Salju turun dengan sangat deras menutupi seluruh pepohonan dan atap-atap di padepokan. Lan Feiyu berdiri di teras kamarnya, pria itu mendongakkan kepalanya ke atas, menatap salju yang turun dengan sangat indah. Rambut Lan Feiyu tergerai indah, menari-nari saat angin berhembus sangat kencang. Baju putih yang digunakan Lam Feiyu membuat pria itu terlihat sangat tampan. Aixing berjalan di bawah hujan salju, di kakinya pria itu sedikit memainkan benda putih yang jatuh dari langit. Musim salju selalu menjadi hari yang Aixing nanti-nanti. Hari ini menjadi hari yang sedikit berat bagi Aixing, di mana sejak pagi pikirannya sangat berkecamuk dengan satu orang, yaitu Zai Ziliu. Keselamatan Zai Ziliu terancam karena Sekte Yu sudah menangkap keberadaan Zai Ziliu. "Yan Lixin, Yan Zai Ziliu," gumam Axing seorang diri. "Yan Ambira, Yan Anhes." Aixing terus berguam seorang diri. Pria itu tengah mengurutkan silsilah keluarga Yan Zai Ziliu. Aixing menolehkan kepalanya, ia menatap gurunya yang berad
Seorang gadis tengah terbaring lemah di sebuah ranjang kecil yang sangat sederhana. Gadis itu lambat laun membuka matanya, tampak penglihatannya sangat remang dan kepalanya terasa pusing. Suara kelambu di sibak pun terdengar di telinga Zizi, tidak berapa lama silau cahaya masuk di retina Zizi. Gadis itu segera beranjak bangun meski kepalanya terasa berat. "Jangan buru-buru bangun, Nona," uxap seorang perempuan asing bergegas mendekati Zizi. Perempuan itu terlihat sangat cantik dan terlihat seumuran Zizi."Si ... siapa?" tanya Zizi yang kini sangat waspada. Ingatan saat ia diserang oleh orang-orang jahat membuat Zizi menarik pedangnya. Zizi mengacungkan pedang ke seorang gadis yang mencoba mendekatinya. "Di mana aku?" tanya Zizi dengan tajam. Seingat Zizi, ia masih berada di gurun dan tengah diserang oleh orang-orang jahat. "Lan Feiyu," gumam Zizi. Zizi ingat betul kalau ia ditolong oleh Lan Feiyu. "Ada apa?" seorang pria membuka pintu kamar Zizi hingga terbuka dengan lebar. Zizi m
Zizi dan Zimai berlutut di hadapan Lan Feiyu. Sedangkan pedang mereka masih menancap di tanah. Zimai menunduk takut, tetapi Zizi, gadis itu malah melirik-lirik ke arah Zimai. Tangan gadis itu juga merayap menusuk-nusuk kaki Zimai. "Hsstt ... Zimai, apa yang akan terjadi?" tanya Zizi pelan. "Husst diamlah. Jangan membuat masalah jadi runyam," bisik Zimai yang sangat ketakutan. Seumur-umur ia berada di Mata Air, ia tidak pernah melanggar aturan, tetapi kali ini. Gara-gara Zizi ia harus terlibat dalam pelanggaran. "Tapi kenapa kita harus berlutut di sini?" "Ini semua gara-gara kamu yang menyerangku!" Tak!Zizi memukul kepala belakang Zimai dengan kencang membuat Zimai mengaduh kesakitan. Sedangkan Lan Feiyu, pria itu semakin mengepalkan tangannya dengan kuat. "Zizi!" desis Lan Feiyu dengan tajam. "Hadir!" jawab Zizi mengangkat tangannya. "Berlutut yang benar!" desis Lan Feiyu. "Aduh lutuku sangat sakit terus berlutut seperti ini," keluh Zizi. Beberapa murid berpakaian putih ber
"Maafkan aku guru, Li. Aku membawa Zai Ziliu ke sini dan sudah membuat keributan," ucap Lan Feiyu pada Li Haoxi. Saat ini mereka tengah berada di ruang tenang. Mereka berdiri mengelilingi meja yang saat ini tengah ada kain lusuh. "Tidak apa-apa, biarkan dia belajar di sini," jawab Li Haoxi. "Lagi pula, Zai Ziliu ini orang yang sangat ceria. Mata Air akan terlihat ramai dengan adanya dia," tambah Li Haoxi. "Aku tidak tahu asal usulnya, Tuan Li. Tapi aku sudah berani membawanya ke sini dan memaksamu menerimanya." "Aku tidak terpaksa menerimanya. Aku rasa, Zai Ziliu ini sangat cocok dengamnu," jawab Li Haoxi. Lan Feiyu terbatuk kecil, pria itu berdehem dan berusaha menetralkan ekspresinya. "Guru, ini kain yang aku temukan saat kita di gua batu," ucap Aixing menunjuk kain yang ia temukan dari balik tubuh ular. Lan Feiyu menatap kain itu dengan lekat, kain itu tampak seperti kain pada umumnya, tetapi saat Lan Feiyu membaliknya, kain putih itu ada motif bunga teratai dengan samar. "B
"Xuan Yi, lempar pedangmu ke apel yang itu. Itu paling besar," teriak Wei Yizi dengan heboh."Kita ke sini sudah melanggar aturan, ayo kembali saja," kata Zimai yang sangat ketakutan sejak keluar dari area Mata Air. "Kamu kenapa sih dari tadi ketakutan terus. Kalau kita kembali tepat waktu, kita gak akan ketahuan," ucap Yizi dengan kesal. Pasalnya tidak ada yang mengajak Zimai, tetapi Zimai sendiri yang ikut. Namun saat sampai hutan apel, Zimai bilang menyesal telah ikut-ikutan melanggar aturan. Zimai memanyunkan bibirnya, awalnya Zimai tidak ingin ikut Zizi karena Zizi adalah gadis yang sesat. Namun mendengar cerita Zizi yang mengatakan di hutan apel sangat menyenangkan membuat gadis itu tertarik untuk ikut, "Yizi, sejak kapan kamu mau melanggar aturan? Kalau kakekmu tahu kamu di sini melanggar aturan, kamu akan dipukul seratus kali," ujat Zimai. "Lalu apa kabar dengan dirimu? Kamu dari keluarga Li yang sangat dihormati dan mengetuai empat sekte besar, tapi kamu juga melanggar at
"Hah ...." Zizi menghembuskan napasnya dengan pelan. Gadis itu kembali ke atas pohon seraya memutar-mutar serulingnya. Tidak pernah Zizi merasa sebahagia ini, bisa tertawa lepas tanpa beban apapun. Setiap hari yang dirasakan Zizi adalah kepanikan, kegelisahan dan rasa ketakutan karena terus diburu oleh para kelompok yang terus mengintainya. Zizi harus sembunyi terus-terusan. Sembunyi dari mereka yang memburunya sama lelahnya dengan bertarung dengan mereka. Waktu kecil Zizi mendapatkan pengajaran pedang dari kakaknya, Yan Liqin, tetapi ia tidak bisa menggunakan ilmu pedang terlalu lama karena tidak mempunyai Adamas Core. Sekarang ia mendapatkannya dan ia bisa menggunakan ilmu pedangnya. Zizi memegang dadanya seraya tersenyum. Tiga hari dia tidak sadarkan diri dan merasa kesakitan pun kini ada hasilnya. "Enak ya di sini, rasanya aku pengen tidur seharian di sini," ucap Xuan Yi merebahkan tubuhnya di tanah yang penuh dengan rumput hijau. Ji Lian ikut merebahkan tubuhnya di samping Xuan
Ctas!Ctas!Ctas!Zizi berlutut di ruang hukuman dengan pengawas yang mencambuknya dengan kencang. Zizi berlutut seorang diri, teman-temannya tidak ikut masuk ke ruang hukuman karena Zizi mengambil alih hukuman mereka. Satu orang pengawas yang mencambuk Zizi tidak tega melihat gadis itu, tetapi ia tidak bisa melakukan apapun kecuali melaksanakan perintah untuk menghukum Zizi. "Akhhh!" pekik Zizi saat cambukan di punggungnya semakin lama semakin kencang. Gadis itu mengepalkan tangannya dengan kuat, keringat dingin bercucuran di kenin gadis cantik itu. Lan Feiyu menatap Zizi dari celah pintu ruang hukuman. Pria itu sedikit memalingkan wajahnya karena tidak tega melihat ZIzi. Namun Zizi yang keukeuh meminta hukuman teman-temannya diberikan padanya. "Empat ratus lima puluh," ucap Zizi menghitung berapa cambukan yang dilakukan pengawas. Lima puluh cambukan lagi dan dia akan baik-baik saja. Hingga tepat lima ratus cambukan pengawas itu mencambuk Zizi. Zizi sudah lemas, gadis itu nyaris
"Aww awww ... jangan ditekan kencang-kencang!" pekik Zizi nyaring saat Yizi mengoleskan obat ke punggungnya. "Zizi, jangan berteriak nyaring!" tegur Xuan Yi sembari memijat lutut Zizi. "Kalian tahu, rasanya kakiku sangat lemas sekali," ucap Zizi mengeluh. Padahal dia beberapa kali mengatakan kalau lima ratus cambukan itu sangat biasa ia dapatkan karena ia pernah mendapatkan seribu cambukan. Padahal kenyataannya, perkataannya itu hanya untuk menguatkan dirinya sendiri. Zizi sudah pernah mendapatkan yang lebih banyak dari hari ini, ia tidak ingin teman-temannya merasakan rasa sakit, apalagi luka cambukan yang sulit hilang. Zizi tidak ingin punggung teman-temannya harus tergores dengan luka itu. Terlebih Yizi dan Zimai, Zizi tidak ingin punggung mulus mereka mendapatkan luka yang nanti akan sulit hilang. Karena nantinya mereka juga akan menikah. Sedangkan Zizi, tidak pernah terbesit pun pernikahan di benaknya. Karena Zizi yakin selamanya hidupnya hanya untuk bersembunyi dan bertarung