Hirayaksa merasa sangat kesal. Ia bangkit dan berdiri kembali. Dengan regenerasi diri yang begitu cepat, ia memulihkan tubuhnya yang terbelah karena tebasan pedang milik Arya Santanu dengan sangat cepat. Hirayaksa langsung mengubah kulit abu-abunya sekeras logam hitam. Saat ini, sekujur tubuhnya menjadi hitam pekat.Pedang logam hitam yang ia genggam di tangan kirinya mengeluarkan kepulan asap hitam tepat di ujung pedangnya. Kedua warna netra mata Hirayaksa juga berubah menjadi merah tua. Di sekujur tubuhnya terlihat kepulan asap hitam berembus tipis dari sela-sela kulit. "Kau ingin mati rupanya. Berani sekali mempermainkan dan mempermalukanku." Dengan cepat Hirayaksa menghilang dari tempatnya. Ia muncul tepat di belakang Arya Santanu. Hirayaksa menciptakan tombak hitam dan menusuk punggung si petani itu. JLEB!!!"Jangan menganggap kau adalah dewa! Kau tidak lebih dari manusia busuk yang berusaha untuk melampaui manusia lainnya!" Hirayaksa mengubah tubuh Arya Santanu menjadi logam
"Kau mengenalnya?" Ki Janggan Nayantaka bertanya ke Dewi Sari Kencana."Pangeran Adityawarman adalah anak bungsu dari raja Swarnabhumi. Ia adalah teman masa kecilku." Dewi Sari Kencana tersenyum ke arah Adityawarman.Ki Janggan Nayantaka merasa ada yang aneh dengan gelagat dari sang pangeran. Raut wajahnya berseri ketika Dewi Sari Kencana menyapanya. Bukan hanya itu, senyuman tipis terlihat dari bibirnya. Tanpa sadar, Ki Janggan Nayantaka seperti merasakan benih-benih asmara diantara keduanya. "Dewi, dari mana saja kau? Sudah sekitar sebulan kau tidak pulang ke Swarnabhumi." Adityawarman merasa cemas. Ia memegang kedua pundak wanita itu dan memperhatikan rasa malu Dewi Sari Kencana yang terus saja menunduk."Ada hal yang harus aku urus di Swarnadwipa. Maaf, tapi apa kita bisa menguburkan temanku terlebih dahulu?" Dewi Sari Kencana memohon. "Baiklah, mari kita makamkan dirinya." Adityawarman memberi perintah kepada prajuritnya untuk ikut serta membantu Joko Bedul dan Ki Janggan Nayan
"Apakah orang tua dari Raka Caraka tahu siapa Arya Santanu? Atau mereka hanya tahu ada anak yang terdampar di pantai saja?" Aji Sangkala bertanya kembali ke Eyang Sinto Aji."Di saat tubuh Arya Santanu terdampar di pantai. Ia mengenakan pakaian kerajaan dari Swarnadwipa. Ada mahkota yang ia genggam terus di tangan kirinya hingga membuat tangannya lecet." Eyang Sinto Aji menoleh ke arah sukma Aji Sangkala.Mendengar perkataan Eyang Sinto Aji, Adityawarman mulai menemukan titik terang. Ia benar-benar yakin bila Arya Santanu adalah kakaknya yang hilang. "Apa itu benar?! Ia mengenakan pakaian kerajaan Swarnadwipa? Dan ada mahkotanya juga?" Adityawarman begitu bersemangat."Sayangnya, saat ditanya oleh penduduk yang menemukannya, bocah itu tidak mengenal siapa dirinya. Ia lupa akan jati dirinya. Alhasil, ia diberi nama baru sebagai Arya Santanu." Eyang Sinto Aji menjelaskan kembali. "Artinya ada sesuatu hal yang membuat ia terombang-ambing di lautan atau ia melarikan diri dari kapal yang
Energi yang dipancarkan oleh Arya Santanu kian meredup. Aji Sangkala dan pangeran Adityawarman telah kembali dari alam bawah sadar milik Arya Santanu. Adityawarman langsung tersentak mundur dengan perasaan tidak percaya. Ia seakan senang, namun juga sedih saat menemukan keadaan kakaknya yang mengalami jalan hidup seperti itu. Mahkota yang tercipta dari energi milik Arya Santanu pun berangsur hilang. Sukma Aji Sangkala bersama Asura menahan tubuh pemuda itu agar tidak jatuh ke belakang. Pandangan dari Arya Santanu masih terlihat bergoyang, ia berusaha menahan tubuhnya sendiri dengan menjaga keseimbangan kakinya. "Apa kau sudah sadar sepenuhnya?" Sukma Aji Sangkala bertanya."Arya, kau baik-baik saja?" Asura begitu khawatir dengan temannya.Kedua netra Arya Santanu mengarah ke Ki Janggan Nayantaka. Pemuda itu menundukkan kepalanya dan merasa bimbang untuk bertanya. Di dalam dadanya terbenak beberapa pertanyaan dan rasa kesal. Ia tidak tahu mana yang harus ia lampiaskan terlebih dahulu
Sukma Aji Sangkala meneteskan darah milik Arya Santanu ke jasadnya yang telah menjadi tulang belulang. Ki Janggan Nayantaka pun menggoreskan tangannya dan meneteskan darahnya ke tulang belulang itu. Setelah keduanya selesai. Ki Janggan Nayantaka menghentakkan tongkat miliknya. Ia berdoa memanggil jiwa dari Aji Sangkala untuk datang kembali ke dunia. "Kuharap cara ini akan berhasil. Aku juga akan ikut menjadi bagian dari diriku yang akan bangkit nanti." Sukma Aji Sangkala bersiap mengorbankan dirinya untuk membuka jalan jiwa aslinya kembali ke jasad yang telah menjadi tulang."Pergilah, bila kita berhasil, aku akan menemuimu lagi dalam keadaan hidup." Ki Janggan Nayantaka tersenyum. Sukma Aji Sangkala berkonsentrasi dengan mengubah bentuk dirinya menjadi sebuah bola energi. Perlahan-lahan tubuh gaibnya berubah menjadi asap putih yang menggumpal dan membentuk sebuah bola. Di lain tempat, Asura yang merupakan mantan dari pemimpin dunia bawah merasakan langit mulai berubah. Tiba-tiba a
Setelah melewati satu malam yang panjang karena badai yang menerjang dari arah lautan, rombongan Arya Santanu akhirnya sampai di gerbang emas kerajaan Swarnabhumi. Kemegahan kerajaan utama dan terbesar di daratan Swarnadwipa begitu mengagumkan. Dinding raksasa setinggi tiga puluh meter dengan ketebalan delapan meter berlapiskan kerangka besi dan di oleskan lapisan emas murni menambah kesan megah dan elegan. Asura dan Arya Santanu yang baru pertama kali melihatnya begitu tercengang dengan bentuk dari kerajaan Swarnabhumi. "Kerajaan ini diapit oleh tebing batu yang begitu tinggi. Apa ini ibukota kerajaannya?" Arya Santanu bertanya."Benar sekali. Kerajaan Swarnabhumi sengaja didirikan di area tebing batu untuk membuat benteng alam yang bisa dimanfaatkan saat penyerangan atau perang terjadi. Ada beberapa jalan rahasia di belakang tebing batu, mulai dari gang kecil antara bebatuan, dan jalan bawah tanah yang digali menuju ke arah utara, barat dan timur. Konsep bentuk dan bangunan keraja
Adityawarman membawa mereka semua ke istana emas di atas tebing tepat di atas ibukota Swarnabhumi. Untuk naik ke sana, jalan landai dan ratusan anak tangga dibuat untuk pejalan kaki dan akses kereta kuda. Istana emas dibangun dari teknik membangun bangunan yang sama seperti membangun dinding besar emas. Lapisan emas yang terkena sinar matahari memantulkan bias cahaya yang menyilaukan. Terlihat jelas betapa megah dan mewahnya istana tersebut. Istana emas berdiri di tengah-tengah, di depannya terdapat taman dan jalan yang dikelilingi oleh pagar batu pembatas tebing. Di bagian belakang terdapat akses ke tangga dan jalanan landai menuju ke pemukiman di bawah tebing. Dan ada beberapa kediaman pejabat kerajaan yang tersebar di komplek istana. "Sungguh luar biasa. Aku sangat terpesona dengan keindahan istana emas ini." Aji Sangkala tersenyum memandangi istana Swarnabhumi."Cih, ini hanya emas. Istanaku di neraka jauh lebih besar dan megah." Asura meledek. "Tidak ada yang mau tinggal di is
"Itu adalah kutipan dari perkataanmu saat aku berumur delapan tahun. Saat itu kita berdiri di halaman depan istana sambil menoleh ke arah pemukiman di bawah tebing ini. Wajahmu begitu bersinar saat diterpa bias cahaya dari matahari senja. Bagaimana menurutmu, ayahanda? Apa bukti itu cukup untuk membuatmu yakin bila aku adalah anakmu?" Arya Santanu menatap kedua mata raja Swarnabhumi.Raja Swarnabhumi tidak bisa berkata apa pun lagi. Ucapan yang ia ucapkan ke anak sulungnya kala itu adalah ingatan kecilnya yang membuat dirinya sangat merindukan sosok Satrio Wijayaningrat. Setiap sebelum tidur air matanya menetes hanya untuk mengingat momen tersebut. Ingatan itu yang membuatnya terus mengingat sosok putra sulungnya. "Perkataan itu adalah ucapanku ketika aku dan anakku hanya berdua saja ketika melihat senja datang. Tidak ada siapa pun di sana. Jadi, hanya aku yang bisa mengatakan apakah ucapanmu benar atau tidak." Raja Swarnabhumi akhirnya membuka mulutnya. "Lalu, apa perkataan dari Ar