Putri Remi kemudian menggotong tubuh Ranina yang pingsan dan membawanya ke markas mereka, Pangeran Hasom yang tahu Ranina kini jadi tawanan langsung senang bukan main.Diapun tak sungkan berjanji akan memberi Putri Remi hadiah-hadiah besar kelak, kalau pemberontakan mereka berhasil.Andai tak diingatkan soal rencana pemberontakan oleh Putri Remi, saat Ranina pingsan itu sudah gatal tangan Pangeran Hasom untuk menggagahi Ranina, yang terlihat tak berdaya.Namun peringatan Putri Remi membuat Pangeran Hasom pun terpaksa menahan nafsunya.Agar Ranina tak kabur atau pun berbuat yang aneh-aneh, Putri Remi lalu merecoki minuman penghilang ingatan pada Ranina. Racun penghilang ingatan ini akan efektif selama dua minggu.Namun putri licik ini paham, setelah 10 harian Ranina kembali di recoki lagi, andaikata itu terus dilakukan hingga berbulan-bulan, dapat dipastikan Ranina bakal lupa ingatan selamanya, saking ganasnya racun penghilang ingatan tersebut.Itulah sebabnya Ranina tak tahu siapa dir
Sembara tersadar, dia merasa badannya bak tak ada tulangnya lagi, lemah dan tak berdaya, seolah-olah semua kekuatannya lenyap tak berbekas. Sakit luar biasa disekujur tubuhnya, benar-benar tak bisa diceritakan, Sembara sambil menggigil menahan itu semua.Pandangannya nanar dan setelah mengejap-ngejapkan mata berkali-kali, dia baru bisa menatap dengan pandangan normal. Sembara tak ingat lagi berapa lama ia pingsan, dia celingak-celinguk."Dimana Ranina?" batinnya khawatir.Saat akan bangkit, Sembara terguling dan dengan mengumpulkan semua tenaga, barulah dia bisa bangkit lagi dan duduk sambil berkali-kali mengambil nafas, sambil merangkak.“Kamu sudah sadar…duduklah dan bersiaplah mati sekarang juga!” alangkah kagetnya Sembara, baru saja mau diperintah duduk, dia malah mau di bunuh. Sembara lalu menengadah ke orang yang bersuara itu.Ternyata orang itu seorang nenek yang sudah tua, tubuhnya kurus dan bajunya penuh tambalan dan sudah berwarna buram.“Sebentar nek…aku salah apa?” tanya S
Ternyata bukan sehari ataupun dua hari Sembara melakukan semedhi di bawah air terjun yang sangat deras itu, tapi sampai 3 hari.Hari ketiga, tepat tengah hari Sembara yang larut dalam semedhinya mendengar suara si nenek yang memerintahkannya menyudahi semedhinya tersebut.“Ambil nafas, hembuskan kuat-kuat dan salurkan semua ke lengan kamu, setelah itu cepat kembali ke pondok!” perintah si nenek.Sembara pun langsung melaksanakan perintah suara tersebut, dia berdiri dengan tegak, lalu secara cepat melontarkan pukulan tenaga dalam ke depan.“Blarrrrrrr….!” Terdengar suara keras, air terjun yang deras berhamburan terkena pukulan tenaga dalam Sembara, bahkan hebatnya pukulan tadi menyebabkan air yang terkena langsung berubah jadi butiran es sebesar kepala anak kecil.Sembara langsung bersorak, lalu dengan cepat dia melompat dari air terjun itu dan berlompatan ke sana kemari.“Anak bodoh, cepat kenakann baju kamu, ngapain kamu berloncatan telanjang gitu!” terdengar sayup-sayup suara nenek
Sejak hari itu, Sembara jadi murid tunggal Nyi Rayi, nenek yang sudah sepuh ini, dia sangat senang melihat kemajuan Sembara yang luar biasa.Nyi Rayi tak perlu mengajari Sembara dari nol, hanya menambahkan jurus-jurus yang masih kurang dan menyempurnakan jurus memecah awan, kini otomatis Sembara memiliki 5 jurus sakti yang sama-sama sangat dahsyat, yakni Menari Di Atas Awan, Jurus Halilintar, Jurus Asmara dan Jurus Memecah Awan, serta Jurus Menyedot Sukma.Namun Nyi Rayi meminta Sembara cukup menamakan semua jurus itu dengan nama Jurus Halilintar. Karena ke lima nya bisa digabung Sembara menjadi satu. “Tak perlu lagi kamu sebut jurus ini dan itu, cukup satu nama yakni jurus halilintar,” ceplos si nenek sambil terkekeh melihat muridnya ini melongo.Nama halilintar di ambil karena setiap kali Sembara melontarkan tenaga dalamnya, terdengar bunyi yang sangat luar biasa. Bahkan saat latihan bersama Nenek Nyi Rayi, bunyinya sampai memecahkan batu sebesar kerbau, yang terdapat di dekat merek
Namun gadis bernama Soha ini tetap gemetaran, sehingga Sembara merasa aneh sendiri. “Soha kamu kenapa masih gemetaran begitu, apa yang kamu takutkan?” tanya Sembara hati-hati.“Tu-tuan…aku takut, nanti Ki Bajo dan anak buahnya akan balas dendam, kalau kelak tuan pergi dari kampung ini,” akhirny Soha buka alasannya.“Ooo begitu, baiklah, kamu makan dulu, nanti aku akan hancurkan sarang mereka, ayoo jangan takut-takut lagi yaa!” Soha akhirnya mau makan dan kini dia lebih tenang.Beberapa warga anehnya kini banyak yang ketakutan, mereka takut kalau Ki Bajo akan datang kembali dengan komplotannya yang lebih besar.Sehingga saat Sembara menyudahi makan siangnya, warung ini jadi sepi, bahkan si pemilik warung terlihat pucat pasi, hingga Sembara makin terheran-heran sendiri.“Kenapa kamu pucat begitu, nih uang buat pengganti meja dan kursi kamu yang rusak parah tadi,” Sembara meletakan tiga keping uang emas, tapi si pemilik warung termasuk 3 pembantunya malah berlutut di depan Sembara.“Tuan
Sembara kini membawa Soha dalam perjalananya menuju ke Kampung Bukit Bangkirai, Sembara sebelumnya membeli seekor kuda lagi buat Soha, juga pakaian yang baru buat gadis cantik ini, sepintas baru Sembara sadar, wajah Soha sangat mirip Dawina, apalagi setelah dia mengenakan pakaian yang baru dan agak mewah.Beda saat masih berpakaian sederhana dan terlihat lusuh, kini setelah berpakaian bagus, aura kecantikan Soha nampak sekali.Tapi Soha lebih ceria dan sering tersenyum, sedangkan Dawina terlihat dingin dan pendiam, setelah 2 hari bersama, Sembara lalu mengajak Soha beristirahat di sebuah penginapan, Sembara sekaligus ingin tahu latar belakang gadis belia ini, karena ia selama dua harian ini belum berkesempatan bicara serius.Setelah makan malam, Sembara lalu bertanya latar belakang Soha, gadis ini ternyata anak pungut dari Ki Tayo, dia di angkat anak saat usianya 1,5 tahun.Soha mengaku baru tahu soal ini saat ayah dan ibu angkatnya bertengkar, gara-gara Ki Tayo ingin menyerahkan Soha
Akhirnya Sembara dan Soha sampai juga di kampung Bukit Bangkirai, namun keduanya heran melihat kampung ini amat sunyi, padahal rumah-rumah warga cukup rapat, yang menandakan kampung ini banyak penghuninya.“Bang kenapa kampung ini sunyi, padahal rumah warga banyak!” ceplos Soha.“Aku juga tak tahu Soha, kenapa jadi seperti kampung mati?” sahut Sembara sambil melihat sekeliling, mereka masih di atas kuda dan memandang jalanan yang sunyi dan rumah warga yang tertutup rapat.Namun telinga Sembara yang sudah terlatih tajam menangkap pergerakan dari kiri dan kanan, Sembara tenang-tenang saja.“Soha, agaknya kedatangan kita akan disambut warga, kamu tenang saja, kalau kamu ingin melatih ilmu silat kamu selama 3 bulanan ini, boleh kamu pakai sekarang, tapi jangan membunuh ya!” cetus Sembara menoleh ke Soha, dan gadis yang makin cantik ini lalu mengangguk, sambil turun dari kudanya, walaupun baru 3 bulan berlatih silat.Tapi kemampuan Soha sangat meningkat drastis, setelah setiap hari jalan d
Setelah 5 hari, belum ada juga tanda-tanda kelompok Dogal datang dan warga makin hari makin antusias latihan silat, sesuai petunjuk Sembara.Pagi hari di hari 6 Sembara dan Soha bertahan di Kampung Bangkirai, pemuda sakti ini pun mulai bertanya soal Nenek Samirah pada Ki Balo, saat bersantai di bale-bale rumah kepala kampung ini sambil menyaksikan para pemuda dan pemudi ini berlatih silat di halaman yang luas.“Nenek Samirah…ya aku memang pernah dengar nama itu, juga ada anak dari nenek Samirah, yang bernama Nyi Larasati…tapi sejak umur 5 tahun, bersama mendiang bapaknya pindah tinggal di kampung yang rame, dengar-dengar sih mereka pisah sebagai suami istri. Lalu Nyi Larasati setelah berumur 16 tahunan jadi istri atau selir seorang pejabat daerah, Nyi Larasati tak pernah berkunjung ke mari lagi, hingga ibunya Nyi Samirah meningga dunia karena sakit!” cerita Ki Balo.Namun Ki Balo tak tahu perjalanan hidup yang tragis dari Nyi Larasati, yang ada kaitannya dengan ayah dan paman Sembara