“Aku akan membiarkanmu merawat Eshan, namun jangan sekali-kali kau membiarkan dia tahu tentang kehamilanmu. Aku yang akan memberitahu dan menjelaskan padanya nanti.”Dzurriya masih tak habis pikir, bagaimana istri pertama suaminya itu menyerahkan perawatan suaminya padanya, dengan begitu mudahnya.“Aku harusnya bahagia Mas tapi kenapa aku merasa Iba padamu,” gemam Dzurriya lirih sambil mengompres dahi suaminya itu.Dilihatnya jarum jam panjang sudah menunjuk angka dua belas.Dzurriya mulai menguap beberapa kali.Ia akhirnya menyandarkan kepalanya di tepi ranjang suaminya tersebut. Rasa kantuknya sudah tak tertahan.Perlahan, Ia pun tertidur di sana dalam keadaan duduk bersandar di samping suaminya.******Dzurriya menggeliat pelan, Ia merasakan kerudung di bagian kepalanya tengah dibelai dengan lembut.Ia menggeser tubuhnya sedikit dan menelan ludahnya sembari mengulum bibirnya yang kering, kemudian tertidur kembali.Seperti ada lengan tangan yang lumayan kekar di bawah tengkuk leherny
“Kau benar-benar pandai memasak,” puji Eshan sambil menyendok kembali bubur buatan Dzurriya. Lelaki itu tampak begitu menikmatinya sembari duduk di meja dapur.Dzurriya tersenyum hangat mendengarnya seraya berkata, “Apakah enak?”Lelaki itu tampak tersenyum mengangguk.‘Maaf Mas, aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya’“Kenapa serius begitu, apa ada masalah?” tanya Eshan yang mungkin menyadari ekspresi Dzurriya yang termangu melihatnya.Dzurriya menggelengkan kepala sambil tersenyum. Lelaki itu tiba-tiba menyodorkan sendok berisi bubur ke arah Dzurriya yang berada di depannya.“Makanlah, kau pasti belum makan dari pagi, kan?” ujar Eshan terdengar begitu lembut.Dzurriya menurutinya dan membuka mulutnya.‘Terima kasih, Mas”Sekali lagi lelaki itu menyuapi Dzurriya. ‘Andai waktu terhenti di saat ini’“Mas, aku ingin duduk di taman belakang bersamamu habis ini. Apakah boleh?”Lelaki itu mengerjapkan matanya sambil mengangguk dan tersenyum.Tak berapa lama, lelaki itu telah selesai m
“Mas Eshan, kamu ngapain?” tanya Dzurriya yang tanpa sengaja melihat suaminya itu tengah menciumi perutnya.“Aku berharap proses IVf kemarin berhasil dan ada benihku di dalam perutmu ini.”Dzurriya begitu kaget mendengar pernyataan suaminya itu. ‘Apakah ini alasanmu Mas, sampai kau begitu baik padaku akhir-akhir ini’ pikir Dzurriya yang langsung bangkit dengan agak kesal hingga lelaki itu hampir saja terjungkal jatuh.“Apa kau marah?” tanya lelaki itu sambil berdiri menatapnya dalam-dalam.“Untuk apa aku marah?” elak Dzurriya sambil memalingkan muka ke arah lain. Namun setelah beberapa saat lelaki itu malah menikmati udara di taman itu dan tak kunjung membujuknya.Ia menjadi sangat kesal bagaimana suaminya itu begitu tidak peka.“Apa aku bagimu hanya mesin pembuat anak, Mas. Berarti selama ini aku tak berarti apa-apa, Begitu mas?” ucapnya marah sambil meneteskan air mata. Lelaki itu tampak menatapnya iba dan mulai merasa bersalah dan mencoba untuk memegang tangannya, namun Dzurriya
Eshan terlihat menyelimutinya dan hendak keluar.Dzurriya yang masih ketakutan dan tak bisa menguasai dirinya yang terus gemetar, segera meraih tangan suaminya itu kembali dan menariknya.Ia menggelengkan kepala dengan matanya yang berkaca-kaca kembali.Bayangan nakal paman Braha yang terus menggodanya, membuatnya begitu jijik dan cemas.Suaminya itu tampak menoleh, kemudian membalikkan badannya kembali ke arah Dzurriya.Dia kemudian menepuk punggung tangan Dzurriya yang sedang memegang erat tangannya itu seraya berkata, “aku tak akan meninggalkanmu, aku cuma mau menutup pintu sebentar.”Namun Dzurriya yang terlanjur takut, tetap memegangnya.“Tidak apa,” ujar lelaki itu sambil mengerjapkan matanya dan mengangguk pelan, kemudian melepaskan tangan Dzurriya yang mulai melemas dengan tangan lainnya.Lelaki itu tampak berjalan menuju pintu kamar, kemudian menutup dan menguncinya.Setelah itu, dia kembali membalikkan badan ke arah Dzurriya dan menghampirinya. Wajahnya terlihat tersenyum ha
Dzurriya segera menutup perutnya dengan gugup. Ia bingung harus ngomong apa.“Apakah kamu sedang hamil?” tanya Ehsan dengan mata berbinar-binar sambil mendekati istri keduanya tersebut.‘jangan sekali-kali kau membiarkan dia tahu tentang kehamilanmu!’Ucapan Alexa tersebut kembali bergema dalam pikiran Dzurriya.‘Allah, Apa yang harus kulakukan?” pikir Dzurriya semakin gugup.Lelaki itu semakin dekat, bahkan langkah kakinya yang berat itu terdengar menghentak lantai semakin keras di telinga Dzurriya.“Ini karena aku gendutan aja, Mas,” ujarnya sambil memaksa dirinya tersenyum untuk menyembunyikan kecemasannya, karena begitu gupuh.Lelaki itu terlihat terhenti melangkah dengan wajah tak percaya, ia menatap mata Dzurriya bergantian.“Setelah hampir setengah tahun aku menikah denganmu, jangan kira kau semakin mahir membodohiku, Dzurriyatul Jannah. Perut itu nyata-nyata terlihat buncit, bukan seperti perut wanita yang gendutan, kau hamil, kan? tanya lelaki itu marah, wajahnya berubah din
Dzurriya tengah menyantap makanannya di taman, saat tiba-tiba suara sepatu high heels madunya terdengar berjalan ke arahnya. Ia tak ingin emosinya tersulut, itu kenapa Ia memutuskan untuk bangkit dari tempat duduknya, dan beranjak masuk sambil membawa senampan makan siang berisi sepiring nasi dan segelas susu. Namun tiba-tiba wanita itu terhenti sambil tersenyum sinis. “Jangan menghindariku!” ucap wanita itu dengan suara rendahnya, membuat Dzurriya sontak berhenti melangkah. Sebenarnya ia sangat malas mendengar apapun dari wanita itu, karena setiap ucapannya terdengar manipulatif. “Apa kau tidak tahu kalau aku Nyonya di rumah ini?” ucap wanita itu sinis. ‘Terserah’ pikir Dzurriya. Sepertinya wanita itu memang sengaja menegaskan kepada Dzurriya bahwa ia bukanlah siapa-siapa di rumah itu. Dzurriya berusaha untuk tidak menghiraukannya dan berjalan berlalu masuk. Namun wanita itu sepertinya tidak terima, ia menarik lengan Dzurriya dan mulai berkata rendah, “Aku tidak akan
Dzurriya menunduk menatap suaminya yang tengah mencium perutnya itu dalam-dalam.TapTerdengar high heels Alexa kembali mengetuk lantai di belakang mereka.Eshan terlihat bangkit dengan tatapan mata yang dingin di balik kacamata rectanglenya.“Aku menciumnya karena dia adalah anakku, jangan berpikir macam-macam, apalagi berpikir aku menyukaimu,” ucap suaminya itu dengan sinis sambil menatap tajam ke arah Dzurriya.“Kau yang menciumnya, aku tidak pernah memintanya, lalu dari segi mananya kau bisa berpikir bahwa aku menyukaimu, TUAN ESHAN YANG TERHORMAT?” Jawab Dzurriya sambil menatap tajam ke arah suaminya .Bahkan ia sengaja menekan nada suaranya saat memanggil nama lelaki itu untuk menutupi rasa tertekannya.‘Terima kasih untuk rasa sakit yang terus kau berikan, akan aku ingat benar-benar’ pikir Dzurriya sambil menatap tajam ke arah lelaki itu.Ia kemudian berjalan melewatinya, juga istri pertama suaminya itu dengan tegar.“Dasar wanita tak tahu diri! kau harusnya membentaknya tadi
“Berhenti!” perintah Eshan pada sopirnya itu yang kemudian menepikan mobilnya di sisi jalan tol.Lelaki itu kemudian memerintahkan sopirnya tersebut untuk keluar dan berganti dia yang masuk untuk menyetir.‘Apa dia cemburu pada Ryan?’ pikir Dzurriya seraya menatap suaminya yang bersikap sungguh dingin itu, kemudian menghela nafas panjang.Sedari menggendongnya masuk ke mobil itu tadi, tidak ada satupun kata yang keluar dari mulut lelaki itu.Tanpa sengaja, Dzurriya bertatapan dengan suaminya yang tengah menilik dirinya dari balik kaca spion depan sekilas. Tampak lelaki itu terlihat kesal dan marah. “Tidak dia pasti sangat kesal dengan apa yang aku ucapkan tadi. Jangan terlalu berharap Dzurriya, baginya kau tidak lebih dari pengganti rahim istrinya,” lanjut Dzurriya bergumam dalam hati, berusaha mengingatkan dirinya sendiri.Tiba-tiba saja, dia langsung menyalakan mesin mobil itu dan keluar dari bahu jalan dengan cepat.Dzurriya mencengkeram sisi jok mobil tempatnya duduk karena lela