Baru saja kapal Dewa Ruci memasuki orbit luar planet Kryo. Kilek langsung melepas sabuk pengaman yang ia kenakan dan berlari mencari kabin kamar mandi.
Jagau yang melihat tindakan rekannya itu hanya bisa menggelengkan kepala. “Sampai kapan dia akan seperti itu? Sudah berpuluh-puluh kali melakukan lompatan cahaya, masih saja muntah-muntah.”
Ronald yang duduk di sebelah Jagau-pun tertawa melihat keadaan Kilek. “Jika orang lain yang melihat Letnan Kilek seperti itu, mereka pasti menduga dia prajurit baru di kapal ini.”
Sementara itu di ruang kendali pusat, Laksamana Arthur White langsung menghubungi komandan di kapal Dewa Ruci.
Pria yang terlihat berusia sekitar empat puluh lima tahunan itu telah berdiri di depan meja komando sang kapten melalui proyeksi komunikasi.
Wajah pria itu terlihat kurang puas melihat kedatangan Dewa Ruci yang sedikit terlambat dari perkiraan mereka.
“Kapten Andromeda Nanggala. Segera kirim pasukanmu untuk membantu pasukan darat bertempur melawan pendekar-pendekar bayaran yang disewa oleh bangsa Kryponian. Meski begitu, pasukanmu tidak diperkenankan untuk masuk menyerang kota.”
“Kita diperintahkan untuk meminimalisir kerusakan, supaya bangsa lain di planet ini tidak turut bergabung dalam perlawanan.”
“Setelah pasukan yang terdiri dari para pendekar berhasil dikalahkan. Kalian diperbolehkan untuk meninggalkan planet kryo. Apa kau mengerti?!”
“Siap Laksamana. Tetapi kami butuh lebih banyak informasi mengenai para pendekar bayaran?” Dengan suara yang terdengar sangat tenang, Andromeda menerima perintah dari Laksamana Arthur White yang memimpin pasukan Union dalam penyerangan di planet Kryo.
“Kami akan mengirim detailnya pada kalian segera setelah kapal Dewa Ruci memasuki atmosfir Kryo. Siapkan pasukanmu untuk melakukan pendaratan tempur sesegera mungkin.” Selesai Laksamana Arthur White berbicara, transmisi dari proyeksi langsung terputus.
“Kapten. Detail informasi lawan baru saja masuk. Jumlah mereka lebih dua kali lipat dari pendekar yang ada di kapal kita. Jumlah mereka sedikitnya tujuh puluh orang dan dibantu oleh beberapa kompi pasukan infantri.
Sedangkan kita hanya memliliki tiga puluh orang pendekar dan satu kompi pasukan tempur.” Jenny Wong langsung melaporkan informasi yang dia dapatkan dari kapal induk Union.
Dari wajah dan nada suaranya, terdengar jelas jika Jenny tidak menyukai situasi kali ini.
“Ditambah lagi ada satu orang penyihir yang mengendalikan tiga Golem, keberadaannya hingga saat ini belum diketahui.” Lanjut letnan Jenny memberikan laporan dari intel yang dia terima.
Mendengar penjelasan Let. Jenny. Kapten Andromeda mengangguk tanda mengerti. “Tidak perlu mengkhawatirkan pasukan infantri. Di sisi kita bukan hanya pasukan Dewa Ruci, tetapi juga pasukan yang dibawa oleh Laksamana Arthur White,” balas kapten yang bertubuh kekar itu.
Tidak lama setelahnya, semua awak Dewa Ruci mendapat perintah tempur dari kapten mereka melalui pengeras suara.
((Semua prajurit bersiap melakukan pendaratan. Seperti biasa, prajurit pendekar akan dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing akan dipimpin oleh Letnan Kilek dan Letnan Jagau. Kita hanya berfokus ke pertempuran darat. Untuk udara, serahkan semua pada angkatan udara Union.))
Setelah mendengar perintah dari pimpinan mereka. Seluruh prajurit dari kapal Dewa Ruci segera memasuki Pod pendaratan masing-masing.
Pod pendaratan adalah sejenis pesawat kecil pengangkut. Bentuknya sedikit lebih besar dan panjang dibandingkan bus dengan dua sayap yang mampu memuat tiga puluh orang prajurit sekaligus.
Mereka tidak ingin membawa kapal Halilintar turun lebih rendah, karena akan menjadi sasaran empuk jika berada terlalu dekat dengan daratan.
Dewa Ruci adalah kapal perang khusus yang didesain untuk pertempuran luar angkasa. Bertarung dalam area tempur yang lebih luas.
Karena itulah dalam perang besar kali ini, pasukan akan didaratkan dengan enam Pod sekaligus. Dua Pod untuk para pendekar dan empat Pod lainnya untuk infantri sebagai pasukan pendukung.
“Letnan Jenny. Segera bawa Dewa Ruci memasuki atmosfer planet Kryo.”
“Siap Kapten.” Tegas letnan Jenny sembari memberi mengangguk pada sang kapten yang tengah berdiri dengan tegap di anjungan.
Memasuki atmosfer, kapal Dewa Ruci seolah terbakar dan tergerus oleh api. Namun itu tidak menghalangi kapal untuk terus melaju turun memasuki medan perang, sesuai koordinat yang mereka terima sebelumnya.
“Semua Pod pendarat harap bersiap. Kita sudah mencapai ketinggian lima puluh ribu kaki. Segera setelah mencapai dua puluh ribu kaki, meluncur ke titik-titik yang telah ditentukan.
Suara derak kokang senjata bergema di dalam pod sesaat setelah menerima informasi dari Letnan Jenny.
Para prajurit terlihat menggunakan senjata beraneka ragam. Bukan hanya itu, pasukan yang dipimpin oleh Kapten Andromeda Nanggala ternyata juga berasal dari berbagai ras.
Ada yang berasal dari bangsa Apes yang mirip kera, namun mampu berjalan dan berpikir layaknya manusia.
Ada juga yang terlihat bertelinga panjang dan lancip, ras ini disebut bangsa Elfest, atau bangsa Elf. Sangat ahli dalam menggunakan senjata jarak jauh. Beberapa bahkan ada yang menjadi pendekar dengan senjata khas berbentuk busur.
Bangsa Elf terkenal dengan penglihatan tajam seperti mata elang, meski mereka bukan seorang pendekar sekalipun. Satu orang dari ras terkenal itu berada di bawah komando Letnan Kilek.
Suara letnan Jenny kembali terdengar di seluruh kapal Dewa Ruci “Kita sudah berada di ketinggian dua puluh ribu kaki. Buka pintu kargo untuk menurunkan Pod pendarat, semua pasukan bersiap!”
Segera setelah perintah diberikan, enam pintu kargo di dua sisi kapal Dewa Ruci terbuka. Enam pod pendarat segera lepas landas dan terbang turun menuju ke permukaan.
Terlihat enam pod pendarat itu membagi dua pasukan ke arah yang berbeda. Lima belas pendekar yang dipimpin Kilek terbang dengan dua peleton pasukan pendukung. Begitu juga dengan dua peleton lain yang mengikuti Letnan Jagau.
“Kapten. Dua pasukan sudah berpencar menuju dua kota yang pertahanannya dibantu oleh pendekar bayaran. Satu ke ibukota Krom dan satu lagi ke kota Pirim.” Jenny Wong kembali memberi laporan pada Sang Kapten.
“Di kota mana penyihir yang mengendalikan Golem berada?” tanya Andromeda.
“Di ibukota Krom, Kapten,” balas Letnan Jenny sembari memperhatikan layar yang menampilkan gambar dari kamera pod pendaratan.
Mendengar penjelasan anak buahnya, Andromeda segera berdiri dari kursi komando dan keluar dari anjungan.
Dia pergi menuju ruang pendaratan khusus, di sana sudah menanti satu mini pod seukuran mobil dengan dua sayap kecil.
Sebelum memasuki pod, Andromeda meraih sebuah pedang besar bermata dua di dinding ruangan. Ujung mata pedang itu berbentuk seperti huruf V.
Dia meletakkan senjata itu di samping tempat duduk di dalam pod. Saat ia menarik tuas di sebelah kanan, pod itu langsung terjun keluar dari kapal.
“Apa kapten akan turut ke pertempuran kali ini Letnan?” Co-pilot bertanya dengan sangat antusias pada letnan Jenny.
“Ya. Sudah pasti. Tiga golem itu tidak akan mudah ditangani oleh para pendekar. Setiap kali mereka berhasil dihancurkan, akan terus bangkit dan terbentuk kembali. Kecuali orang yang menciptakan dan mengendalikannya berhasil dilumpuhkan.”
Mendengar penjelasan Jenny, co-pilot itu mengangguk tanda mengerti. “Setahun sejak bergabung sebagai awak Dewa Ruci, ini pertama kalinya aku melihat golem,” ucapnya dengan ekspresi kekaguman.
“Kekuatan mereka sangat menakutkan. Lihatlah rekaman yang dikirim dari kapal induk. Bahkan robot-robot perang pun tidak berdaya menghadapi makhluk itu.”
Jenny hanya tersenyum tipis mendengar Co-pilot yang bernama Mandala Ayu berbicara.
“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kapten sudah berpengalaman menghadapi golem. Bahkan yang ukurannya jauh lebih besar dari yang kita lihat sekarang.”
Jenny Wong dan Mandala Ayu berdiskusi sembari terus mendengarkan informasi dari pasukan tempur yang tengah turun ke daratan.
Dari tim satu, pod pendarat yang mengarah ke kota Krom. Letnan Kilek mulai memberi komando pada pasukan yang dia pimpin. “Semua bersiap. Ingat, kita hanya perlu menghancurkan pasukan yang terdiri dari para pendekar, selebihnya serahkan pada pasukan utama Union.”
“Buka palka belakang dan bersiap untuk terjun!” Dengan sangat tegas Kilek memberi perintah dan bersiap untuk terjun lebih dulu.
Berdiri membelakangi pintu palka. Kilek yang menggunakan seragam tempur Union khusus untuk pendekar, pakaian berwarna hitam dengan celana sedikit longgar.
Dia lalu mengangkat tangan kanan yang dikepalkan. “ Jalan pendekar adalah kematian!” ucap pria itu lantang dan langsung disambut oleh gemuruh semangat pasukannya.
“Mati dalam kebanggaan...!!!”
Belum hiruk pikuk suara penyemangat berakhir, letnan Kilek tiba-tiba saja menjatuhkan tubuhnya keluar dari palka dengan kepala jatuh lebih dulu.
Tindakan berani Kilek dan pasukannya terlihat dari layar lebar di kapal induk Union, “Apa yang mereka lakukan?! Orang-orang gila ini terjun dari ketinggian satu kilometer tanpa parasut.” Wajah laksamana Arthur White menegang saat melihat Kilek dan anak buahnya terjun dari pod pendarat begitu saja.
Komandan perang itu tidak percaya dengan apa yang ia saksikan dari gambar yang ditampilkan monitor di hadapannya.
Sebaliknya pilot kapal induk Union tersenyum dengan tatapan kekaguman. ‘Pasti kelompok yang dipimpin oleh Letnan Kilek’, batin wanita itu tanpa mengalihkan pandangan dari monitor yang ada di anjungan. Dia seperti mengetahui banyak hal tentang kapal Dewa Ruci.
Para pendekar dari tim satu terus menukik turun dari ketinggian. Mereka membentangkan kedua lengan, ternyata pakaian yang mereka gunakan sejenis Jumpsuit yang biasa dipakai oleh penerjun militer.
Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, mereka juga tidak akan cepat jatuh ke permukaan. Pastinya mereka juga harus menghindari tembakan dari serangan penjaga kota Krom. Seluruh pendekar meliuk-liuk di udara untuk menghindari serangan musuh.
Selain itu, meski mereka terdiri dari pasukan pendekar. Setiap orang juga dibekali dengan pistol untuk menghemat tenaga dalam. Kecuali Elf yang juga berfungsi sebagai Sniper dan Marksman. Mereka dipersenjatai dengan senjata laras panjang.
“Elang Langit...!” Kilek memerintah Wynne yang merupakan seorang Elf. Wanita itu mengangguk tanda mengerti saat dia melihat arah telunjuk pria yang menjadi pemimpinnya.
Meraih senapan laras panjang di punggung, prajurit elf itu segera membidik ke arah satu sniper musuh yang tengah bersembunyi di balik gundukan batu. Ia membidik musuh dengan mata telanjang, tanpa menggunakan periskop.
Prajurit itu berkamuflase dengan sangat baik. Sedari tadi sangat merepotkan dan sudah membunuh beberapa pasukan aliansi.
“Roh angin, hantarkan peluruku tepat ke arah musuh.” Prajurit elf itu bergumam, kemudian dengan tenang mengalirkan tenaga dalam.
Dar...
Peluru melesat dengan perhitungan yang sangat matang. Sesaat kemudian gumpalan debu dan darah terlihat berhamburan dari kepala sniper musuh. Tidak ada yang tersisa dari kepala prajurit itu. Langsung hancur berhamburan bersamaan dengan gumpalan debu.
Sedangkan Wynne sedikit terlontar kembali ke atas, disebabkan daya dorong balik senapan. Ia bersalto beberapa kali di udara sebelum melayang kembali dengan membentangkan kedua lengan.
“Hahaha... seperti yang diharapkan dari sersan Wynne. Tembakan Sang Elang Langit belum pernah sekalipun meleset.” Setengah berteriak, seorang pendekar berbicara dengan penuh kekaguman.
Tentu saja bukan sembarang sniper yang bisa menembak dari udara, angin di atas bertiup sangat kencang. Hanya seorang Elfest yang bisa menembak seakurat itu dari ketinggian.
“Tidak perlu berteriak, kau membuat telingaku sakit.”
Wynne terdengar sangat kesal, telinga kaum Elf juga lebih sensitif dibandingkan manusia. Mendengar melalui Headset akan membuat telinganya semakin tidak nyaman.
Kilek dan pasukannya terus menukik dan bermanuver turun dengan sangat cepat. Dari udara terlihat jelas kalau pasukan Union tengah kesulitan merangsek masuk ke dalam kota.
Pertahanan dan pasukan kota Krom cukup kuat dan tangguh. Apalagi dengan bantuan pendekar bayaran dan Penyihir golem yang selalu menghancurkan kendaraan tempur ringan yang digunakan oleh Union.
Mereka tidak dibekali oleh kendaraan berat, sesuai dengan strategi Laksamana Arthur White. Laksamana itu tidak ingin Planet Kryo bersatu untuk melawan balik Union jika kota Krom sampai luluh lantak.
Sekitar seratus meter dari permukaan, Kilek mulai menggunakan ilmu meringankan tubuh untuk mengontrol daya jatuh agar tubuh tidak membentur daratan secara langsung.
“Yi...haaaa...!” Kilek bersorak kegirangan, momen seperti ini benar-benar sangat disukainya.
Para pendekar bayaran melihat sekumpulan prajurit turun dari langit tanpa parasut. Mereka langsung memahami situasi. “Jangan biarkan para pendekar itu mendarat seorang pun!” Perintah salah seorang yang terlihat sebagai pemimpin.
Pendekar-pendekar bayaran langsung memasang kuda-kuda dan menyiapkan serangan jarak jauh dengan ilmu kanuragan. Sedangkan pasukan infanteri dan mesin tempur melindungi mereka dari belakang.
Segera beberapa serangan energi jarak jauh dari teknik kanuragan para pendekar menuju Kilek dan anak buahnya.
“Berpencar!”
Mendengar perintah Kilek, semua pendekar segera memutar badan dan bermanuver dengan sangat cepat untuk menghindari banyaknya serangan dari musuh yang sudah bersiap.
Beberapa ledakan terjadi saat teknik lawan hanya mengenai ruang kosong. Sementara itu Kilek yang berada paling depan dikejutkan oleh kemunculan Golem raksasa yang tiba-tiba mencuat keluar dari permukaan tanah.
Golem yang terbuat dari tanah keras itu langsung mengarahkan tinju ke arah pimpinan kelompok pendekar Dewa Ruci.
“Sialan !” Rutuk Kilek sembari bermanuver dan berputar beberapa kali dengan jump suitnya. Nyaris saja dia terkena tinju telak dari golem raksasa. Monster batu tiba-tiba saja tumbuh dengan cepat di tempat yang akan menjadi area pendaratannya.
Namun ia berhasil mendarat dengan bergulingan di tanah setelah sebelumnya menjejakkan kaki di pundak makhluk yang terbentuk dari teknik sihir yang cukup langka.
Golem itu terbentuk dari tanah dan bebatuan, atau apa pun yang ada di sekitar teknik sihir si Pengendali. Di medan perang ini ada banyak rongsokan besi dan baja. Golem itu sepertinya akan lebih sulit dihadapi.
Sementara itu, Wynne kembali memuntahkan peluru dari moncong senjata, kali ini targetnya adalah lengan golem yang kembali mengincar Kilek.
Dar
Peluru melesat dengan gumpalan energi menyelubunginya, menandakan kalau sersan Wynne mengalirkan lebih banyak tenaga dalam pada senjatanya.
Kilek tidak bergeming, tegak dengan percaya diri walau tinju golem menyasar ke arah kepala. Ia tersenyum saat kepalan tinju raksasa berada dua meter di depan wajah.
Blaar
Pangkal lengan golem terputus dan hancur berderai terkena serangan dari atas. Gumpalan hidup itu terdorong dan jatuh terkena daya ledakan.
“Hahaha, Elang Langit. Kau tidak pernah mengecewakan,” puji Kilek terlihat sangat tenang. Tapi ia tidak bisa bersantai terlalu lama.
Karena golem kembali berdiri dengan tubuh yang terlihat bergejolak. Detik kemudian, lengan golem sudah kembali seperti semula.
Sementara itu, tiga pesawat tempur musuh berusaha menembak Wynne dan pod pendarat infanteri. Namun meriam plasma dari kapal Dewa Ruci berhasil melindungi dan menembak jatuh ketiganya.
“Yuhuu!” “
“Terima kasih Letnan Jenn!”
Wynne kembali menukik turun lebih cepat dengan jumpsuit terkembang. Sesaat sebelum bergulingan di tanah, ia melempar senjatanya ke udara.
Tep...
Berdiri tegak, ia menangkap senjatanya. Lalu tanpa membidik ia menembak kepala golem, kepala itu hancur dan membuat golem tersungkur ke belakang.
Namun satu golem lain yang berada cukup jauh, melempar satu unit kendaraan lapis baja ke arah Wynne. Prajurit wanita itu bersalto ke belakang. Menjaga jarak dari musuh merupakan keharusan bagi seorang penembak jitu.
Doom
Dentuman keras menggema saat kendaraan tempur menghempas tanah. Bahkan tanah tempat mereka berpijak terasa bergetar cukup kuat. Seolah sedang terjadi gempa.
Pertarungan antar pendekar tidak terelakkan saat empat belas bawahan Letnan Kilek mendarat. Mereka bertarung sembari bertahan menghindari serangan penembak musuh.
Sementara itu Kilek masih berjibaku dengan dengan golem yang tidak berhenti menyerang meski dihancurkan berkali-kali.
Sebelum golem itu berhasil terbentuk kembali, Kilek mengalirkan tenaga dalam ke bilah keris yang menjadi senjatanya. Lalu dengan teriakan keras, dia menebaskan keris ke depan.
Satu energi biru melesat dengan cepat. Dan...,
Blaar
“Sial, ini tidak akan ada habisnya,” rutuk Kilek saat melihat golem kembali bangkit.
Setiap kali Golem itu hancur dan rubuh, ia kan tetap kembali seperti semula. Situasi ini membuat Kilek semakin kesal. Di waktu yang sama, pasukan infanteri juga berhasil mendarat dengan selamat. Sebelumnya mereka harus berjibaku menghindari serangan dari pertahanan kota. Serta dari serangan pesawat musuh. Untunglah Dewa Ruci selalu menjaga mereka dari atas. Begitu juga dengan pesawat-pesawat tempur Union yang juga melakukan pengawalan. Dua peleton pasukan infanteri bawahan Kilek segera keluar dari pod pendarat. Lalu bergabung bersama pasukan Union untuk melindungi para pendekar. “Orang-orang ini sudah gila!” ucap seorang komandan pasukan darat saat melihat Roland berlari maju seraya menembak musuh. Seolah tidak peduli jika tembakan pasukan musuh akan membunuhnya. Roland tidak maju sendirian, ia membawa satu peleton untuk membantu Kilek menahan dua golem lain. Melalui radio ia berbicara pada komandan pasukan darat. “Pasukan darat Union, lindungi kami dari prajurit musuh. Golem dan
... Dewa Ruci akhirnya muncul di koordinat planet tujuan, Lemurian. Dari Anjungan, dua orang pilot sekaligus Navigator itu, menatap satu planet yang terlihat terbakar dan penuh oleh radiasi. Mereka berulang kali memastikan apakah posisi mereka saat ini sudah tepat. Jenny dengan suara bergetar bertanya dengan tidak yakin. Berharap penglihatannya tidak seperti yang ia saksikan. “Mandala Ayu. Apa menurutmu kita sudah berada di koordinat yang tepat?” ucap Jenny kebingungan mengotak-atik layar komputer. “Letnan Jenn. Kau tidak salah. Itu...,” Dengan mata yang sudah basah, Mandala Ayu menutup mulutnya, “Itu..., Planet Lemurian.” Dengan tatapan nanar dan kebingungan, Jenny segera menghubungi Andromeda, “Kapten, kalian harus melihat ini. Aku akan membuka dek untuk kalian. Mandala Ayu segera memutar posisi kapal agar semua orang bisa melihat apa yang mereka lihat secara langsung. Bukan menyaksikan dari layar proyeksi. “Semua unit segera berkumpul di Dek.” Dari pengeras suara letnan Jen
Satu kapal mirip kepala banteng lengkap dengan dua tanduk tengah mengangkasa dan bersiap memasuki orbit sebuah planet berwarna kemerahan. Kapal itu berisi divisi kedua dari perompak dan pendekar bayaran Black Cows.Jacka terlihat kesal karena gagal bertarung dengan Andromeda. “Sial. Kalian sangat bodoh. Bagaimana mungkin kalah secepat itu dari pasukan pendekar golongan putih.”“Gara-gara kalian kita gagal mendapat bayaran penuh. Padahal tugas kita hanya perlu menahan pasukan Union beberapa jam lagi sesuai perjanjian. Sampai tentara bayaran lain yang mereka sewa sampai di Kryo.”Seluruh bawahan Jacka tidak bergeming, tak seorang pun dari mereka yang berani membantah ucapannya. Bahkan banyak dari mereka tergolek terluka parah. Keadaan pasukannya membuat Jacka semakin terlihat kesal.BraakMelepas kekesalan, Jacka menggebrak meja di kabin perawatan. Ia menoleh saat melihat tangan kanannya mendekat.Kacak membisikkan sesuatu, “Kalacakra sudah tewas, ia tidak terselamatkan. Andromeda terny
...Akhirnya Dewa Ruci memasuki atmosfer planet Nasa G9 setelah tiga bulan pelayaran di angkasa. Planet Nasa G9 ternyata hanyalah planet berbatu tanpa ada ditumbuhi sebatang pohon dan tumbuhan. Namun di sana terdapat lautan yang selalu terlihat bergejolak.Letnan Jenny dan sersan Ayu mendaratkan kapal di daerah lapang di dataran yang tinggi.Jenny melakukan beberapa pemindaian dengan mengirim beberapa drone keluar dari Dewa Ruci. Suasana tampak seperti malam hari saat ini. “Sedang menganalisa status planet dan kemungkinan keberadaan makhluk organik,” ucap Jenny.Hingga beberapa waktu kemudian dia kembali melapor, “Status aman, tidak ada tanda-tanda keberadaan makhluk hidup.”Pintu palka menuju anjungan terbuka, ternyata Kilek dan Jagau datang untuk melapor.“Kami sudah siapkan satu regu yang berisi sepuluh orang kru untuk ekspedisi awal, tapi Dr. Birkins mengatakan sepertinya akan cukup sulit untuk menambang uranium dengan jumlah besar dalam kondisi seperti ini.”Andromeda mengangguk
Titik kumpul awal regu satu kini sudah sunyi dan gelap sepenuhnya. Tidak terdengar ada tanda-tanda kehidupan.“Kami sudah sampai.” Suara jagau terdengar di Dewa Ruci melalui pengeras suara. Kali ini gambar video langsung juga ditampilkan lewat kamera yang terpasang di helmnya.Lima belas orang pendekar lain bersenjata lengkap, serta sepuluh orang prajurit bersenjata berat dibawa oleh Jagau. Kilek juga ikut terjun untuk membantu juga kelompok Jagau.“Sial. Sepertinya mereka semua sudah tewas,” ucap Kilek saat melihat kendaraan yang dan perlengkapan yang dibawa oleh regu satu sudah rusak parah. Bahkan dinding baja kendaraan berat terlihat meleleh dan berasap.Tidak hanya itu, di tanah dan di dinding kendaraan lain juga terlihat banyak cipratan darah.“Bentuk barisan barikade dan tetap waspada,” ucap Jagau memberi arahan. Semua pendekar dan prajurit langsung menyebar dengan siaga tempur.Baru saja Jagau hendak memeriksa ke dalam kendaraan, satu suara mengurungkan niatnya.“Aku menemukan
Seorang pendekar pengguna tombak memutar-mutar senjata di tangannya. Tombak dipenuhi oleh energi tenaga dalam.Satu tusukan runcing dari tangan alien menghujam ke arahnya. Pendekar menghindar ringan ke samping, namun mulut alien menganga lebar hendak menyemburkan asam.“Mati...” ucap pendekar yang bernama Wira. Dia menusukkan tombaknya ke dalam mulut alien sebelum monster itu menyemburkan asam. Alien mengejang beberapa saat, sebelum ambruk dan tewas.“Tidak butuh banyak tenaga dalam untuk membunuhnya jika mengenai mulut dan kepala,” ucap Wira memperingatkan semua orang.Akan tetapi saat menarik kembali tombaknya, wajah Wira berubah masam. Ujung mata tombaknya telah meleleh dan rusak.“Sial....” Wira berteriak melepas kekesalan.Sementara itu Jagau sudah melemparkan senjatanya ke udara, pedang melengkung yang disebut Mandau. Pedang itu langsung berputar-putar dan mengeluarkan suara dengungan di udara.Wira memperingatkan Jagau, “Hati-hati Letnan. Asam makhluk ini sangat keras dan tajam
Tepat satu bulan setelah hari kedatangan armada Lentera Hitam di Zeus, kapten Anggita sudah kembali memimpin kru navigasi untuk mempersiapkan kapal induk. Di bawah atap berkaca tebal kabin ruang kemudi, wajah Anggita menengadah ke langit-langit kapal. Menatap satelit alami planet Zeus. Bulan planet Zeus dinamakan Olimpus, di sanalah Kaisar dan orang penting lainnya tinggal. “Apa yang sebenarnya direncanakan oleh Kaisar? Mengorbankan milyaran makhluk hanya untuk mengkambing hitamkan Dewa Ruci, pasti ada hal besar dibalik ini semua,” batin Anggita bertanya-tanya. “Tidak bisa dimaafkan!! tidak ada kata yang pantas untuk menggambarkan dan mengutuk kebiadaban ini.” “Kalian adalah iblis berwujud manusia,” batin Anggita mengepalkan tinju untuk menahan kemarahannya. ... Kembali pada Dewa Ruci. Kapal tempur dan jelajah itu baru saja keluar dari Atmosfir luar planet Nasa G9. Setelah memasuki gelapnya angkasa luar, mereka langsung mengadakan upacara pelepasan jenazah rekan-rekan mereka ya
Kilek dan Jagau mendatangi Dr. Birkins. Pria tua berambut putih itu tengah berdiri mengawasi sepuluh bongkah batu yang diterangi oleh cahaya ultraviolet di balik jeruji besi yang dialiri listrik.“Bagaimana situasinya Dokter?” tanya Jagau berdiri melipat tangan di depan jeruji.“Aman dan terkendali, seperti yang kalian lihat. Makhluk ini memang memiliki kemiripan dengan Troll. Hanya saja tidak memiliki akal seperti troll pada umumnya,” jawab Dr. Birkins menjelaskan situasi.Kilek mendesah pelan, “Syukurlah mereka menjadi batu saat terkena cahaya matahari. Akan merepotkan jika kita menangkap makhluk ini hidup-hidup jika sedang aktif.” “Hehehe, makhluk-makhluk ini pasti bernilai tinggi. Sangat disayangkan kau tidak akan mendapat nama dari penemuan ini Dokter,” ucap Kilek setengah bercanda sembari mengangkat kedua alis pada Birkins.Dokter Birkins tersenyum masam mendengar candaan Kilek, lalu menghela napas ringan, “Setidaknya kita akan mendapat dua puluh juta Kupang untuk untuk kesepul
Segera setelah mendapat persetujuan untuk mendarat dari menara pengawas, Jenny langsung mengarahkan Dewa Ruci ke daratan di wilayah selatan.Seluruh orang harap-harap cemas dengan senjata sudah siap ditembakkan untuk mengantisipasi jika ada serangan kejutan.Wynne juga sudah bersiap di dalam ruang tembak meriam sembari menatap ke arah lautan. Laut yang bisa dikatakan cukup tenang. Dari mata wanita ras peri itu terpancar kekaguman saat melihat banyak kapal laut dan kapal selam yang berlabuh di dekat gedung yang terlihat sedikit bergoyang.“Indahnya. Hebat sekali, mereka bisa membangun gedung bertingkat di tengah laut.”Semakin dekat ke daratan, Wynne bisa melihat jika beberapa gedung hanya terlihat ujung atapnya saja. Helipad untuk pendaratan heli dan pesawat kecil tepat di puncaknya.“Kapten, sepertinya semua aman. Tidak ada tanda-tanda pasukan penyergap,” ujar Wynne setelah melakukan pengamatan.”Jenny juga memberi konfirmasi, “Situasi aman. Sepertinya berita dari Union memang belum
Kilek dan Jagau mendatangi Dr. Birkins. Pria tua berambut putih itu tengah berdiri mengawasi sepuluh bongkah batu yang diterangi oleh cahaya ultraviolet di balik jeruji besi yang dialiri listrik.“Bagaimana situasinya Dokter?” tanya Jagau berdiri melipat tangan di depan jeruji.“Aman dan terkendali, seperti yang kalian lihat. Makhluk ini memang memiliki kemiripan dengan Troll. Hanya saja tidak memiliki akal seperti troll pada umumnya,” jawab Dr. Birkins menjelaskan situasi.Kilek mendesah pelan, “Syukurlah mereka menjadi batu saat terkena cahaya matahari. Akan merepotkan jika kita menangkap makhluk ini hidup-hidup jika sedang aktif.” “Hehehe, makhluk-makhluk ini pasti bernilai tinggi. Sangat disayangkan kau tidak akan mendapat nama dari penemuan ini Dokter,” ucap Kilek setengah bercanda sembari mengangkat kedua alis pada Birkins.Dokter Birkins tersenyum masam mendengar candaan Kilek, lalu menghela napas ringan, “Setidaknya kita akan mendapat dua puluh juta Kupang untuk untuk kesepul
Tepat satu bulan setelah hari kedatangan armada Lentera Hitam di Zeus, kapten Anggita sudah kembali memimpin kru navigasi untuk mempersiapkan kapal induk. Di bawah atap berkaca tebal kabin ruang kemudi, wajah Anggita menengadah ke langit-langit kapal. Menatap satelit alami planet Zeus. Bulan planet Zeus dinamakan Olimpus, di sanalah Kaisar dan orang penting lainnya tinggal. “Apa yang sebenarnya direncanakan oleh Kaisar? Mengorbankan milyaran makhluk hanya untuk mengkambing hitamkan Dewa Ruci, pasti ada hal besar dibalik ini semua,” batin Anggita bertanya-tanya. “Tidak bisa dimaafkan!! tidak ada kata yang pantas untuk menggambarkan dan mengutuk kebiadaban ini.” “Kalian adalah iblis berwujud manusia,” batin Anggita mengepalkan tinju untuk menahan kemarahannya. ... Kembali pada Dewa Ruci. Kapal tempur dan jelajah itu baru saja keluar dari Atmosfir luar planet Nasa G9. Setelah memasuki gelapnya angkasa luar, mereka langsung mengadakan upacara pelepasan jenazah rekan-rekan mereka ya
Seorang pendekar pengguna tombak memutar-mutar senjata di tangannya. Tombak dipenuhi oleh energi tenaga dalam.Satu tusukan runcing dari tangan alien menghujam ke arahnya. Pendekar menghindar ringan ke samping, namun mulut alien menganga lebar hendak menyemburkan asam.“Mati...” ucap pendekar yang bernama Wira. Dia menusukkan tombaknya ke dalam mulut alien sebelum monster itu menyemburkan asam. Alien mengejang beberapa saat, sebelum ambruk dan tewas.“Tidak butuh banyak tenaga dalam untuk membunuhnya jika mengenai mulut dan kepala,” ucap Wira memperingatkan semua orang.Akan tetapi saat menarik kembali tombaknya, wajah Wira berubah masam. Ujung mata tombaknya telah meleleh dan rusak.“Sial....” Wira berteriak melepas kekesalan.Sementara itu Jagau sudah melemparkan senjatanya ke udara, pedang melengkung yang disebut Mandau. Pedang itu langsung berputar-putar dan mengeluarkan suara dengungan di udara.Wira memperingatkan Jagau, “Hati-hati Letnan. Asam makhluk ini sangat keras dan tajam
Titik kumpul awal regu satu kini sudah sunyi dan gelap sepenuhnya. Tidak terdengar ada tanda-tanda kehidupan.“Kami sudah sampai.” Suara jagau terdengar di Dewa Ruci melalui pengeras suara. Kali ini gambar video langsung juga ditampilkan lewat kamera yang terpasang di helmnya.Lima belas orang pendekar lain bersenjata lengkap, serta sepuluh orang prajurit bersenjata berat dibawa oleh Jagau. Kilek juga ikut terjun untuk membantu juga kelompok Jagau.“Sial. Sepertinya mereka semua sudah tewas,” ucap Kilek saat melihat kendaraan yang dan perlengkapan yang dibawa oleh regu satu sudah rusak parah. Bahkan dinding baja kendaraan berat terlihat meleleh dan berasap.Tidak hanya itu, di tanah dan di dinding kendaraan lain juga terlihat banyak cipratan darah.“Bentuk barisan barikade dan tetap waspada,” ucap Jagau memberi arahan. Semua pendekar dan prajurit langsung menyebar dengan siaga tempur.Baru saja Jagau hendak memeriksa ke dalam kendaraan, satu suara mengurungkan niatnya.“Aku menemukan
...Akhirnya Dewa Ruci memasuki atmosfer planet Nasa G9 setelah tiga bulan pelayaran di angkasa. Planet Nasa G9 ternyata hanyalah planet berbatu tanpa ada ditumbuhi sebatang pohon dan tumbuhan. Namun di sana terdapat lautan yang selalu terlihat bergejolak.Letnan Jenny dan sersan Ayu mendaratkan kapal di daerah lapang di dataran yang tinggi.Jenny melakukan beberapa pemindaian dengan mengirim beberapa drone keluar dari Dewa Ruci. Suasana tampak seperti malam hari saat ini. “Sedang menganalisa status planet dan kemungkinan keberadaan makhluk organik,” ucap Jenny.Hingga beberapa waktu kemudian dia kembali melapor, “Status aman, tidak ada tanda-tanda keberadaan makhluk hidup.”Pintu palka menuju anjungan terbuka, ternyata Kilek dan Jagau datang untuk melapor.“Kami sudah siapkan satu regu yang berisi sepuluh orang kru untuk ekspedisi awal, tapi Dr. Birkins mengatakan sepertinya akan cukup sulit untuk menambang uranium dengan jumlah besar dalam kondisi seperti ini.”Andromeda mengangguk
Satu kapal mirip kepala banteng lengkap dengan dua tanduk tengah mengangkasa dan bersiap memasuki orbit sebuah planet berwarna kemerahan. Kapal itu berisi divisi kedua dari perompak dan pendekar bayaran Black Cows.Jacka terlihat kesal karena gagal bertarung dengan Andromeda. “Sial. Kalian sangat bodoh. Bagaimana mungkin kalah secepat itu dari pasukan pendekar golongan putih.”“Gara-gara kalian kita gagal mendapat bayaran penuh. Padahal tugas kita hanya perlu menahan pasukan Union beberapa jam lagi sesuai perjanjian. Sampai tentara bayaran lain yang mereka sewa sampai di Kryo.”Seluruh bawahan Jacka tidak bergeming, tak seorang pun dari mereka yang berani membantah ucapannya. Bahkan banyak dari mereka tergolek terluka parah. Keadaan pasukannya membuat Jacka semakin terlihat kesal.BraakMelepas kekesalan, Jacka menggebrak meja di kabin perawatan. Ia menoleh saat melihat tangan kanannya mendekat.Kacak membisikkan sesuatu, “Kalacakra sudah tewas, ia tidak terselamatkan. Andromeda terny
... Dewa Ruci akhirnya muncul di koordinat planet tujuan, Lemurian. Dari Anjungan, dua orang pilot sekaligus Navigator itu, menatap satu planet yang terlihat terbakar dan penuh oleh radiasi. Mereka berulang kali memastikan apakah posisi mereka saat ini sudah tepat. Jenny dengan suara bergetar bertanya dengan tidak yakin. Berharap penglihatannya tidak seperti yang ia saksikan. “Mandala Ayu. Apa menurutmu kita sudah berada di koordinat yang tepat?” ucap Jenny kebingungan mengotak-atik layar komputer. “Letnan Jenn. Kau tidak salah. Itu...,” Dengan mata yang sudah basah, Mandala Ayu menutup mulutnya, “Itu..., Planet Lemurian.” Dengan tatapan nanar dan kebingungan, Jenny segera menghubungi Andromeda, “Kapten, kalian harus melihat ini. Aku akan membuka dek untuk kalian. Mandala Ayu segera memutar posisi kapal agar semua orang bisa melihat apa yang mereka lihat secara langsung. Bukan menyaksikan dari layar proyeksi. “Semua unit segera berkumpul di Dek.” Dari pengeras suara letnan Jen
Setiap kali Golem itu hancur dan rubuh, ia kan tetap kembali seperti semula. Situasi ini membuat Kilek semakin kesal. Di waktu yang sama, pasukan infanteri juga berhasil mendarat dengan selamat. Sebelumnya mereka harus berjibaku menghindari serangan dari pertahanan kota. Serta dari serangan pesawat musuh. Untunglah Dewa Ruci selalu menjaga mereka dari atas. Begitu juga dengan pesawat-pesawat tempur Union yang juga melakukan pengawalan. Dua peleton pasukan infanteri bawahan Kilek segera keluar dari pod pendarat. Lalu bergabung bersama pasukan Union untuk melindungi para pendekar. “Orang-orang ini sudah gila!” ucap seorang komandan pasukan darat saat melihat Roland berlari maju seraya menembak musuh. Seolah tidak peduli jika tembakan pasukan musuh akan membunuhnya. Roland tidak maju sendirian, ia membawa satu peleton untuk membantu Kilek menahan dua golem lain. Melalui radio ia berbicara pada komandan pasukan darat. “Pasukan darat Union, lindungi kami dari prajurit musuh. Golem dan