Namun Sembrana tak bisa bertanya lebih jauh pada guru besarnya yang sangat jarang muncul di hadapan murid-muridnya. Bahkan baru hari ini Sembrana bisa bercakap-cakap langsung dengan Mahaguru ini.Karena Mahaguru Ki Sandar tak pernah melatih langsung para murid-muridnya, semua sudah di handle 5 pembantu utamanya yakni Ki Panjali, Ki Suna dan Ki Turi dan dua orang lainnya.Ki Sandar hanya akan muncul pada saat-saat tertentu dan memberikan petunjuk ilmu silat secara langsung ke murid-muridnya, yang dianggap ribuan muridnya tersebut bak dewa, saking hebatnya di mata mereka.Biasanya dari ribuan orang itu, hanya ratusan yang bisa menangkap intisari skil dan ilmu yang di perlihatkan Ki Sandar, lalu mereka bisa naik peringkat, yang paling sulit adalah naik peringkat dari 2 ke tingkat 1. Setiap tahun paling banyak dua orang yang lolos, selebihnya gagal.Bahkan sudah 2 tahun belum ada murid yang mampu lolos ke peringkat 1, yang biasanya di tes langsung sang Mahaguru.Sang Mahaguru ini juga men
Setelah Sembrana dan kakek Celun menghilang dari hadapannya, Ki Sandar menatap ke arah mana kedua orang tadi menghilang ke arah matahari terbit, atau ke Timur.“Sembrana…dia bukan keturunan sembarangan…anak ini agaknya memiliki darah biru, entah siapa ayah dan ibunya!” setelah menghela nafas, Ki Sandar lalu berjalan perlahan balik menuju ke padepokan.Walaupun terlihat pelan, tapi sebenarnya gerakan kakek kosen ini luar biasa cepatnya, tak sampai 10 menitan, Ki Sandar sudah kembali ke tempat istirahatnya dan memanggil Ki Panjali lalu menyebutkan kalau Sembrana, salah satu muridnya itu jangan di cari, karena kini jadi murid Kakek Celun.Ki Panjali tentu saja kaget campur senang dengan nasib baik yang menghampiri salah satu murid paling berbakatnya ini.“Inilah yang namanya takdir, siapa sangka, awalnya hanya bocah pengemis, lalu jadi murid di sini, kini malah menjadi murid tunggal Pangeran Celun, seorang kakek perantau berdarah biru yang juga guru dari Pangeran Remibara yang luar biasa
Seminggu kemudian, setelah mendapat wejangan atau nasehat-nasehat dari kakek Celun, untuk pertama kalinya Sembrana merantau seorang diri, setelah 5 tahun bersama gurunya ini.Dengan usia sudah 13 tahun, tentu sangat beda jauh antara Sembrana kala pertama kali meninggalkan kampung Marawis dan merantau menuju Kotaraja Bajama, dengan Sembrana saat ini.Saat meninggalkan kampung halamannya, Sembrana masih berusia 6 tahunan, seorang bocah yang tak punya keahlian silat apapun dan bermodal nekat doank.Kini di usianya yang sudah beranjak abege, badan Sembrana sudah menjulang bak remaja usia 17-18 tahunan. Walaupun badannya kurus, tapi kokoh dan di dalam tubuh kokohnya ini terdapat tenaga dahsyat dan kesaktian yang sangat hebat.Didikan selama 5 tahun dari Kakek Celun, ditambah bakat dan ketekunan Sembrana yang sangat keras, membuat anak ini menjadi sosok yang berubah 180 derajat.Awalnya Kakek Celun ingin menemani muridnya ini ke Telaga Hantu, tapi faktor kesehatan dan usia tua membuat si ka
Kakek ini lalu mengerahkan tenaga dalamnya, tangannya terlihat memerah keduanya, tanda kekuatan full sudah dia kerahkan buat Sembrana.Tak mau konyol, Sembrana juga bersiap, kini dia mengerahkan jurus Bangkui Menerkam Elang, jurus dahsyat yang di hasilkan melalui kolaborasi Kakek Celun dan Ki Sandar.Jurus ini tentu saja sangat kuat di pertahanan, namun Sembrana lupa, dia baru saja turun gunung dan dan belum teruji berhadapan dengan orang-orang hebat dan sakti, namun anak ini sangat percaya diri, sehingga tanpa takut, kini dia bersiap menerima serangan dahsyat dari kakek yang tak di kenal ini.Tentu saja tingkahnya ini makin membuat si kakek renta makin murka dan dia tak tanggung-tanggung mengerahkan tenaga dalamnya, si kakek ini ingin langsung bikin mampus Sembrana.“Hiattttt….!” Sambil melompat si kakek ini menyerang Sembrana yang pada saat bersamaan juga mengulurkan tangannya menyambut pukulan dari jarak 5 meteran ini.Dua tenaga dalam yang sama dahsyat pun bertemu dari jarak kuran
Merasa cocok dan punya tujuan yang sama, yakni ke Telaga Hantu, Balu, Juri dan Sembrana akhirnya bersama melanjutkan perjalanan menuju ke Telaga Hantu, yang masih 3-4 hari perjalanan lagi.Makin menuju ke tempat itu, perjalanan makin sulit dan mereka juga tak sedikit bertemu dengan orang-orang aneh, yang dari pakaiannya sama-sama kaum pendekar.Sembrana tentu saja sangat antusias, dia kadang bertanya siapa saja tokoh-tokoh yang mreka temui, Balu dan Juri yang sangat luas pengetahuannya menyebutkan siapa-siapa saja tokoh-tokoh tersebut.Untungnya tokoh pendekar yang mereka temui rata-rata dari golongan putih, tapi Sembrana agak kurang suka, karena terlihat banyak gaya, mentang-mentang merasa dirinya sakti dan dari golongan dengan strata di atas para pendekar golongan hitam.Ada juga sesekali mereka melihat pendekar dari golongan hitam, bahkan yang banyak yang berprofesi perampok ataupun perompak.Namun mereka tak takut, apalagi Balu dan Juri juga sudah terkenal sebagai tokoh-tokoh pers
“Nahh di depan kita ada 6 tikus yang mau ikutan berebut mestika ini nenek peot, bagaimana? Apakah perlu kita kirim ke neraka bersama-sama?”“Hiks-hiks, iya donk, bikin pusing saja, habisin dah, muak aku liat pendekar-pendekar yang sok alim dan ngaku dari golongan putih ini,” cetus si Nenek Maut.Lalu secara tak terduga, si nenek ini mengibaskan lengannya, serangkum serangan dahsyat langsung menerpa ke 6 orang ini.Untungnya ke 6 nya bukan pendekar sembarangan dan mereka sejak tadi sudah waspada, mereka berlompatan menghindar sehingga serangan itu luput.“He-he-he baru segitu aje udah pada ngacir!” ejek si nenek itu terus terkekeh.Ternyata Kakek Kofa tak tinggal diam, dia pun kini ikut mengibaskan tangannya, sehingga serangan kedua yang lebih dahsyat menerjang ke 6 orang tersebut.Maka sibuklah ke 6 orang ini menghindar dan pastinya membalas, karena mereka tak ingin mati konyol.Sembrana yang melihat pertarungan ini tentu saja berpihak pada ke 6 orang itu, apalagi ada dua orang dari P
Nenek Maut sangat marah melihat bocah kecil yang ternyata murid tunggalnya bernama Putri Mila terjungkal ke dalam Telaga Hantu ini, sekaligus sangat khawatir dengan nasib murid kesayangannya itu.Murid Nenek Maut ini bukan sembarangan namanya saja Putri Mila, ini menandakan gadis cilik itu keturunan seorang priyayi.Dengan kemarahan meluap-luap, Nenek Maut kini mencabut pedangnya dan dia dengan pengerahan tenaga dalam melawan ular tersebut.Saat ekor ular ini kembali mengibas, si nenek ini menebaskan pedangnya dengan tenaga dalam yang mencapai level tertingginya.Tapi alangkah kagetnya si nenek ini, kulit ular itu ternyata kebal, bahkan seperti karet, membal.Tebasannya mental, padahal pedangnya termasuk pedang pusaka, belum lagi tenaga dalamnya yang selalu dia latih sejak dulu hingga kini dan jarang ada yang mampu bertahan dengan kekuatannya ini.Tapi melawan sang ular raksasa ini, kekuatannnya ternyata tak ada gunanya, si ular mungkin faktor umurnya yang sudah sangat tua, kini kulit
“Sebentar Mila, aku buat obor dulu, di sini banyak kayu lapuk!” Radin lalu mencari-cari ranting lapuk di dalam gua ini.Mila tak tinggal diam dia ikut mencari kayu lapuk dan di satukan, lalu Sembrana mengosok-gosokan kayu tadi dan tak lama kemudian mulai timbul asap dan keluarlah percikan api, saat di tiup menyalahlah asap tadi dan setelah itu ruangan gua ini jadi terang benderang.Kini Sembrana dan Mila bisa melihat sekelilingnya dengan lebih jelas dan keduanya lega, gua ini merupakan sebuah gua yang tak terlalu jauh menjorok ke dalam, sehingga kekhawatiran kalau gua ini jadi sarang ular raksasa musnah.Keduanya kini duduk berhadapan sambil menatap api unggun kecil yang sengaja mereka buat, tak jauh dari mulut gua tersebut, sambil berpikir keras bagaimana bisa keluar dari tempat ini.Mereka belum bercerita latar belakang masing-masing, karena konsentrasi bagaimana agar bisa keluar dari tempat ini secepatnya.“Sembrana, perutku lapar, eh tadi kamu kan mungut satu telor, itu aja kita m