âKau dokter, harusnya kau tahu kalau ia harus beristirahat dengan baik,â ujar Dzurriya menirukan kalimat dan gaya bicara Eshan yang berat di depan cermin, sambil menyampirkan jaket hitam pemberian suaminya itu di punggungnya. Ia berlagak gagah seperti Eshan, kemudian mengakhiri kalimatnya tadi dengan tersenyum malu sambil menutup mulut dengan telapak tangannya. Setelah itu, ia lepas jaket itu dan menjembengnya di depan cermin. Kemudian bersiap mengubah suara dengan batuk-batuk. âMemangnya, Bapak Eshan tau cara merawat istrimu ini dengan baik?â ujarnya lembut dan manja sambil mengibas-kibas bagian bawah kerah jaket itu dengan telapak tangan kanannya.Ucapannya itu membuatnya begitu senang dan tersipu malu sendiri. Ia tutup sekarang seluruh wajahnya dengan telapak tangannya. Lalu mengintip sedikit ke arah cermin, melihat wajahnya sendiri. Sedikit demi sedikit, ia mulai menurunkan tangannya dari mukanya dan mulai beraksi kembali.Ia sampirkan kembali jaket itu di punggungnya dan ber
Pagi ini, suasana hati Dzurriya sangat baik.âBismillahâIa membuka pintu kamarnya, hendak beranjak ke taman belakang. Dia ingin menyapa suaminya lewat jendela-jendela belakang yang membisu itu, berharap suaminya ada di balik salah satu jendela itu dan memperhatikannya.Ia menyapa setiap pelayan yang lewat di sana dengan ramah, bahkan menghampiri dua pelayan di dapur yang dulu membantunya memasak. Mereka sekali lagi terlihat sedang menyiapkan makan untuk keluarga itu.âApa Nyonya butuh sesuatu?â tanya salah satu pelayan itu. âTidak, sebaliknya apa aku boleh membantu kalian memasak?â tanya balik Dzurriya, sebenarnya ia tau ia tak boleh memasak di sana.âMohon Nyonya tidak menyulitkan kami.âDzurriya menghela napas panjang mendengarnya. âBenar, Nyonya jangan menyulitkan mereka.âDzurriya berbalik mendengar suara Tikno dari arah belakang itu, kalau sudah begitu, sepertinya kesempatannya untuk memasak tidak akan ada.âTuan meminta saya mengajak Nyonya untuk belanja bulanan. Mari Nyonya!
Dzurriya terkesiap menatap suaminya. Bagaimana lelaki itu bisa berada di sana, Bukannya dia tadi berangkat bekerjaâSaya undur, Tuanâ ujar TiknoâYa, silahkan!â ujar Dzurriya sangat antusias tanpa sadar, padahal Tikno sedang bertanya kepada Eshan.Alhasil baik Eshan atau Tikno menahan tawa.Sedang Dzurriya yang baru saja sadar telah salah ucap, langsung menggigit bibirnya dan membuang muka ke arah lain.âMemalukan sekali kamu DzurriyaââKalau begitu Saya pergi dulu, Tuan. Saya mau lanjut belanja,â tanya Tikno kembali.âYa Pergilah, Tikno,â jawab Eshan singkat.Tikno meninggalkan keduanya dan mulai berjalan naik ke atas elevator. Sebentar saja dia sudah hilang dalam kerumunan.âJadi kita mau ke mana?â bisik Eshan dari belakang, membuat Dzurriya terkesiap dan sontak menoleh ke belakang.Ia segera menahan emosinya dan berjalan ke samping suaminya, karena khawatir diperhatikan orang lain di tempat itu, malu.âTerserah, Mas Eshan,â jawab Dzurriya, merona pipinya.âOke, bagaimana kalau maka
Perjalanan yang terasa mengecewakan, Karena perjalanan ini membuatnya berpisah dengan suaminya.âKalau saja Paman Braha tidak munculâĶ..âDzurriya menghela nafas panjang sambil memandang kosong keluar jendela.Ia mulai bertanya-tanya mengapa suaminya itu sekarang begitu baik padanya, tapi kemudian ia tidak ingin berpikir terlalu jauh dan terlena. Sebelum-sebelumnya, rasa penasarannya berubah menjadi sangat menyakitkan. Sekarang ia berusaha sadar diri bahwa ia hanyalah istri kedua.âDiperlakukan dengan sangat baik itu sudah sebuah anugerah. Jangan berharap macam-macam, Dzurriya!ââNyonya, silakan turun! Kita sudah sampai,â ucap Tikno yang sudah membukakan pintu mobil untuknya.Dzurriya menghela napas panjang dan turun.Ia memandang rumah besar itu.âTikno, Apa kau nyaman berada di rumah sebesar ini?ââSaya bersyukur bisa bersama dengan Tuan Eshan di sini.ââKau benar, Tiknoâ jawab Dzurriya di dalam hati sambil memandang Tikno.Keduanya kemudian masuk. Tampak Alexa yang masih berjas pu
Hari pertama tanpa suamiâĶZahra mengukir tulisan itu di atas kaca jendela kamarnya dengan telunjuknya sambil menerawang jauh ke luar. Ia mengakhiri tulisan itu dengan tanda titik-titik panjang, seperti hendak menanyakan di mana ujungnya.Tok tok tokâNyonya, ada tuan Ryan mencari Nyonya. Apa Nyonya sudah bangun?â tanya seorang pelayan dari luar kamar.âYa,â jawab Zahra malas.Ia kemudian keluar dari kamarnya dengan setengah menyeret kakinya.âApa kamu baik-baik saja,â tanya Ryan yang ternyata sudah ada di luar kamarnya.Lelaki itu terlihat cemas, mungkin karena melihat raut wajah murung Dzurriya.âHu um,â jawab Dzurriya sambil mengangguk tersenyum.âKamu sudah makan? aku makan lengkeng dan nasi padang kesukaanmu.âLelaki itu mengakhiri kalimatnya dengan membelalakkan mata.âKesukaanku?âTatap Dzurriya heran.âMaksudku, kesukaanku, Iya kesukaanku,â jawab Ryan terbata-bataâTapi kok nasinya cuma sebungkus? Dan kamu tawarin aku. Dokter nggak makan?â tanya Dzurriya heran.âSudah tadi, ini
Peristiwa tadi siang sungguh membuat syok Dzurriya.Ia benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa suaminya bersenang-senang dengan istri pertamanya, sedang dia di rumah terus memikirkannya.Memang benar ia hanya istri kedua, tapi apakah itu momen yang tepat untuk mereka liburan, sementara lelaki itu baru saja menanamkan benih dalam rahimnya. Meski benih itu belum tentu berhasil, tapi setidaknyaâĶ.Kalimat-kalimat itu terus memenuhi pikirannya.Karena saking tertekannya, nasi padang dan lengkeng yang di bawah Ryan tadi bahkan hanya disentuhnya sedikit.Dzurriya terus mengurung diri di dalam kamarnya setelah Ryan pamit berangkat bekerja.Ia memeluk jaket hitam penuh kenangan itu di dadanya, sambil berbaring di atas kasur sampai tertidur.Bangun-bangun perutnya terasa sangat keroncongan.âKenapa di saat begini kamu kelaparan, sih?â ujar Dzurriya sambil menangis sesenggukan.Ia mengusap air matanya dan beranjak bangkit keluar.âMasa iya aku sedih-sedih gini makan?â gumam Dzurriya lirih sa
âIni tak seperti yang kau pikirkan, ada penyusup masuk ke dalam rumah ini, aku melihatnya masuk ke ruang kerja Eshan, aku hanyaâĶ..âBelum selesai Dzurriya berkata-kata, Tikno sudah gupuh menyelanya, âke mana dia sekarang?â âDia turun naik tangga darurat ke sebelah sana.âTikno langsung berlari masuk ke dalam lift, sambil memegang earphone yang tergantung di telinganya, dia berteriak, âada penyusup di lantai bawah, segera amankan!âDzurriya berusaha berlari mengikuti Tikno. Keduanya masuk ke dalam lift.Tak Butuh waktu lama, mereka Akhirnya sampai di lantai satu.Pintu lift itu terbuka, Tikno terlihat keluar diikuti Dzurriya.Para pengawal kemudian tampak menghampiri Tikno, dan berkumpul mengerumuninya.âApa sudah ketemu?â tanya Tikno seperti berusaha terlihat tenang.âTidak ada satupun orang keluar dari sini,â lapor salah satu pengawal.Dzurriya teringat sesuatu dan menyela, â tadi aku mendengarnya masuk dari pintu belakang,âTanpa menunggu aba-aba, para pengawal itu mengikuti Tikno
âRiska AtmajayaââKenapa wanita-wanita yang ada di sekitarmu terlihat sangat cantik dan seksi, Mas Ehsan?â Pikir Dzurriya sambil memandang jauh ke jendela-jendela rumahnya seperti biasa.Malam itu terasa begitu panjang dan dingin.âApa yang sekarang sedang kau lakukan, Mas?â gumam Dzurriya dalam hati seraya mendekap tubuhnya yang mengenakan jaket hitam itu.Angin begitu dingin, langit pun terlihat tanpa cahaya sedikitpun karena tertutup mendung.âApakah di sana juga mendung Mas, atau sedang bersalju, atau sedang siang hari?âDzurriya menghela napas panjang, ia mulai melantur ke sana ke mari karena galau.âApa kamu mengingatku, Mas?â ujarnya lirih.âPasti kamu tidak merasakan dingin seperti yang kurasakan, karena di sampingmu ada istrimu yang lainâDzurriya mulai mengusap air matanya yang baru saja turun.âSepertinya hanya aku yang merindukanmuâTiba-tiba, ia teringat perkataan Riska tadi siang tentang suaminya, âAku kira Eshan akan bercerai setelah satu atau dua tahun, ternyata wanit
âJadi ini rumahnya?â ujar Eshan sembari menilik keluar jendela, menatap rumah bercat hijau tanpa pagar dengan halaman yang tidak cukup lebar. Tampak sebuah pohon mangga besar dan rindang yang tengah berbuah banyak berada di tepi samping halamannya, dengan beberapa macam bunga di tepi depannya, rumah milik orang tua Dzurriya itu sungguh terlihat sederhana, tapi menyejukkan mata yang memandang.Terlihat kemudian pintu mobilnya dibuka oleh pengawalnya, ia segera keluar dari mobilnya dan masih menatap rumah itu dalam-dalam.Rumah itu kelihatan sepi seperti rumahnya, tapi kenapa hatinya merasa adem, seperti ada aura yang berbeda di rumah itu.âApa Saya mau ketukan pintu, Tuan?â tanya salah seorang pengawalnya.Eshan hanya menggelengkan kepala, aku akan melakukannya sendiri.Ia kemudian mulai berjalan ke arah teras rumah itu, saat tiba-tiba seorang anak perempuan berlari ke arahnya sambil memegang-megang jasnya seperti hendak bersembunyi âJangan lari kau! Dasar anak nakal!âEshan langsun
âApa kamu bisa menjamin bahwa kalian akan baik-baik saja, jika tidak bersamaku?âDzurriya terdiam mendengar ucapan suaminya tersebut.âSetidaknya mereka tidak akan tahu bahwa aku dan Angel adalah keluargamu?ââSampai kapan?â tanya lelaki itu balik.Sekali lagi Dzurriya hanya terdiam. âApa kamu bisa menjamin tidak akan ada yang mengejar kalian?â lanjutnya membuat Dzurriya semakin tercenung diam.âJika kalian ada di sini, justru tempat yang menurutmu paling aman, bisa menjadi tempat yang paling berbahaya di dunia ini, apa kau sadar itu Dek?â Ucap lelaki itu terdengar masuk akal.âAku ingin memberi kalian status, supaya tidak ada lagi orang yang berani menyentuh kalian Aku hanya ingin kebaikan itu untuk kalian, setidaknya dengan bersamaku, aku bisa memastikan bahwa kalian aman dan baik-baik saja,â jelas suaminya itu.Dzurriya menelan ludahnya mendengar ucapan suaminya tersebut.âAku mencintaimu Dzurriya,â ucap lelaki itu sambil menatapnya dengan lembut.Dzurriya terkesiap diam dan mena
Dzurriya menatap keluar jendela mobil tersebut, kampungnya tampak tak berbeda jauh dengan setahun setengah yang lalu.Terlihat beberapa orang yang tengah bersantai di depan rumah tetangganya, memandang mobil yang dinaikinya itu dengan heran.Dzurriya tersenyum dalam-dalam menatap mereka, matanya tampak berkaca-kaca.âAkhirnya aku kembali Aba, Ummi,â gumam Dzurriya dalam hati setelah menghela nafas panjang, kemudian berbalik menatap Putri kecilnya lagi.âSayang! akhirnya Bunda bisa membawamu pulang,â seru Dzurriya dengan senang, kemudian mengecup pipi mungil putrinya dengan gemas.Tiba-tiba ia mendengar suara berisik dari luar mobil tersebut.Ia segera menoleh ke arah jendela kembali tampak beberapa mobil mewah terparkir di depan rumah budenya yang terbilang sangat luas itu, yang tepat bersebelahan dengan rumahnya.âAda apa, kok banyak mobil? apa Mas Erwin sedang lamaran?â pikirnya bertanya-tanya, sampai lehernya menoleh mengikuti gerak mobil itu yang semakin menjauh dari pekarangan r
Dzurriya menatap jauh ke arah suaminya yang tengah duduk di taman rumah sakit itu dengan pandangannya yang kosong.Sudah sejam lelaki itu berada di sana dengan matanya yang sesekali berkaca-kaca.Lelaki itu tadi terlihat sangat bahagia mendapati Dzurriya berada di sampingnya tadi, namun tiba-tiba berubah murung saat mengetahui bahwa istri pertamanya telah tiada.âSecinta itu kau padanya Mas,â pikir Dzurriya sembari menelan ludahnya.âApa yang kau pikirkan?âDzurriya tersentak kaget mendengar pertanyaan Ryan barusan, ia kemudian menoleh ke arah sepupu iparnya tersebut.âKenapa kau tak menghampirinya saja? Sepertinya dia butuh teman bicara,â tanya lelaki itu lebih jauh.Dzurriya tersenyum ringan, kemudian berbalik menatap jauh ke arah suaminya.âApa kau tahu apa yang ditanyakannya tadi padaku saat dia baru siuman?â tanyanya tanpa menoleh ke arah Ryan sedikitpun.âApa dia bertanya kalau kau baik-baik saja?âDzurriya tersenyum sambil menunduk ke bawah, mendengar jawaban Ryan tersebut, kem
âMas!â teriak Dzurriya panik dengan mata yang nanar dan berkaca-kaca. Ia memeluk suaminya dalam perempuannya tersebut.Lelaki itu tampak berusaha tersenyum padanya, sambil berbicara dengan nada terbata-bata, â Sâsekarang kita sudah impasâĶ Aâaku sudah tiâdak berhutang lagi padamu.ââTidak! ini belum cukup! kau harus membayarnya seumur hidupmu! kau dengar itu?â ujar Dzurriya di antara air matanya yang terus-menerus mengalir ketakutan.Eshan kembali terlihat tersenyum, sebelum akhirnya tubuhnya tiba-tiba tersentak hebat, dan dari dalam mulutnya memancar darah yang begitu banyak, hingga menciprat ke sebagian pakaian Dzurriya dan mukanya.Lelaki itu pingsan dan langsung menutup mata setelahnya, membuat Dzurriya menangis histeris dengan begitu panik. Ia berusaha menggoyang-goyang tubuh suaminya itu, namun tidak ada respon sekali.Dengan ketakutan ia mulai berteriak minta tolong.Tiba-tiba beberapa orang datang bersama dengan Alexa yang tadi lari begitu saja setelah menikam suaminya.Di
âLepaskan dia!â Sayup-sayup terdengar teriakan begitu kera, setelah suara pintu yang terdengar digebrak dan dibanting tiba-tiba. Diikuti kemudian oleh suara langkah kaki yang berlari dan berderap begitu berat, tampak tubuh Alexa tertarik ke belakang. Dzurriya langsung terbatuk-batuk, nafasnya yang tertahan begitu lama langsung tersengal-sengal keluar. âApa dia benar-benar sudah gila?â pikir Dzurriya sembari memegang lehernya dan melirik ke arah istri pertama suaminya itu. âKamu nggak pa-pa?â tanya suaminya yang tengah berdiri di hadapannya dengan wajah begitu khawatir, sambil memegang kedua lengan atasnya. âSayang, aku bisa jelaskan,â sela Alexa yang baru saja bangkit dan menghampiri suaminya itu, terdengar begitu gupuh. Jakun Ehsan tampak naik turun mendengar ucapan wanita itu yang kelihatan terus berusaha berkilah, sedang giginya tampak mencengkeram dengan kuat sambil membuang muka ke atas. Lelaki itu tampak begitu kesal, namun sepertinya masih berusaha untuk menahannya. âT
BrakTerdengar suara benturan dari bagian belakang kursi roda yang dinaiki Dzurriya karena menabrak dinding. Kursi roda itu tiba-tiba saja ditarik ke dalam sebuah ruangan oleh seseorang, kemudian kerangka sandarannya didorong ke belakang dengan cepat.Kejadian yang begitu cepat itu spontan membuat Dzurriya tersentak dengan tarikan nafasnya yang terjeda yang kemudian terengah-engah.Pria segera berusaha menguasai dirinya yang berdebar hebat dengan menelan ludahnya, kemudian perlahan mendongakkan kepalanya ke atas, menatap siapa yang sudah menariknya ke dalam ruangan tersebut.âMas!âTampak wajah sang suami terlihat merah padam, sepertinya laki-laki itu sedang kesal.âApa sebenarnya yang kau inginkan?â ucap suaminya itu terdengar begitu sinis dan dingin.âYang kuinginkan? Apa maksudmu?â tanya Dzurriya tak mengerti dengan apa yang diucapkan lelaki itu padanya.âJangan pura-pura lugu kau sedang memanfaatkan kami berdua, kan?â tuduh Eshan tampak menatapnya semakin dekat dan semakin dingin.
âKenapa kau membiarkannya pergi?â tanya Ryan tampak menatap Dzurriya dengan heran, setelah kepergian Eshan yang terlihat kesal, saat mendapati dirinya dan Ryan bersama.âBukankah kau juga menginginkannya?â ucap Dzurriya bertanya balik padanyaLelaki itu tampak memicingkan matanya sembari melirik ke arahnya, âjangan berbohong padaku! bahkan kau melakukannya bukan untukku, apa kau cemburu karena Alexa tadi tiba-tiba datang dan menciumnya?ââJangan bicara omong kosong! untuk apa aku cemburu pada wanita murahan seperti dia? cepat dorong aku!â ujar Dzurriya berusaha mengalihkan pembicaraan.Ryan tampak terkesiap mendengar penuturannya tersebut.âAâapa maksudmu? Kenapa kau menyebutnya murahan?â tanya lelaki itu terdengar terbata-bata dan berhati-hati.Dzurriya kembali menoleh ke belakang dan menatap lelaki itu dalam-dalam.âApa kau benar-benar yakin mau mendengarnya dariku?â pikir Dzurriya kemudian menelan ludahnya.âApa kau benar-benar tidak ingin membawaku untuk keluar? aku begitu penat b
âApa?â Tampak Eshan berusaha memastikan apa yang barusan ia dengar tersebut, dengan alisnya yang tampak saling mendekat dan hampir menyatu.âJadi jangan sia-siakan dia! atau aku akan segera merebutnya darimu,â ujar Ryan tiba-tiba menarik kerah Eshan, sambil menatap begitu tajam ke arah kakak sepupunya tersebut.âHah!â desah Dzurriya penuh sesal, Iya begitu terkesiap sekaligus tak menyangka kalau mantan kekasihnya itu bakal bicara sembarangan seperti itu.Sementara Alexa terlihat nyengir kegirangan, Ia bahkan terlihat sangat menikmati pemandangan itu.Berbeda dengan dirinya yang mulai was-was, apalagi melihat suaminya itu memegang tangan Ryan yang tengah mencengkeram kuat kerah bajunya, kemudian perlahan menurunkan tangan adik sepupunya itu, dan mulai menatapnya dengan tajam.âJangan-jangan mereka akan berkelahi!â pikir Dzurriya.Tapi apa yang akan terjadi melampaui perkiraannya.âKalau kau sangat menyukainyaâĶââApa yang mau kau katakan, Mas?â pikir Dzurriya sambil menatap mata suamin