“Ap-apa?” Rosa menahan senyumnya, dalam hati ia bersorak gembira karena Ricard berada di pihaknya untuk memuluskan rencananya. Melihat respon yang diberikan ibunya, Ricard sudah tidak terkejut lagi. Rosa adalah wanita paling licik yang pernah ia temui, terkadang Ricard juga heran bagaimana Tuhan bisa memberikan amanah anak pada wanita yang ada di hadapannya itu. “Aku jatuh cinta pada Sarastika saat pertama kali melihatnya. jadi, tidak ada alasan tertentu.” “Ricard, jujurlah pada ibu,” potong Rosa yang terdengar tidak sabar. Ricard sedikit memiringkan kepalanya, sebuah respon alami dalam dirinya. sepertinya ibunya ingin mengatakan sesuatu yang begitu penting. “Apa benar kau sudah tidur dengan Saras, dimalam kau menculiknya?” Ricard tidak menjawab, kepalanya ditegakkan dan berusaha untuk mencerna perkataan Rosa. “Saat ini, Sarastika hamil dan Liam tidak percaya jika janin yang dikandungnya adalah darah dagingnya. Ia percaya, bahwa itu adalah darah dagingmu.” Rosa melanjutkan, kali
Liam memandang wajah Saras yang basah oleh air mata, hatinya teriris oleh penyesalan yang mendalam. Ia menyadari kesalahannya, memahami bahwa istrinya tidak mungkin melakukan hal terlarang dengan Ricard. Rasa bersalah dan penyesalan menghantui hatinya, membuatnya terasa tercekik. Saras berusaha melepaskan diri, berlari menjauhkan diri dari Liam dengan langkah yang terhambat. Namun, Liam cepat-cepat memeluknya dari belakang, menahan tubuhnya yang bergetar. "Jangan pergi, Saras," katanya, suaranya penuh penyesalan dan kesedihan. "Aku tidak bisa kehilanganmu lagi." Mungkin ini terdengar gila, tapi baru ditinggal selama satu malam rasanya sungguh sulit bagi Liam untuk menerima kenyataan bahwa Saras telah meninggalkan dirinya.Saras menangis keras, tubuhnya bergetar dalam pelukan Liam. "Aku tidak bisa lagi, Liam. Aku tidak bisa hidup dengan pria yang tidak percaya padaku. Aku merasa hina dan sakit. aku bersumpah, akan membayar uang pengganti kontrak pernikahan kita..."Liam memeluknya lebi
Rosa dan Luna berjalan dengan gembira di koridor mall, mengunjungi toko-toko fashion favorit mereka. Mereka berdua terlihat cantik dengan gaun mewah dan rambut yang terurus rapi. Suasana hari itu cerah, sesuai dengan mood mereka.Tiba-tiba, Rosa menerima panggilan telepon dari nomor tak dikenal. Ia menatap layar, kemudian menjawab panggilan tersebut." Halo?" kata Rosa dengan nada santai."Selamat siang, Nyonya Rosa. Saya memiliki informasi tentang Liam," kata suara di seberang telepon dengan nada pelan.Rosa memperhatikan suara tersebut dan langsung mengenali siapa itu. "Apa kabar? Apa yang kau ketahui tentang Liam?" tanyanya dengan penasaran."Liam telah membawa Saras ke rumahnya." jawab orang diseberang sana.Rosa merasa darahnya mendidih. Ia menatap Luna dengan marah. "Liam membawa Saras ke rumahnya!"Wajah Luna mengeras, "Apa? Dia berani!"Rosa menggenggam tangan Luna. "Kita harus bertindak cepat, Luna. Kita tidak bisa membiarkan Liam jatuh ke tangan Saras."Luna mengangguk. "Ki
Ruang rawat inap yang tenang dan nyaman menjadi saksi cinta Liam pada Saras. Ia duduk di samping tempat tidur, memandang wajah cantik istrinya yang terlelap. Cahaya lampu malam memancarkan cahaya lembut pada wajah Saras, membuatnya terlihat seperti malaikat.Liam mengambil tangan Saras, memperhatikan napasnya yang teratur. Ia merasa lega melihat istrinya akhirnya bisa beristirahat dengan tenang. Kecemasan dan kesedihan yang sebelumnya menghantui hatinya mulai memudar.Dengan hati-hati, Liam mengambil ponsel dari saku celananya dan menghubungi Viktor, anak buah setianya. Suara Viktor terdengar jelas di seberang telepon."Viktor, aku butuh bantuanmu," kata Liam dengan suara pelan."Siap, Tuan. Apa yang harus saya lakukan?" jawab Viktor."Aku ingin kau menemui Vinso. Cari tahu apa yang sebenarnya terjadi antara dia dan Saras. Aku tidak percaya Vinso tidak tahu apa-apa, terlebih Saras saat aku temukan sendirian.”perintah Liam dengan nada serius.Viktor mengangguk, meskipun Liam tidak meli
Sore hari yang cerah memancarkan cahaya hangat saat Saras dan Liam meninggalkan rumah sakit. Dokter telah menyatakan Saras sembuh dan siap pulang.Liam membantu Saras keluar dari mobil, memapahnya dengan hati-hati. Wajah Saras terlihat cerah, senyumnya mengembang. Ia merasa lega akhirnya bisa pulang dan beristirahat di rumah.Sesampainya di rumah, Liam membantu Saras masuk dan membaringkannya di sofa. Ia menyiapkan segelas air dan obat-obatan yang diresepkan dokter. Saras menatap Liam dengan mata penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Liam. aku masih merasa ini seperti mimpi."Liam tersenyum lembut, memijat lembut tangan Saras. "Aku ingin kau bahagia dan sehat, Saras. Aku akan selalu melindungimu."Suasana rumah menjadi hangat dan nyaman, dipenuhi cinta dan kasih sayang. Saras merasa aman dan nyaman bersama Liam."Terimakasih, Liam," kata Saras pelan, matanya terpejam, merasakan kelelahan.Liam menutup mata Saras dengan lembut dan mencium keningnya. "Istirahatlah, Sayang. Aku akan me
Bandara internasional Soekarno-Hatta terlihat sibuk dengan lalu-lalang penumpang. Anjaswara, ayahanda Liam, melangkah keluar dari pesawat, menarik koper mewahnya. Wajahnya terlihat serius, mata tajam menatap ke depan.Cahaya matahari memancar di atasnya, memperlihatkan rambutnya yang beruban dan terpotong rapi. Jas hitam yang dikenakannya menunjukkan kekuasaan dan otoritas. Ia melangkah dengan percaya diri, meninggalkan pesawat yang baru saja mendarat.Anjaswara menarik napas dalam-dalam, merasakan udara segar Jakarta. Ia telah lama tidak berada di kota ini, tetapi urusan bisnis dan keluarga memanggilnya kembali.Saat melangkah ke area imigrasi, Anjaswara mengeluarkan paspor dan tiket pesawatnya. Petugas imigrasi menatapnya dengan hormat, mengenali sosok yang berpengaruh ini."Selamat datang, Pak Anjaswara," kata petugas itu dengan sopan.Anjaswara tersenyum singkat. "Terima kasih. Saya ingin segera ke rumah."Setelah melewati proses imigrasi, Anjaswara menuju ke area parkir untuk men
Pagi hari yang cerah memancarkan cahaya hangat di sekitar rumah Liam dan Saras. Udara segar dan sejuk memenuhi paru-paru mereka saat berjalan-jalan menikmati keindahan alam.Liam dan Saras berjalan berdampingan, menikmati keheningan pagi yang hanya diiringi oleh kicau burung dan gemuruh daun-daun. Matahari pagi memancarkan sinar emas, menerangi wajah mereka yang bahagia.Saras tersenyum, menatap Liam dengan mata bersinar. "Hari ini sangat indah, bukan?"Liam merengkuh bahu Saras, memeluknya erat. "Karena kau ada di sampingku, Berjanjilah padaku, setiap hari kita akan melakukan kegiatan ini, bersama-sama membangun kenangan yang indah.”Saras mengangguk mengiyakan, dan tanpa sadar ia mengelus lembut perutnya. seperti ingin mengatakan pada sang jabang bayi, bahwa ayahnya sudah menerima kehadirannya.Mereka berjalan melewati taman yang dipenuhi bunga-bunga cerah, menikmati aroma harum yang memenuhi udara. Jalan setapak yang berliku-liku membawa mereka ke pemandangan yang lebih indah.Di k
Ruangan ICU yang sunyi itu terasa seperti neraka bagi Liam. Ia duduk di samping tempat tidur ibunya, Rosa, yang terbaring tak berdaya. Mesin-mesin medis berderak-derak, memantau kondisi ibunya yang kritis.Cahaya lampu yang lembut memancarkan kesan haru biru di wajah ibunya. Liam memandangnya dengan mata penuh harapan, berdoa agar ibunya segera sadar dari koma. Tangan ibunya yang lembut kini terasa dingin dan kaku.Liam memegang tangan ibunya, merasakan kehangatan yang mulai memudar. "Ibu, bangunlah kami ada disini. " katanya dengan suara yang terdengar seperti bisikan.Air matanya mengalir, membasahi pipinya. Ia merasakan kesedihan yang tak terhingga. walaupun Liam tahu selama ini ia hanya dijadikan sebagai pion dalam keluarga ini, tapi melihat kondisi ibunya seperti ini membuatnya tidak tenang. Saras masuk ke ruangan, memeluk Liam dari belakang. "Kita akan melalui ini bersama, Liam," katanya dengan suara lembut.Liam menatap Saras, mata penuh kesedihan. "Aku takut kehilangan ibu," k
Viktor sudah tiba di rumah sakit, dan Liam bergegas untuk masuk ke dalam mobil. ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya dengan cepat, tanpa menunggu lama. Viktor memandang Liam dengan mata yang terlihat sedikit penasaran tapi ia tidak bertanya apa-apa.Liam duduk di dalam mobil, dan Viktor memulai menyalakan mesin mobil. Mereka berdua berangkat dari rumah sakit, meninggalkan Luna yang masih berada di dalam rumah sakit.Dari dalam rumah sakit, Luna terlihat mengawasi Liam dan Viktor. ia berdiri di dekat jendela, memandang ke luar dengan mata yang terlihat sedikit curiga. ia melihat Liam masuk ke dalam mobil, dan mobilnya sudah pergi.Luna memutuskan untuk keluar dari rumah sakit. ia berjalan keluar dari ruangan, dan memasuki koridor yang panjang dan sunyi. ia berjalan dengan cepat, tidak menunggu lama, dan akhirnya keluar dari rumah sakit.Luna berdiri di depan rumah sakit, memandang ke sekelilingnya dan Luna memutuskan untuk mengikuti Liam dan Viktor. ia berjalan dengan cepat, ti
Saras masih berbicara di depan makam ayahnya, tidak menyadari bahwa dirinya tengah diawasi oleh seorang pria yang berada di balik pohon besar yang berada sedikit jauh dari makam ayahnya. Pria tersebut berdiri dengan tenang, memandang Saras dengan mata yang tajam dan waspada.Saras tidak menyadari bahwa dirinya tengah diawasi, karena iia terlalu fokus pada percakapannya dengan ayahnya. ia berbicara tentang hal-hal yang terjadi dalam hidupnya, tentang Liam dan Luna, tentang segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya.Pria yang berada di balik pohon besar tersebut terus memandang Saras dengan tatapan mata yang tidak dapat diartikan.ia tidak bergerak, tidak membuat suara, hanya memandang Saras dengan mata yang tajam.Tiba-tiba, Saras berhenti berbicara. ia memandang ke atas, melihat langit yang tadinya cerah terlihat berubah menjadi sangat gelap dan mendung. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres, tapi ia tidak tahu apa itu.Tiba-tiba, angin yang tadinya berhembus dengan lembut terlihat be
Mobil yang ditumpangi Saras sudah sampai ke pemakaman umum. Saras memandang keluar jendela mobil, melihat barisan makam yang terbentang di depannya. ia merasa sedikit sedih, karena ia tahu bahwa ayahnya terbaring di salah satu makam itu.Sopir mobil tersebut memandang Saras "Kita sudah sampai, nyonya" ia berkata. "Apa yang ingin nyonya lakukan sekarang?"Saras memandang sopir tersebut dengan mata yang terlihat sedikit serius. "Tolong tunggu aku di sini," ia berkata. "Aku ingin pergi ke makam ayahku."Sopir tersebut mengangguk. "Baik, nyonya," ia berkata. "saya akan menunggu anda di sini."Saras mengangguk, dan ia membuka pintu mobil. ia turun dari mobil, dan memandang sekelilingnya. Pemakaman umum itu terlihat sangat sunyi, dengan hanya beberapa orang yang berjalan-jalan di sekitar makam.Saras mengambil napas dalam-dalam, dan ia memulai perjalanannya menuju makam ayahnya. ia berjalan melewati barisan makam, melihat nama-nama yang terukir diatas batu nisan. ia merasa sedikit sedih, ka
Mobil tersebut melanjutkan perjalanannya, dengan Saras, Liam, dan Luna berada di dalamnya. Tapi, suasana di dalam mobil tersebut sangat tidak nyaman. Saras, Liam, dan Luna hanya diam, tidak ada yang berbicara.Saras merasa sangat tidak nyaman dengan kehadiran Luna di dalam mobil tersebut. ia merasa seperti ada orang lain yang mengganggu hubungannya dengan Liam. ia tidak bisa tidak merasa sedikit cemburu dengan cara Luna yang kadang kala mencuri perhatian Liam dengan cara mengajak Liam bicara tentang masa lalu mereka.Setelah berbicara dengan Liam, Luna terlihat sangat santai dan percaya diri. ia tidak peduli dengan suasana di dalam mobil tersebut, dan ia hanya bisa tersenyum dan memandang ke arah Saras dan Liam bergantian.Mobil yang membawa Saras, Liam, dan Luna akhirnya sampai di halaman rumah sakit. Luna dan Liam langsung turun dari mobil, tapi Saras tidak bergerak. ia tetap duduk di dalam mobil, dengan wajah yang terlihat sedikit serius.Liam melihat bahwa Saras tidak turun dari
Liam, Saras, dan Luna berdiri di depan rumah, menunggu mobil yang akan membawa mereka ke tujuan mereka. Saras terlihat sedikit tidak nyaman, karena ia tidak ingin berada di dekat Luna.Tapi, Luna tidak peduli dengan perasaan mereka berdua. ia tersenyum dan berjalan menuju mobil, yang sudah keluar dari garasi tanpa menunggu Liam dan Saras."Kita harus pergi sekarang," Luna berkata, dengan suara yang terdengar sedikit manis. "Kalian pasti tidak ingin kita terlambat, kan?”Liam dan Saras terlihat sedikit tidak nyaman, tapi mereka berdua tidak ingin menunjukkan perasaan tidak nyaman itu. Mereka berdua berjalan menuju mobil, dengan Liam yang membuka pintu mobil untuk Saras.Tapi, sebelum Saras bisa masuk ke dalam mobil, Luna menerobos masuk kedalam mobil dan memilih duduk di belakang, bersama dengan Liam. Saras terlihat sedikit terkejut dan tidak nyaman, tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa.Dengan terpaksa, Saras harus mengalah dan duduk di bangku depan bersama sopir. ia terlihat sediki
Liam terbangun dari tidurnya, merasa sedikit bingung dan tidak tahu dimana dirinya berada. ia memandang sekeliling dan menyadari bahwa ia tertidur di ruang tamu. TV masih dalam keadaan menyala, menampilkan acara pagi yang sedang berlangsung.Liam menggelengkan kepala, merasa sedikit malu karena telah tertidur di ruang tamu. ia memutuskan untuk pergi ke kamar untuk melihat Saras, berharap bahwa dia tidak terlalu marah padanya karena telah membuatnya merasa tidak nyaman semalam karena ucapannya yang menyinggung soal Danuarta dan Vinso.Saat Liam berjalan menuju kamar, ia melewati ruang dapur. ia mendengar seseorang sedang memasak, dan karena penasaran ingin melihat siapa yang berada di dapur, Liam akhirnya melangkahkan kakinya ke dapur.Saat ia memasuki dapur, ia terkejut melihat Saras yang terlihat sedang sibuk menggoreng sesuatu. Saras tidak menyadari kehadiran Liam, gadis cantik itu terus menggoreng dan tidak memperhatikan sekitar.Liam tersenyum, merasa senang melihat Saras yang ter
Saras dan Liam masih berada di meja makan, dengan makanan yang dimasak Saras terlihat lezat di depan mereka. Namun, belum satupun yang disentuh oleh keduanya. Mereka terlalu sibuk membahas tentang Vinso, dengan Liam yang menyinggung soal Vinso yang memiliki musuh banyak karena ia yang terlalu setia pada ayah Saras, Danuarta."Saras, kamu tau bahwa Vinso memiliki musuh banyak, bukan?" Liam bertanya, dengan suara yang terdengar sedikit serius.Saras mengangguk, dengan mata yang terlihat sedikit khawatir. "Ya, sebenarnya aku kurang tahu," dia berkata. "Tapi aku juga tidak yakin apa yang membuatnya memiliki musuh banyak."Liam tersenyum, "Vinso memiliki musuh banyak karena ia yang terlalu setia pada ayahmu, Danuarta," Liam berkata. "Ia tidak pernah ragu untuk membela ayahmu, bahkan jika itu berarti menghadapi bahaya."Saras terkejut, dengan mata yang terlihat sedikit lebar. "Apa yang kau maksud, Liam?" ia bertanya, dengan suara yang terdengar sedikit ragu.Liam mengambil napas dalam-dalam
Sore harinya, Saras sudah menyiapkan makanan untuk menyambut kedatangan Liam, suaminya. ia telah memasak beberapa hidangan favorit Liam, termasuk nasi goreng, ayam bakar, dan sayur-sayuran segar.Saras berdiri di depan meja makan, memeriksa kembali semua hidangan yang telah ia siapkan. Dia ingin pastikan bahwa semuanya sudah siap dan lezat untuk Liam.Saat ia memeriksa hidangan terakhir, ia mendengar suara pintu depan terbuka. Saras tersenyum dan berpaling ke arah pintu, menunggu Liam masuk ke dalam rumah.Liam masuk ke dalam rumah, dengan wajah yang terlihat sedikit lelah. ia telah memiliki hari yang sibuk di kantor, tapi semuanya itu menghilang melihat Saras berdiri di depan meja makan dengan hidangan yang lezat."Selamat datang, Liam," Saras berkata, dengan suara yang lembut. "Aku sudah menyiapkan makanan untukmu."Liam tersenyum dan berjalan ke arah Saras, memeluk tubuh istrinya itu dengan erat. "Terima kasih, Saras," ia berkata. "Aku sangat lapar dan aku tidak sabar untuk mencoba
Saras terkejut saat melihat Liam masuk ke dalam kamar, membawa nampan berisi nasi goreng dan segelas air putih. ia tidak menyangka bahwa Liam akan datang ke kamarnya, apalagi membawa makanan.Liam meletakkan nampan itu di atas Nakas dan duduk di kursi samping tempat tidur Saras. ia memandang ke arah Saras dengan mata yang terlihat sedikit lemah."Saras, aku minta maaf," Liam berkata, dengan suara yang lembut. "Aku salah mempercayai ucapan Ayah tentang dirimu. Aku tahu sekarang bahwa itu semua tidak benar."Saras terkejut dengan permintaan maaf Liam. ia tidak menyangka bahwa Liam akan meminta maaf padanya. ia merasa sedikit lega, tapi juga merasa sedikit sakit karena Liam telah mempercayai tuduhan Anjaswara tentang dirinya.Saras menangis, dengan air mata yang mengalir di wajahnya. Liam berdiri dan berjalan ke arah Saras. ia memeluk Saras erat. Saras merasa sedikit lega, karena Liam telah meminta maaf dan memeluknya."Aku minta maaf, Saras," Liam berkata, dengan suara yang lembut. "Aku