Itulah pemandangan rutin setiap minggu atau 2 minggu sekali yang Remibara saksikan dari Ki Jenggot, yang sungguh-sungguh mengajarinya ilmu-ilmu silat laur biasa yang dimilikinya.Sebagai salah seorang tokoh jahat, Ki Jenggot tak pernah mengajarkan ahklak yang baik buat Remibara, untungnya anak kecil yang mulai beranjak remaja ini masih bisa memilih untuk tak sembarangan turun tangan kalau membunuh orang, beda dengan Ki Jenggot.Darah ayah dan kakeknya rupanya lebih kuat dari darah masalalu ibunya Putri Remi yang sempat tersesat, ataupun ajaran menyimpang dari Ki Jenggot.Tapi akibatnya, sifatnya jadi cuek dan keras hati, serta hanya membawa sesuatu yang diyakininya benar.Dan kelakuan Ki Jenggot kadang merusak alam bawah sadarnya, erangan dan suara-suara bercinta membuat pikiran Remibara puyeng sendiri.Sejak usia 10 tahun mendekati 11 tahun dan kini jalan 13 tahun, Remibara bak melihat pelajaran yang jauh dari kebenaran dari gurunya ini. Namun soal kesaktian, Remibara luar biasa maju
Remibara mendekat dan ia kaget melihat sebuah kotak yang terbuat dari besi, remaja tanggung ini membatalkan bersemedhi, setelah berada di pinggir air terjun dan berpakaian kembali, ia mengamati kotak besi seukuran 30 puluh centimetaran.“Aku harus memperlihatkan kotak ini ke Ki Jenggot,” setelah berpikir begitu, dengan gesit dan cepat ia turun dan kembali ke gua mereka.Ki Jenggot melihat-lihat kotak ini, dia sama penasarannya dengan Remibara. “Coba kamu buka pelan-pelan Remibara, apa isinya?” Ki Jenggot menyerahkan kotak ini pada muridnya kembali.Remibara pun meletakan kotak itu, dan Remibara mengerahkan tenaga dalamnya mulai menarik kuncinya hingga patah, setelah itu pelan-pelan ia membuka kotak itu srattttt…tiba-tiba melayanglah sebuah benda mirip panah kecil, hanya beberapa centi dari wajah Remibara, baiknya secara refleks remaja tanggung ini bisa menghindar.Ki Jenggot saja sampai terkaget-kaget. “Awas Remibara hati-hati, kayaknya ada jebakan,” Ki Jenggot sampai berteriak kecil
Setelah hampir 3 mingguan berjalan, dari kejauhan Remibara melihat sebuah kampung yang rame, mereka saat itu berada di pinggiran hutan, tak jauh dari jalananan umum, di mana biasa hilir mudik kuda dan juga kereta.“Ki Jenggot, aku ke kampung itu dulu, mau beli makanan dan juga arak, tunggu saja dulu di sini, sambil Aki bersemedhi!” sebutan nama yang sejak 5 tahun lalu tak berubah sampai Remibara kini jadi remaja tanggung.“Ya Remibara, aku tunggu di sini!” Ki Jenggot lalu duduk bersemedhi dan dia tenggelam dalam semedhinya, setelah melihat gurunya begitu, Remibara lalu melompat, gerakannya luar biasa cepatnya. Remibara merupakan remaja berpakaian sederhana, walaupun tampan rupawan, tapi ketampanannya tertutupi pakaiannya yang sederhana.Tubuhnya yang jangkung kokoh tapi agak kurus membuat orang mengira dia sudah dewasa.Begitu sampai di jalan desa yang rame, Remibara berjalan biasa, agar tidak menimbulkan keheranan orang-orang, ia bahkan menyingkir kalau ada kuda atau kereta lewat.
Prabu Sembara terdiam mendengar laporan ke 4 permaisurinya, tak ia kira Remibara kini sudah jadi remaja jangkung dan sangat tampan.“Hmm…jadi Ki Jenggot yang terluka dia bawa..?” ke empat permaisurinya mengangguk.Prabu Sembara dan ke empat permaisuri nya saat ini berada di kadipaten Kuala, yang berjarak 2 minggu perjalanan dari Kotaraja Bajama, dan kini mereka beristirahat di sebuah villa kerajaan.Saat itu ke empat permaisuri sedang berjalan-jalan dengan menunggang kuda, walaupun tanpa pengawalan yang ketat, siapa yang berani menganggu istri-istri maharaja ini, karena ke empatnya memiliki kesaktian yang sangat tinggi.Tentu saja banyak warga Kuala yang kagum melihat kecantikan ke 4 permaisuri ini, dan yang membuat mereka suka, ke empat bangsawan tinggi sangat ramah dan selalu duluan menegur warga yang lalu lalang.Ini sebuah pemandangan langka, kalau dulu, jangankan menyapa mengangat wajah saja warga tak berani, saking sungkannya.Tak disangka saat menyusuri jalanan yang agak sepi m
“Kanda…ternyata ini alasan Remibara melarang kami membunuh Ki Jenggot!” terdengar suara lembut, ternyata Putri Padmasari sudah berada di sisi Prabu Sembara.Putri Padmasari ternyata diam-diam mendengar semua ucapan Remibara, dia ikut terkejut, ternyata remaja tampan itu sangat marah dengan suaminya, yang juga ayahanda Remibara sendiri.Sebelumnya saat tahu suaminya mengejar Remibara, atas seizin 3 permaisuri yang lain, Putri Padmasari langsung menyusul diam-diam.Permaisuri Ranina lah yang meminta langsung. “Kayaknya Remibara lebih hormat ke kaka di bandingkan dengan kami, jadi kaka susullah, aku khawatir terjadi apa-apa terhadap ayah dan anak itu,” itulah ucapan Ranina, yang diiyakan Putri Soha dan Putri Amanda.Setelah Prabu Sembara dan Putri Padmasari pergi, barulah Permaisuri Ranina membuka alasannya. “Kalian mau tahu seperti apa wajah Putri Remi, ibunda Remibara?” Soha dan Amanda saling pandang, lalu menggeleng.“Wajahnya bak pinang di belah dua dengan Putri Padmasari, walaupun t
“Ibuku…Putri Remi…ayah…mohon maaf Ki Talang, aku tak bisa mengungkapkannya, karena aku sendiri…belum pernah berjumpa dengannya!” Ki Talang malah tersenyum, Remibara tak tahu kalau Ki Talang orang yang sudah kenyang pengalaman, tapi kakek tua ini tak mendesaknya, dia mengangguk-angguk maklum saja.Namun sejak saat itu Ki Talang tak pernah lagi bertanya soal ayahnya, juga tentang riwayat Remibara, hingga remaja ini makin senang. Setelah makan dan beritirahat, bahkan kini di angkat kembali oleh Remibara ke teras pondok, keduanya ngobrol akrab.Padahal tadi pagi Remibara ingin mengajaknya bertarung, Remibara sebenarnya tak mau, cuman karena terlanjur berjanji saja dengan Ki Jenggot, sehingga ia mengiyakan saat itu.Karena Remibara tahu, Ki Talang adalah tokoh golongan bersih, beda dengan Ki Jenggot yang menyeleweng karena sakit hati istrinya di perkosa musuh besarnya puluhan tahun yang lalu.“Remibara…aku ingin melihat kamu bersilat, apa saja yang sudah di pelajari bersama si Jenggot ata
Dua minggu kemudian Remibara sudah sampai di sebuah kampung yang rame, Remibara merasa lapar.Saat akan menuju ke sebuah rumah makan yang mewah, dan terlihat rame, Remibara kaget saat melihat dua orang berpakaian ala kadarnya terlihat di usir dua penjaga.“Disini tak boleh masuk bagi yang pakainnya seperti kalian, sono cari rumah makan sederhana,” usir dua penjaga berwajah kejam dan kumis melintang.Remibara lalu ingat kitab peninggalan pendekar asmara, di sana tertulis cara dan gaya sang pendekar flamboyan itu, yakni suka sekali pakaian-pakaian mewah dan perlente juga suka pakai harum-haruman.“Gini-gini kan aku juga turunan bangsawan, walaupun aku benci ayahku…tapi mau gimana lagi!” batin Remibara, ia lalu memegang kantong uangnya dan ternyata masih banyak keping emas pemberian Ki Jenggot dulu.Remibara tak jadi menuju rumah makan itu, dia malah menuju ke sebuah toko pakaian terbesar yang ada di kota ini.Melihat ada pria rupawan yang berbaju sederhana celingak-celinguk melihat-liha
“Ahaiii…ada pangeran tampan nyasar ke sini, heeee tampan, pergi sono, ini bukan urusan kamu, sayang wajah tampan kamu yang kayak cewek itu bonyok kalau kena pukulan geledekku,” si kepala rampok ini tergelak sampai perutnya yang agak tambun terguncang.Tiba-tiba ada teriakan minta tolong, saat seorang perampok menarik keluar seorang wanita cantik dari dalam kereta, lalu keluarlah seorang lelaki agak tua dan perut gendut hampir sama dengan perut si kepala rampok, terlihat memohon-mohon agar wanita muda yang cantik itu jangan di culik.“He-he-he, si lintah darat ini punya bini baru lagi, ini yang ke berapa hahhh,” bentak si kepala rampok ini.“Haiyaaa…ini yang ke 7 tuan pelampok, kalian ambil saja halta owe, tapi bini owe jangan di bawa yaa…ini balu 3 bulan owe jadiin bini!” sahut si gendut yang ternyata seorang warga keturunan, yang terkenal sebagai pedagang sekaligus rentiner ini.“Ha-ha-ha…dasar gendut, bini aja sampai 7, bawa istrinya itu, bawa juga semua hartanya di kereta!” perinta