Dzurriya menunduk menatap suaminya yang tengah mencium perutnya itu dalam-dalam.TapTerdengar high heels Alexa kembali mengetuk lantai di belakang mereka.Eshan terlihat bangkit dengan tatapan mata yang dingin di balik kacamata rectanglenya.“Aku menciumnya karena dia adalah anakku, jangan berpikir macam-macam, apalagi berpikir aku menyukaimu,” ucap suaminya itu dengan sinis sambil menatap tajam ke arah Dzurriya.“Kau yang menciumnya, aku tidak pernah memintanya, lalu dari segi mananya kau bisa berpikir bahwa aku menyukaimu, TUAN ESHAN YANG TERHORMAT?” Jawab Dzurriya sambil menatap tajam ke arah suaminya .Bahkan ia sengaja menekan nada suaranya saat memanggil nama lelaki itu untuk menutupi rasa tertekannya.‘Terima kasih untuk rasa sakit yang terus kau berikan, akan aku ingat benar-benar’ pikir Dzurriya sambil menatap tajam ke arah lelaki itu.Ia kemudian berjalan melewatinya, juga istri pertama suaminya itu dengan tegar.“Dasar wanita tak tahu diri! kau harusnya membentaknya tadi
“Berhenti!” perintah Eshan pada sopirnya itu yang kemudian menepikan mobilnya di sisi jalan tol.Lelaki itu kemudian memerintahkan sopirnya tersebut untuk keluar dan berganti dia yang masuk untuk menyetir.‘Apa dia cemburu pada Ryan?’ pikir Dzurriya seraya menatap suaminya yang bersikap sungguh dingin itu, kemudian menghela nafas panjang.Sedari menggendongnya masuk ke mobil itu tadi, tidak ada satupun kata yang keluar dari mulut lelaki itu.Tanpa sengaja, Dzurriya bertatapan dengan suaminya yang tengah menilik dirinya dari balik kaca spion depan sekilas. Tampak lelaki itu terlihat kesal dan marah. “Tidak dia pasti sangat kesal dengan apa yang aku ucapkan tadi. Jangan terlalu berharap Dzurriya, baginya kau tidak lebih dari pengganti rahim istrinya,” lanjut Dzurriya bergumam dalam hati, berusaha mengingatkan dirinya sendiri.Tiba-tiba saja, dia langsung menyalakan mesin mobil itu dan keluar dari bahu jalan dengan cepat.Dzurriya mencengkeram sisi jok mobil tempatnya duduk karena lela
Air mata Dzurriya menetes dalam senyap, urat-urat di wajahnya terlihat menegang marah, ia begitu kesal dengan suaminya tersebut.Ditatapnya dingin wajah sang suami yang terlihat begitu liar menikmati ciuman bibirnya yang kemudian turun ke lehernya dan mulai beraksi dengan menciumi leher tersebut dengan bibirnya.Tiba-tiba lelaki itu menarik wajahnya perlahan, dan menatap wajah Dzurriya yang menangis dalam senyap untuk beberapa saat.Terlihat jakun lelaki itu naik turun.Dia kemudian mundur ke belakang, dan turun dari ranjang itu kemudian bangkit berdiri sambil membelakanginya Untuk beberapa saat, ruangan itu terasa hening. Sampai akhirnya terdengar suara dari suaminya tersebut yang tak sedikitpun menoleh padanya.“Kau jangan khawatir, aku belum melakukan apa-apa padamu, apalagi menyentuhmu walaupun sedikit.”Dzurriya membelalak kaget, Ia antara percaya dan tidak percaya dengan ucapan lelaki itu.“Aku hanya membuka bajumu yang tadi terkena muntahanmu itu, harusnya kau ingat! di tenga
Dzurriya menatap suaminya itu dalam-dalam, lelaki itu terlihat marah dengan wajahnya yang begitu tegang.Meski begitu, lelaki itu tampak melajukan mobilnya tersebut dengan pelan, hingga tiba-tiba sebuah sepeda motor mengikuti mereka dan memotong jalan.Dia segera mengerem mobil tersebut kemudian beranjak keluar.“Mas!” Panggil Dzurriya yang merasa cemas.“Tetap stay di dalam!” perintah suaminya itu sambil menatapnya dengan wajah serius.Dzurriya sudah begitu was was melihat suaminya itu keluar dengan wajahnya yang bertambah tegang, sampai akhirnya pengendara sepeda motor itu turun dan membuka helmnya.‘Tikno?’Dzurriya begitu kaget ketika menyadari ternyata pengendara tersebut adalah kepala pelayan di rumahnya.Untuk beberapa saat, terlihat suaminya itu sedang berbicara dengannya.“Apa yang sedang mereka bicarakan? Kenapa mereka terlihat begitu serius dan tegang seperti itu?” pikir Dzurriya begitu penasaran.Setelah itu, ia melihat Tikno masuk ke dalam mobilnya sementara suaminya mena
“Kenapa boss begitu nekat, apakah dia tidak tahu kalau misalnya terjadi apa-apa dengannya, maka itu akan berdampak pada Exo grup.”Sayup-sayup terdengar suara mengeluh dari Iyon diikuti helaan nafas panjang dari orang lain yang sepertinya berada di dekatnya.“Begitulah Boss, waktu telah membuat dia menjadi lelaki yang tidak kenal takut.”‘Tikno’Kepala pelayannya itu sepertinya berada di sana juga sekarang.Eshan mulai mengenyitkan dahinya dan membuka mata perlahan. Terlihat ventilator sedang menancap di sekitar hidungnya.Sepertinya dia sudah aman, dia sudah berada di markasnya itu.Kau sudah sadar BosTerdengar suara Tikno bertanya padanya, lelaki itu sekarang tengah berdiri tepat di sampingnya, dan memandangnya dengan penuh khawatir.Namun bibirnya itu terlalu lemah untuk menjawab, bibir itu hanya mampu bergetar dan tak mampu mengeluarkan suara sedikitpun.Bahkan matanya pun tak mampu membelalak sempurna, dan hanya bisa terbuka sayu dan lemah.‘Apa yang sebenarnya terjadi?’ pikirny
‘Jangan-jangan, lelaki itu membohonginya.’Dzurriya segera membalikkan badan dan berjalan cepat ke arah Tikno, Ia kemudian memotong jalan lelaki itu.“Siapa yang harusnya kamu selamatkan?” tanya Dzurriya dengan begitu penasaran.Apalagi jakun lelaki itu terlihat naik turun, dia berusaha sekali tersenyum, namun tampak begitu kecut.‘Aku yakin ada yang kau sembunyikan, Tikno’“Jangan diam saja, jawab aku, Tikno! apakah terjadi sesuatu pada Tuan Eshan?”Rasanya dada Dzurriya begitu was-was, menunggu jawaban dari kepala pelayannya itu.“Tidak….”Belum selesai Tikno menjawab, perut Dzurriya terasa nyeri, semakin lama semakin terasa lebih sakit. Iya merengut menahan sakit sampai akhirnya….“Ouch…!” Ia tak mampu lagi menahan sakit perutnya dan menjerit lirih.“Apa Nyonya tidak apa-apa?” tanya Tikno terdengar begitu cemas.Namun Dzurriya hanya bisa meringis kecut, menahan nyeri di perutnya.Tiba-tiba terasa sesuatu mengalir di selangkangannya menuju paha kakinya,Dzurriya segera menilik ke ba
Terasa lelaki itu menelan ludahnya, tapi tak ada reaksi apapun, selain bibirnya terasa diam dilumat habis oleh Dzurriya.Dzurriya begitu menyesal dan malu dengan apa yang barusan ia lakukan.Kenapa ia bisa sampai kelepasan seperti itu.Ia segera membuka matanya perlahan, dan menatap mata lelaki itu yang yang sama sekali tak terlihat terpengaruh.Tatapannya datar.Dzurriya segera melepaskan ciumannya, dan berpaling kembali sembari memiringkan badannya menatap jendela itu.“Pergilah Mas, aku sungguh malu, anggap saja itu tidak pernah terjadi,” ucap Dzurriya.Bukannya membujuknya, kursi roda Ehsan malah terdengar berdecit dan menjauh dari dari pendengarannya, dan tak berapa lama pintu kamar itu terdengar terbuka kemudian tertutup.“Dasar lelaki tak punya perasaan!” umpat Dzurriya kesal.Tapi kemudian ia tersenyum sembari bergumam di dalam hati, ‘tidak apa-apa, yang penting aku sudah tahu keadaanmu, aku sudah lega, Alhamdulillah!’******Berbaring seharian di dalam kamar tersebut tanpa me
“Mas, Apakah pernah sekali saja dalam hidupmu, kau merasa mencintaiku?” tanya Dzurriya begitu penasaran.Tiba-tiba, lelaki itu bergidik seolah kedinginan. Dia kemudian memberikan selimut yang menutupi kakinya ke kaki Dzurriya sambil berucap, “sepertinya udara semakin dingin, ayo kita masuk. Jangan sampai kau masuk angin, kasihan juga anak kita.”‘Kenapa kau selalu saja menghindar, Mas?’Lelaki itu langsung memegang roda kursi rodanya hendak mengayunnya, tapi kemudian Dzurriya yang tak bisa lagi menahan diri, menahan tangan tersebut.“Jangan menghindar, apa Mas tidak capek menghindar terus, aku saja yang menunggu ketidakpastian hatimu begitu capek dan hampir menyerah beberapa kali,” ujar Dzurriya.Di luar dugaannya, lelaki itu malah terdengar menjawab, “kalau begitu menyerah saja, aku tidak bisa menjamin atau menjanjikan apa-apa padamu, jadi menyerah saja, dan anggap hubungan kita hanya sebatas perjanjian kontrak antara pemilik rahim dan penerima manfaat!”Plak!Dzurriya yang begitu ma
“Jadi ini rumahnya?” ujar Eshan sembari menilik keluar jendela, menatap rumah bercat hijau tanpa pagar dengan halaman yang tidak cukup lebar. Tampak sebuah pohon mangga besar dan rindang yang tengah berbuah banyak berada di tepi samping halamannya, dengan beberapa macam bunga di tepi depannya, rumah milik orang tua Dzurriya itu sungguh terlihat sederhana, tapi menyejukkan mata yang memandang.Terlihat kemudian pintu mobilnya dibuka oleh pengawalnya, ia segera keluar dari mobilnya dan masih menatap rumah itu dalam-dalam.Rumah itu kelihatan sepi seperti rumahnya, tapi kenapa hatinya merasa adem, seperti ada aura yang berbeda di rumah itu.“Apa Saya mau ketukan pintu, Tuan?” tanya salah seorang pengawalnya.Eshan hanya menggelengkan kepala, aku akan melakukannya sendiri.Ia kemudian mulai berjalan ke arah teras rumah itu, saat tiba-tiba seorang anak perempuan berlari ke arahnya sambil memegang-megang jasnya seperti hendak bersembunyi “Jangan lari kau! Dasar anak nakal!”Eshan langsun
“Apa kamu bisa menjamin bahwa kalian akan baik-baik saja, jika tidak bersamaku?”Dzurriya terdiam mendengar ucapan suaminya tersebut.“Setidaknya mereka tidak akan tahu bahwa aku dan Angel adalah keluargamu?”“Sampai kapan?” tanya lelaki itu balik.Sekali lagi Dzurriya hanya terdiam. “Apa kamu bisa menjamin tidak akan ada yang mengejar kalian?” lanjutnya membuat Dzurriya semakin tercenung diam.“Jika kalian ada di sini, justru tempat yang menurutmu paling aman, bisa menjadi tempat yang paling berbahaya di dunia ini, apa kau sadar itu Dek?” Ucap lelaki itu terdengar masuk akal.“Aku ingin memberi kalian status, supaya tidak ada lagi orang yang berani menyentuh kalian Aku hanya ingin kebaikan itu untuk kalian, setidaknya dengan bersamaku, aku bisa memastikan bahwa kalian aman dan baik-baik saja,” jelas suaminya itu.Dzurriya menelan ludahnya mendengar ucapan suaminya tersebut.“Aku mencintaimu Dzurriya,” ucap lelaki itu sambil menatapnya dengan lembut.Dzurriya terkesiap diam dan mena
Dzurriya menatap keluar jendela mobil tersebut, kampungnya tampak tak berbeda jauh dengan setahun setengah yang lalu.Terlihat beberapa orang yang tengah bersantai di depan rumah tetangganya, memandang mobil yang dinaikinya itu dengan heran.Dzurriya tersenyum dalam-dalam menatap mereka, matanya tampak berkaca-kaca.“Akhirnya aku kembali Aba, Ummi,” gumam Dzurriya dalam hati setelah menghela nafas panjang, kemudian berbalik menatap Putri kecilnya lagi.“Sayang! akhirnya Bunda bisa membawamu pulang,” seru Dzurriya dengan senang, kemudian mengecup pipi mungil putrinya dengan gemas.Tiba-tiba ia mendengar suara berisik dari luar mobil tersebut.Ia segera menoleh ke arah jendela kembali tampak beberapa mobil mewah terparkir di depan rumah budenya yang terbilang sangat luas itu, yang tepat bersebelahan dengan rumahnya.‘Ada apa, kok banyak mobil? apa Mas Erwin sedang lamaran?” pikirnya bertanya-tanya, sampai lehernya menoleh mengikuti gerak mobil itu yang semakin menjauh dari pekarangan r
Dzurriya menatap jauh ke arah suaminya yang tengah duduk di taman rumah sakit itu dengan pandangannya yang kosong.Sudah sejam lelaki itu berada di sana dengan matanya yang sesekali berkaca-kaca.Lelaki itu tadi terlihat sangat bahagia mendapati Dzurriya berada di sampingnya tadi, namun tiba-tiba berubah murung saat mengetahui bahwa istri pertamanya telah tiada.‘Secinta itu kau padanya Mas,” pikir Dzurriya sembari menelan ludahnya.“Apa yang kau pikirkan?”Dzurriya tersentak kaget mendengar pertanyaan Ryan barusan, ia kemudian menoleh ke arah sepupu iparnya tersebut.“Kenapa kau tak menghampirinya saja? Sepertinya dia butuh teman bicara,” tanya lelaki itu lebih jauh.Dzurriya tersenyum ringan, kemudian berbalik menatap jauh ke arah suaminya.“Apa kau tahu apa yang ditanyakannya tadi padaku saat dia baru siuman?” tanyanya tanpa menoleh ke arah Ryan sedikitpun.“Apa dia bertanya kalau kau baik-baik saja?”Dzurriya tersenyum sambil menunduk ke bawah, mendengar jawaban Ryan tersebut, kem
“Mas!” teriak Dzurriya panik dengan mata yang nanar dan berkaca-kaca. Ia memeluk suaminya dalam perempuannya tersebut.Lelaki itu tampak berusaha tersenyum padanya, sambil berbicara dengan nada terbata-bata, “ S–sekarang kita sudah impas… A—aku sudah ti—dak berhutang lagi padamu.”“Tidak! ini belum cukup! kau harus membayarnya seumur hidupmu! kau dengar itu?” ujar Dzurriya di antara air matanya yang terus-menerus mengalir ketakutan.Eshan kembali terlihat tersenyum, sebelum akhirnya tubuhnya tiba-tiba tersentak hebat, dan dari dalam mulutnya memancar darah yang begitu banyak, hingga menciprat ke sebagian pakaian Dzurriya dan mukanya.Lelaki itu pingsan dan langsung menutup mata setelahnya, membuat Dzurriya menangis histeris dengan begitu panik. Ia berusaha menggoyang-goyang tubuh suaminya itu, namun tidak ada respon sekali.Dengan ketakutan ia mulai berteriak minta tolong.Tiba-tiba beberapa orang datang bersama dengan Alexa yang tadi lari begitu saja setelah menikam suaminya.Di
“Lepaskan dia!” Sayup-sayup terdengar teriakan begitu kera, setelah suara pintu yang terdengar digebrak dan dibanting tiba-tiba. Diikuti kemudian oleh suara langkah kaki yang berlari dan berderap begitu berat, tampak tubuh Alexa tertarik ke belakang. Dzurriya langsung terbatuk-batuk, nafasnya yang tertahan begitu lama langsung tersengal-sengal keluar. ‘Apa dia benar-benar sudah gila?’ pikir Dzurriya sembari memegang lehernya dan melirik ke arah istri pertama suaminya itu. “Kamu nggak pa-pa?” tanya suaminya yang tengah berdiri di hadapannya dengan wajah begitu khawatir, sambil memegang kedua lengan atasnya. “Sayang, aku bisa jelaskan,” sela Alexa yang baru saja bangkit dan menghampiri suaminya itu, terdengar begitu gupuh. Jakun Ehsan tampak naik turun mendengar ucapan wanita itu yang kelihatan terus berusaha berkilah, sedang giginya tampak mencengkeram dengan kuat sambil membuang muka ke atas. Lelaki itu tampak begitu kesal, namun sepertinya masih berusaha untuk menahannya. “T
BrakTerdengar suara benturan dari bagian belakang kursi roda yang dinaiki Dzurriya karena menabrak dinding. Kursi roda itu tiba-tiba saja ditarik ke dalam sebuah ruangan oleh seseorang, kemudian kerangka sandarannya didorong ke belakang dengan cepat.Kejadian yang begitu cepat itu spontan membuat Dzurriya tersentak dengan tarikan nafasnya yang terjeda yang kemudian terengah-engah.Pria segera berusaha menguasai dirinya yang berdebar hebat dengan menelan ludahnya, kemudian perlahan mendongakkan kepalanya ke atas, menatap siapa yang sudah menariknya ke dalam ruangan tersebut.‘Mas!’Tampak wajah sang suami terlihat merah padam, sepertinya laki-laki itu sedang kesal.“Apa sebenarnya yang kau inginkan?” ucap suaminya itu terdengar begitu sinis dan dingin.“Yang kuinginkan? Apa maksudmu?” tanya Dzurriya tak mengerti dengan apa yang diucapkan lelaki itu padanya.“Jangan pura-pura lugu kau sedang memanfaatkan kami berdua, kan?” tuduh Eshan tampak menatapnya semakin dekat dan semakin dingin.
“Kenapa kau membiarkannya pergi?” tanya Ryan tampak menatap Dzurriya dengan heran, setelah kepergian Eshan yang terlihat kesal, saat mendapati dirinya dan Ryan bersama.“Bukankah kau juga menginginkannya?” ucap Dzurriya bertanya balik padanyaLelaki itu tampak memicingkan matanya sembari melirik ke arahnya, “jangan berbohong padaku! bahkan kau melakukannya bukan untukku, apa kau cemburu karena Alexa tadi tiba-tiba datang dan menciumnya?”“Jangan bicara omong kosong! untuk apa aku cemburu pada wanita murahan seperti dia? cepat dorong aku!” ujar Dzurriya berusaha mengalihkan pembicaraan.Ryan tampak terkesiap mendengar penuturannya tersebut.“A–apa maksudmu? Kenapa kau menyebutnya murahan?” tanya lelaki itu terdengar terbata-bata dan berhati-hati.Dzurriya kembali menoleh ke belakang dan menatap lelaki itu dalam-dalam.‘Apa kau benar-benar yakin mau mendengarnya dariku?’ pikir Dzurriya kemudian menelan ludahnya.“Apa kau benar-benar tidak ingin membawaku untuk keluar? aku begitu penat b
“Apa?” Tampak Eshan berusaha memastikan apa yang barusan ia dengar tersebut, dengan alisnya yang tampak saling mendekat dan hampir menyatu.“Jadi jangan sia-siakan dia! atau aku akan segera merebutnya darimu,” ujar Ryan tiba-tiba menarik kerah Eshan, sambil menatap begitu tajam ke arah kakak sepupunya tersebut.‘Hah!” desah Dzurriya penuh sesal, Iya begitu terkesiap sekaligus tak menyangka kalau mantan kekasihnya itu bakal bicara sembarangan seperti itu.Sementara Alexa terlihat nyengir kegirangan, Ia bahkan terlihat sangat menikmati pemandangan itu.Berbeda dengan dirinya yang mulai was-was, apalagi melihat suaminya itu memegang tangan Ryan yang tengah mencengkeram kuat kerah bajunya, kemudian perlahan menurunkan tangan adik sepupunya itu, dan mulai menatapnya dengan tajam.‘Jangan-jangan mereka akan berkelahi!’ pikir Dzurriya.Tapi apa yang akan terjadi melampaui perkiraannya.“Kalau kau sangat menyukainya…”‘Apa yang mau kau katakan, Mas?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata suamin