“Ini dia..! Cepat kemari!” Seru salah seorang lelaki petani yang mencari Seto di pinggiran hutan sebelah timur itu, mendengar teriakan itu belasan lelaki lainnya segera menghampiri. Tubuh Seto ditemui tergeletak di semak-semak tidak jauh dari ranting pohon yang akan ia potong tadi, tubuh itu kaku tak berdarah di bagian lehernya terdapat memar seperti bekas dicekik. “Gusti Alloh! Kera jenis apa yang telah membunuh Seto hingga keadaan jasadnya kaku begini?” Ucap salah seorang lelaki petani di antara kerumunan teman-temannya. “Kang Mas..! Hu.. Hu.. Hu...!” Surti tak kuasa menahan histerisnya, tangisnya pun pecah dan ia meratap sejadi-jadinya sambil memeluk tubuh suaminya yang tergeletak kaku. Para lelaki petani yang berkerumun di situ membiarkan dan larut pula akan kesedihan yang dialami Surti, bahkan beberapa lelaki yang ada di barisan kerumunan bagian belakang mencoba mencari di sekitar itu sosok kera yang telah menyebabkan Seto tewas mengenaskan. Mereka tampak geram, seolah-ola
“Blaaaaaaaar...!” Batu-batu kerikil itu hancur dan serbuknya menyebar ke mana-mana. “He.. He.. He..!” Hanya tawa kecil itu yang terdengar dari mulut lelaki berpakaian compang camping, kemudian ia kembali mengebuk tongkatnya yang kali ini sasarannya adalah sebuah batu besar. “Wuuuuuus...!” Batu besar itu seperti sebongkah benda ringan yang melesat ke arah Arya, dalam rasa takjub Arya pun tak ingin lengah. Segera ia silangkan kedua tangannya di depan dada kemudian menyalurkan tenaga dalam ke pergelangan tangan, merasa tenaga dalamnya itu telah terpusat penuh dengan cepat ia melesat ke udara beberapa tombak lalu menyongsong datangnya bongkahan batu besar yang menderu ke arahnya itu. “Braaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Seperti batu-batu kerikil tadi, batu besar yang menderu itu hancur berkeping-keping. Kalau tadi Arya menghancurkan batu-batu kerikil dengan ajian Topan Gunung Sumbing, namun kali ini ia mengeluarkan ajian Rajawali Mematuk Mangsa. Tak sampai di situ dengan gerakan gesi
“Wuuuuuuuuuuus....! Wuuuuuuus...! Teeeeeeeeeb...! Teeeeeeeeeb..! Aduh..! Sakit...! Tolong...!” Dua duri Landak yang berukuran besar melesat dan menembus bagian paha kedua lelaki itu, keduanya pun menjerit histeris merasakan rasa nyeri yang teramat sangat di bagian paha mereka. Jeritan histeris diiringi teriakan minta tolong itu, membuat para warga yang berada di persawahan secara berhamburan menghampiri arah suara itu, sosok landak raksasa itu pun menghilang saat sekumpulan warga desa tiba di tempat kejadian. “Tarno..! Kirman..!” Seru warga saat tiba di hadapan dua lelaki yang tergeletak di tanah dengan paha mereka tertancap duri landak berukuran besar. “Tolong...! Aduh..! Sakit..!” Erang mereka bersamaan, para warga desa yang datang itu pun membopong tubuh Tarno dan Kirman. Tarno dan Kirman lalu di bawa menuju rumah Tumenggung Galih, kepala desa Purwosari itu terkejut melihat dua orang warganya mengalami luka di bagian paha dengan menancapnya duri Landak. “Apa yang terjadi pa
“Oh jadi kalian baru saja bertemu dan kenal? Saya kira tadinya Dewa Pengemis sengaja mengajak temannya saat saya memintanya datang ke desa Purworejo ini.” Ujar Ki Bromo. “Tidak Paman, kebetulan saja saya bertemu dengannya di tepi sungai dan firasat saya mengatakan kalau dia adalah sosok pendekar yang baik. Maka timbul sifat usil saya untuk menjajal kemampuannya, eh ternyata ilmunya sangat luar biasa.” Tutur Dewa Pengemis. “Ah, kau ini terlalu memuji Dewa Pengemis.” Ujar Arya tak senang terlalu disanjung. “Hemmm, sosok pendekar yang baik dan rendah hati. Sebenarnya jika tidak bertemu dengan Dewa Pengemis, saudara Arya hendak ke mana?” Tanya Ki Bromo. “Saya belum mempunyai tujuan yang pasti, Paman. Saya hanya mengembara mengikuti kata hati saja, kebetulan saya melintas wilayah desa ini dan bertemu Dewa Pengemis. Mendengar sekilas ceritanya, saya jadi tertarik ingin ikut membantu para warga desa ini atas permasalahan yang terjadi.” Jawab Arya. “Terima kasih yang tak terhingga s
“Ya Ki, silahkan!” Setelah menghabiskan kopi yang disuguhkan Ki Bromo, Arya dan Dewa Pengemis segera meninggalkan rumah kepala Desa Purworejo itu menuju kediaman Ki Bromo untuk beristirahat. Pagi-pagi sekali Arya dan Dewa Pengemis telah bangun dari tidurnya, begitu juga dengan Ki Bromo. Karena pagi itu Desa Purworejo masih berkabut, mereka memutuskan untuk menunggu kabut-kabut itu hilang dengan duduk di pendopo rumah sembari menikmati secangkir kopi hangat yang disuguhkan Sekar. Biasanya setelah mengantar minuman dan makanan ringan Sekar langsung pergi ke belakang atau masuk kembali ke kamarnya, namun kali ini dia tidak beranjak malahan ikut duduk di sebelah Ki Bromo. “Tumben putri Ayah ikut duduk dan ngobrol di pendopo ini?” Tanya Ki Bromo heran, karena memang tidak biasanya putri satu-satunya itu bersikap demikian. “Saya dengar Ayah dan Mas berdua ini akan menangkap sosok kera raksasa yang meresahkan, saya boleh ikut dengan warga-warga yang lain tidak Yah?” Sekar balik bertan
“Kraaaaaaaaak....! Kraaaaaaaaak..! Wuuuuuuuuuuus..!” Beberapa batang pohon kecil patah dan bertumbangan tersapu kibasan pohon yang ada di tangan Siluman Kera, Arya dan Dewa Pengemis lambungkan tubuh mereka ke udara bergulung-gulung beberapa tombak ke belakang menghindari kibasan pohon yang cukup besar itu. Mengetahui Arya dan Dewa Pengemis lolos batang pohon yang tadi berada di genggaman Siluman Kera itu di lemparkan, kembali menderu angin kibasan yang kali ini ikut serta dengan batang pohon melesat ke arah Arya dan Dewa Pengemis yang berada di depan. “Kraaaaaaaaak...! Kraaaaaaak..! Duuuuuuuuuum..!” Pohon-pohon kecil berpatahan dan sebatang pohon yang dilemparkan itu berdentum jatuh ke tanah saat Arya dan Dewa Pengemis kembali berhasil menghindar. Semakin geram Siluman Kera melihat deretan serangannya menemui kegagalan, tanpa di duga-duga di tubuh sosok Siluman Kera itu mengepul asap hitam lalu sosok tubuhnya menjadi kembar tiga. Dengan cepat ketiga sosok Kera Raksasa itu mencabu
Sang pendekar menyadari maut akan segera menjemput jika ia tak mampu berbuat sesuatu, dengan cepat ia kerahkan ajian Topan Gunung Sumbing dengan tenaga dalam tingkat tinggi. “Praaaaaaaaaaak...! Deeeeeeeeees...!” Kedua tangan yang diayunkan Siluman Kera itu mental mengenai kepalanya sendiri, akibat kerasnya pentalan dan benturan dari tangannya itu membuat tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang kepalanya pun terasa pusing dan nyeri. Arya lekas-lekas beridiri kedua tangannya ia rentangkan ke samping, tiba-tiba di langit cuaca seketika berubah mendung. Awan hitam pekat menyelimuti, aliran petir yang muncul dari awan hitam pekat itu menyatu dengan kedua telapak tangan Arya yang dibentangkan itu kemudian kedua telapak tangannya ia arahkan ke depan sejurus dengan tubuh Siluman Kera yang masih terhuyung-huyung ke belakang. “Jegeeeeeeeeer....! Jegeeeeeeeeer..!” Dua larik cahaya yang mengandung aliran petir itu menghantam tubuh Siluman Kera, tubuhnya terpental jauh hingga ke luar dari pingg
“Maafkan saya Mas Sastro, saya penduduk Desa Purwosari. Tadi saya tak sengaja melintasi tempat ini menuju pulang ke Desa Purwosari lalu melihat di sini ada keramaian, setelah saya bertanya pada salah seorang warga ternyata di sini tengah mengadakan acara syukuran akan keberhasilan sosok pendekar menewaskan Siluman Kera yang meresahkan selama ini. Untuk itu saya pun ingin menyampaikan sesuatu hal yang amat penting pada Mas Sastro selaku kepala desa di sini.” Ujar lelaki dari Desa Purwosari itu. “Oh begitu? Mari silahkan duduk, biar lebih enak bercakap-cakapnya!” Ajak Sastro Pamungkas. “Terima kasih, Mas.” Lelaki yang mengatakan dirinya warga Desa Purwosari itu pun duduk bersama mereka. “Siapa nama saudara?” Tanya Sastro Pamungkas setelah mereka duduk. “Nama saya Wiryo, Mas.” “Oh ya Wiryo, kalau boleh saya tahu hal penting apa yang hendak kamu sampaikan pada kami di sini?” Sastro Pamungkas bertanya kembali. “Begini Mas, desa kami beberapa hari yang lalu dilanda kemelut dan ke
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa