“Benar Pedang Setan Geni ini Ayah kawinkan dengan Pedang Siluman Api saat di pertapaan beberapa tahun yang lalu, hasilnya sepasang pedang yang kalian miliki itu. Semua jurus pedang yang kalian miliki dengan pedang ini sama, hanya saja kekuatannya yang berbeda. Pedang Setan Geni memiliki kekuatan dua tingkat lebih tinggi, dibandingkan sepasang pedang yang ada bersama kalian.” Sugoro Geni menjelaskan, Sepasang Setan Geni mengangguk-angguk dan tersenyum sombong. “Jika hanya menghadapi pemuda yang akan menantang kita di Padepokan Bukit Geni ini Ayah tak perlu mengeluarkan pedang yang Ayah miliki itu, cukup kami saja yang menghadapinya Ayah tak perlu turun tangan.” Tutur Sepasang Setan Bukit Geni yang merasa yakin dapat dengan mudah mengalahkan lawan, seperti halnya Singo Ireng yang tewas di tangan mereka. Sugoro Geni pun mengangguk dan merasa yakin pula kedua anaknya itu akan dapat dengan mudah mengalahkan Arya. “Ya, Ayah cuma ingin melihat saja sudah lama sekali pedang ini Ayah simp
“Wuuuuuuuus..! Deeeeeeees...! Deeeeeeees!” Tebasan pedang dari Sepasang Setan Bukit Geni kembali berhasil dihindari Arya, namun susulan tendangan yang dilesatkan Sepasang Setan Geni telak mengenai pinggang dan dadanya hingga sang pendekar jatuh terguling-guling di tanah. Sementara pertarungan tak kalah sengitnya terlihat pada Sri Kemuning dan Sugoro Geni, sudah beberapa kali mereka sama-sama terjatuh tersungkur akibat pukulan mereka saling mengena. Sugoro Geni mengakui ketangguhan Sri Kemuning, selama ini belum pernah ia menemukan lawan yang dapat membuat dirinya lelah seperti saat ini. Sugoro Geni merasa ciut juga nyalinya menghadapi putri Arya Buono itu, karena ia lebih sering terjajar dan tersungkur jatuh mencium tanah. Dengan segera ia meraih Pedang Setan Geni yang tadi ia taruh di sebuah meja di depan pondoknya, pedang itu segera ia hunus dari sarungnya sinar merah menyala nampak memancar di seluruh badan pedang itu. “Ha.. Ha.. Ha..! Saatnya Kau menyusul kedua orang tuamu di
“Saya jadi teringat sesuatu, saat saya masih kecil pernah bermain-main di bawah pohon beringin itu. Ya, saya ingat sekarang di belakang pohon beringin itu ada rumah yang saya diami bersama kedua orang tuaku dulu. Ayo, kita segera ke sana! Di belakang rumah itu, Eyang Guru mengubur jasad kedua orang tua ku yang tewas oleh kebiadaban Sugoro Geni.” Tutur Sri Kemuning mengajak Arya dan semua penduduk untuk menuju ke arah pohon beringin yang ia tunjukan itu. Benar saja apa yang dikatakan Sri Kemuning, di belakang pohon beringin yang besar itu terdapat sebuah rumah tua yang dari halaman hingga ke belakang rumah ditumbuhi rumput-rumput yang telah tinggi karena memang tak terawat sejak ditinggalkan belasan tahun yang lalu. Tanpa disuruh dan diminta para penduduk segera membersihkan rumput-rumput dari halaman hingga belakang rumah tua itu, karena semua penduduk membawa parang atau pun golok rumput-rumput itu dalam waktu singkat berhasil dibersihkan. Bahkan rumah tua yang tak terawat dan dip
Semua obor pun dinyalakan begitu hari sudah mulai gelap, suasana begitu tampak ramai membuat Sri Kemuning gembira. Acara syukuran pun dimulai dengan do’a bersama pada Gusti Alloh yang telah memberikan mereka kekuatan dalam menumpas gerombolan yang selama ini menekan hidup mereka, begitu pula dengan rencana pemukiman daerah itu akan dijadikan sebuah desa seperti halnya desa-desa yang lain. “Baiklah acara do’a bersama sebagai ungkapan rasa syukur kita pada Gusti Alloh telah kita laksanakan, sekarang kita masuk pada rencana membentuk pemukiman ini menjadi desa serta siapa orangnya yang cocok untuk dijadikan kepala desa memimpin desa ini nantinya.” Tutur Arya mengawali perbincangan mereka di sana. “Kami serahkan semua sepenuhnya pada Mas Arya.” Ujar para penduduk yang hadir di sana. “Bagaimana kalau kita usulkan Mas Arya sebagai kepala desa sekaligus memberi nama desa daerah kita ini?!” Usul Darsa. “Setuju..!” Seru serentak para penduduk. “Maaf saudara-saudaraku, bukannya saya me
“Sugeng......!” Teriak Warno saat melihat tubuh temannya itu menghilang disedot pusaran asap hitam yang tiba-tiba muncul itu, teriakan Warno dan Arso semakin histeris saat pusaran asap hitam itu menghilang bersama tubuh Sugeng. “Tolong...! Tolong...!” Sambil berteriak minta tolong Arso dan Warno berlari kencang ke luar dari hutan itu, rasa takut yang menjalar ditubuh mereka membuat keduanya lari tunggang-langgang tanpa mempedulikan kaki mereka yang terluka akibat duri-duri dan ranting-ranting pepohonan di hutan Blora itu. Pikiran mereka hanya satu bagaimana mereka bisa ke luar secepatnya dari hutan yang angker dan mengerikan, bahkan tak terhitung kalinya mereka jatuh bangun saat melintasi pematang sawah yang ada di pinggiran hutan itu. ****** Warga desa Purwosari dibuat geger akan sikap Warno dan Arso yang berlari seperti dikejar-kejar sesuatu, arah yang mereka tuju adalah rumah Tumenggung Galih sosok yang mengepalai desa Purwosari itu. Setibanya di rumah Tumenggung Galih, Warn
Karena tak menemui titik terang, akhirnya Tumenggung Galih memutuskan untuk mengajak warganya kembali ke pedesaan tempat tinggal mereka. Setibanya di desa para warga tidak langsung kembali ke rumah mereka masing-masing, mereka tampak berkumpul di pendopo rumah hingga halaman kediaman Kepala Desa Purwosari itu. “Kita semua telah berusaha untuk mencari Sugeng hingga larut malam, namun seperti yang saudara-saudara ketahui kita tidak menemukan tanda-tanda sedikitpun akan di mana keberadaan Sugeng yang dikatakan menghilang di tengah hutan Blora itu. Pencarian malam ini kita hentikan, besok kita ulangi lagi mencari hingga sore hari. Jika tidak kita temukan juga, kita harus iklaskan hal itu dan berserah pada Gusti Alloh.” Tutur Tumenggung Galih pada semua warga desa yang ada di sana. “Baik Tumenggung, sekarang kami mohon pamit untuk kembali ke rumah kami masing-masing dan besok pagi akan kembali berkumpul di sini melanjutkan pencarian.” Ujar salah seorang warga desa, Tumenggung Galih ang
“Ini dia..! Cepat kemari!” Seru salah seorang lelaki petani yang mencari Seto di pinggiran hutan sebelah timur itu, mendengar teriakan itu belasan lelaki lainnya segera menghampiri. Tubuh Seto ditemui tergeletak di semak-semak tidak jauh dari ranting pohon yang akan ia potong tadi, tubuh itu kaku tak berdarah di bagian lehernya terdapat memar seperti bekas dicekik. “Gusti Alloh! Kera jenis apa yang telah membunuh Seto hingga keadaan jasadnya kaku begini?” Ucap salah seorang lelaki petani di antara kerumunan teman-temannya. “Kang Mas..! Hu.. Hu.. Hu...!” Surti tak kuasa menahan histerisnya, tangisnya pun pecah dan ia meratap sejadi-jadinya sambil memeluk tubuh suaminya yang tergeletak kaku. Para lelaki petani yang berkerumun di situ membiarkan dan larut pula akan kesedihan yang dialami Surti, bahkan beberapa lelaki yang ada di barisan kerumunan bagian belakang mencoba mencari di sekitar itu sosok kera yang telah menyebabkan Seto tewas mengenaskan. Mereka tampak geram, seolah-ola
“Blaaaaaaaar...!” Batu-batu kerikil itu hancur dan serbuknya menyebar ke mana-mana. “He.. He.. He..!” Hanya tawa kecil itu yang terdengar dari mulut lelaki berpakaian compang camping, kemudian ia kembali mengebuk tongkatnya yang kali ini sasarannya adalah sebuah batu besar. “Wuuuuuus...!” Batu besar itu seperti sebongkah benda ringan yang melesat ke arah Arya, dalam rasa takjub Arya pun tak ingin lengah. Segera ia silangkan kedua tangannya di depan dada kemudian menyalurkan tenaga dalam ke pergelangan tangan, merasa tenaga dalamnya itu telah terpusat penuh dengan cepat ia melesat ke udara beberapa tombak lalu menyongsong datangnya bongkahan batu besar yang menderu ke arahnya itu. “Braaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Seperti batu-batu kerikil tadi, batu besar yang menderu itu hancur berkeping-keping. Kalau tadi Arya menghancurkan batu-batu kerikil dengan ajian Topan Gunung Sumbing, namun kali ini ia mengeluarkan ajian Rajawali Mematuk Mangsa. Tak sampai di situ dengan gerakan gesi
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa