“Ini tak seperti yang kau pikirkan, ada penyusup masuk ke dalam rumah ini, aku melihatnya masuk ke ruang kerja Eshan, aku hanya…..”Belum selesai Dzurriya berkata-kata, Tikno sudah gupuh menyelanya, “ke mana dia sekarang?” “Dia turun naik tangga darurat ke sebelah sana.”Tikno langsung berlari masuk ke dalam lift, sambil memegang earphone yang tergantung di telinganya, dia berteriak, “ada penyusup di lantai bawah, segera amankan!”Dzurriya berusaha berlari mengikuti Tikno. Keduanya masuk ke dalam lift.Tak Butuh waktu lama, mereka Akhirnya sampai di lantai satu.Pintu lift itu terbuka, Tikno terlihat keluar diikuti Dzurriya.Para pengawal kemudian tampak menghampiri Tikno, dan berkumpul mengerumuninya.“Apa sudah ketemu?” tanya Tikno seperti berusaha terlihat tenang.“Tidak ada satupun orang keluar dari sini,” lapor salah satu pengawal.Dzurriya teringat sesuatu dan menyela, “ tadi aku mendengarnya masuk dari pintu belakang,”Tanpa menunggu aba-aba, para pengawal itu mengikuti Tikno
‘Riska Atmajaya’“Kenapa wanita-wanita yang ada di sekitarmu terlihat sangat cantik dan seksi, Mas Ehsan?” Pikir Dzurriya sambil memandang jauh ke jendela-jendela rumahnya seperti biasa.Malam itu terasa begitu panjang dan dingin.‘Apa yang sekarang sedang kau lakukan, Mas?’ gumam Dzurriya dalam hati seraya mendekap tubuhnya yang mengenakan jaket hitam itu.Angin begitu dingin, langit pun terlihat tanpa cahaya sedikitpun karena tertutup mendung.‘Apakah di sana juga mendung Mas, atau sedang bersalju, atau sedang siang hari?’Dzurriya menghela napas panjang, ia mulai melantur ke sana ke mari karena galau.“Apa kamu mengingatku, Mas?” ujarnya lirih.‘Pasti kamu tidak merasakan dingin seperti yang kurasakan, karena di sampingmu ada istrimu yang lain’Dzurriya mulai mengusap air matanya yang baru saja turun.‘Sepertinya hanya aku yang merindukanmu’Tiba-tiba, ia teringat perkataan Riska tadi siang tentang suaminya, “Aku kira Eshan akan bercerai setelah satu atau dua tahun, ternyata wanit
‘Memalukan! Menyedihkan!”Umpat Dzurriya sambil menatap dirinya sendiri di kaca. Air mata yang mulai mengalir, langsung diusapnya dengan kesal.‘Sampai kapan kau akan terus memikirkan lelaki yang bahkan tak peduli padamu dan terus mempermainkanmu itu’Dzurriya begitu jengah dengan apa yang terjadi, lebih-lebih terhadap dirinya sendiri yang seperti memohon bisa mendengar suara suaminya tersebut meski sejenak. Padahal jelas-jelas suaminya itu tak peduli dan bahkan mempermainkannya.“Mulai hari ini hanya ada Dzurriya dalam perjanjian kita saja,” ujarnya lalu mengambil jaket hitam pemberian Eshan dan melemparnya ke dalam lemari bagian bawah sekenanya.******‘Aku baik-baik saja’Dzurriya bangun pagi-pagi sekali dan segera membersihkan diri.‘Ayo menjadi sibuk dan bahagia, Dzurriya’Ia ke dapur dan mengambil beberapa bahan masakan untuk dimasak.Para pelayan telah melarangnya, tapi sepertinya mereka tidak cukup berani untuk menghalanginya melakukan hal yang ia inginkan. Apalagi Dzurriya
Dzurriya mulai merasakan pening lagi di kepalanya, ia mengernyitkan dahinya kemudian membuka matanya perlahan-lahan.Terlihat atap kamarnya. ‘Apa yang terjadi?’Terakhir kali yang ia ingat ia mau pergi bersama Ryan.Ia kemudian menyiratkan pandangannya ke segala arah, tampak di sampingnya Ryan dengan wajah yang begitu cemas.“Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar,” ucap lelaki itu terdengar begitu lega.Dzurriya tersenyum lemah.Ia mencoba mengangkat tangannya yang terasa lemas, karena ingin menekan kepalanya yang masih pening, saat kemudian Ia sadar, ada selang infus menancap di punggung tangannya tersebut.“Aku kenapa?” tanya Dzurriya heran.“Kamu dehidrasi dan anemia, jadi aku terpaksa menginfusmu. Mulai sekarang kamu harus jaga dirimu baik-baik jangan mudah larut dalam emosi,” saran Ryan terdengar penuh kepedulian.Dzurriya menoleh ke arah lain, ia tak ingin mendengarkan saran apapun dari siapapun.“Kamu tidak boleh ceroboh lagi, Dzurriya.” Lelaki itu terdengar menghela napas panja
“Serahkan padaku!”Dzurriya yang masih tersengal-sengal dengan lemas, terkesiap mendapati suaminya tiba-tiba berada di depannya dengan tatapannya yang tajam ke arah Ryan.“Turunkan aku, Ryan!” pinta Dzurriya yang masih sangat kesal dengan suaminya.Ia tak mau Ryan terkena masalah.Sekilas Eshan terlihat menatapnya hangat.Tapi itu tak cukup mengobati luka Dzurriya.“Pelayan, tolong bopong aku?”Para pelayan wanita yang tadi menghidangkan makanan itu hendak membopongnya, tapi terlihat mengurungkan niatnya. Pasti karena takut pada Eshan yang tengah menatap mereka. Eshan sendiri tampak berusaha meraih tangannya, namun ia menghindar dan menampiknya. Sambil menatap suaminya dingin. Sayangnya, tubuhnya yang lemas belum bisa menopang berat badannya, ia terhuyung hampir jatuh. Untunglah Eshan begitu sigap dan menangkap badannya dari depan.Lelaki itu segera menggendongnya dan membawa masuk kamar.“Turunkan aku,” ucap Dzurriya lemas.“Aku akan menurunkanmu di tempat tidur, jangan keras kepal
BAB 61“Kenapa aku merasa tandanya sama persis seperti saat Alexa awal hamil. Apa kau yakin?” tanya Eshan terdengar tak percaya dengan ucapan Ryan bahwa istri keduanya itu hanya dehidrasi dan anemia saja..“Sebenarnya aku tak ingin mengatakannya.”‘Apa yang mau kau katakan Ryan’Dzurriya benar-benar dibuat was-was dengan percakapan kakak dan adik sepupu di luar kamar barunya itu.“Bukan apa-apa, bisa-bisanya setelah proses inseminasi, kakak malah meninggalkannya untuk liburan.”Dzurriya bertambah cemas mendengar ucapan Ryan tersebut.‘Apa yang mau kau katakan?’“Apa maksudmu?”Rasa-rasanya ia dan suaminya sama-sama penasaran dan khawatirnya dengan ucapan Ryan selanjutnya.Ia remas mangga yang sedang berada ditangannya itu sampai setengah hancur tanpa sadar.“Dzurriya beberapa hari larut dalam tangisan, matanya sembab karena kakak. Makannya tak rutin. Saat mulai ceria, ternyata itu hanya caranya dia berusaha melupakanmu. Ia melakukan semua pekerjaan rumah tanpa istirahat dan makan. Dit
Eshan terlihat mengusap bibir Dzurriya sambil menatapnya dalam-dalam.Ia merasa sangat gugup, apalagi melihat jakun lelaki itu naik turun di bawah dagunya yang tirus dengan bintik-bintik rambut tipisnya.‘Mas, apa yang hendak kau lakukan?’ pikir Dzurriya sambil memandang mata lelaki itu sekarang, yang tampak menatap dalam-dalam ke arah bibirnya.“Sudah.”‘Hah!’Dzurriya terkesiap lucu, Kenapa Ia tidak menyangka bahwa lelaki itu hanya ingin mengusap sisa mangga di bibirnya.Eshan tampak menunjukkan bulir kecil daging mangga itu ke hadapan Dzurriya, kemudian mengelap jempol nya yang digunakan untuk mengusap sisa kotoran mangga tadi dengan tisu.Lelaki itu terlihat nyengir kepadanya, setidaknya itulah yang tampak bagi Dzurriya.‘Dasar penggoda! Kau pasti sangat puas’ pikirnya sambil memalingkan muka ke arah lain dengan jengkel.Tiba-tiba napas Dzurriya tertahan. Lelaki itu kini tengah tampak memegang dahi Dzurriya dengan telapak tangannya.“Alhamdulillah, tidak panas.”‘Jadi kau berharap
“Jangan terlalu baik padaku, Mas. Aku takut tidak akan mampu melepaskanmu nanti.”Eshan kelihatan menatap matanya penuh arti. Dia bahkan melepas kaca mata rectanglenya di atas meja. “Apakah kau ingin kita berpisah?” tanya lelaki itu setelah jakunnya terlihat naik turun.“Kalau tidak, apa kau ingin aku terus berada diantara kamu dan Alexa, Mas?” tanya Dzurriya balik.Ia yang bertanya, ia juga yang takut dan penasaran dengan respon dari suaminya itu.Dzurriya berusaha menatap kedalam mata suaminya, menebak apa yang akan lelaki itu katakan.Lelaki itu tiba-tiba mencengkram dagu Dzurriya dengan wajahnya yang tiba-tiba berubah begitu dingin dan bengis.“Jangan harap! aku tidak akan pernah melepaskanmu. Kau telah membuat keluarga ini menderita, kau harus membayarnya, Dzurriyatul Jannah.”Dzurriya sontak terkaget mendapatkan perlakuan kasar seperti itu, sudah lama sekali suaminya tidak berlaku demikian. Lelaki itu kemudian menatapnya tajam, matanya terlihat membulat sempurna. Dia kemudian
“Jadi ini rumahnya?” ujar Eshan sembari menilik keluar jendela, menatap rumah bercat hijau tanpa pagar dengan halaman yang tidak cukup lebar. Tampak sebuah pohon mangga besar dan rindang yang tengah berbuah banyak berada di tepi samping halamannya, dengan beberapa macam bunga di tepi depannya, rumah milik orang tua Dzurriya itu sungguh terlihat sederhana, tapi menyejukkan mata yang memandang.Terlihat kemudian pintu mobilnya dibuka oleh pengawalnya, ia segera keluar dari mobilnya dan masih menatap rumah itu dalam-dalam.Rumah itu kelihatan sepi seperti rumahnya, tapi kenapa hatinya merasa adem, seperti ada aura yang berbeda di rumah itu.“Apa Saya mau ketukan pintu, Tuan?” tanya salah seorang pengawalnya.Eshan hanya menggelengkan kepala, aku akan melakukannya sendiri.Ia kemudian mulai berjalan ke arah teras rumah itu, saat tiba-tiba seorang anak perempuan berlari ke arahnya sambil memegang-megang jasnya seperti hendak bersembunyi “Jangan lari kau! Dasar anak nakal!”Eshan langsun
“Apa kamu bisa menjamin bahwa kalian akan baik-baik saja, jika tidak bersamaku?”Dzurriya terdiam mendengar ucapan suaminya tersebut.“Setidaknya mereka tidak akan tahu bahwa aku dan Angel adalah keluargamu?”“Sampai kapan?” tanya lelaki itu balik.Sekali lagi Dzurriya hanya terdiam. “Apa kamu bisa menjamin tidak akan ada yang mengejar kalian?” lanjutnya membuat Dzurriya semakin tercenung diam.“Jika kalian ada di sini, justru tempat yang menurutmu paling aman, bisa menjadi tempat yang paling berbahaya di dunia ini, apa kau sadar itu Dek?” Ucap lelaki itu terdengar masuk akal.“Aku ingin memberi kalian status, supaya tidak ada lagi orang yang berani menyentuh kalian Aku hanya ingin kebaikan itu untuk kalian, setidaknya dengan bersamaku, aku bisa memastikan bahwa kalian aman dan baik-baik saja,” jelas suaminya itu.Dzurriya menelan ludahnya mendengar ucapan suaminya tersebut.“Aku mencintaimu Dzurriya,” ucap lelaki itu sambil menatapnya dengan lembut.Dzurriya terkesiap diam dan mena
Dzurriya menatap keluar jendela mobil tersebut, kampungnya tampak tak berbeda jauh dengan setahun setengah yang lalu.Terlihat beberapa orang yang tengah bersantai di depan rumah tetangganya, memandang mobil yang dinaikinya itu dengan heran.Dzurriya tersenyum dalam-dalam menatap mereka, matanya tampak berkaca-kaca.“Akhirnya aku kembali Aba, Ummi,” gumam Dzurriya dalam hati setelah menghela nafas panjang, kemudian berbalik menatap Putri kecilnya lagi.“Sayang! akhirnya Bunda bisa membawamu pulang,” seru Dzurriya dengan senang, kemudian mengecup pipi mungil putrinya dengan gemas.Tiba-tiba ia mendengar suara berisik dari luar mobil tersebut.Ia segera menoleh ke arah jendela kembali tampak beberapa mobil mewah terparkir di depan rumah budenya yang terbilang sangat luas itu, yang tepat bersebelahan dengan rumahnya.‘Ada apa, kok banyak mobil? apa Mas Erwin sedang lamaran?” pikirnya bertanya-tanya, sampai lehernya menoleh mengikuti gerak mobil itu yang semakin menjauh dari pekarangan r
Dzurriya menatap jauh ke arah suaminya yang tengah duduk di taman rumah sakit itu dengan pandangannya yang kosong.Sudah sejam lelaki itu berada di sana dengan matanya yang sesekali berkaca-kaca.Lelaki itu tadi terlihat sangat bahagia mendapati Dzurriya berada di sampingnya tadi, namun tiba-tiba berubah murung saat mengetahui bahwa istri pertamanya telah tiada.‘Secinta itu kau padanya Mas,” pikir Dzurriya sembari menelan ludahnya.“Apa yang kau pikirkan?”Dzurriya tersentak kaget mendengar pertanyaan Ryan barusan, ia kemudian menoleh ke arah sepupu iparnya tersebut.“Kenapa kau tak menghampirinya saja? Sepertinya dia butuh teman bicara,” tanya lelaki itu lebih jauh.Dzurriya tersenyum ringan, kemudian berbalik menatap jauh ke arah suaminya.“Apa kau tahu apa yang ditanyakannya tadi padaku saat dia baru siuman?” tanyanya tanpa menoleh ke arah Ryan sedikitpun.“Apa dia bertanya kalau kau baik-baik saja?”Dzurriya tersenyum sambil menunduk ke bawah, mendengar jawaban Ryan tersebut, kem
“Mas!” teriak Dzurriya panik dengan mata yang nanar dan berkaca-kaca. Ia memeluk suaminya dalam perempuannya tersebut.Lelaki itu tampak berusaha tersenyum padanya, sambil berbicara dengan nada terbata-bata, “ S–sekarang kita sudah impas… A—aku sudah ti—dak berhutang lagi padamu.”“Tidak! ini belum cukup! kau harus membayarnya seumur hidupmu! kau dengar itu?” ujar Dzurriya di antara air matanya yang terus-menerus mengalir ketakutan.Eshan kembali terlihat tersenyum, sebelum akhirnya tubuhnya tiba-tiba tersentak hebat, dan dari dalam mulutnya memancar darah yang begitu banyak, hingga menciprat ke sebagian pakaian Dzurriya dan mukanya.Lelaki itu pingsan dan langsung menutup mata setelahnya, membuat Dzurriya menangis histeris dengan begitu panik. Ia berusaha menggoyang-goyang tubuh suaminya itu, namun tidak ada respon sekali.Dengan ketakutan ia mulai berteriak minta tolong.Tiba-tiba beberapa orang datang bersama dengan Alexa yang tadi lari begitu saja setelah menikam suaminya.Di
“Lepaskan dia!” Sayup-sayup terdengar teriakan begitu kera, setelah suara pintu yang terdengar digebrak dan dibanting tiba-tiba. Diikuti kemudian oleh suara langkah kaki yang berlari dan berderap begitu berat, tampak tubuh Alexa tertarik ke belakang. Dzurriya langsung terbatuk-batuk, nafasnya yang tertahan begitu lama langsung tersengal-sengal keluar. ‘Apa dia benar-benar sudah gila?’ pikir Dzurriya sembari memegang lehernya dan melirik ke arah istri pertama suaminya itu. “Kamu nggak pa-pa?” tanya suaminya yang tengah berdiri di hadapannya dengan wajah begitu khawatir, sambil memegang kedua lengan atasnya. “Sayang, aku bisa jelaskan,” sela Alexa yang baru saja bangkit dan menghampiri suaminya itu, terdengar begitu gupuh. Jakun Ehsan tampak naik turun mendengar ucapan wanita itu yang kelihatan terus berusaha berkilah, sedang giginya tampak mencengkeram dengan kuat sambil membuang muka ke atas. Lelaki itu tampak begitu kesal, namun sepertinya masih berusaha untuk menahannya. “T
BrakTerdengar suara benturan dari bagian belakang kursi roda yang dinaiki Dzurriya karena menabrak dinding. Kursi roda itu tiba-tiba saja ditarik ke dalam sebuah ruangan oleh seseorang, kemudian kerangka sandarannya didorong ke belakang dengan cepat.Kejadian yang begitu cepat itu spontan membuat Dzurriya tersentak dengan tarikan nafasnya yang terjeda yang kemudian terengah-engah.Pria segera berusaha menguasai dirinya yang berdebar hebat dengan menelan ludahnya, kemudian perlahan mendongakkan kepalanya ke atas, menatap siapa yang sudah menariknya ke dalam ruangan tersebut.‘Mas!’Tampak wajah sang suami terlihat merah padam, sepertinya laki-laki itu sedang kesal.“Apa sebenarnya yang kau inginkan?” ucap suaminya itu terdengar begitu sinis dan dingin.“Yang kuinginkan? Apa maksudmu?” tanya Dzurriya tak mengerti dengan apa yang diucapkan lelaki itu padanya.“Jangan pura-pura lugu kau sedang memanfaatkan kami berdua, kan?” tuduh Eshan tampak menatapnya semakin dekat dan semakin dingin.
“Kenapa kau membiarkannya pergi?” tanya Ryan tampak menatap Dzurriya dengan heran, setelah kepergian Eshan yang terlihat kesal, saat mendapati dirinya dan Ryan bersama.“Bukankah kau juga menginginkannya?” ucap Dzurriya bertanya balik padanyaLelaki itu tampak memicingkan matanya sembari melirik ke arahnya, “jangan berbohong padaku! bahkan kau melakukannya bukan untukku, apa kau cemburu karena Alexa tadi tiba-tiba datang dan menciumnya?”“Jangan bicara omong kosong! untuk apa aku cemburu pada wanita murahan seperti dia? cepat dorong aku!” ujar Dzurriya berusaha mengalihkan pembicaraan.Ryan tampak terkesiap mendengar penuturannya tersebut.“A–apa maksudmu? Kenapa kau menyebutnya murahan?” tanya lelaki itu terdengar terbata-bata dan berhati-hati.Dzurriya kembali menoleh ke belakang dan menatap lelaki itu dalam-dalam.‘Apa kau benar-benar yakin mau mendengarnya dariku?’ pikir Dzurriya kemudian menelan ludahnya.“Apa kau benar-benar tidak ingin membawaku untuk keluar? aku begitu penat b
“Apa?” Tampak Eshan berusaha memastikan apa yang barusan ia dengar tersebut, dengan alisnya yang tampak saling mendekat dan hampir menyatu.“Jadi jangan sia-siakan dia! atau aku akan segera merebutnya darimu,” ujar Ryan tiba-tiba menarik kerah Eshan, sambil menatap begitu tajam ke arah kakak sepupunya tersebut.‘Hah!” desah Dzurriya penuh sesal, Iya begitu terkesiap sekaligus tak menyangka kalau mantan kekasihnya itu bakal bicara sembarangan seperti itu.Sementara Alexa terlihat nyengir kegirangan, Ia bahkan terlihat sangat menikmati pemandangan itu.Berbeda dengan dirinya yang mulai was-was, apalagi melihat suaminya itu memegang tangan Ryan yang tengah mencengkeram kuat kerah bajunya, kemudian perlahan menurunkan tangan adik sepupunya itu, dan mulai menatapnya dengan tajam.‘Jangan-jangan mereka akan berkelahi!’ pikir Dzurriya.Tapi apa yang akan terjadi melampaui perkiraannya.“Kalau kau sangat menyukainya…”‘Apa yang mau kau katakan, Mas?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata suamin