“Sungguh tak saya sangka kita bertemu di sini Bayu Simba, tadinya saya bermaksud ingin menyusulmu ke padepokan.” Sapa Wisnu Aji dengan senyumnya, Bayu Simba pun balas tersenyum namun senyuman itu jelas bukan senyuman kegembiraan melainkan sebaliknya sejak awal ia mengetahui jika Raden Ayu Sri Mahadewi benar-benar disekap oleh kedua kakak beradik itu Bayu Simba menahan kegeramannya. “Ada perlu apa kau mencari saya ke padepokan, Wisnu Aji?” Tanya Bayu Simba namun dengan nada yang tidak bersahabat, tetapi Wisnu Aji tak tahu akan hal itu. “Seperti yang telah kita rencanakan, hari ini adalah saat yang tepat kita akan melaksanakan penyerangan terhadap istana Kerajaan Singosari.” Jawab Wisnu Aji, Bayu Simba tersenyum sinis. “Perlu kau ketahui Wisnu, saya bukanlah seorang penghianat seperti Sanjaya kakak mu itu! Ayah saya sejak dulu adalah sahabat karib dari Baginda Prabu, jadi jangan pernah kau bermimpi jika saya dan para pengikut saya ini akan membantumu dalam melaksakan rencana busuk
Arya bukanya gentar dihardik, malahan dia semakin menjadi-jadi mengatai Panglima Kerajaan Singosari itu. “Rencana busuk akan sulit kesampaian! Tapi melihat tampangmu yang busuk pula, agaknya memang pantas isi kepalamu hanya berisi niat-niat jahat dan busuk saja! Ha.. Ha.. Ha..!” Menggembung rahang Sanjaya mendengarnya. “Kurang ajar..! Berani-beraninya kau menghina saya seperti itu, kau mau lihat ya? Jika perkataan saya tadi tidak main-main. Saya akan patahkan leher perempuan ini jika kau tak ikut serta mundur!” Kembali Sanjaya melontarkan ancaman, Arya yang tak mau Sanjaya bertindak nekad akhirnya mengikuti apa yang dipinta Panglima Kerajaan itu. Jika semua yang ada di sana mundur dengan raut muka cemas termasuk Baginda Prabu lain halnya dengan Arya, ia memang mundur tapi sikapnya tetap santai malahan ia menghampiri sebuah meja yang terletak tidak jauh dari halaman istana di meja itu tersedia berbagai macam buah-buahan. Arya memilih buah salak, setelah memakannya biji-biji salak
“Berhenti..!” Seru salah seorang prajurit istana, saat rombongan berkuda itu telah berada beberapa tombak di hadapan para prajurit istana. Dengan tersenyum salah seorang dari rombongan berkuda itu turun lalu melangkah ke arah prajurit istana yang menghadang itu. “Bayu Simba!” Seru Arya yang saat itu telah menoleh ke arah lelaki yang baru saja turun dari kudanya menghampiri prajurit istana. “Ya, Arya.” Sapa Bayu Simba, lalu langkahnya ia alihkan ke arah Pendekar Rajawali Dari Andalas itu, sementara para prajurit istana Kerajaan Singosari hanya nampak terbengong. Baginda Prabu dan Sri Mahadewi yang sedari tadi menahan ingin menghampiri Arya nampak berjalan cepat, mereka tak kuasa menahan lagi untuk menghampiri Arya yang saat itu tengah berdiri bersama Bayu Simba. Di waktu yang bersamaan muncul pula seorang kakek memakai tongkat berpakaian compang camping, yang kali ini tengah memegang sebilah keris di tangan kirinya. “Kakek Dewa Pandang!” Kembali Arya berseru, si Kakek yang dip
Bayu Simba pun memberikan salam hormat sebelum ia menceritakan perihal dirinya pada Baginda Prabu. “Maafkan saya Baginda Prabu, sebelumnya saya ingin bertanya apakah Baginda Prabu masih ingat dengan sosok yang bernama Suprana Agung?” Tanya Bayu Simba, membuat Baginda Prabu tampak terkejut. “Suprana Agung? Di mana dia sekarang? Dia adalah sahabatku, sudah lama sekali kami tidak pernah bertemu.” Baginda Prabu balik bertanya, Bayu Simba pun tersenyum. “Dia telah wafat, Baginda Prabu. Saya adalah putra sulungnya, makam Ayahanda berada di Padepokan Kelabang Hitam di sebelah timur wilayah perbatasan Kerajaan Singosari ini.” Jawab Bayu Simba, Baginda Prabu makin terkejut. “Kamu putra sulungnya?!” Bayu Simba anggukan kepalanya. “Benar, Baginda Prabu.” Raut wajah Baginda Prabu antara sedih dan gembira, ia pun bersuara kembali. “Sungguh saya tidak menyangka setelah sekian lama tak pernah bertemu dengan sahabat karibku itu, ternyata beliau telah wafat. Sekarang saya di pertemukan deng
Menghampiri Ayahandanya meminta izin agar ia mengantar Arya hingga depan pintu gerbang istana, Baginda Prabu mengizinkan dan membiarkan putrinya Sri Mahadewi mengantar sang pendekar hingga luar pintu gerbang istana. “Tak ada yang dapat saya berikan atas pertolonganmu menyelamatkan serta mengantar saya kembali ke istana ini, begitu pula telah menggagalkan rencana jahat Sanjaya pada Ayahanda Prabu.” Tutur Sri Mahadewi saat ia dan Arya telah tiba di luar gerbang istana Kerajaan, Sang Pendekar tersenyum. “Hemmm, saya tak meminta apa-apa selain sebuah senyuman manismu sebelum saya melangkah meninggalkan istana ini!” Ujar Arya kembali menggoda putri Kerajaan Singosari itu, wajah Sri Mahadewi langsung merona merah. “Ih, mulai lagi. Kapankah sekiranya kita dapat bertemu, Arya?” Harap Sri Mahadewi dengan tatapan mata indah dan senyumannya yang manis, Arya balas tersenyum. “Entahlah, moga suatu saat jika saya melintas kawasan Kerajaan Singosari ini lagi saya pasti singgah dan menemuimu.”
“Kang Mas Arga...!” Suara Ningsih Suri pun terputus seiring semburan darah segar dari mulutnya, kemudian tubuhnya terkulai lemas tak bernyawa lagi. “Keparat Kau Sugoro Geni...! Kau telah membunuh istriku! Hiyaaaaa...!” Setelah membaringkan tubuh istrinya, Arga Buono menyerang membabi buta dengan amarah yang meledak-ledak. Beberapa orang anak buah Sugoro Geni yang menghadang terpelanting kiri dan kanan, Arga Buono tak memperdulikan pedang yang masih ada di genggaman Sugoro Geni dengan amarah yang tak dapat terkendalikan lagi itu ia menyerang Sugoro Geni dengan hantaman tangan dan kakinya. “Deeeees...! Deeeeees..!” Hantamannya itu mengena namun tubuh Sugoro Geni tak bergeming sedikit pun, mungkin karena hantaman itu tidak memiliki tenaga dalam apa-apa hingga tak memberi efek pada posisi tegaknya. “Deeeees...! Craaaaaaaaas..! Arghhhhhhhh..!” Sebuah hantaman tangan kosong dan sabetan pedang mendarat di kepala dan leher dari Arga Buono, percikan darah pun terlihat dari leher lelaki
Matahari telah condong di ufuk barat, sinarnya yang kemerah-merahan pertanda sebentar lagi malam akan datang. Setelah menyeberangi sungai Bengawan Solo mengunakan rakit yang terbuat dari beberapa batang pohon bambu, pemuda tampan berambut gondrong dan berpakaian putih dengan sebilah pedang berkepala rajawali tersandang di punggungnya tampak melangkah sambil bersiul-siul. Tak jauh di depannya terlihat sebuah pondok yang berdiri di atas sebuah perbukitan yang tidak terlalu tinggi di pinggiran sungai Bengawan Solo itu, di halaman pondok itu tampak seorang perempuan dan seorang kakek tengah melakukan gerakan-gerakan silat. Untuk beberapa saat pemuda berpakaian putih yang tidak lain adalah Arta Mandu itu hanya memperhatikan dari jarak jauh, namun lama-kelamaan timbul keinginannya untuk singgah dan menghampiri mereka. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Arya berkelebat menaiki bukit dan tiba di halaman pondok tempat perempuan muda dan seorang kakek yang sepertinya tengah berlatih itu, keha
Matahari telah condong di ufuk barat, sinarnya yang kemerah-merahan pertanda sebentar lagi malam akan datang. Setelah menyeberangi sungai Bengawan Solo mengunakan rakit yang terbuat dari beberapa batang pohon bambu, pemuda tampan berambut gondrong dan berpakaian putih dengan sebilah pedang berkepala rajawali tersandang di punggungnya tampak melangkah sambil bersiul-siul. Tak jauh di depannya terlihat sebuah pondok yang berdiri di atas sebuah perbukitan yang tidak terlalu tinggi di pinggiran sungai Bengawan Solo itu, di halaman pondok itu tampak seorang perempuan dan seorang kakek tengah melakukan gerakan-gerakan silat. Untuk beberapa saat pemuda berpakaian putih yang tidak lain adalah Arta Mandu itu hanya memperhatikan dari jarak jauh, namun lama-kelamaan timbul keinginannya untuk singgah dan menghampiri mereka. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Arya berkelebat menaiki bukit dan tiba di halaman pondok tempat perempuan muda dan seorang kakek yang sepertinya tengah berlatih itu, keha
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa