Semua orang di tempat itu tersentak kaget karena sang putri yang memakai pakaian mewah itu kini berdiri di tengah arena bersama dengan Indra. Tatapan Mira dengan tajam menatap Indra yang berdiri di depannya.
“Di mana pendekar terakhirnya nona?” tanya Indra sambil tersenyum.
“Kau sudah melihatnya sendiri sekarang,” jawab Mira dengan dingin.
“Maksudnya? Ah jangan bilang kalau dia berbuat curang dengan menggunakan aji halimunan,” kata Indra sambil berjalan.
“Tidak akan ada yang melanggar peraturan di sini, aku pendekar terakhir yang akan kau lawan!” tegas Mira sambil bertolak pinggang.
“Tunggu sebentar nona, saya bingung. Jika nona pendekar terakhirnya, lalu siapa yang akan saya nikahi nanti?” tanya Indra dengan serius.
“Kau tidak akan menikahi siapapun!” bentak Mira sambil melepas pakaian mewahnya.
“Tunggu, aduh saya belum siap nona. Sekarang kita ada di depan orang banyak,” tukas Indra sambil menutup matanya dengan jari-jari tangannya yang terbuka.
Mira langsung melemparkan pakaian mahalnya ke panggung, anehnya kain yang biasa begitu ringan tertiup angin itu terlihat melesat seakan batu yang dilemparkan. Ternyata Mira sudah mengenakan pakaian khas pendekar di dalam pakaian mewahnya tersebut, semua orang yang ada di tempat itu juga tampak kaget karena tidak pernah menyangka jika pendekar terakhir yang harus dilawan para peserta sayembara adalah putri Sang Adipati sendiri.
“Jangan pernah berpikir kau bisa memenangkan sayembara ini!” tegas Mira sambil memasang kuda-kuda.
“Tunggu dulu, kita mungkin bisa bicarakan semuanya baik-baik. Aku tidak mau mencari masalah dengan gadis yang akan menjadi istriku nantinya, aku tidak mau malam-malam malah ditikam pisau dapur, ataupun dimasakin sop cicak,” kata Indra sambil bergidik, kedua tangannya memberi isyarat agar Mira tenang.
Tapi sebaliknya, Mira malah terlihat begitu kesal. Dia langsung melesat melayangkan pukulan tangan kanannya mengincar pipi Indra, tapi dengan sigap Indra langsung menangkap pukulan tangan kanan Mira. Tapi dengan lincah Mira langsung melayangkan tendangannya mengincar selangkangan Indra, tentu saja Indra langsung melepaskan pegangan tangannya dan melompat mundur ke belakang.
“Waduh jangan gitu atuh neng, bisa hancur masa depan saya,” ucap Indra sambil bergidik.
Tapi Mira tidak menanggapi ucapan Indra, dia langsung maju lagi dengan pukulan tangan kirinya. Indra kembali menahan pukulan Mira dengan telapak tangan kanannya sampai terdengar suara benturan keras, Indra terlihat meringis kesakitan dan langsung melompat ke samping. Tapi Mira tidak tinggal diam, dia segera menghantamkan tumit kaki kirinya, meskipun Indra berhasil menahan hantaman kaki Mira dengan lengannya tapi tubuhnya langsung terdorong agak jauh.
“Gadis ini, dia lebih tangguh dari dugaanku,” gumam Indra sambil mengepretkan lengan kanannya yang terasa sakit. Indra kali ini langsung serius memasang kuda-kudanya, dia sadar meskipun seorang wanita tapi Mira jelas-jelas pendekar yang terlatih.
“Menurut Kang Tara apa pemuda itu akan mampu mengalahkan Neng Mira?” tanya Sarmad.
“Aku tidak tahu, mereka berdua sama-sama memiliki kemampuan yang hebat,” jawab Tara sambil terus melihat pertarungan Mira dan Indra yang mulai jual beli serangan.
“Akang terlalu berlebihan, bagaimanapun Neng Mira adalah murid terhebat mendiang Aki Waruga. Ilmu kanuragan dan keterampilannya bahkan melebihi ayahnya sendiri,” sela Kusna yang tampak tidak setuju dengan pendapat Tara.
“Memang benar, tapi kita tidak boleh meremehkan lawan selemah apapun penampilannya. Aku yakin Neng Mira juga mengetahuinya, karena itu dia masih belum menunjukan tehnik-tehnik silat yang diajarkan Tuan Guru Aki Waruga,” kata Tara yang tetap dengan pendapatnya.
Indra terus bertarung dengan Mira, pola serangannya hampir mirip dengan yang dilakukan oleh Tara. Tapi bedanya kecepatan dan kekuatan Mira tidak menurun sedikitpun meski dia melakukan serangan terus menerus secara beruntun, suara hentakan dan benturan tangan kosong terdengar menggelegar saat beradu. Jerami yang dihamparkan di atas tanah kering pesawahan kini semuanya sudah berada di pinggir arena karena terhempaskan angin yang timbul akibat benturan tenaga dalam mereka berdua.
Indra terus melayani serangan beruntun Mira dengan gerakan silat Saptabayu, Mira langsung menghantamkan pukulan tangan kirinya yang langsung ditahan oleh telapak tangan kanan Indra. Benturan kembali terjadi sampai suaranya terdengar oleh para penonton. Indra dengan cepat langsung melayang dan menghantamkan kedua telapak kakinya mengincar bahu Mira.
Akan tetapi Mira dengan cepat mendoyongkan tubuhnya ke belakang, kedua telapak tangan Mira juga langsung menyongsong punggung Indra yang melesat di atasnya, tapi serangan Mira itu tak luput dari perhatian Indra yang langsung memutar tubuhnya di udara dan menahan kedua telapak tangan Mira menggunakan kedua telapak tangannya.
‘Bbgghh’
Terdengar suara benturan keras, tubuh Mira langsung roboh menyentuh tanah sementara tubuh Indra terlontar ke atas akibat benturan serangan mereka yang dialiri tenaga dalam. Tapi Mira langsung berbalik dan bertumpu ke tanah menggunakan kedua tangannya, kedua kakinya diangkat lurus ke atas hendak menyambut tubuh Indra yang jatuh.
‘Dddakkh’
‘Bbbggghh’
Indra hendak menahan kedua kaki Mira dengan tangannya, tapi ternyata itu hanya pengalihan saja. Saat tubuh Indra sudah hampir menyentuh kaki Mira, dengan segera Mira melebarkan kakinya dan menjepit pinggang Indra dengan kedua kakinya, lalu Mira menghantamkan tubuh Indra ke tanah sampai berguling-guling.
“Sial, gadis itu ternyata cukup cerdik juga,” gerutu Indra sambil bergerak untuk bangkit. Tapi Mira tidak menyia-nyiakan kesempatan di depannya. Dia langsung melompat dan menghujamkan kakinya mengincar punggung Indra.
‘Bbaakkhh’
Terdengar suara benturan yang kencang saat tumit kaki kiri Mira menghantam permukaan tanah pesawahan sampai berhamburan, Indra ternyata sudah berguling dan langsung bangkit hanya dengan satu hentakan. Meskipun kakinya menghantam tanah pesawahan kering yang keras namun wajah Mira tidak terlihat meringis sedikitpun.
Baru saja Mira hendak menyerang lagi, tiba-tiba saja tanah terasa bergetar hebat. Semua orang yang berada di pinggir arena terlihat mulai panik karena getaran tanah bertambah kencang. Mereka langsung berhamburan dan berteriak ada gempa bumi, beberapa pendekar yang ada di tempat itu terlihat langsung saling memandang karena mereka tahu kalau getaran tanah itu bukanlah gempa bumi melainkan efek dari luapan ilmu kanuragan tingkat tinggi yang entah berasal dari mana.
‘Ddddhhooommrrr..’
Tiba-tiba saja terdengar suara ledakan yang memekakan telinga seiring dengan guncangan tanah yang semakin hebat, panggung di sana langsung roboh. Semua orang langsung tiarap di tanah pesawahan termasuk Mira dan Indra.
‘Deg’
Entah kenapa jantung Indra mendadak berdetak kencang, hatinya semakin berdebar, pikirannya langsung terasa gelisah. Indra langsung mengalihkan pandangannya ke arah suara ledakan terdengar, tidak salah lagi suara ledakan itu berasal dari Pasir Gede tempat perguruannya berada.
“Apa itu ledakan gunung berapi?” ujar beberapa orang warga.
“Bukan, itu di sana hanya ada bukit biasa,” timpal lainnya yang tahu tentang Pasir Gede.
“Apa yang sedang terjadi? Perasaan ini, ini adalah ajian pamungkas milik kakek,” gumam Indra saat melihat asap hitam membumbung tinggi dari puncak Pasir Gede, tubuhnya langsung merinding seketika. Jantungnya berdetak semakin cepat, hatinya juga semakin berdebar tak karuan. Di tengah getaran tanah yang mulai mereda, Indra langsung melompat keluar arena dan bersiap kembali ke Pasir Gede.
“Tunggu! Pertarungan kita belum selesai!” teriak Mira.
“Aku yang menang! Simpan seribu koin emasnya, nanti akan aku ambil lagi!” balas Indra yang berteriak di kejauhan. Mira hanya tertegun mendengarnya, dia tidak tahu harus berkata apa. Baru kali ini ada orang yang meninggalkan sayembara mengaku sebagai pemenangnya.
“Siapa yang menggunakan ilmu kanuragan tingkat tinggi ini,” batin Adipati Mangkuwira.
Sementara itu, Indra berlari sekuat tenaga dari Desa Legokpare, dia benar-benar merasakan firasat yang buruk. Untuk mempercepat langkahnya Indra langsung menggunakan ajian hampang raga. Dia dengan lincah melompat dari satu atap rumah ke rumah lainnya untuk memotong jalan agar cepat sampai di Pasir Gede yang ada di Desa Panuntungan.
Bersambung…
Tatapan Indra yang terus berlari sekuat tenaga terus tertuju kepada asap hitam yang masih membumbung tinggi dari puncak Pasir Gede. Semua warga Desa Legokpare yang melihat Indra hanya bisa keheranan karena Indra terlihat begitu buru-buru, entah kenapa sosok Lingga dan juga Braja mulai terbayang-bayang di pikirannya.“Lingga.. Kakek.. apa yang terjadi?” gumam Indra sambil terus melesat secepat kilat.Tak membutuhkan waktu lama akhirnya Indra sampai di Desa Panungtungan lalu melesat kembali ke kaki bukit, dengan lincah dia menapaki pucuk-pucuk pepohonan menuju ke puncak. Asap hitam yang membumbung masih terlihat mengepul, nafas Indra mulai memburu tapi bukan karena cape melainkan kegelisahannya yang semakin menjadi.‘Tap’Indra turun dari batang pohon setelah sampai di puncak Pasir Gede. Dengan nafas tersengal-sengal dia menatap sekelilingnya seakan tak percaya, kini puncak Pasi
Setelah mendengar pertanyaan Indra tersebut Juha menjelaskan sebenarnya dia dan beberapa warga lainnya sempat melihat ada sebelas orang pendekar aneh yang datang ke desa. Mereka bahkan bertanya tentang di mana Braja Ekalawya tinggal, mereka mengaku sebagai kenalan lama Braja Ekalawya karena itu Juha dan temannya langsung menunjuk ke puncak Pasir Gede.Indra dengan cepat langsung menanyakan ciri-ciri kesebelas orang tersebut, Juha terlihat langsung termenung mencoba mengingat wajah mereka kembali. Dia langsung mengatakan bahwa diantara sebelas pendekar itu ada seorang paruh baya dengan luka sayatan pedang memotong wajahnya secara diagonal dari dahi kiri ke dagu kanan. Diantara mereka juga ada seorang pria muda yang hanya memiliki tangan kanan saja karena tangan kirinya buntung, dia juga membawa pedang di pinggang kirinya.Diantara mereka juga ada seorang wanita muda nan cantik, penampilannya agak aneh karena terdapat banyak sekali jarum kecil
Pria sangar itu tampak sedikit meringis kesakitan saat Indra mencengkram tangannya, pria itu berusaha menghentakan tangannya agar lepas. Tapi cengkraman Indra terlalu kuat, pria itu langsung melayangkan tendangan kaki kanannya mengincar leher bagian kiri Indra. Namun dengan lincah Indra menunduk tanpa melepaskan cengkraman tangannya. Saat kaki pria itu sudah berada di atasnya Indra langsung berdiri kembali.Kini tubuh pria itu langsung menghadap ke belakang terbawa tendangannya yang mengenai angin, sementara tangan kanannya yang tadi di tarik ke bawah oleh Indra langsung berada diantara kedua kakinya tepat di selangkangannya. Mau tidak mau kini tubuh pria itu membungkuk membelakangi Indra dengan tangan kanannya yang ditarik oleh Indra yang berada di belakangnya.“Hekhh..” pekik Pria itu saat Indra menghentakan tangannya ke atas hingga lengan pria itu menghantam selangkangannya sendiri, raut wajahnya langsung meringis kesakitan.
“Iya dari wajah saja tuan pendekar memang sudah kelihatan baik, kebanyakan pendekar yang mampir kemari memang suka nggak jujur. Makan gorengan tiga ngakunya satu, padahal kan saya liatin juga. Malah kadang ada juga pendekar yang lewat terus ngambil singkong seenaknya dari kebun warga,” timpal bibi pemilik kedai dengan geram.“He.. hehe.. pendekar-pendekar kayak begitu memang merusak nama baik pendekar saja bi,” kata Indra seraya garuk-garuk kepala karena merasa sedikit tersindir perkataan si bibi.“Kalau boleh tau, kisanak ini sebenarnya dari perguruan mana ya? Pancasagara atau perguruan besar lainnya?” tanya si bibi yang terlihat penasaran.“Ouh, saya Indra dari perguruan Dharmabuana bi,” jawab Indra. Si bibi terlihat langsung mengerutkan keningnya karena baru kali ini mendengar nama perguruan yang disebutkan oleh Indra.“Aduh baru kali ini bibi
“Hahaha… sudah jelas kau komplotan perampok itu. Aku tahu kau sengaja mengarang ngarang nama perguruan apalah itu, soalnya kalau kau mengaku berasal dari perguruan besar yang terkenal pasti kami akan meminta buktinya. Padahal kalau kau mengaku berasal dari perguruan besar masuk akal saja kau punya uang banyak,” timpal pria yang membawa golok disertai gelak tawa diikuti warga lainnya.“Mungkin perguruannya ada di alam mimpi,” timpal yang lainnya sembari tertawa.“Atau mungkin memang ada perguruan begitu, tapi muridnya perampok semua,” imbuh yang lainnya.“Sudah aku bilang kalau aku bukan komplotan perampok itu, lagipula mana buktinya aku komplotan mereka?” bantah Indra yang terlihat mulai kesal lantaran nama perguruannya menjadi bahan tertawaan.“Lah itu buktinya, mana ada pendekar biasa bawa uang banyak begitu. Kalau kau memang bukan komplo
Indra melesat cepat bagaikan angin, dedaunan kering yang dilewati olehnya langsung berhamburan terbang ke udara akibat hempasan angin dari tubuhnya yang berlari kencang. Semakin ke timur ternyata semakin masuk ke dalam hutan belantara, dari kejauhan Indra bisa melihat seorang wanita yang memakai caping sedang berjalan sendirian.Indra yang sedang dibakar api dendam langsung mengepalkan tinjunya dan melompat ke depan wanita bercaping tersebut. Sekilas memang terlihat di beberapa bagian baju wanita itu terdapat jarum-jarum dan peniti, melihat hal itu Indra tidak banyak bicara langsung melesat melayangkan tinjunya mengarah ke perut wanita bercaping.‘Dddssshh’Dengan tenang wanita itu berhasil menghalau tinju kanan Indra dengan telapak tangan kanannya, riuh angin langsung menghempaskan debu-debu dan dedaunan di sekitar mereka berdiri. Itu semua akibat benturan dua tenaga dalam yang digunakan kedua pendekar terse
“Itu gara-gara kau pergi dan mengatakan bahwa kau pemenangnya! Ya jelas-jelas putri Adipati tersinggung karena merasa kau masih belum mengaku kalah meski sudah keluar dari arena. Banyak pendekar yang protes dan ingin melanjutkan sayembara, tapi wanita angkuh itu tetap menolaknya dengan alasan sayembara akan dilanjutkan jika sudah ada pemenangnya diantara dia dan dirimu!” jawab Rima dengan raut wajah kesal.“Padahal aku sudah jauh-jauh datang ke sana untuk mengikuti sayembara!” gerutu Rima.“Kau mau menikahi putri Adipati?” tanya Indra dengan nada serius.‘Bbbekkh’“Adau..” pekik Indra karena Rima tiba-tiba saja langsung menendang pinggangnya.“Siapa yang mau menikahi wanita itu? Memangnya kau pikir aku wanita tidak waras apa? Aku cuma mau hadiah koin emasnya saja!” bentak Rima.“Adu
“Kamu bilang akan mengikuti sayembara di Kadipaten Wirawa, memangnya sayembara seperti apa?” tanya Indra sembari menoleh kepada Rima.“Aku dengar di sana akan diadakan turnamen beladiri antar pendekar. Pendekar yang memenangkan pertandingan akan diberikan hadiah lima ribu koin emas, ada juga hadiah lainnya tapi aku kurang tahu, apa kau akan ikut?” jawab Rima.“Banyak juga hadiahnya, aku pasti ikutlah mana ada pendekar yang tidak mau uang sebanyak itu,” jawab Indra dengan cepat, dia yakin dengan hadiah sebesar itu pasti akan banyak pendekar hebat yang datang. Ada kemungkinan pendekar yang menyerang perguruannya juga akan datang kesana.“Baguslah, disana aku bisa menghajarmu sampai babak belur!” tukas Rima sambil mengepalkan tinjunya.Indra hanya tersenyum saja mendengarnya, dia rasa turnamen itu juga sangat cocok untuk menunjukan kehebatan murid pergurua
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari