengar sendiri dari mulut Raja, Elin dapat memahami kesakitan Raja. Apalagi melihat tatapan sendu Raja saat mengatakannya. Tanpa sadar Elin balas menggenggam jemari sang kekasih. “M-malam itu, a-aku memang harus menemui Bima. Tapi sumpah demi apa pun, bukan karena rasa romantis seperti yang Mas Raja duga. Aku… a-aku…” Elin melirik Bima, lalu menggigit bibir. Rautnya tampak ragu. Ia ingin mengatakan hal yang sesungguhnya. Namun, ia juga tidak bisa mengkhianati kepercayaan Bima. Biar bagaimanapun, kejadian malam itu adalah rahasia terbesar seorang Bima.“Aku sudah tahu apa yang terjadi
“S-sayang, kamu marah ya?” tanya Raja gugup bercampur waswas. Hal yang tidak perlu dipertanyakan sebenarnya. Karena jawabannya adalah ‘Ya’. Dapat dilihat dari sikap Elin yang diam dengan raut datar sejak lebih dari lima belas menit lalu mereka sudah berada di dalam mobil untuk perjalanan pulang ke rumah Gunawan. Tatapannya mengarah ke depan. Seolah tak ada makhluk bernama Raja Buana Jagapati yang padahal sedang duduk di sampingnya. Tepatnya di kursi belakang mobil berjenis sedan milik Bima. Sementara Bima, harus kembali merelakan diri jadi supir pribadi. Meski ogah-ogahan.“Jangan diamkan aku seperti ini,” kata Raja memelas. Namun ia tak berani mendekat pada Elin. Ia duduk mentok pada pintu sebelah kiri, sementara Elin di sisi lainnya. Tentu saja dengan posisi yang sama mentoknya dengan Raja. Sehingga menimbulkan jarak lumayan jauh. Bukan maksud Raja ingin menjaga jarak. Namun ia terlalu takut Elin semakin marah. Di samping itu, ini juga syarat dari Bima agar ia diperbolehkan duduk be