“Turun!”Dzurriya benar-benar tersentak kaget mendengar perintah suaminya yang bernada dingin itu setelah mengirim pesan dari ponselnya.Ia benar-benar tak mengiranya, bukankah baru beberapa menit yang lalu hubungannya bersama sang suami terlihat baik-baik saja.Ia menatap dalam-dalam lelaki di depannya yang terkadang sulit ditebak tersebut.‘Apa aku salah bicara? Perasaan dari tadi setelah aku menyebut nama Paman Braha, tidak ada percakapan lagi diantara kami’ Pikir Dzurriya sambil memandang jalanan tol dengan mobil-mobil yang melaju begitu cepat di depannya, seperti mobil yang tengah dikendarainya saat ini.“Tapi mas aku nanti pulangnya gimana?” toleh Dzurriya sambil bertanya mengiba dan kebingungan.“Itu urusanmu, turun!” jawab Eshan kasar.‘Tega kamu, Mas’ Dzurriya memandang sebal pada suaminya yang begitu menyebalkan itu.“Dasar Labil! Sebentar baik, sebentar marah tanpa alasan.” gumam Dzurriya lirih sambil berbalik dan bersiap membuka pintu mobil.“Apa? kau berani mengataiku,”
“Untuk apa kau mencari suamiku?”Dzurriya berbalik dengan begitu terkejut mendapati Alexa telah berdiri di belakangnya. ‘Sejak kapan wanita itu berdiri disana?’ pikirnya terkesiap kaget.“Malah bengong, jawab kurang ajar,” bentak Alexa, membuat Dzurriya tersentak kaget. Keringatnya mulai bermunculan dari sisi dahinya.Wanita itu kini berjalan ke arahnya dengan begitu tenang. Decak heelsnya menggetarkan nyali Dzurriya. Entah apa yang akan dilakukan wanita itu padanya. Apalagi matanya terlihat begitu tajam menatap Dzurriya.“Ada apa ini?” tanya Eshan yang baru masuk ke ruangan itu dengan begitu tenangnya. Dia telah berganti pakaian.Dzurriya balik menatap suaminya yang juga sedang menatapnya itu.Berbeda dengan Alexa yang bukannya berbalik atau menjawab pertanyaan Eshan, tapi malah berkata lirih pada Dzurriya sambil melotot, “jangan pernah berpikir untuk menyukainya apalagi merebutnya dariku, atau aku akan membuat hidupmu sengsara,”Seketika Dzurriya mengalihkan pandangan ke arah Alexa
Dzurriya mendongak jauh ke angkasa sambil memayungi sebagian wajahnya yang silau oleh sinar mentari dengan punggung tangannya.‘Ternyata memaksa menatap sesuatu yang jauh dari kemampuan kita itu menyakitkan’Desah Dzurriya kemudian menatap jendela-jendela di atasnya.‘Mas, makasih buburnya kemarin, enak’Gumam Dzurriya dalam hati. Karena marah, ia belum sempat berterima kasih pada suaminya kemarin malam.“Ternyata kau ada di sini?” Dzurriya menoleh ke arah Ryan yang kini tengah berjalan ke arahnya sambil menenteng kresek hitam di tangan kanannya.“Ini, untukmu,” ujar Ryan sambil menyerahkan bungkusan itu padanya.“Apa ini?” Ucapnya penasaran.“Lihatlah sendi..” Belum selesai Ryan berkata, kresek itu sudah dibuka. Seketika wajah Dzurriya berubah begitu senang.“Kelengkeng,” ujar Dzurriya sambil menatap Ryan yang mengangguk ikut senang.“Makasih ya,” seru Dzurriya sambil menaruh plastik itu di sebelahnya. Ia mulai mengupas buah itu dan memakannya. Saking sukanya, ia mengulum buah itu
“Kau dokter, harusnya kau tahu kalau ia harus beristirahat dengan baik,” ujar Dzurriya menirukan kalimat dan gaya bicara Eshan yang berat di depan cermin, sambil menyampirkan jaket hitam pemberian suaminya itu di punggungnya. Ia berlagak gagah seperti Eshan, kemudian mengakhiri kalimatnya tadi dengan tersenyum malu sambil menutup mulut dengan telapak tangannya. Setelah itu, ia lepas jaket itu dan menjembengnya di depan cermin. Kemudian bersiap mengubah suara dengan batuk-batuk. “Memangnya, Bapak Eshan tau cara merawat istrimu ini dengan baik?” ujarnya lembut dan manja sambil mengibas-kibas bagian bawah kerah jaket itu dengan telapak tangan kanannya.Ucapannya itu membuatnya begitu senang dan tersipu malu sendiri. Ia tutup sekarang seluruh wajahnya dengan telapak tangannya. Lalu mengintip sedikit ke arah cermin, melihat wajahnya sendiri. Sedikit demi sedikit, ia mulai menurunkan tangannya dari mukanya dan mulai beraksi kembali.Ia sampirkan kembali jaket itu di punggungnya dan ber
Pagi ini, suasana hati Dzurriya sangat baik.‘Bismillah’Ia membuka pintu kamarnya, hendak beranjak ke taman belakang. Dia ingin menyapa suaminya lewat jendela-jendela belakang yang membisu itu, berharap suaminya ada di balik salah satu jendela itu dan memperhatikannya.Ia menyapa setiap pelayan yang lewat di sana dengan ramah, bahkan menghampiri dua pelayan di dapur yang dulu membantunya memasak. Mereka sekali lagi terlihat sedang menyiapkan makan untuk keluarga itu.“Apa Nyonya butuh sesuatu?” tanya salah satu pelayan itu. “Tidak, sebaliknya apa aku boleh membantu kalian memasak?” tanya balik Dzurriya, sebenarnya ia tau ia tak boleh memasak di sana.“Mohon Nyonya tidak menyulitkan kami.”Dzurriya menghela napas panjang mendengarnya. “Benar, Nyonya jangan menyulitkan mereka.”Dzurriya berbalik mendengar suara Tikno dari arah belakang itu, kalau sudah begitu, sepertinya kesempatannya untuk memasak tidak akan ada.“Tuan meminta saya mengajak Nyonya untuk belanja bulanan. Mari Nyonya!
Dzurriya terkesiap menatap suaminya. Bagaimana lelaki itu bisa berada di sana, Bukannya dia tadi berangkat bekerja“Saya undur, Tuan” ujar Tikno“Ya, silahkan!” ujar Dzurriya sangat antusias tanpa sadar, padahal Tikno sedang bertanya kepada Eshan.Alhasil baik Eshan atau Tikno menahan tawa.Sedang Dzurriya yang baru saja sadar telah salah ucap, langsung menggigit bibirnya dan membuang muka ke arah lain.‘Memalukan sekali kamu Dzurriya’“Kalau begitu Saya pergi dulu, Tuan. Saya mau lanjut belanja,” tanya Tikno kembali.“Ya Pergilah, Tikno,” jawab Eshan singkat.Tikno meninggalkan keduanya dan mulai berjalan naik ke atas elevator. Sebentar saja dia sudah hilang dalam kerumunan.“Jadi kita mau ke mana?” bisik Eshan dari belakang, membuat Dzurriya terkesiap dan sontak menoleh ke belakang.Ia segera menahan emosinya dan berjalan ke samping suaminya, karena khawatir diperhatikan orang lain di tempat itu, malu.“Terserah, Mas Eshan,” jawab Dzurriya, merona pipinya.“Oke, bagaimana kalau maka
Perjalanan yang terasa mengecewakan, Karena perjalanan ini membuatnya berpisah dengan suaminya.‘Kalau saja Paman Braha tidak muncul…..’Dzurriya menghela nafas panjang sambil memandang kosong keluar jendela.Ia mulai bertanya-tanya mengapa suaminya itu sekarang begitu baik padanya, tapi kemudian ia tidak ingin berpikir terlalu jauh dan terlena. Sebelum-sebelumnya, rasa penasarannya berubah menjadi sangat menyakitkan. Sekarang ia berusaha sadar diri bahwa ia hanyalah istri kedua.‘Diperlakukan dengan sangat baik itu sudah sebuah anugerah. Jangan berharap macam-macam, Dzurriya!’“Nyonya, silakan turun! Kita sudah sampai,” ucap Tikno yang sudah membukakan pintu mobil untuknya.Dzurriya menghela napas panjang dan turun.Ia memandang rumah besar itu.“Tikno, Apa kau nyaman berada di rumah sebesar ini?”“Saya bersyukur bisa bersama dengan Tuan Eshan di sini.”‘Kau benar, Tikno’ jawab Dzurriya di dalam hati sambil memandang Tikno.Keduanya kemudian masuk. Tampak Alexa yang masih berjas pu
Hari pertama tanpa suami…Zahra mengukir tulisan itu di atas kaca jendela kamarnya dengan telunjuknya sambil menerawang jauh ke luar. Ia mengakhiri tulisan itu dengan tanda titik-titik panjang, seperti hendak menanyakan di mana ujungnya.Tok tok tok“Nyonya, ada tuan Ryan mencari Nyonya. Apa Nyonya sudah bangun?” tanya seorang pelayan dari luar kamar.“Ya,” jawab Zahra malas.Ia kemudian keluar dari kamarnya dengan setengah menyeret kakinya.“Apa kamu baik-baik saja,” tanya Ryan yang ternyata sudah ada di luar kamarnya.Lelaki itu terlihat cemas, mungkin karena melihat raut wajah murung Dzurriya.“Hu um,” jawab Dzurriya sambil mengangguk tersenyum.“Kamu sudah makan? aku makan lengkeng dan nasi padang kesukaanmu.”Lelaki itu mengakhiri kalimatnya dengan membelalakkan mata.‘Kesukaanku?’Tatap Dzurriya heran.“Maksudku, kesukaanku, Iya kesukaanku,” jawab Ryan terbata-bata“Tapi kok nasinya cuma sebungkus? Dan kamu tawarin aku. Dokter nggak makan?” tanya Dzurriya heran.“Sudah tadi, ini
BrakTerdengar suara benturan dari bagian belakang kursi roda yang dinaiki Dzurriya karena menabrak dinding. Kursi roda itu tiba-tiba saja ditarik ke dalam sebuah ruangan oleh seseorang, kemudian kerangka sandarannya didorong ke belakang dengan cepat.Kejadian yang begitu cepat itu spontan membuat Dzurriya tersentak dengan tarikan nafasnya yang terjeda yang kemudian terengah-engah.Pria segera berusaha menguasai dirinya yang berdebar hebat dengan menelan ludahnya, kemudian perlahan mendongakkan kepalanya ke atas, menatap siapa yang sudah menariknya ke dalam ruangan tersebut.‘Mas!’Tampak wajah sang suami terlihat merah padam, sepertinya laki-laki itu sedang kesal.“Apa sebenarnya yang kau inginkan?” ucap suaminya itu terdengar begitu sinis dan dingin.“Yang kuinginkan? Apa maksudmu?” tanya Dzurriya tak mengerti dengan apa yang diucapkan lelaki itu padanya.“Jangan pura-pura lugu kau sedang memanfaatkan kami berdua, kan?” tuduh Eshan tampak menatapnya semakin dekat dan semakin dingin.
“Kenapa kau membiarkannya pergi?” tanya Ryan tampak menatap Dzurriya dengan heran, setelah kepergian Eshan yang terlihat kesal, saat mendapati dirinya dan Ryan bersama.“Bukankah kau juga menginginkannya?” ucap Dzurriya bertanya balik padanyaLelaki itu tampak memicingkan matanya sembari melirik ke arahnya, “jangan berbohong padaku! bahkan kau melakukannya bukan untukku, apa kau cemburu karena Alexa tadi tiba-tiba datang dan menciumnya?”“Jangan bicara omong kosong! untuk apa aku cemburu pada wanita murahan seperti dia? cepat dorong aku!” ujar Dzurriya berusaha mengalihkan pembicaraan.Ryan tampak terkesiap mendengar penuturannya tersebut.“A–apa maksudmu? Kenapa kau menyebutnya murahan?” tanya lelaki itu terdengar terbata-bata dan berhati-hati.Dzurriya kembali menoleh ke belakang dan menatap lelaki itu dalam-dalam.‘Apa kau benar-benar yakin mau mendengarnya dariku?’ pikir Dzurriya kemudian menelan ludahnya.“Apa kau benar-benar tidak ingin membawaku untuk keluar? aku begitu penat b
“Apa?” Tampak Eshan berusaha memastikan apa yang barusan ia dengar tersebut, dengan alisnya yang tampak saling mendekat dan hampir menyatu.“Jadi jangan sia-siakan dia! atau aku akan segera merebutnya darimu,” ujar Ryan tiba-tiba menarik kerah Eshan, sambil menatap begitu tajam ke arah kakak sepupunya tersebut.‘Hah!” desah Dzurriya penuh sesal, Iya begitu terkesiap sekaligus tak menyangka kalau mantan kekasihnya itu bakal bicara sembarangan seperti itu.Sementara Alexa terlihat nyengir kegirangan, Ia bahkan terlihat sangat menikmati pemandangan itu.Berbeda dengan dirinya yang mulai was-was, apalagi melihat suaminya itu memegang tangan Ryan yang tengah mencengkeram kuat kerah bajunya, kemudian perlahan menurunkan tangan adik sepupunya itu, dan mulai menatapnya dengan tajam.‘Jangan-jangan mereka akan berkelahi!’ pikir Dzurriya.Tapi apa yang akan terjadi melampaui perkiraannya.“Kalau kau sangat menyukainya…”‘Apa yang mau kau katakan, Mas?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata suamin
BekTerdengar suara pukulan begitu keras, diikuti cairan yang terasa memancar di pipi kiri Dzurriya, tapi anehnya Dzurriya tak merasakan apa-apa.“Apa yang terjadi?” pikirnya.Dengan heran dibukanya matanya perlahan penuh was-was.Tampak tubuh tua bangka itu tergolek lemah di sampingnya dengan sisa-sisa bercak di tepi mulutnya, sepertinya itu adalah darah.Seketika Dzurriya langsung tersentak, sembari kembali menutup mulutnya yang mendesah singkat.Dialihkannya kemudian pandangannya ke arah seseorang berkemeja putih yang tampak memukul satu persatu para pengawal itu dengan membabi buta di depannya.“Mas!” Panggil Dzurriya lirih, begitu mendapati wajah lelaki yang tadi membelakanginya itu tiba-tiba menendang kepala seorang pengawal hinggap badannya memutar menghadap ke arah Dzurriya.Sementara itu tiba-tiba terlihat tangan Braha yang tersungkur di sebelahnya meraba-raba, seperti tengah hendak meraihnya. Dzurriya yang terperanjat kaget langsung menyeret tubuhnya mundur.Namun badan le
Dzurriya hendak menjelaskan kalau dia benar-benar amnesia, dan baru ingat semuanya, namun tiba-tiba tubuh Ryan tersentak hebat bersamaan dengan darah yang tiba-tiba memancar keluar dari dalam mulut mantan tunangannya itu.Sontak Eshan begitu terperanjat kaget dan terlihat langsung menghampiri sepupunya itu, kemudian menggendongnya.Dzurriya yang begitu syok hanya bisa menoleh sambil mendesah cepat, dan seketika menutup mulutnya dengan kedua tangannya, matanya sendiri langsung berkaca-kaca.Ia lalu mengikuti suaminya yang setengah berlari dengan panik itu.Namun tiba-tiba tangan kanan Alexa menjulur dan menghalangi jalannya.Dzurriya menoleh ke arah wanita itu dengan heran, namun wanita tak punya hati itu malah tersenyum nyengir ke hadapannya, dan segera melirik ke arah pengawalnya tadi, yang sepertinya terlupakan oleh suaminya.Dia kemudian menggerakkan bola matanya melirik ke arah Dzurriya dengan cepat.Alhasil dalam sepersekian detik saja, para pengawal itu langsung membungkam mulut
Dzurriya segera mencari sesuatu di badan Ryan. Kalau perkiraannya benar, dan lelaki itu datang ke sana untuk menyelamatkannya, pasti dia membawa sesuatu untuk membela diri, dan benar saja itu yang menemukan senjata api di bagian dalam saku jaketnya.Dzurriya segera mengambil senjata itu dan berlari ke belakang pintu. Namun na’as, pintu itu tiba-tiba terbuka begitu saja, mata Dzurriya langsung membelalak lebar, tubuhnya pun yang tadinya condong kedepan karena buru-buru berlari ke belakang pintu, sontak menegak bersamaan dengan matanya yang menoleh ke arah pintu tersebut.Dengan panik, ia segera mengokang pistolnya, dan mengarahkan pistol itu pada seseorang yang masuk pertama, yang tak lain adalah paman istri pertama suaminya itu.Tapi karena Ia tidak mahir sama sekali juga begitu gugup, peluru pistol itu malah meluncur ke arah daun pintu tadi dan menyebabkan suara dentuman yang begitu keras. Alhasil Alexa dan Braha berhasil mundur dan menghindar.“Kurang ajar! berani sekali dia melaku
“Hi, Sayang! Apa kau sudah tertidur?” Mata Dzurriya langsung tersentak bangun mendengar suara yang mendesah berat tersebut, Ia langsung seketika berusaha mengangkat dirinya yang terikat kuat tersebut sampai-sampai kursi itu terangkat dan bergeser sedikit, kemudian terantuk ke lantai begitu keras.“Apa maumu, jangan coba-coba menyentuhku!” ancam Dzurriya dengan matanya yang membulat sempurna menoleh ke arah Tua bangka, Braha sialan itu, yang tengah memandangnya dengan dengan tatapan yang begitu menjijikan.“Kamu kira kamu bisa menghindar dariku sekarang?” ujar lelaki itu sambil meringis, belum lagi tangannya yang kotor dan keriput itu mengusap pipinya, membuat Dzurriya benar-benar muak dan segera menolehkan wajahnya ke arah lelaki itu, kemudian….“Akh!”Terdengar jeritan kesakitan yang begitu keras dan panjang dari lelaki itu, karena Dzurriya sengaja menggigit jemari tangannya yang barusan menyentuhnya sembarangan tersebut.Lelaki yang tampak kesakitan itu berusaha memukul badan dan k
“Apa? Kurang Ajar!” seru Eshan naik pitam, sambil menggebrak meja dengan keras, membuat Tikno yang baru saja masuk ke ruang kerjanya itu ikut tersentak kaget, dan langsung mengangkat kepala menatapnya.“Bagaimana kalian bisa dikecoh oleh seorang wanita seperti itu? Dasar Bodoh! Aku tidak mau tahu, cari dia sampai ketemu, atau kepala kalian taruhannya!” lanjutnya sembari langsung menutup teleponnya dengan nafas yang terengah-engah marah.“Beraninya dia bermain-main denganku?” gumamnya sambil menundukkan punggungnya dan menyandarkan tangannya di atas meja kerjanya.“Ada apa, apa dia menghilang?”Eshan mengangkat bola mata dan alisnya bersamaan ke arah Tikno.“Sepertinya tak ada cara lain, Tuan harus memasang penyadap di mobil Nyonya, ini pasti ada hubungannya dengan lelaki itu,” saran Tikno.“Kita bicarakan itu nanti,” ujar Eshan sembari menegakkan badannya berdiri. Selama ini dia berusaha tidak memata-matai dan percaya pada istrinya, sebagaimana janjinya dulu pada wanita itu sebelum me
Dzurriya sontak tersentak bangun dengan nafasnya yang ngop-ngopan, gimana tidak? tiba-tiba saja wajahnya ditimpa guyuran air yang menamparnya begitu deras. Padahal ia baru saja pingsan tertidur karena kelelahan, setelah hampir seharian ia ditampar dan dipukuli oleh Alexa dan Pamannya.“Enak sekali ya tidurnya?” tanya Alexa yang kini tengah berdiri kembali di hadapannya sambil membawa ember.“Kenapa kau terus menyiksaku?” tanya Dzurriya memberanikan diri.“Pertanyaan apa itu? Menurutmu, apa semua ini sudah sepadan untuk wanita perusak ruma tangga orang lain sepertimu, Hah?” tanya balik Alexa sambil dengan nada membentak.“Bukankah kau yang membawaku ke rumah itu, kau yang memaksaku untuk menikah dengan suami? Apa kau lupa? sekarang sikapmu sungguh kekanak-kanakan, kenapa— apa kau takut dengan keberadaanku?” tanya Dzurriya berusaha balik memprovokasinya.“Aku? takut dengan keberadaanmu? Apa kau sudah gila? Wanita murahan sepertimu, bagian dirimu mana yang harus aku iri?” tanya wanita it