Makara hitam tersebut belum mengetahui kedatangan dari sukma Aji Sangkala yang melesak cepat ke arah dirinya. Laju makhluk tersebut semakin cepat dan kian mendekati kapal layar milik Banyu Sangkala. Beberapa meter saja sebelum kapal tersebut dilahap masuk ke dalam mulut makhluk besar itu. "Banyu! Cepat berbelok!" Larasati melihat besar mulut dari makhluk tersebut sampai membuatnya terbelalak.Ia melotot dan menganga menyaksikan gigi runcing sebesar kapal layar yang kian mendekat. Bahkan hawa napasnya pun semakin terasa. Larasati merasa degup jantungnya menjadi lebih cepat. Rasa takutnya merubah pikirannya menjadi tidak karuan. Ia panik."Banyu, cepat!" Larasati berteriak."Kapal ini bergerak tergantung angin dan arus laut! Kau pikir kapal ini bisa bergerak sendiri?!" Banyu Sangkala belum mengetahui bila kapalnya juga dibantu bergerak dengan ditarik oleh seekor paus putih.Namun, kecepatan paus putih berenang tidak mampu menandingi kecepatan milik Makara hitam. "Busur Wijaya; panah p
Dewi Sari Kencana mengayunkan pedangnya ke arah puluhan panah. Ia membekukan mereka semua dan membuat seluruh anak panah tersebut berjatuhan bagaikan burung yang mati. Larasati mengubah pedangnya menjadi kelopak bunga cempaka putih. Ia mengendalikannya dan membuat seluruh kelopak bunga menerjang ke arah dermaga pelabuhan. Ia membuat seluruh siluman tersebut terkena ilusi. "Kurasa mereka sudah tidak berulah lagi." Dewi Sari Kencana menyarungkan pedangnya. "Cepat berlabuh, aku ingin tahu siapa para siluman ini." Ki Janggan Nayantaka meminta kepada Banyu Sangkala.Kapal layar Banyu Sangkala tidak bisa berlabuh terlalu dekat. Ia takut bila ada serangan kejutan dan malah membuat kapal tersebut kenapa-napa. Banyu Sangkala memilih untuk menurunkan perahu kecil dan meminta Ki Janggan Nayantaka, Larasati, Dewi Sari Kencana, Arya Santanu dan Asura untuk mendayung ke daratan."Aku akan kembali ke Sundapura. Bila ada apa-apa segera hubungi aku." B
"Kau menyeduh kopi?" Arya Santanu duduk di samping Ki Janggan Nayantaka. Ia baru saja mandi di telaga di dekat desa. Asura yang ikut bersamanya lebih memilih untuk mencari beberapa buah segar di sekitar hutan."Kopi di sini sangat nikmat. Apa lagi untuk menemani hari yang baru di Swarnadwipa. Dari kemarin kita terus saja bertarung hingga tidak memperhatikan badan sendiri. Hari ini aku ingin berjemur di pantai dan menikmati pagi." Ki Janggan Nayantaka menikmati pemandangan pantai dan pelabuhan.Arya Santanu tidak melihat dua wanita yang selalu saja mengganggu. Ia memilih untuk mencari mereka dari pada duduk diam dan hanya menghirup aroma kopi milik Ki Janggan Nayantaka. "Maaf, apa kau melihat dua wanita manusia?" Arya Santanu bertanya ke salah satu warga.Warga itu menunjuk ke arah alun-alun desa. Arya Santanu melihat begitu banyak anak kecil yang sedang berkumpul. Ia merasa penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. "Terima kasih." Arya Santanu pamit dan
"Kau juga?!" Asura menoleh ke arah ular tersebut. "Sukma Aji Sangkala, apa kau bisa membantu Asura sebentar? Bantu ia mengalahkan Rakshasa lainnya, lalu segera kembali kepadaku." Arya Santanu menggunakan zirah iblis api dan lengan iblis serta sepatu iblis api. Ia siap untuk bertarung dengan si harimau petir."Aku mengerti. Baiklah, aku pergi dahulu." Sukma Aji Sangkala meninggalkan tubuh Arya Santanu dan melesak terbang ke arah Asura.Ular bermahkota itu melompat dan membuka mulut besarnya. Ia siap menerkam elang kecil di hadapannya.AAAARGH!!!Asura berteriak karena saking takutnya. "Teknik dewa petir, sambaran petir langit!" Sukma Aji Sangkala memusatkan energi miliknya di tangan kanan hingga membentuk kilatan petir. Ia memanggil dengan cepat petir dari langit untuk menghantam tubuh ular bermahkota itu.JEGEER!!!Petir besar menghantam tubuh ular bermahkota hingga membuatnya menutup mulut dan terlempar ke bawah kembali. Tubuh besarnya me
Asura kembali menjadi seekor tikus. Ia berpegangan pada pundak Arya Santanu yang telah menanggalkan zirah iblis api miliknya. Mereka berdua berlindung dari ledakan besar tersebut tepat di balik sebuah batang pohon besar."Aku iri dengannya, seandainya aku adalah sebuah sukma." Asura melihat sukma Aji Sangkala yang tidak perlu berlindung dari gelombang ledakan dan angin yang berembus cepat ke arahnya. Semua hal itu bakal menembus dirinya."Kau ingin jadi Sukma? kau bisa mati sekarang, mau?" Arya Santanu menjawabnya."Bila aku mati, kau juga akan ikut mati, bodoh." Asura merasa jengkel dengan temannya.Sukma Aji Sangkala masih merasakan lima Rakshasa lagi di lima 5 tempat yang berbeda. Namun yang paling menonjol dari kelima Rakshasa tersebut adalah kemunculan Hirayaksa di arah laut. "Dua Raksasa Buto sedang mengejar para penduduk yang mengungsi. Rakshasa banteng hitam sedang bertarung dengan Larasati, lalu Rakshasa serigala putih sedang bercengkerama dengan Dewi Sari Kencana, dan Raksh
Sukma Aji Sangkala langsung merasuki tubuh Arya Santanu. Ia menggunakan zirah iblis petir merah dan bergerak cepat menggunakan gerak kilat. DAK!!!Tendangan cepat dan keras dengan kecepatan tinggi menyebabkan gelombang kejut di sekitar Buto Agni. Sukma Aji Sangkala menendang dada dari Buto itu hingga ia terlempar ke belakang. Meski pun bisa menjatuhkan sang Buto, namun tendangan Aji Sangkala masih terlihat biasa saja karena lawannya adalah makhluk Rakshasa."Kau tidak apa-apa!" Aji Sangkala berteriak."Menyebalkan! Buto itu sangat kuat. Bagaimana mungkin ia memiliki zirah api dan dua pedang api?!" Asura jengkel."Aku akan membantu Joko Bedul untuk melawan Buto yang satunya. Cepat selesaikan yang ini, lalu kita bertemu di pinggir pantai." Sukma Aji Sangkala yang merasuki tubuh Arya Santanu pun bergegas pergi. Ia menggunakan gerak kilat.Buto Agni kembali berdiri. Dua kendi minumannya kembali menyemburkan api yang membentuk sebuah bilah pedang. "Sang iblis api memang sangat luar biasa
Panah dari Rakshasa merah milik sukma Aji Sangkala menusuk dada dari Buto Agni. Semburan api yang begitu luas pun berhenti ketika Buto Agni tumbang seketika setelah dihantam oleh anak panah milik sukma Aji Sangkala. Dua pedang api yang berubah menjadi dua ekor naga pun lenyap. Dua kendi yang ia pegang terlepas dari kedua tangannya."Ku–kurang ajar!" Buto Agni tersungkur menghadap ke arah sosok Rakshasa merah milik sukma Aji Sangkala.Ia terkejut dengan penampakan makhluk tersebut. Anak panah yang menusuknya pun merupakan energi merah yang dipadatkan sedemikian rupa. Ia tidak bisa mencabut atau pun menghancurkannya. "Ada apa? Mana kesombonganmu yang tadi?" Sukma Aji Sangkala menatap tajam Buto Agni."Aji Sangkala, sang pangeran terbuang yang dibicarakan oleh tuan Hirayaksa. Kau benar-benar sang jenius. Pendekar yang tidak sungkan mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk menghentikan musuh-musuhnya. Tanpa dirimu, bocah petani dan si iblis merah tidak ada apa-apanya. Namun sayangnya, kau
Tubuh dari Larasati kian dingin. Darah segar terus mengucur keluar membasahi pasir pantai yang perlahan berubah menjadi berwarna merah tua. Wanita itu memegang erat tangan Dewi Sari Kencana sambil menatap kedua matanya. Raut wajahnya menjadi lebih pucat, seakan ia kehabisan darah."Jangan banyak bicara, aku akan mengeluarkan logam hitam ini. Dewi Sari Kencana, cepat bekukan lukanya untuk menghentikan pendarahannya!" Ki Janggan Nayantaka menggunakan kekuatannya untuk menarik logam hitam tersebut.Namun saat logam hitam ingin ditarik dari dada Larasati, wanita itu menjerit kesakitan. Ia seperti meronta dan berteriak. "Ada apa?" Ki Janggan Nayantaka merasa bingung. "To–tolong… jangan ditarik…." Larasati merasakan logam hitam tersebut seperti telah menjalar dan tumbuh di dalam dirinya.Di lain tempat, Asura yang sedang berhadapan dengan Hirayaksa merasa begitu marah dan ingin menghabisinya, namun ia juga khawatir setelah mendengar rintihan dan jeritan dari Larasati. Asura tidak bisa fok