Panah dari Rakshasa merah milik sukma Aji Sangkala menusuk dada dari Buto Agni. Semburan api yang begitu luas pun berhenti ketika Buto Agni tumbang seketika setelah dihantam oleh anak panah milik sukma Aji Sangkala. Dua pedang api yang berubah menjadi dua ekor naga pun lenyap. Dua kendi yang ia pegang terlepas dari kedua tangannya."Ku–kurang ajar!" Buto Agni tersungkur menghadap ke arah sosok Rakshasa merah milik sukma Aji Sangkala.Ia terkejut dengan penampakan makhluk tersebut. Anak panah yang menusuknya pun merupakan energi merah yang dipadatkan sedemikian rupa. Ia tidak bisa mencabut atau pun menghancurkannya. "Ada apa? Mana kesombonganmu yang tadi?" Sukma Aji Sangkala menatap tajam Buto Agni."Aji Sangkala, sang pangeran terbuang yang dibicarakan oleh tuan Hirayaksa. Kau benar-benar sang jenius. Pendekar yang tidak sungkan mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk menghentikan musuh-musuhnya. Tanpa dirimu, bocah petani dan si iblis merah tidak ada apa-apanya. Namun sayangnya, kau
Tubuh dari Larasati kian dingin. Darah segar terus mengucur keluar membasahi pasir pantai yang perlahan berubah menjadi berwarna merah tua. Wanita itu memegang erat tangan Dewi Sari Kencana sambil menatap kedua matanya. Raut wajahnya menjadi lebih pucat, seakan ia kehabisan darah."Jangan banyak bicara, aku akan mengeluarkan logam hitam ini. Dewi Sari Kencana, cepat bekukan lukanya untuk menghentikan pendarahannya!" Ki Janggan Nayantaka menggunakan kekuatannya untuk menarik logam hitam tersebut.Namun saat logam hitam ingin ditarik dari dada Larasati, wanita itu menjerit kesakitan. Ia seperti meronta dan berteriak. "Ada apa?" Ki Janggan Nayantaka merasa bingung. "To–tolong… jangan ditarik…." Larasati merasakan logam hitam tersebut seperti telah menjalar dan tumbuh di dalam dirinya.Di lain tempat, Asura yang sedang berhadapan dengan Hirayaksa merasa begitu marah dan ingin menghabisinya, namun ia juga khawatir setelah mendengar rintihan dan jeritan dari Larasati. Asura tidak bisa fok
Embusan angin di sekitar pantai menjadi begitu cepat. Mereka mengelilingi tubuh Arya Santanu bagaikan perisai yang melindunginya. Pancaran energi milik Asura yang berwarna merah tua bercampur dengan energi berwarna putih milik Aji Sangkala. Semuanya beresonansi dengan energi biru milik Arya Santanu itu sendiri. "Zirah iblis api biru!" Arya Santanu menggunakan gabungan kekuatan keduanya dan menciptakan zirah baru. Kali ini, zirah tersebut tidak berbentuk seperti zirah perang. Bentuk dari zirah tersebut justru seperti setelan pakaian seorang Petapa yang terbuat dari api biru seutuhnya. Kilatan petir biru pun terlihat menyelimuti tubuh Arya Santanu. Teknik zirah iblis api biru merupakan tingkat kedua dari zirah iblis api merah. "Mau kau menggunakan kekuatan yang begitu besar pun, kau tetaplah petani biasa yang bahkan tidak akan mampu untuk mengendalikan kekuatan itu!" Hirayaksa merasa besar kepala dengan ocehannya."Kalau begitu, aku bisa mengamuk dan menggila dengan leluasa, bukan?"
Hirayaksa tidak bisa bergerak dan melepaskan diri dari pedang api biru. Akhirnya ia memilih untuk menggunakan wujud aslinya yang ia sembunyikan selama seratus tahun. Tanpa tubuh inang, Hirayaksa tidak bisa melawan Arya Santanu dengan leluasa. Namun ia bisa melakukannya dengan menggunakan wujud aslinya. "Kau akan mati sebentar lagi. Aku pastikan itu." Hirayaksa tersenyum saat wajahnya tertunduk. Tapi ketika seorang iblis menggunakan wujud aslinya, maka bila ia mati, iblis tersebut akan musnah seutuhnya. Artinya, keabadiannya akan lenyap. "Benarkah? Kalau begitu buktikan ucapanmu." Arya Santanu menatap Hirayaksa.Tanpa basa-basi, Hirayaksa memegang pedang api biru yang menusuk tubuhnya. Ia mengeluarkan pancaran energi maha dahsyat yang membuat lautan seketika berontak. Gelombang besar tercipta begitu cepat dan tekanan udara kian menusuk. Kumpulan awan berarak di langit dan menjadi kumpulan awan hitam yang diselimuti oleh kilatan petir yang bergemuruh. Arya Santanu tidak menyangka bi
Hirayaksa merasa sangat kesal. Ia bangkit dan berdiri kembali. Dengan regenerasi diri yang begitu cepat, ia memulihkan tubuhnya yang terbelah karena tebasan pedang milik Arya Santanu dengan sangat cepat. Hirayaksa langsung mengubah kulit abu-abunya sekeras logam hitam. Saat ini, sekujur tubuhnya menjadi hitam pekat.Pedang logam hitam yang ia genggam di tangan kirinya mengeluarkan kepulan asap hitam tepat di ujung pedangnya. Kedua warna netra mata Hirayaksa juga berubah menjadi merah tua. Di sekujur tubuhnya terlihat kepulan asap hitam berembus tipis dari sela-sela kulit. "Kau ingin mati rupanya. Berani sekali mempermainkan dan mempermalukanku." Dengan cepat Hirayaksa menghilang dari tempatnya. Ia muncul tepat di belakang Arya Santanu. Hirayaksa menciptakan tombak hitam dan menusuk punggung si petani itu. JLEB!!!"Jangan menganggap kau adalah dewa! Kau tidak lebih dari manusia busuk yang berusaha untuk melampaui manusia lainnya!" Hirayaksa mengubah tubuh Arya Santanu menjadi logam
"Kau mengenalnya?" Ki Janggan Nayantaka bertanya ke Dewi Sari Kencana."Pangeran Adityawarman adalah anak bungsu dari raja Swarnabhumi. Ia adalah teman masa kecilku." Dewi Sari Kencana tersenyum ke arah Adityawarman.Ki Janggan Nayantaka merasa ada yang aneh dengan gelagat dari sang pangeran. Raut wajahnya berseri ketika Dewi Sari Kencana menyapanya. Bukan hanya itu, senyuman tipis terlihat dari bibirnya. Tanpa sadar, Ki Janggan Nayantaka seperti merasakan benih-benih asmara diantara keduanya. "Dewi, dari mana saja kau? Sudah sekitar sebulan kau tidak pulang ke Swarnabhumi." Adityawarman merasa cemas. Ia memegang kedua pundak wanita itu dan memperhatikan rasa malu Dewi Sari Kencana yang terus saja menunduk."Ada hal yang harus aku urus di Swarnadwipa. Maaf, tapi apa kita bisa menguburkan temanku terlebih dahulu?" Dewi Sari Kencana memohon. "Baiklah, mari kita makamkan dirinya." Adityawarman memberi perintah kepada prajuritnya untuk ikut serta membantu Joko Bedul dan Ki Janggan Nayan
"Apakah orang tua dari Raka Caraka tahu siapa Arya Santanu? Atau mereka hanya tahu ada anak yang terdampar di pantai saja?" Aji Sangkala bertanya kembali ke Eyang Sinto Aji."Di saat tubuh Arya Santanu terdampar di pantai. Ia mengenakan pakaian kerajaan dari Swarnadwipa. Ada mahkota yang ia genggam terus di tangan kirinya hingga membuat tangannya lecet." Eyang Sinto Aji menoleh ke arah sukma Aji Sangkala.Mendengar perkataan Eyang Sinto Aji, Adityawarman mulai menemukan titik terang. Ia benar-benar yakin bila Arya Santanu adalah kakaknya yang hilang. "Apa itu benar?! Ia mengenakan pakaian kerajaan Swarnadwipa? Dan ada mahkotanya juga?" Adityawarman begitu bersemangat."Sayangnya, saat ditanya oleh penduduk yang menemukannya, bocah itu tidak mengenal siapa dirinya. Ia lupa akan jati dirinya. Alhasil, ia diberi nama baru sebagai Arya Santanu." Eyang Sinto Aji menjelaskan kembali. "Artinya ada sesuatu hal yang membuat ia terombang-ambing di lautan atau ia melarikan diri dari kapal yang
Energi yang dipancarkan oleh Arya Santanu kian meredup. Aji Sangkala dan pangeran Adityawarman telah kembali dari alam bawah sadar milik Arya Santanu. Adityawarman langsung tersentak mundur dengan perasaan tidak percaya. Ia seakan senang, namun juga sedih saat menemukan keadaan kakaknya yang mengalami jalan hidup seperti itu. Mahkota yang tercipta dari energi milik Arya Santanu pun berangsur hilang. Sukma Aji Sangkala bersama Asura menahan tubuh pemuda itu agar tidak jatuh ke belakang. Pandangan dari Arya Santanu masih terlihat bergoyang, ia berusaha menahan tubuhnya sendiri dengan menjaga keseimbangan kakinya. "Apa kau sudah sadar sepenuhnya?" Sukma Aji Sangkala bertanya."Arya, kau baik-baik saja?" Asura begitu khawatir dengan temannya.Kedua netra Arya Santanu mengarah ke Ki Janggan Nayantaka. Pemuda itu menundukkan kepalanya dan merasa bimbang untuk bertanya. Di dalam dadanya terbenak beberapa pertanyaan dan rasa kesal. Ia tidak tahu mana yang harus ia lampiaskan terlebih dahulu