“Mas, Apakah pernah sekali saja dalam hidupmu, kau merasa mencintaiku?” tanya Dzurriya begitu penasaran.Tiba-tiba, lelaki itu bergidik seolah kedinginan. Dia kemudian memberikan selimut yang menutupi kakinya ke kaki Dzurriya sambil berucap, “sepertinya udara semakin dingin, ayo kita masuk. Jangan sampai kau masuk angin, kasihan juga anak kita.”‘Kenapa kau selalu saja menghindar, Mas?’Lelaki itu langsung memegang roda kursi rodanya hendak mengayunnya, tapi kemudian Dzurriya yang tak bisa lagi menahan diri, menahan tangan tersebut.“Jangan menghindar, apa Mas tidak capek menghindar terus, aku saja yang menunggu ketidakpastian hatimu begitu capek dan hampir menyerah beberapa kali,” ujar Dzurriya.Di luar dugaannya, lelaki itu malah terdengar menjawab, “kalau begitu menyerah saja, aku tidak bisa menjamin atau menjanjikan apa-apa padamu, jadi menyerah saja, dan anggap hubungan kita hanya sebatas perjanjian kontrak antara pemilik rahim dan penerima manfaat!”Plak!Dzurriya yang begitu ma
“Dari mana saja kamu?” hardik Alexa.Dzurriya hanya bisa diam saja, dia bingung dan gugup harus menjawab apa.“Aku baru saja mengantar Nyonya untuk check up bulanan, kemudian kami belanja bulanan,” jawab Tikno yang barusan menghampirinya dengan membawa tas belanjaan yang entah dari mana datangnya.“Tapi sudah seharian kemarin Nyonyamu itu tidak ada di rumah,” elak Alexa.“Dari kemarin Nyonya Dzurriya ada di rumah, apakah Nyonya sudah cek di kamarnya kemarin, pasti Nyonya tidak tau, karena kemarin Nyonya sibuk arisan dengan teman nyonya sampai tidak pulang. Kalau nyonya mengatakannya karena ada seseorang di rumah ini yang mengatakan pada nyonya tentang keberadaan Nyonya Dzurriya, maka tanyakan pada dia apa penglihatannya sudah mulai mengabur?” jawab Tikno dengan tegas. Dzurriya tidak tahu kalau Tikno bakal sebegitu beraninya melawan Nyonya besarnya itu.Dan wanita itu terlihat hanya bisa melotot ke arahnya dengan kesal.“Mari Nyonya!” ajak Tikno sambil mempersilahkannya jalan duluan d
Dzurriya menatap keluar jendela kaca pesawat sambil mengelus-elus perutnya.Perasaannya antara gelisah merindukan suaminya, sekaligus kecewa karena lelaki itu sama sekali tak peduli padanya.Ia hanya bisa berakhir dengan menghela nafas panjang, sambil bersandar di sandaran jok pesawat itu.‘Mas’“Apa kau mau makan sesuatu?” tanya Ryan yang baru saja kembali dari toilet pesawat itu, kemudian duduk di sampingnya.Dzurriya menoleh ke arahnya sambil tersenyum, dan menggelengkan kepala. “aku ingin tidur sebentar,” ucapnya pelan.Ia kemudian kembali menatap keluar jendela itu dan terpejam, berusaha untuk beristirahat dari kegalauan hatinya.******Dzurriya menggeliat pelan, sepertinya ia sudah tertidur begitu lama.Ia kemudian membuka matanya perlahan.Tampak dada bidang dengan kemeja berwarna Icy blue sedang ia sandari.‘Sepertinya kemeja Ini tak asing?’ pikirnya.Ia kemudian tak sengaja melirik jemari yang merangkul pundaknya.‘Ini tidak mungkin tangan suamiku! tangan siapa ini?’ pikirn
Eshan tampak membukakan pintu mobil untuknya tanpa menoleh sedikitpun ke arah Dzurriya, wajah lelaki itu terlihat marah.Lelaki itu kemudian menutup mobil itu dengan agak membantingnya setelah Dzurriya masuk, membuatnya begitu kaget, sampai pundaknya terangkat seketika.‘Harusnya aku yang marah! karena kau seenaknya meninggalkanku begitu saja dalam keadaan hamil seperti ini’ gerutu Dzurriya dalam hati, sambil menatap lelaki itu yang kemudian ikut masuk dalam mobil tersebut, dan duduk di sampingnya.Terlihat Eshan bahkan sama sekali tak menoleh apalagi sekedar menggenggam tangannya, padahal setelah melepaskan tangan Ryan tadi, lelaki itu terus menggandengnya keluar dari bandara tersebut.“Go!” perintah suaminya itu pada sopir bule di depannya.Tak Berapa lama, terdengar bunyi mesin mobil dinyalakan dan akhirnya mobil itu berjalan.“Dasar egois!” gumam Dzurriya lirih, sembari menatap suaminya yang bersandar di jok mobil itu, sambil memejamkan matanya barusan.Seketika suaminya itu membu
Dzurriya menatap istri pertama suaminya itu dengan nanar.‘Bagaimana ada wanita yang begitu tak berperasaan di dunia ini sepertinya’ pikir Icha begitu marah.Bahkan ia mengandung karena paksaannya, dan setelah melahirkan pun, wanita itu akan meminta anak yang dikandungnya tersebut menjadi miliknya, namun bagaimana bisa Ia terus menyakitinya tanpa perasaan seperti itu.Tiba-tiba, dari lorong di depannya, suaminya keluar dengan memakai setelan jas rapi diikuti beberapa pengawalnya di belakangnya.Lelaki itu kemudian menghampiri Alexa dan menvecup pipinya sembari berkata, “ Aku pergi dulu, ada urusan sebentar.”‘Pasangan suami istri yang sungguh sangat serasi, sama-sama tak punya perasaan’ pikir Dzurriya dalam hati begitu kesal sembari melotot ke arah suaminya itu.Apalagi lelaki itu hanya melewatinya sambil meliriknya sebentar dari balik kacamata rectanglenya tanpa tersenyum sedikitpun.Sementara itu, Alexa terlihat tersenyum nyengir dan menghampirinya lebih dekat.Dia kemudian menatap
‘Kenapa suara dan ucapan itu terdengar tidak asing? Apa sebelumnya kita saling mengenal dokter Ryan?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata lelaki itu bergantian. ****** Pesta yang begitu meriah… Ruangan ballroom hotel itu penuh dengan perempuan dengan gaun berkelas dan para pria yang mengenakan setelan jas mewah. Beberapa dari mereka tampak tengah memegang gelas berkaki dengan air berwarna merah yang bahkan tak memenuhi setengah dari gelas-gelas tersebut. Dzurriya sangat tak nyaman, apa lagi tidak satupun dari mereka yang ia kenal dan kesemuanya terdengar berbahasa Inggris atau sepertinya berbahasa Mandarin. “Aku kembali ke kamar saja!” ujar Dzurriya pada sepupu iparnya tersebut, kemudian membalikkan badan, saat tiba-tiba lampu hotel tersebut meremang. Belum selesai kekagetannya, ia melihat pintu besar ballroom itu terbuka dan suaminya masuk ke dalam tempat itu bersama dengan Alexa yang menggandengnya begitu mesra. Semua hadirin tampak membalikkan badan menyambut mereka yang seng
“Keluarlah Alexa! Aku ingin bicara pada Ryan dan Dzurriya,” ucap Eshan yang tengah berdiri di depan Dzurriya itu dengan nada begitu dingin tanpa menatap istri pertamanya itu sedikitpun, sepertinya dia begitu marah.Alexa tampak tersenyum nyengir, kemudian bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan tertutup tersebut.“Apa kau sengaja ingin mempermalukanku di depan umum?” ucapnya bertambah dingin sambil menatapnya begitu tajam, membuat Dzurriya menelan ludahnya karena takut.“Ini bukan kesalahan….”Belum selesai, Ryan menyelanya, suaminya itu sudah membentaknya begitu keras sembari menoleh tajam ke arah lelaki itu, “kau juga salah, apa kau pikir kau berhak untuk bicara di sini?”Tak terduga, Ryan bangkit dari duduknya dan menghampiri sepupunya itu lebih dekat. Dia kemudian tampak menatap Eshan dengan tajam juga.“Aku berhak, bukan cuma kau yang punya kuasa di sini,” jawab Ryan dengan nada yang tak kalah dingin.Dzurriya menelan ludahnya dan menghela nafas panjang, berusaha mengumpulk
Dzurriya menoleh ke belakang kaca mobil Braha brengsek itu seraya berusaha mengetuknya, kala melihat wajah Ryan yang panik berpapasan dengan mobil tersebut..Sontak dua pengawal Braha yang sedang mengapitnya di jok belakang itu berteriak sambil menarik tangannya, “Diam!”Terlihat Ryan yang masih bingung itu hanya melewati mobil tersebut. Harusnya Dzurriya tau, percuma ia memanggil dan memperlihatkan wajahnya pada Ryan dari dalam mobil yang kedap suara dan berkaca gelap itu.“Jangan dibentak!” hardik Braha pada pengawalnya itu sambil menoleh ke belakang, membuat Dzurriya terperanjat kaget dan semakin ketakutan, sepertinya lelaki itu benar-benar tidak waras.“Cantik!”Dzurriya langsung bergidik jijik mendengar panggilan Si Bangkot tua itu.“Maaf ya, aku terpaksa menjaga matamu supaya tidak jelalatan dan membuatku cemburu, karena aku tak ingin menyakitimu!” ucap lelaki itu semakin terdengar menjijikkan.Dia kemudian tampak menyodorkan kain hitam pada pengawalnya itu.‘Apa jangan-jangan
“Jadi ini rumahnya?” ujar Eshan sembari menilik keluar jendela, menatap rumah bercat hijau tanpa pagar dengan halaman yang tidak cukup lebar. Tampak sebuah pohon mangga besar dan rindang yang tengah berbuah banyak berada di tepi samping halamannya, dengan beberapa macam bunga di tepi depannya, rumah milik orang tua Dzurriya itu sungguh terlihat sederhana, tapi menyejukkan mata yang memandang.Terlihat kemudian pintu mobilnya dibuka oleh pengawalnya, ia segera keluar dari mobilnya dan masih menatap rumah itu dalam-dalam.Rumah itu kelihatan sepi seperti rumahnya, tapi kenapa hatinya merasa adem, seperti ada aura yang berbeda di rumah itu.“Apa Saya mau ketukan pintu, Tuan?” tanya salah seorang pengawalnya.Eshan hanya menggelengkan kepala, aku akan melakukannya sendiri.Ia kemudian mulai berjalan ke arah teras rumah itu, saat tiba-tiba seorang anak perempuan berlari ke arahnya sambil memegang-megang jasnya seperti hendak bersembunyi “Jangan lari kau! Dasar anak nakal!”Eshan langsun
“Apa kamu bisa menjamin bahwa kalian akan baik-baik saja, jika tidak bersamaku?”Dzurriya terdiam mendengar ucapan suaminya tersebut.“Setidaknya mereka tidak akan tahu bahwa aku dan Angel adalah keluargamu?”“Sampai kapan?” tanya lelaki itu balik.Sekali lagi Dzurriya hanya terdiam. “Apa kamu bisa menjamin tidak akan ada yang mengejar kalian?” lanjutnya membuat Dzurriya semakin tercenung diam.“Jika kalian ada di sini, justru tempat yang menurutmu paling aman, bisa menjadi tempat yang paling berbahaya di dunia ini, apa kau sadar itu Dek?” Ucap lelaki itu terdengar masuk akal.“Aku ingin memberi kalian status, supaya tidak ada lagi orang yang berani menyentuh kalian Aku hanya ingin kebaikan itu untuk kalian, setidaknya dengan bersamaku, aku bisa memastikan bahwa kalian aman dan baik-baik saja,” jelas suaminya itu.Dzurriya menelan ludahnya mendengar ucapan suaminya tersebut.“Aku mencintaimu Dzurriya,” ucap lelaki itu sambil menatapnya dengan lembut.Dzurriya terkesiap diam dan mena
Dzurriya menatap keluar jendela mobil tersebut, kampungnya tampak tak berbeda jauh dengan setahun setengah yang lalu.Terlihat beberapa orang yang tengah bersantai di depan rumah tetangganya, memandang mobil yang dinaikinya itu dengan heran.Dzurriya tersenyum dalam-dalam menatap mereka, matanya tampak berkaca-kaca.“Akhirnya aku kembali Aba, Ummi,” gumam Dzurriya dalam hati setelah menghela nafas panjang, kemudian berbalik menatap Putri kecilnya lagi.“Sayang! akhirnya Bunda bisa membawamu pulang,” seru Dzurriya dengan senang, kemudian mengecup pipi mungil putrinya dengan gemas.Tiba-tiba ia mendengar suara berisik dari luar mobil tersebut.Ia segera menoleh ke arah jendela kembali tampak beberapa mobil mewah terparkir di depan rumah budenya yang terbilang sangat luas itu, yang tepat bersebelahan dengan rumahnya.‘Ada apa, kok banyak mobil? apa Mas Erwin sedang lamaran?” pikirnya bertanya-tanya, sampai lehernya menoleh mengikuti gerak mobil itu yang semakin menjauh dari pekarangan r
Dzurriya menatap jauh ke arah suaminya yang tengah duduk di taman rumah sakit itu dengan pandangannya yang kosong.Sudah sejam lelaki itu berada di sana dengan matanya yang sesekali berkaca-kaca.Lelaki itu tadi terlihat sangat bahagia mendapati Dzurriya berada di sampingnya tadi, namun tiba-tiba berubah murung saat mengetahui bahwa istri pertamanya telah tiada.‘Secinta itu kau padanya Mas,” pikir Dzurriya sembari menelan ludahnya.“Apa yang kau pikirkan?”Dzurriya tersentak kaget mendengar pertanyaan Ryan barusan, ia kemudian menoleh ke arah sepupu iparnya tersebut.“Kenapa kau tak menghampirinya saja? Sepertinya dia butuh teman bicara,” tanya lelaki itu lebih jauh.Dzurriya tersenyum ringan, kemudian berbalik menatap jauh ke arah suaminya.“Apa kau tahu apa yang ditanyakannya tadi padaku saat dia baru siuman?” tanyanya tanpa menoleh ke arah Ryan sedikitpun.“Apa dia bertanya kalau kau baik-baik saja?”Dzurriya tersenyum sambil menunduk ke bawah, mendengar jawaban Ryan tersebut, kem
“Mas!” teriak Dzurriya panik dengan mata yang nanar dan berkaca-kaca. Ia memeluk suaminya dalam perempuannya tersebut.Lelaki itu tampak berusaha tersenyum padanya, sambil berbicara dengan nada terbata-bata, “ S–sekarang kita sudah impas… A—aku sudah ti—dak berhutang lagi padamu.”“Tidak! ini belum cukup! kau harus membayarnya seumur hidupmu! kau dengar itu?” ujar Dzurriya di antara air matanya yang terus-menerus mengalir ketakutan.Eshan kembali terlihat tersenyum, sebelum akhirnya tubuhnya tiba-tiba tersentak hebat, dan dari dalam mulutnya memancar darah yang begitu banyak, hingga menciprat ke sebagian pakaian Dzurriya dan mukanya.Lelaki itu pingsan dan langsung menutup mata setelahnya, membuat Dzurriya menangis histeris dengan begitu panik. Ia berusaha menggoyang-goyang tubuh suaminya itu, namun tidak ada respon sekali.Dengan ketakutan ia mulai berteriak minta tolong.Tiba-tiba beberapa orang datang bersama dengan Alexa yang tadi lari begitu saja setelah menikam suaminya.Di
“Lepaskan dia!” Sayup-sayup terdengar teriakan begitu kera, setelah suara pintu yang terdengar digebrak dan dibanting tiba-tiba. Diikuti kemudian oleh suara langkah kaki yang berlari dan berderap begitu berat, tampak tubuh Alexa tertarik ke belakang. Dzurriya langsung terbatuk-batuk, nafasnya yang tertahan begitu lama langsung tersengal-sengal keluar. ‘Apa dia benar-benar sudah gila?’ pikir Dzurriya sembari memegang lehernya dan melirik ke arah istri pertama suaminya itu. “Kamu nggak pa-pa?” tanya suaminya yang tengah berdiri di hadapannya dengan wajah begitu khawatir, sambil memegang kedua lengan atasnya. “Sayang, aku bisa jelaskan,” sela Alexa yang baru saja bangkit dan menghampiri suaminya itu, terdengar begitu gupuh. Jakun Ehsan tampak naik turun mendengar ucapan wanita itu yang kelihatan terus berusaha berkilah, sedang giginya tampak mencengkeram dengan kuat sambil membuang muka ke atas. Lelaki itu tampak begitu kesal, namun sepertinya masih berusaha untuk menahannya. “T
BrakTerdengar suara benturan dari bagian belakang kursi roda yang dinaiki Dzurriya karena menabrak dinding. Kursi roda itu tiba-tiba saja ditarik ke dalam sebuah ruangan oleh seseorang, kemudian kerangka sandarannya didorong ke belakang dengan cepat.Kejadian yang begitu cepat itu spontan membuat Dzurriya tersentak dengan tarikan nafasnya yang terjeda yang kemudian terengah-engah.Pria segera berusaha menguasai dirinya yang berdebar hebat dengan menelan ludahnya, kemudian perlahan mendongakkan kepalanya ke atas, menatap siapa yang sudah menariknya ke dalam ruangan tersebut.‘Mas!’Tampak wajah sang suami terlihat merah padam, sepertinya laki-laki itu sedang kesal.“Apa sebenarnya yang kau inginkan?” ucap suaminya itu terdengar begitu sinis dan dingin.“Yang kuinginkan? Apa maksudmu?” tanya Dzurriya tak mengerti dengan apa yang diucapkan lelaki itu padanya.“Jangan pura-pura lugu kau sedang memanfaatkan kami berdua, kan?” tuduh Eshan tampak menatapnya semakin dekat dan semakin dingin.
“Kenapa kau membiarkannya pergi?” tanya Ryan tampak menatap Dzurriya dengan heran, setelah kepergian Eshan yang terlihat kesal, saat mendapati dirinya dan Ryan bersama.“Bukankah kau juga menginginkannya?” ucap Dzurriya bertanya balik padanyaLelaki itu tampak memicingkan matanya sembari melirik ke arahnya, “jangan berbohong padaku! bahkan kau melakukannya bukan untukku, apa kau cemburu karena Alexa tadi tiba-tiba datang dan menciumnya?”“Jangan bicara omong kosong! untuk apa aku cemburu pada wanita murahan seperti dia? cepat dorong aku!” ujar Dzurriya berusaha mengalihkan pembicaraan.Ryan tampak terkesiap mendengar penuturannya tersebut.“A–apa maksudmu? Kenapa kau menyebutnya murahan?” tanya lelaki itu terdengar terbata-bata dan berhati-hati.Dzurriya kembali menoleh ke belakang dan menatap lelaki itu dalam-dalam.‘Apa kau benar-benar yakin mau mendengarnya dariku?’ pikir Dzurriya kemudian menelan ludahnya.“Apa kau benar-benar tidak ingin membawaku untuk keluar? aku begitu penat b
“Apa?” Tampak Eshan berusaha memastikan apa yang barusan ia dengar tersebut, dengan alisnya yang tampak saling mendekat dan hampir menyatu.“Jadi jangan sia-siakan dia! atau aku akan segera merebutnya darimu,” ujar Ryan tiba-tiba menarik kerah Eshan, sambil menatap begitu tajam ke arah kakak sepupunya tersebut.‘Hah!” desah Dzurriya penuh sesal, Iya begitu terkesiap sekaligus tak menyangka kalau mantan kekasihnya itu bakal bicara sembarangan seperti itu.Sementara Alexa terlihat nyengir kegirangan, Ia bahkan terlihat sangat menikmati pemandangan itu.Berbeda dengan dirinya yang mulai was-was, apalagi melihat suaminya itu memegang tangan Ryan yang tengah mencengkeram kuat kerah bajunya, kemudian perlahan menurunkan tangan adik sepupunya itu, dan mulai menatapnya dengan tajam.‘Jangan-jangan mereka akan berkelahi!’ pikir Dzurriya.Tapi apa yang akan terjadi melampaui perkiraannya.“Kalau kau sangat menyukainya…”‘Apa yang mau kau katakan, Mas?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata suamin