“Kau cukup hebat pendekar muda, kalau boleh tahu. Siapa namamu?” tanya Tara sambil membuat salam khas pendekar.
“Nama saya Indra, kisanak juga kelihatannya pendekar tua yang hebat. Kalau boleh tahu siapa nama kisanak?” jawab Indra sambil tersenyum.
“Namaku Tara, sayangnya aku tidak seperti Kusna dan Sarmad. Aku sudah cukup tua untuk mudah terpancing emosi,” tukas Tara sambil mulai memasang kuda-kuda.
“Sayang sekali, kelihatannya akan sangat merepotkan,” kata Indra yang juga mulai memasang kuda-kuda khas perguruan Dharmabuana. Kali ini dia sadar tidak akan mudah mengalahkan lawannya, terlebih Tara memang terlihat lebih kuat dari Kusna dan Sarmad.
Tara langsung maju dengan tinju tangan kanannya, Indra juga melakukan hal yang sama. Benturan dua tinju pendekar itu terdengar keras pertanda tangan mereka dialiri oleh tenaga dalam. Tatapan mereka beradu seolah sedang mengukur kekuatan lawannya masing-masing, Indra langsung melayangkan pukulan tangan kirinya mengincar dada Tara, tapi dengan gesit Tara memiringkan tubuhnya ke sebelah kiri.
Kaki kanan Indra melayang mengincar pundak Tara, namun dengan tenang Tara berhasil menahan tendangan Indra. Tapi tubuh Tara sedikit tergeser ke kanan pertanda tendangan Indra memang sangat keras, melihat lawannya bisa menahan tendangannya Indra malah tersenyum. Tara menyipitkan matanya seolah tidak paham kenapa Indra sampai tersenyum seperti itu.
Tara hendak mencengkram kaki kanan Indra tapi tangannya hanya menangkap angin karena Indra sudah memutar tubuhnya kembali dan menunduk seraya menjulurkan kaki kanannya hendak menyapu kaki Tara. Tapi dengan lincah Tara langsung melompat ke udara, tapi Indra langsung mengangkat tubuhnya dan bertumpu ke tanah menggunakan kedua tangannya.
‘Dddaaggh’
Kedua kaki Indra melayang hendak menghantam dada Tara, tapi Tara berhasil menahannya dengan kedua tangan disilangkan di dada. Meski begitu tubuhnya terpental ke belakang meski tidak sampai jatuh. Indra langsung jungkir balik menyusul Tara yang baru menapak ke tanah.
‘Dddsshh’
Telapak kaki kanan Indra yang melayang berhasil ditangkap oleh kedua tangan Tara, tubuh Indra langsung diangkat hendak dibanting oleh Tara. Tapi Indra menyadarinya, dia langsung menghentakan tangannya ke tanah, tubuhnya berputar di udara sampai tangan Tara juga terlihat ikut berputar, jika Tara menahannya kemungkinan kedua tangannya akan patah, mau tidak mau dia juga menghentakan kakinya ke tanah sampai tubuhnya ikut berputar bersama Indra. Merasa kakinya tidak dilepaskan, Indra langsung menarik kakinya mendekat lalu dihentakan sekaligus ke depan. Kali ini Tara melepaskan tangannya dan melompat ke samping.
‘Wwwrrrr’
Terdengar suara riuh angin melesat dari arah hentakan kaki kanan Indra, angin yang bertiup itu bahkan sampai ke panggung dan dirasakan oleh Adipati Mangkuwira serta putrinya. Andaikan Tara tadi tidak menghindar kemungkinan tubuhnya akan terpental keluar arena dan dinyatakan kalah.
“Tekanan tenaga dalam yang luar biasa,” ujar Adipati sambil menatap Indra. Sementara Mira hanya terdiam sambil terus melihat setiap pergerakan Indra.
“Kau cukup handal untuk ukuran pendekar muda,” puji Tara, kali ini dia terlihat menarik nafas dalam sambil memasang kuda-kudanya.
Indra tak menanggapi perkataan Tara, dia langsung memasang kuda-kuda gerakan silat Dharmabuana yang dinamakan gerakan Saptabayu. Tara melesat sambil menghantamkan telapak tangannya mengincar dada Indra, namun Indra membalasnya dengan tinju tangan kanannya.
‘Dddessh’
Terdengar suara benturan tenaga dalam terjadi saat pukulan tangan kanan Indra menghantam telapak tangan Tara, jerami yang berad di sekitar tubuh mereka berdua langsung terhempas menjauh. Riuh angin bertiup dari titik benturan yang terjadi, Tara kembali menghantamkan telapak tangan kirinya, tapi kali ini Indra menahannya dengan lutut kaki kanannya.
‘Dddsshh’
‘Dddashh’
Terdengar suara benturan demi benturan terjadi saat mereka beradu serangan, jerami yang dihamparkan menutupi pesawahan kini mulai berhamburan karena tertiup angin yang muncul dari titik benturan serangan mereka berdua. Para penonton yang hadir tidak ada yang berani bersuara sekecil apapun, mereka tertegun mematung melihat pertarungan dua pendekar di dalam arena.
Tara yang terus menerus menyerang Indra secara beruntun benar-benar dibuat kagum, meskipun usianya masih muda tapi kelihatannya pengalaman bertarung Indra memang tidak bisa diremehkan. Sementara Indra sendiri merasa cukup terkejut karena di usianya yang sudah tua ternyata pergerakan Tara masih terbilang cepat. Meskipun jika dibandingkan dengan gurunya memang masih kalah jauh.
Namun lama kelamaan serangan dari Tara mulai terasa melemah, saat itulah Indra balas menyerang dengan pukulan tangan kanannya namun Tara tersenyum dan menangkap kepalan tangan Indra, dia menariknya lalu menyongsong tubuh Indra dengan tinju tangan kirinya. Indra memang masih sempat menangkis pukulan tangan kiri Tara dengan lengan kirinya tapi lutut kanan Tara yang datang bersamaan dengan pukulannya berhasil menghantam dagu Indra dengan telak.
‘Ggdakh’
Indra mendongak ke atas karena dihantam lutut lawannya, tak hanya sampai di sana. Tara juga memutar tangan kanan Indra yang berhasil dia tangkap, mau tidak mau Indra juga harus memutar tubuhnya agar tangannya tidak patah. Tapi Tara tidak tinggal diam, dia langsung menarik lengan Indra ke tanah sekaligus untuk menghantamkannya ke tanah pesawahan. Tapi Indra segera menahan tubuhnya dengan telapak tangan kirinya, tak hanya itu dia juga menghentakan tangan kirinya ke tanah sampai tubuhnya terlontar ke atas.
‘Ddagh’
Indra menyarangakan kedua telapak kakinya ke dada Tara yang baru hendak bangkit setelah serangannya gagal. Tubuh Tara terjungkal ke belakang karena posisi tubuhnya tadi belum sempurna setelah menunduk untuk menghantamkan tubuh Indra. Melihat hal itu Indra tidak membuang kesempatan, dia langsung menghujamkan tumit kaki kanannya mengincar tubuh Tara yang terbaring di tanah.
‘Bbbeekkhh’
Terdengar suara keras saat kaki kanan Indra menghantam tanah sebab Tara berguling ke samping, seluruh penonton yang melihat itu terlihat ngilu karena membayangkan betapa sakitnya kaki Indra yang menghujam tanah kering pesawahan. Tapi alih-alih meringis kesakitan Indra justru kembali melompat menyongsong Tara.
‘Hheekh’
Kali ini hantaman kaki kanan Indra berhasil ditahan oleh Tara tepat di atas dadanya, namun tanpa di duga darah mulai mengalir dari bibir Tara, dia terlihat begitu kewalahan menahan tenaga Indra. Melihat hal itu Mira langsung berdiri dan mengangkat tangan kanannya ke atas.
“Pertandingan telah selesai, pemenangnya adalah sang pendekar penantang!” teriak Mira, semua penonton terkejut termasuk Indra sendiri. Wajahnya yang kebingungan tampak menatap Mira, sementara kaki kanannya segera diangkat dari tubuh Tara yang terlihat terengah-engah.
“Tara memang tidak tahu menyerah, jika tidak dihentikan sampai kapanpun dia akan tetap bertarung,” gumam Adipati.
“Kelihatannya kaulah yang menang, pendekar muda,” ucap Tara sambil menyeka darah di tepi mulutnya.
“Terima kasih, tapi tuan pendekar juga hebat,” kata Indra sambil membantu Tara berdiri.
“Kalau boleh tahu, di mana kau berguru selama ini?” tanya Tara sambil meraih tangan Indra.
“Saya selama ini berguru di perguruan Dharmabuana,” jawab Indra.
Riuh tepuk tangan penonton langsung terdengar saat Tara berdiri dibantu oleh Indra yang langsung melambai lambaikan tangannya. Setelah bersalaman akhirnya Tara kembali duduk di kursinya menemani Sarmad yang sudah mengganti celananya dan Kusna yang kini kedua lubang hidungnya disumpal dengan kapas.
“Jika saja kita boleh menggunakan ilmu kanuragan, sudah aku remukkan tubuhnya sejak tadi,” gerutu Sarmad.
“Ya, dia bahkan tidak mungkin bisa menahan ajian totok waja milikku,” timpal Kusna.
“Kalian terlalu berlebihan, setelah aku bertarung dengannya aku sadar bahwa dia bukanlah pendekar muda biasa. Tapi baru kali ini aku mendengar perguruan Dharmabuana,” ucap Tara sambil duduk di kursi.
“Perguruan daerah mana itu kang? Saya juga baru kali ini mendengarnya,” tanya Sarmad.
“Entahlah, aku juga baru pertama kali mendengar nama perguruan Dharmabuana,” jawab Tara.
“Dimanapun itu tidak penting, jelas-jelas itu cuma perguruan kecil,” tukas Kusna yang terlihat masih dendam kepada Indra, tampak Indra melambaikan tangannya kepada mereka bertiga.
“Cih,” gerutu Kusna lagi.
Indra hanya tersenyum melihat sikap Kusna yang terlihat masih marah kepadanya. Tapi Indra langsung termenung, sejak tadi dia tidak melihat pendekar keempat yang akan dihadapinya. Indra langsung melirik ke sana kemari untuk mencari keberadaan pendekar keempat yang harus dia lawan. Tapi tanpa di duga yang melompat ke arena justru Mira Mangkuwira sang putri Adipati sendiri.
Bersambung…
Semua orang di tempat itu tersentak kaget karena sang putri yang memakai pakaian mewah itu kini berdiri di tengah arena bersama dengan Indra. Tatapan Mira dengan tajam menatap Indra yang berdiri di depannya.“Di mana pendekar terakhirnya nona?” tanya Indra sambil tersenyum.“Kau sudah melihatnya sendiri sekarang,” jawab Mira dengan dingin.“Maksudnya? Ah jangan bilang kalau dia berbuat curang dengan menggunakan aji halimunan,” kata Indra sambil berjalan.“Tidak akan ada yang melanggar peraturan di sini, aku pendekar terakhir yang akan kau lawan!” tegas Mira sambil bertolak pinggang.“Tunggu sebentar nona, saya bingung. Jika nona pendekar terakhirnya, lalu siapa yang akan saya nikahi nanti?” tanya Indra dengan serius.“Kau tidak akan menikahi siapapun!” bentak Mira sambil melepas pakaian m
Tatapan Indra yang terus berlari sekuat tenaga terus tertuju kepada asap hitam yang masih membumbung tinggi dari puncak Pasir Gede. Semua warga Desa Legokpare yang melihat Indra hanya bisa keheranan karena Indra terlihat begitu buru-buru, entah kenapa sosok Lingga dan juga Braja mulai terbayang-bayang di pikirannya.“Lingga.. Kakek.. apa yang terjadi?” gumam Indra sambil terus melesat secepat kilat.Tak membutuhkan waktu lama akhirnya Indra sampai di Desa Panungtungan lalu melesat kembali ke kaki bukit, dengan lincah dia menapaki pucuk-pucuk pepohonan menuju ke puncak. Asap hitam yang membumbung masih terlihat mengepul, nafas Indra mulai memburu tapi bukan karena cape melainkan kegelisahannya yang semakin menjadi.‘Tap’Indra turun dari batang pohon setelah sampai di puncak Pasir Gede. Dengan nafas tersengal-sengal dia menatap sekelilingnya seakan tak percaya, kini puncak Pasi
Setelah mendengar pertanyaan Indra tersebut Juha menjelaskan sebenarnya dia dan beberapa warga lainnya sempat melihat ada sebelas orang pendekar aneh yang datang ke desa. Mereka bahkan bertanya tentang di mana Braja Ekalawya tinggal, mereka mengaku sebagai kenalan lama Braja Ekalawya karena itu Juha dan temannya langsung menunjuk ke puncak Pasir Gede.Indra dengan cepat langsung menanyakan ciri-ciri kesebelas orang tersebut, Juha terlihat langsung termenung mencoba mengingat wajah mereka kembali. Dia langsung mengatakan bahwa diantara sebelas pendekar itu ada seorang paruh baya dengan luka sayatan pedang memotong wajahnya secara diagonal dari dahi kiri ke dagu kanan. Diantara mereka juga ada seorang pria muda yang hanya memiliki tangan kanan saja karena tangan kirinya buntung, dia juga membawa pedang di pinggang kirinya.Diantara mereka juga ada seorang wanita muda nan cantik, penampilannya agak aneh karena terdapat banyak sekali jarum kecil
Pria sangar itu tampak sedikit meringis kesakitan saat Indra mencengkram tangannya, pria itu berusaha menghentakan tangannya agar lepas. Tapi cengkraman Indra terlalu kuat, pria itu langsung melayangkan tendangan kaki kanannya mengincar leher bagian kiri Indra. Namun dengan lincah Indra menunduk tanpa melepaskan cengkraman tangannya. Saat kaki pria itu sudah berada di atasnya Indra langsung berdiri kembali.Kini tubuh pria itu langsung menghadap ke belakang terbawa tendangannya yang mengenai angin, sementara tangan kanannya yang tadi di tarik ke bawah oleh Indra langsung berada diantara kedua kakinya tepat di selangkangannya. Mau tidak mau kini tubuh pria itu membungkuk membelakangi Indra dengan tangan kanannya yang ditarik oleh Indra yang berada di belakangnya.“Hekhh..” pekik Pria itu saat Indra menghentakan tangannya ke atas hingga lengan pria itu menghantam selangkangannya sendiri, raut wajahnya langsung meringis kesakitan.
“Iya dari wajah saja tuan pendekar memang sudah kelihatan baik, kebanyakan pendekar yang mampir kemari memang suka nggak jujur. Makan gorengan tiga ngakunya satu, padahal kan saya liatin juga. Malah kadang ada juga pendekar yang lewat terus ngambil singkong seenaknya dari kebun warga,” timpal bibi pemilik kedai dengan geram.“He.. hehe.. pendekar-pendekar kayak begitu memang merusak nama baik pendekar saja bi,” kata Indra seraya garuk-garuk kepala karena merasa sedikit tersindir perkataan si bibi.“Kalau boleh tau, kisanak ini sebenarnya dari perguruan mana ya? Pancasagara atau perguruan besar lainnya?” tanya si bibi yang terlihat penasaran.“Ouh, saya Indra dari perguruan Dharmabuana bi,” jawab Indra. Si bibi terlihat langsung mengerutkan keningnya karena baru kali ini mendengar nama perguruan yang disebutkan oleh Indra.“Aduh baru kali ini bibi
“Hahaha… sudah jelas kau komplotan perampok itu. Aku tahu kau sengaja mengarang ngarang nama perguruan apalah itu, soalnya kalau kau mengaku berasal dari perguruan besar yang terkenal pasti kami akan meminta buktinya. Padahal kalau kau mengaku berasal dari perguruan besar masuk akal saja kau punya uang banyak,” timpal pria yang membawa golok disertai gelak tawa diikuti warga lainnya.“Mungkin perguruannya ada di alam mimpi,” timpal yang lainnya sembari tertawa.“Atau mungkin memang ada perguruan begitu, tapi muridnya perampok semua,” imbuh yang lainnya.“Sudah aku bilang kalau aku bukan komplotan perampok itu, lagipula mana buktinya aku komplotan mereka?” bantah Indra yang terlihat mulai kesal lantaran nama perguruannya menjadi bahan tertawaan.“Lah itu buktinya, mana ada pendekar biasa bawa uang banyak begitu. Kalau kau memang bukan komplo
Indra melesat cepat bagaikan angin, dedaunan kering yang dilewati olehnya langsung berhamburan terbang ke udara akibat hempasan angin dari tubuhnya yang berlari kencang. Semakin ke timur ternyata semakin masuk ke dalam hutan belantara, dari kejauhan Indra bisa melihat seorang wanita yang memakai caping sedang berjalan sendirian.Indra yang sedang dibakar api dendam langsung mengepalkan tinjunya dan melompat ke depan wanita bercaping tersebut. Sekilas memang terlihat di beberapa bagian baju wanita itu terdapat jarum-jarum dan peniti, melihat hal itu Indra tidak banyak bicara langsung melesat melayangkan tinjunya mengarah ke perut wanita bercaping.‘Dddssshh’Dengan tenang wanita itu berhasil menghalau tinju kanan Indra dengan telapak tangan kanannya, riuh angin langsung menghempaskan debu-debu dan dedaunan di sekitar mereka berdiri. Itu semua akibat benturan dua tenaga dalam yang digunakan kedua pendekar terse
“Itu gara-gara kau pergi dan mengatakan bahwa kau pemenangnya! Ya jelas-jelas putri Adipati tersinggung karena merasa kau masih belum mengaku kalah meski sudah keluar dari arena. Banyak pendekar yang protes dan ingin melanjutkan sayembara, tapi wanita angkuh itu tetap menolaknya dengan alasan sayembara akan dilanjutkan jika sudah ada pemenangnya diantara dia dan dirimu!” jawab Rima dengan raut wajah kesal.“Padahal aku sudah jauh-jauh datang ke sana untuk mengikuti sayembara!” gerutu Rima.“Kau mau menikahi putri Adipati?” tanya Indra dengan nada serius.‘Bbbekkh’“Adau..” pekik Indra karena Rima tiba-tiba saja langsung menendang pinggangnya.“Siapa yang mau menikahi wanita itu? Memangnya kau pikir aku wanita tidak waras apa? Aku cuma mau hadiah koin emasnya saja!” bentak Rima.“Adu
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari